• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagaisarana pendukungnya. Pasar merupakan kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atau didorong oleh faktor perkembangan ekonomi yang pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan hidup (kebutuhan pokok). Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat.

Pasar adalah tempat dimana terjadi interaksi antara penjual dan pembeli (G. Lipsey, 1986 : 100). Pasar merupakan pusat dan ciri pokok dari jalinan tukar-menukar yang menyatukan seluruh kehidupan ekonomi. Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu: penjual, pembeli dan barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan. Pertemuan antara penjual dan pembeli menimbulkan transaksi jual-beli, akan tetapi bukan berarti bahwa setiap orang yang masuk ke pasar akan membeli barang, ada yang datanbg ke pasar hanya sekedar main saja atau ingin berjumpa dengan seseorang guna mendapatkan informasi tentang sesuatu.

(2)

Pembahasan mengenai pasar tidak bisa dipisahkan dari pola yang terjadi di Jawa pada umumnya. Kelompok-kelompok orang Jawa yang dominan berdagang di pasar adalah pedagbang ikan kering (ikan asin) dari Semarang, pengrajin perhiasan emas dari Kota Gede, pedagang batik dari Solo dan pedagang tembakau dari Magelang dan Madura (Hefner, 2000: 285). Pasar secara harfiah berarti tempat berkumpul antara penjual dan pembeli untuk tukar menukar barang, atau jual beli barang. Pasar dalam konsep urban Jawa adalah kejadian yang berulang secara ritmik dimana transaksi sendiri bukan merupakan hal yang utama, melainkan interaksi sosial dan ekonomi yang dianggap lebih utama (Saraswati, 2000: 141). Pada masyarakat Jawa dikenal konsep panatur desa. Konsep panatur desa ini dikaitkan dengan sistem klasifikasi hari-hari pasar yang lima atau pancawara, yaitu Manis/Legi, Paing, Pon, Wage dan Kliwon. Satu rotasi yang lamanya lima hari pada masyarakat Jawa sekarang disebut sepasar (Nastiti, 2003: 54-55).

Pasar desa hanya terselenggara pada hari tertentu menurut konsep panatur desa yang kemudian dikenal dengan konsep macapat, yaitu satu desa dikelilingi oleh empat desa yang terletak di arah empat penjuru mata angin. Ikatan macapat desa-desa di Jawa menjadi struktur, desa penyelenggara akan menjadi puser (pusat) terhadap empat desa lainnya (Saraswati, 2000: 141). Menurut Nastiti (2003: 54) konsep macapat merupakan tanda rasa kerukunan sebuah desa dengan keempat desa tetangga yang letaknya kira-kira di arah keempat mata angin. Rasa kerukunan antar desa-desa kemudian

(3)

meluas lebih jauh letaknya. Konsep macapat tidak hanya sekedar tanda kerukunan saja, akan tetapi berhubungan juga dengan masalah-masalah yang terdapat di daerah pemukiman yang bersifat agraris. Misalnya masalah-masalah yang berhubungan dengan pengairan sawah, keamanan dan sebagainya yang perlu diatasi dengan membentuk semacam kumpulan diantara desa-desa yang bertetangga. Jadi pasar tradisional atau dikenal dengan nama pasar desa di Jawa hanya terselenggara sehari secara bergiliran begitu pula dengan Pasar Tradisional Wadaslintang yang terselenggara pada hari pasaran Wage dan dikelilingi desa-desa lainnya di kecamatan Wadaslintang.

Pasar merupakan pranata penting dalam kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pasar sudah dikenal sejak masa Jawa Kuno yaitu sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual beli atau tukar menukar barang yang telah teratur dan terorganisasi. Hal ini berarti pada masa Jawa Kuno telah ada pasar sebagai suatu sistem (Nastiti, 2003: 13).

Pasar sebagai sistem maksudnya adalah pasar yang mempunyai suatu kesatuan dari komponen-komponen yang mempunyai fungsi untuk mendukung fungsi secara keseluruhan, atau dapat pula diartikan pasar yang telah memperlihatkan aspek-aspek perdagangan yang erat kaitannya dengan kegiatan jual-beli, misalnya adanya lokasi atau tempat, adanya ketentuan pajak bagi para pedagang, adanya pelbagai macam jenis komoditi yang diperdagangkan, adanya proses produksi, distribusi, transaksi dan adanya suatu jaringan transportasi serta adanya alat tukar.

(4)

Menurut Nastiti (2003: 60) yang menyatakan bahwa timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat pengaliran untuk dijual. Selain itu pemenuhan kebutuhan akan barang-barang, memerlukan tempat yang praktis untuk mendapatkan barang-barang baik dengan menukar atau membeli. Adanya kebutuhan-kebutuhan inilah yang mendorong munculnya tempat berdagang yang disebut pasar.

Alasan inilah yang melatar belakangi manusia membutuhkan “pasar” sebagai tempat untuk memperoleh barang atau jasa yang diperlukan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri. Keberadaan pasar dapat dianggap sebagai pusat perekonomian.

Pengertian tradisional menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah bersifat turun temurun. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pasar tradisional berkaitan dengan suatu tradisi. Kata tradisi dalam percakapan sehari-hari sering dikaitkan dengan pengertian kuno atau sesuatu yang bersifat luhur sebagai warisan nenek moyang. Tradisi pada intinya menunjukkan bahwa hidupnya suatu masyarakat senantiasa didukung oleh tradisi, namun tradisi itu bukanlah statis. Arti paling dasar dari kata tradisi yang berasal dari kata tradium adalah sesuatu yang diberikan atau diteruskan dari masa lalu ke masa kini.

Berbicara mengenai tradisi pada dasarnya tidak lepas dari pengertian kebudayaan, karena tradisi sebenarnya merupakan bagian isi kebudayaan. Karakter suatu kebudayaan banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam.

(5)

Hal ini dapat dimengerti mengingat kebudayan pada dasarnya merupakan hasil budi manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan hidupnya dari tantangan alam. Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dari kebudayaannya, dimana kebudayaan yang dipunyai oleh manusia merupakan jembatan antara hubungan kegiatan manusia dengan lingkungannya. Kebudayaan merupakan alat kontrol bagi kelakuan dan tindakan manusia.

Menurut Koentjaraningrat (2002: 5) kebudayaan mempunyai tiga wujud: pertama, kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan yang ketiga adalah sebagai benda-benda hasil karya manusia. Jadi dengan adanya pasar maka akan terjadi perubahan nilai, gagasan, norma, kepercayaan dan aktivitas berpola dari manusia dalam masyarakat.

Pasar memiliki multi peran, yaitu tidak hanya berperan sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli tetapi pasar juga memiliki fungsi sebagai tempat bertemunya budaya yang dibawa oleh setiap mereka yang memanfaatkan pasar. Interaksi tersebut tanpa mereka sadari telah terjadi pengaruh mempengaruhi budaya masing-masing individu.

Pasar tradisional memegang peranan yang amat penting pada masa ini, terutama pada masyarakat pedesaan. Pasar, pada masyarakat pedesaan dapat diartikan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat

(6)

tersebut dengan dunia luar. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mempunyai peranan dalam perubahan-perubahan kebudayaan yang berlangsung di dalam suatu masyarakat. Melalui pasar ditawarkan alternatif-alternatif kebudayaan yang berlainan dari kebudayaan setempat.

Pasar desa di Jawa atau peken (Bahasa Jawa halus/ bahasa Jawa krama), biasanya letaknya tidak jauh. Jarak dari rumah seorang petani ke pasar, yang letaknya biasanya di tepi jalan besar, hanya kira-kira tiga sampai lima kilometer saja (Koentjaraningrat, 2002: 186-187).

Pasar desa biasanya tumbuh di persimpangan jalan atau di tempat-tempat yang strategis di dalam desa dan seringkali juga mengambil nama dari tempat atau daerah di mana pasar tersebut berada, misalnya Pasar Tradisional Wadaslintang yang nota bene berada di Kelurahan Wadaslintang, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. Pasar tradisional selain sebagai sarana jual-beli juga merupakan tempat bertemunya warga masyarakat dari berbagai kalangan. Pasar tradisional juga mempunyai peranan dalam kegiatan sosial. Perannya sebagai tempat melakukan aktivitas sosial, pasar tradisional terlihat sebagai tempat interaksi, komunikasi dan informasi serta tempat keramain dan hiburan. Pasar dengan kata lain juga mempunyai peranan dalam kegiatan sosial selain berperan sebagai tempat berniaga.

Pasar selain mempunyai peranan dalam aktivitas ekonomi ternyata juga mempunyai peranan dalam aktivitas sosial. Pasar pada prinsipnya adalah tempat dimana para penjual dan pembeli bertemu. Tetapi apabila pasar telah terselenggara dalam arti para pembeli dan penjual sudah bertemu serta

(7)

barang-barang kebutuhan sudah disebarluaskan, maka pasar memperlihatkan peranannya bukan hanya sebagai pusat kegiatan ekonomi tetapi juga sebagai pusat sosial. Pasar Tradisional Wadaslintang adalah salah satu pasar tradisional yang masih bertahan di Kelurahan Wadaslintang, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo walaupun berada didaerah yang terpencil namun keberadaannya masih tetap bertahan ditengah-tengah masyarakat yang terus berkembang. Pasar merupakan salah satu penyebab adanya pergeseran nilai- nilai tradisional yang semula masih dipertahankan. Kehadiran pasar setidak- tidaknya telah merubah pola ekonomi tradisional kepada ekonomi komersial. Salah satu ciri untuk dapat melihat setiap usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah berorientasi kepada untung dan rugi atau diukur dengan uang.

Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk mengkaji Pasar Tradisional Wadaslintang. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Perkembangan Pasar Tradisional di Desa Wadaslintang dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Wadaslintang, Kabupten Wonosobo (1998-2011)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sejarah Pasar Tradisional Wadaslintang di Kelurahan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo?

(8)

2. Bagaimana kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo tahun 1998-2011?

3. Bagaimana pengaruh keberadaan Pasar Tradisional Wadaslintang terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo tahun 1998-2011?

C. Tujuan Penelitian

Sebuah penelitian akan efektif apabila sebelum penelitian berlangsung, penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas. Tujuan tersebut merupakan penunjuk arah penelitian agar tidak membias pada bidang lain. Sehubungan dengan ini maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah Pasar Tradisional Wadaslintang di Kelurahan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo.

2. Untuk mengetahui kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo tahun 1998-2011.

3. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan Pasar Tradisional Wadaslintang terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo tahun 1998-2011.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(9)

a. Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana teoritis tentang penelitian – penelitian pasar tradisional serta menjadi tolak ukur untuk penelitian – penelitian berikutnya tentang pasar tradisional.

b. Manfaat Praktis

1. Memberi wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat umum tentang sejarah Pasar Tradisional Wadaslintang. 2. Memperkaya khasanah sejarah lokal dalam upaya melengkapi

sejarah nasional.

3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti–peneliti lainnya yang meneliti tentang latar belakang sejarah terbentuknya Pasar Tradisional Wadaslintang dan perananya dalam bidang Sosial Ekonomi Masyarakat Wadaslintang.

E. Tinjauan Pustaka

Koentjaraningrat (2002) membahas mengenai kebudayaan. Kehidupan manusia tidak lepas dari kebudayaan karena kebudayaan yang dimiliki manusia merupakan penghubung antara manusia dengan lingkungannya. Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas, yaitu pikiran, karya, dan hasil karya manusia akan keindahan. Padahal banyak para ahli yang mengartikan kebudayaan itu dalam arti yang sangat luas.

Konsep kebudayaan dalam arti yang sangat luas yaitu seluruh total dari dari pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada

(10)

nalurinya, dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar. Konsep kebudayaan akhirnya dipecah lagi ke dalam unsur-unsurnya guna keperluan analisa konsep kebudayaan. Unsur-unsur terbesar yang terjadi karena pecahan tahap pertama disebut unsur-unsur kebudayaan yang universal yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Unsur-unsur universal iu yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan di dunia ini, yaitu: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan orgbanisasi masyarakat, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian hidup, dan (7) sistem teknologi dan peralatan.

Ketujuh unsur tersebut masing-masing dapat dipecah lagi ke dalam sub unsur-unsurnya. Ketujuh unsur kebudayaan universal tadi memang mencakup seluruh kebudayaan makhluk manusia di dunia dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.

Pasar tradisional berkaitan erat dengan unsur kebudayaan yaitu sistem dan organisasi kemasyarakatan serta berkaitan dengan sistem mata pencaharian hidup. Adanya pasar maka terjadi pertemuan atau tatap muka antara penjual atau pembeli. Pasar memiliki multi peran, selain terjadinya pertemuan antara produsen dan konsumen pasar juga memiliki fungsi sebagai tempat bertemunya berbagai budaya yang dibawa oleh setiap masyarakat yang memanfaatkan pasar.

Berbagai individu dari berbagai kelas sosial dan ekonomi berinteraksi di Pasar Tradisional Wadaslintang ini. Interaksi tersebut tanpa mereka sadari telah terjadi pengaruh-mempengaruhi budaya masing-masing individu.

(11)

Mereka saling memberi dan menerima budaya yang dibawa. Bertemunya warga masyarakat Wadaslintang di Pasar Tradisional Wadaslintang mempunyai maksud yang berbeda-beda. Ada yang bermaksud berjualan, berbelanja, berdagang sekaligus berbelanja, atau hanya sekedar melihat-lihat untuk mencari hiburan.

Pasar dilihat dari segi pengertian ekonomi ialah suatu tempat menetap yang penduduknya terutama hidup dari perdagangan daripada pertanian.

Pengertian yang lebih luas dikemukakan oleh Geertz (1977) bahwa pasar sebagai suatu pranata ekonomi sekaligus cara hidup, suatu gaya umum dari kegiatan ekonomi yang mencapai segala aspek. Geertz membahas mengenai pasar sebagai tempat jalinan hubungan penjual dan pembeli dalam melaksanakan transaksi tukar-menukar, baik pada suatu tempat maupun dalam suatu keadaan yang lain.

Pasar dapat dilihat dari tiga sudut pandangan : pertama, sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu; kedua sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa tersebut; dan ketiga sebagai sistem sosial dan kebudayaan dimana mekanisme itu tertanam. Ciri khas pasar yang paling menonjol dari arus barang dan jasa adalah jenis barang yang diperjualbelikan, yaitu bahan pangan, sandang dan lain-lain serta dapat juga berupa kegiatan pengolahan dan pembuatan barang-barang produksi sedangkan dalam mekanisme ekonomi pasar cenderung untuk lebih menekankan persaingan antar penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar. Proses dari perdaganganpun akhirnya berlangsung.

(12)

Pasar sebagai sistem sosial ekonomi, bermakna bahwa pasar tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat yang berbeda struktur sosial dan ekonomi. Pedagang yang ada di pasar terdiri dari berbagai etnis yang memiliki sifat dan adat yang berbeda sehingga bisa terjadi perilaku dalam jual beli mempunyai cara yang berbeda pula, seperti halnya yang terjadi di Pasar Tradisional Wadaslintang. Pedagang yang berjualan di Pasar Tradisional Wadaslintang tidak hanya berasal dari Kelurahan Wadaslintang maupun Kecamatan Wadaslintang akan tetapi mereka juga berasal dari daerah-daerah di luar Wadaslintang seperti Kaliwiro, Wonosobo, Temanggung, Semarang, Prembun Kebumen dan Banjarnegara. Adanya pedagang yang berasal dari luar daerah Wadaslintang maka memunculkan cara berdagang yang berbeda, adat yang berbeda dan etnis yang berbeda pula. Hal ini tidak dapat dipungkiri, akan tetapi sebagian besar dari para pelaku pasar di Pasar Tradisional Wadaslintang adalah masyarakat Jawa.

Nastiti (2003) membahas tentang Peranan Pasar dalam kegiatan Ekonomi dan peranan Pasar dalam kegiatan Sosial. Buku tersebut menjelaskan bahwa pasar merupakan suatu sistem yang merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen yang mempunyai fungsi secara keseluruhan. Adapun komponen-komponen pasar antara lain adalah lokasi, bentuk fisik, komoditi, produksi, distribusi, transportasi, transaksi serta rotasi.

Komponen-komponen pasar tersebut mempunyai keterkaitan fungsi masing-masing yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, umpamanya faktor produksi sangat tergantung pada faktor distribusi dan untuk lancarnya suatu

(13)

distribusi sangat diperlukan sarana transportasi yang baik, sehingga hasil produksi dapat mencapai pasar. Jalur transportasi tidak dapat dilepaskan dari lokasi pasar karena suatu pasar dianggap baik jika lokasinya mudah dicapai. Lokasi yang mudah dijangkau sangat mempengaruhi banyaknya orang yang datang kepasar yang dapat mengakibatkan naiknya jumlah transaksi. Meningkatnya transaksi dapat menyebabkan jumlah produksi naik. Satu hal yang penting kaitannya dengan sistem pasar ialah rotasi pasar yang merupakan kerjasama antar beberapa desa yang tentunya melibatkan warga masyarakat dari desa-desa bersangkutan.

Pasar selain mempunyai peran dalam bidang ekonomi, pasar juga berperan dalam kegiatan sosial. Peranannya sebagai tempat melakukan aktivitas sosial, pasar terlihat pula sebagai tempat interaksi, komunikasi dan informasi serta tempat keramaian dan hiburan. Interaksi yang terjadi di antara warga masyarakat di dalamnya terdapat kontrak diadik yang sifatnya informal dan tidak dilandasi hukum.

Kontrak diadik yang terjadi dapat bersifat simetris dan asimetris. Kontrak diadik tersebut hampir terjadi di seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat Wadaslintang yaitu adanya interaksi antara warga masyarakat Wadaslintang maupun warga selain Wadaslintang yang berasal dari berbagai kalangan, baik antara orang-orang yang berasal dari desa sama maupun interaksi yang terjadi antara orang-orang dari desa yang berlainan yang datang di Pasar Tradisional Wadaslintang.

(14)

Pasar memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya dan masyarakat pedesaan pada umumnya dan hal ini tidak dapat dipungkiri. membahas mengenai pasar bagi masyarakat pedesaan dapat diartikan sebagai pintu gerbang yang menghubungkan masyarakat tersebut dengan dunia luar. Pasar berarti mempunyai peranan dalam perubahan-perubahan kebudayaan yang berlangsung didalam suatu masyarakat.

Pasar di dalamnya menawarkan alternatif-alternatif kebudayaan yang berlainan dari kebudayaan masyarakat setempat, sedangkan kebudayaan itu adalah seperangkat nilai-nilai dan keyakinan, pilihan hidup dan alat komunikasi. Pasar sebagai pintu gerbang diperkirakan akan terjadi perubahan nilai, gagasan, dan keyakinan.

Pasar dapat pula diartikan sebagai sentral dari masyarakat pedesaan yang berada disekitarnya. Pasar di dalamnya bukan saja akan terjadi saling interaksi sesama warga masyarakat pedesaan, tetapi akan terjadi pula tukar-menukar benda hasil produksi bahkan informasi-informasi tentang berbagai pengalaman diantara sesama warga masyarakat. Pasar sebagai sentral dengan segala perangkat yang ada di dalamnya dapat pula menjadi panutan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa bukan hanya peranan ekonomi, tetapi peranan kebudayaan terhadap masyarakat disekitarnya cukup besar. Peranan-peranan tersebut dengan demikian akan menimbulkan perubahan-perubahan baik dalam bidang ekonomi maupun sosial.

(15)

perkembangan sosial dan ekonomi, fakta-fakta yang menyebabkan perkembangan sosial dan ekonomi serta faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perkembangan dan perubahan masyarakat. Kajian dalam buku ini penting dalam kaitannya untuk memahami perkembangan kehidupan masyarakat Kelurahan Wadaslintang, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo sebagai pengaruh di fungsikannya Pasar Tradisional Wadaslintang sebagai sarana jual-beli, baik ditinjau dari segi sejarah, ekonomi maupun sosial.

Kuntowijoyo (2006) membahas mengenai gejala pertumbuhan ekonomi dan masyarakat pasar yaitu terbentuknya kelas-kelas sosial yang saling bertentangan kepentingan. Pembentukan masyarakat pasar disini dimulai pada abad ke-19 dengan masuknya modal Barat, akan tetapi dalam sistem pasar di Pasar Wadaslintang belum dikenal adanya modal Barat. Sistem pasar yang ada di Pasar Tradisional Wadaslintang hanya mengenal adanya sumber modal yang merupakan awal modal kegiatan perdagangan para pedagang di pasar. Menurut Kuntowijoyo, pasar adalah kekuatan revolusioner dan proses pemasaran masyarakat yang mempunyai akibat yang jauh bagi perkembangan sejarah. Pasar menuntut perilaku rasional dalam menentukan pilihan-pilihan.

F. Teori Dan Pendekatan

Masalah pendekatan dapat disebut sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah. Penggambaran kita mengenai suatu

(16)

peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana kita memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya. Penelitian mengenai Keberadaan Pasar Tradisional Wadaslintang ini peneliti memfokuskan pada bidang sejarah ekonomi dengan menggunakan beberapa pendekatan.

Kartodirdjo (1992) membahas mengenai pendekatan ekonomi yang mengungkapkan bahwa kompleksitas sistem ekonomi dengan sendirinya menuntut pula pendekatan ilmu-ilmusosial seperti antropologi, sosiologi dan sebagainya. Untuk menjelaskan relevansi metodologi sejarah dengan pendekatan ilmu sosial kita perlu bertolak dari konsep sejarah sebagai sistem. Konsep sistem sendiri mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Suatu sistem terdiri atas unsur- unsur atau aspek-aspek yang merupakan satu kesatuan; (2) Fungsi-fungsi unsur- unsur tersebut saling pengaruh-mempengaruhi dan ada saling ketergantungan, bersama-sama mendukung fungsi sistem; (3) Saling ketergantungannya disebabkan karena setiap unsur memiliki dimensi-dimensi unsur lain; (4) Dalam mendeskripsi unsur-unsur serta saling pengaruhnya tidak ada satu faktor atau dimensi yang deterministik; (5) Dalam studi sejarah pendekatan sistem yang sinkronis sifatnya perlu diimbangi oleh pendekatan diakronis.

Kita berangkat dari konsep ekonomi sebagai pola distribusi alokasi produksi dan konsumsi dalam pendekatan sistem, maka jelaslah bahwa pola itu berkaitan, bahkan sering ditentukan oleh sistem sosial serta stratifikasinya. Korelasinya faktor sosial itu lebih lanjut jelas pula dengan

(17)

sistem politik atau struktur kekuasaanya. Akhirnya kesemuanya dipengaruhi oleh faktor kultural, dengan demikian fungsi ekonomi tidak terlepas dari fungsi-fungsi sosial dan politik serta kulturnya.

Sejarah ekonomi dalam perkembangannya mengalami diferensiasi dan subspesialisasi, antara lain dengan timbulnya: (1) sejarah pertanian, (2) sejarah kota, (3) sejarah bisnis, (4) sejarah perburuhan, dan (5) formasi kapital. Perubahan ekonomi dari ekonomi tradisional yang bersifat pedesaan, primitif dan petani, menuju ke ekonomi kolonial dengan masuknya peraturan-peraturan ekonomi kolonial dan pada akhirnya ekonomi kapitalis tidak menunjukkan tingkatan yang sepadan. Perubahan dari ekonomi pasar ke ekonomi warung dan ke ekonomi toko serta ke ekonomi toserba (department strore) tidak mempunyai laju yang sama di setiap lokalitas. Bahkan di suatu lokalitas ciri-ciri ekonomi agraris seperti dalam hubungan kerja, bakulan masih berlaku di tengah-tengah kota. Perubahan pasaran masing-masing juga tergantung seberapa jauh derajat penguasaan dari pasar yang didominasi oleh usaha-usaha besar dan kapital besar jika dibandingkan dengan operasi dari usaha kecil dengan kapital rendah.

Burger mengemukaan adanya dualisme pasar semacam itu, menurut Burger bahwa lalu lintas pasar yang ada di Jawa, mengenal pekan pasar tradisional lima hari adalah sesuatu yang tua, lebih tua daripada kapitalisme tinggi. Pasar-pasar erat hubungannya satu sama lain dan merupakan suatu jaringan pasar yang meliputi seluruh Jawa, serta

(18)

mempunyai hubungan pula dengan pulau-pulau lain dan dengan pasar dunia. Lalu lintas ini bukan bersifat kapitalis tinggi saja, ada juga lalu lintas non-kapitalis dan kapitalisme perdagangan. Berbeda dengan Boeke yang melihat pasaran dalam negeri terlalu sepihak, yaitu sebagai lalu lintas dalam batas desa, ditambah lalu lintas dengan lingkungan kapitalis tinggi, yang diartikan terlalu sempit.

Pendekatan Sosilogi pada penelitian ini menitikberatkan pada bentuk proses sosial, yaitu interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan- hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok manusia maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia dalam aktivitas pasar maupun kegiatan di luar pasar. Pendekatan Sosilogi juga digunakan dalam melihat berbagai perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Wadaslintang akibat adanya aktivitas dan interaksi yang terjadi di pasar, baik perubahan yang terjadi secara lambat maupun secara cepat.

Studi tentang kehidupan sehari-hari dalam suatu komunitas, pranata atau lembaga-lembaga, sistem ekonomi, sosial, politik, struktur masyarakat, struktur kekuasaan, golongan sosial, kesemuanya memerlukan pendekatan antropologi sosial di satu pihak dan pendekatan sejarah dilain pihak. Antropologi ekonomi menitikberatkan perhatiannya pada keterlibatan manusia itu dalam upaya mempertahankan hidupnya yang merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang selama ini dianut

(19)

oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa, khususnya masyarakat Wadaslintang.

Kuntowijoyo (2003) membahas secara singkat sejarah ekonomi. Menurutnya, sejarah ekonomi mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Sejarah ekonomi bukanlah interpretasi ekonomis terhadap sejarah. Sejarah ekonomi haruslah spesifik. Sektor ekonomi yang dikenal dalam ekonomi pedesaan tentu saja yang berhubungan pertanian, perdagangan, peternakan dan industri rumah tangga. Lembaga-lembaga ekonomi seperti kredit, koperasi, lumbung desa, bank sudah banyak dikenal dalam ekonomi pedesaan, terutama atas campur tangan kekuasaan negara. Munculnya antropologi dan sosiologi ekonomi merupakan usaha untuk menumbuhkan antara ekonomi dengan sistem sosial dan ekonomi.

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu dengan digunakannya beberapa pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan digunakannya pendekatan ekonomi maka akan membantu penelitian ini dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi serta sistem tukar menukar yang terjadi di masyarakat Wadaslintang. Pendekatan antropologi-sosiologi membantu dalam kajian mengenai masyarakat Wadaslintang yang beranekaragam struktur dan budayanya.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian sejarah (historical method). Pengertian metode

(20)

penelitian sejarah disini adalah suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Menurut Sugeng Priyadi (2011) metode penelitian sejarah meliputi lima langkah, yaitu pemilian topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.

Penelitian ini dilakukan dengan cara meninjau masalah-masalah dari perspektif sejarah berdasarkan dokumen dan literatur yang ada. Empat langkah kegiatan dalam metode penelitian sejarah, yaitu :

1. Pemiliah Topik

Pemilian Topik pada dasarnya tidak terlepas dari kedekatan emosional atau dengan kata lain berangkat dari perasaan senang. Kedekatan emosional biasanya di pengaruhi oleh adanya ikatan batin. Dengan demikian seorang peneliti tidak hanyya memiliki kemauan tetapi juga kemampuan. Oleh karena itu peneliti memilih lokasi pasar tradisional wadaslintang.

2. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mencari sumber-sumber dan menghimpun bahan-bahan sejarah atau jejak-jejak masa lampau yang otentik dengan cara mencari dan mengumpulkan berbagai sumber sejarah untuk dijadikan sebagai bahan penulisan sejarah. Diartikan pula sebagai usaha yang dilakukan untuk menghimpun data dan menyusun fakta–fakta sejarah yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

(21)

Sumber sejarah yang dipakai adalah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber asli dalam arti kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain melainkan berasal dari tangan pertama. Sumber primer adalah sumber yang diperoleh melalui kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya atau lebih dikenal dengan saksi pandangan pertama.

Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan pertama yakni seseorang yang tidak hadir dalam peristiwa kisahnya. Sumber sekunder dengan kata lain adalah sumber yang berasal dari seseorang yang bukan saksi hidup atau tidak sejaman dengan peristiwa tersebut. Penulis mendapatkannya sumber sekunder ini melalui buku-buku mengenai pasar atau bentuk tukar-menukar dalam masyarakat dan peranan pasar dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta buku-buku terbitan Pemerintah Daerah kabupaten Wonosobo.

Peneliti juga menggunakan sumber lisan yang dapat membantu peneliti dalam penelitian. Sumber lisan merupakan sumber tradisional sejarah dalam pengertian luas. Sumber ini bersifat tua karena waktu pikiran manusia yang mulai tumbuh waktu kebudayaan mulai lahir dan serempak dengan itu bahasa mulai digunakan. Warisan atau sumber lisan masih dipakai sebagai bahan pelengkap, bahan

(22)

perbandingan atau bahan yang dapat ditarik kesimpulan tentang hal yang telah berlalu dalam penulisan metode ilmiah. Peneliti menggunakan sumber lisan berupa cerita sejarah dari para tokoh masyarakat yang berkaitan dengan Pasar Tradisional Wadaslintang untuk mengungkap sejarah dan pengaruh keberadaan pasar bagi masyarakat Wadaslintang.

3. Kritik Sumber

Tahap ini merupakan tahap penilaian atau tahap pengujian terhadap sumber-sumber sejarah yang berhasil ditemukan dari sudut pandang nilai kebenarannya. Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan data yang tingkat kebenarannya atau kredibilitasnya tinggi dengan melalui seleksi data yang terkumpul. Kritik sumber in terbagi menjadi dua, yaitu kritik sumber ekstern dan kritik sumber intern.

Kritik ekstern adalah kritik yang menilai apakah sumber yang didapat merupakan sumber yang dikehendaki, sumber asli, atau turunan, sumber itu lengkap, atau sudah berubah. Kritik ekstern berusaha menjawab pertanyaan tentang keaslian dari sumber sejarah. Kritik intern adalah kritik yang menilai apakah isinya relevan dengan permasalahan dan dapat dipercaya kebenarannya. Pada tahap kritik intern penulis melakukan pengecekan dan pembuktian terhadap sumber-sumber yang diperoleh. Apakah sumber-sumber tersebut isinya dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara membandingkan antara sumber satu dengan

(23)

sumber yang lain dimana sumber tersebut sama-sama berkaitan dengan masalah yang dikaji. Contohnya adalah penulis melakukan pengecekan mengenai hasil wawancara antara tokoh masyarakat Wadaslintang satu dan lainnya, apakah semuanya dapat memberikan informasi yang benar dan dapat dipercaya berkaitan dengan masalah yang dikaji.

4. Interpretasi

Interpretasi adalah usaha untuk menghubung-hubungkan dan mengkaitkan peristiwa atau fakta satu sama lain sedemikian rupa sehingga fakta yang satu dengan yang lainnya kelihatan sebagai satu rangkaian yang masuk akal menunjukkan kecocokan satu sama lain. Fakta sejarah dalam proses ini tidak semua dapat dimasukkan, tetapi harus dipilih mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan gambaran cerita yang akan disusun.

Menginterpretasikan penelitian dalam bentuk karangan sejarah ilmiah, sejarah kritis, perlu diperhatikan sasaran karangan yang logis menurut urutan yang kronologis dan tema yang jelas dan mudah dimengerti.

5. Historiografi

Historiografi merupakan langkah perumusan cerita sejarah ilmiah, disusun secara logis menurut urutan kronologis dan sistematis yang jelas dan mudah dimengerti, pengaturan bab atau bagian yang dapat menggabungkan urutan kronologis dan tematis. Hal ini

(24)

empat hal yaitu : detail faktuil yang akurat, struktur yang logis, dan penyajian yang terang dan halus.

H. Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan skripsi yang berjudul “Keberadaan Pasar Tradisional Wadaslintang sebagai Pusat Kegiatan Ekonomi, Sosial Masyarakat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo Tahun 1998-2011 ”. Terbagi dalam beberapa bab:

Bab Pertama. Pendahuluan, bab ini berisi: latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, kajian pustaka, kajiaan teori dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika penulisan

Bab Kedua. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Wadaslintang tahun 1998-2011, bab ini terdiri dari Kondisi Geografis Kelurahan Wadaslintang; Kondisi Ekonomi yaitu Kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi; Kondisi Sosial Masyarakat Wadaslintang yang meliputi Interaksi, Penyebaran Informasi dan Komunikasi serta Hiburan.

Bab Ketiga. Sejarah Pasar Tradisional Wadaslintang, bab ini berisi: Pengertian Pasar, meliputi Latar Belakang Pasar dan Jenis Pasar; Komponen Pasar yang mencakup: Rotasi Pasar, Jenis Pedagang Pasar, Arus Barang dan Jasa; Sejarah Pembangunan dan Perkembangan Pasar Tradisional Wadaslintang, meliputi Sejarah berdirinya Pasar Wadaslintang dan Perkembangan Pasar Wadaslintang Tahun 1998-2011.

(25)

Bab Keempat. Pengaruh Keberadaan Pasar Tradisioanal Wadaslintang Bagi Masyarakat Wadaslintang tahun 1998-2011, bab ini berisi: Pengaruh Pasar bagi Masyarakat Wadaslintang bidang Ekonomi yaitu bidang Produksi, Konsumsi dan Distribusi; Pengaruh Pasar Wadaslintang bagi Masyarakat Wadaslintang bidang Sosial dan Ekonomi.

Bab Kelima. Simpulan, Berdirinya pasar Tradisional Wadaslintang terkait erat dengan sejarah Wadaslintang dan perkembangan kekuasaan Desa Wadaslintang. Munculnya pasar desa ini tidak diketahui secara pasti kapan mulai ada, tetapi dari keterangan penduduk sekitar, bahwa pasar desa Wadaslintang sudah ada sekitar tahun 1900-an yaitu pada masa pemerintahan Glondong Sastro Sukarno, sedangkan sarannya adalah Penulis dalam melakukan penelitian ini bertujuan untuk megetahui adanya Pasar Tradisional Wadas lintang apakah berpengaruh atau tidak dalam dunia perekonomian pada tahun 1998-2011.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi berjudul Upaya Guru Bimbingan Dan Konseling SMK Berdikari Jember Dalam Mengatasi Siswa Yang Membolos telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Ilmu Sosial

Kegiatan De#kri2#i Kegiatan Aloka#i 'aktu dengan 2e#an untuk teta2 ela!ar.

Atas merek yang terdafatar dalam Daftar Umum Merek,dapat dimintakan penghapusan pendaftaran merek tersebut. 25 Penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan atas

Definisi lain dari Database adalah kumpulan informasi yang saling berkaitan satu sama lain yang disimpan dan diorganisasikan untuk suatu tujuan atau kegunaan tertentu

Adapun faktor manusia yang dikemukakan dalam majalah angkasa tersebut adalah faktor manusia dalam arti luas, yaitu baik manusia dalam arti setiap orang yang

Konsultan pajak adalah orang yang membantu Wajib Pajak dalam menyelenggarakan hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan melalui upaya pemberian jasa konsultasi,

Signifikansinya hasil belajar dengan kreativitas, intensitas belajar, dan motivasi belajar disebabkan karena dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 2 Sijunjung

terhadap stimulus atau objek tertentu, yang. sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi sudah melibatkan faktor pendapat