• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ϵ  BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja

Landasan yang sesungguhnya dalam suatu organisasi adalah kinerja. Jika tidak ada kinerja maka tujuan seluruh bagian organisasi tidak dapat tercapai. Kinerja perlu dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemimpin atau manajer. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan. Seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakan. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam instansi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya instansi untuk mencapai tujuan (Mangkunegara, 2009).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip dan diterjemahkan oleh Nawawi (2006) mengatakan bahwa“Kinerja adalah (a) sesuatu yang dicapai, (b) prestasi yang diperlihatkan, (c) kemampuan kerja”. Definisi lain mengenai kinerja menurut Nawawi (2006) adalah “Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan”. Kinerja menjadi rendah jika diselesaikan melampui batas waktu yang disediakan atau sama sekali tidak terselesaikan.kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau

(2)

ϭϬ 

actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja karyawan yang dikemukakan Kurisyanto (1991) adalah : perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam). Selanjutnya defenisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2000) bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara , 2009).

Kinerja merupakan suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi serta organisasi. Pada dasarnya pengertian kinerja berkaitan dengan tanggung jawab individu atau organisasi dalammenjalankan apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Usmara, 2006).

Pengelolaan kinerja dapat dianggap sebagai sebuah kerangka kerja yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi bagaimana proses manajemen kinerja seharusnya dikembangkan, diperkenalkan, dan dievaluasi. Kerangka kerja atau intisari kinerja diberikan oleh pengaturan – pengaturan bagi pencapaian kesepakatan mengenai persyaratan dan pengharapan kinerja, persiapan rencana kinerja, mengelola kinerja di sepanjang tahun dan mengevaluasinya (Usmara, 2006).

(3)

ϭϭ 

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Hasibuan (2006) mengungkapkan bahwa “Kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja”. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula. Faktor penentu kinerja individu dalam organisasi adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi. a.Faktor individu

Secara psikologis individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisiknya. Dengan adanya integritas yang tinggi anatara fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam lam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari – hari dalam mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2009).

Dengan kata lain tanpa adanya konsentrasi yang baik dari individu dalam bekerja, maka mimpi pimpinan mengharapkan mereka dapat bekerja produktif dalam mencapai tujuan organisasi. Konsentrasi individu sangat dipengaruhi oleh kemampuan potensi, yaitu kecerdasan pikiran dan kecerdasan emosi. Pada umumnya individu yang mampu bekerja dengan penuh konsentrasi apabila ia memiliki tingkat intelengensia minimal normal (average, above average, superior, very superior dan gifted) dengan tingkat kecerdasan emosi baik (tidak merasa bersalah yang berlebihan, tidak mudah marah, tidak dengki, tidak iri hati, tidak dendam, tidak sombong, tidak

(4)

ϭϮ 

minder, tidak cemas, memilki pandangan dan pedoman hidup yang jelas berdasarkan kitab sucinya) (Mangkunegara, 2009).

b.Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang relatif memadai. Sekalipun jika faktor lingkungan organisasi kurang menunjang maka bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan pikiran memadai dengan tingkat kecerdasan emosi baik sebenarnya ia tetap dapat berprestasi dalam bekerja. Hal ini bagi individu tersebut, lingkungan organisasi itu dapat diubah dan bahkan dapat diciptakan oleh dirinya serta merupakan pemacu (pemotivator) tantangan bagi dirinya dalam berprestasi (Mangkunegara, 2009).

Untuk konkritnya bagi pekerja bagian produksi PT Kimia Farma, dengan adanya penerapan SOP maka faktor individu dan lingkungan berperan di dalam peningkatan kinerja. Namun semua hal itu didasari terlebih dahulu melalui faktor individu, ketika pekerja melakukan pekerjaan, tanpa melihat lingkungan tetap mengerjakan sesuai pedoman yang berlaku, tanpa harus dipantau terus.

Budaya perusahaan jikalau disosialisasikan dengan baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh perusahaan, kinerja dan daya saing jangka panjang. Menggambarkan hubungan antara komunikasi, budaya perusahaan yang berdampak pada kinerja karyawan sebagaimana tertera pada gambar di bawah ini

(5)

ϭϯ 

Berdasarkan diagram tersebut tampak bahwa pembentukan kinerja yang baik dihasilkan jika terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehingga membentuk internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai – nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi yang positif antara semua tingkatan karyawan untuk mendukung dan mempengaruhi iklim kepuasan yang berdampak pada kinerja karyawan (Mangkunegara, 2010).

2.1.3 Tujuan Adanya Penilaian Kinerja.

Tujuan Evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi, dalam penilaian kinerja tidak hanya semata – mata menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan pekerja secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal – hal khusus sesuai dengan bidang dan tugasnya semuanya layak untuk dinilai.

FAKTOR OBJEKTIF

Inovasi dan pengambilan resiko Perhatikan kerincian Orientasi hasil Orientasi orang Orientasi tim keagresifan Manajemen Puncak Faktor komunikasi Budaya perusahaan Tinggi      Rendah ZĞŶĚĂŚ Kinerja Kepuasan

(6)

ϭϰ 

Tujuan penilaian kinerja yaitu untuk:

1. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan

2. Bertindak sebagai daya dongkrak untuk perubahan yang berorientasi peningkatan kualitas

3. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan

4. Memungkinkan individu untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan kepuasan kerja dan mencapai potensi pribadi yang bermanfaat bagi individu dan organisasi

5. Mengembangkan hubungan yang terbuka dan konstruktif antara pekerja dengan atasan dalam sebuah proses dialog yang berkesinambungan terkait dengan pekerjaan.

6. Berdasarkan penilaian ini memungkinkan karyawan dan atasan mencapai kesepakatan tentang rencana pengembangan dan metode pelaksanaanserta mengkaji bersama.

7. Membantu perusahaan untuk mempertahankan karyawan – karyawan yang berkualitas (Dharma, 2010).

2.1.4 Konsep Dasar Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi organisasi.

(7)

ϭϱ 

SOP sebagai alat yang dapat digunakan dalam menjalankan mekanisme kerja. Suatu satuan kerja organisasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya SOP organisasi dilakukan pengukuran kinerja. Karenanya, sudah merupakan suatu hal yang mendesak untuk menciptakan system yang mampu untuk mengukur kinerja dan keberhasilan organisasi, maka seluruh aktivitas organisasi tidak semata-mata kepada input dari program organisasi, tetapi lebih ditekankan kepada output, proses, manfaat, dan dampak program organisasi.

Pengukuran kinerja harus merupakan salah satu penjabaran kegiatan dalam SOP. Pengukuran kinerja penting peranannya sebagai alat manajemen untuk:

a. Memastikan pemahaman pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk mencapai kinerja.

b. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang disepakati.

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. d. Memberi penghargaan dan hukuman yang obyektif atas kinerja pelaksana yang

telah diukur sesuai system pengukuran kinerja yang disepakati.

e. Menjadi alat komunikasi antar karyawan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan organisasi.

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

(8)

ϭϲ 

Sistem pengukuran kinerja membantu pimpinan dalam memantau implementasi strategis kegiatan dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri dari metode sistematis dalam penetapan sasaran dan tujuan dan pelaporan secara periodik yang mengindikasikan realisasi atas pencapaian sasaran tujuan. Pengukuran kinerja merupakan metode menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja tidak dimaksudkan berperan sebagai mekanisme untuk memberikan penghargaan/hukuman, akan tetapi pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen untuk memperbaiki kinerja organisasi. Melalui pengukuran kinerja, focus laporan bergeser dari besarnya jumlah sumber daya yang dialokasikan ke hasil yang dicapai dari penggunaan sumber daya tersebut (LAN RI, 2009).

2.1.5 Sumber Kesalahan dalam Penilaian Kinerja.

Berdasarkan Rivai (2003) sumber kesalahan dari penilaian kinerja dibagi ke dalam 4 (empat) macam kesalahan yaitu:

1. Bentuk penilaian kinerja yang dipakai.

2. Penilai (Penyelia). Dapat pula terjadi dalam bentuk penilaian kinerja ditemukan aspek –aspek sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan keberhasilan seorang karyawan.Misalnya: ciri inisiatif, ternyata pekerjaannya dalam pelaksanaannya tidak atau kurang sekali memerlukan inisiatif.

(9)

ϭϳ 

3. Hal lain yang dapat timbul dalam penilaian kinerja adalah jika aspek yang dinilai tidak jelas batasannya (definisinya) . Kesalahan – kesalahan yang ditimbulkan karena penilaian dapat dibedakan menjadi:

a. Kesalahan hallo (hallo error); penilaian dalam asfek – asfek yang terdapat dalam formulir (barang) penilaian kinerja dipengaruhi oleh suatu asfek yang dianggap menonjol dan yang telah dinilai oleh penilai.

b. Kesalahan konstan (costan error); kesalahan yang dilakukan oleh penilai secara konstan setiap kali menilai orang lain. Ada tiga macam kesalahan konstan.

1. Adanya kecenderungan untuk memberikan nilai yang terkumpul sekitar nilai tengah.

2. Kecenderungan untuk memberikan nilai terlalu tinggi.

3. Kecenderungan memberikan

nilai terlalu rendah.

c. Berbagai prasangka, misalnya prasangka terhadap karyawan yang masa kerjanya telah lama, prasangka kesukuan, prasangka agama, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya.

2.1.6 Faktor Penghambat Kinerja

Selain pada sumber kesalahan dalam penilaian kinerja terdapat pula faktor yang didefinisikan Rivai (2003) sebagai faktor yang dapat menghambat kinerja, dalam hal ini Rivai mendefinisikan menjadi 3 (tiga) kelompok utama yaitu:

(10)

ϭϴ 

a. Kendala hukum/ legal

Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidak legal. Apapun format penilaian kinerja yangdigunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, keputudan penempatan mungkin ditentang melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Keputusan tidak tepat mungkin dapat terjadi kasus pemecatan yang diakibatkan kepada kelalaian. b. Bias oleh penilai (penyelia)

Setiap masalah yang didasarkan kepada ukuran subyektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk –bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

a. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengurukan kinerja baik dalam arti positif dan kinerja jelek dalam arti negatif.

b. Kesalahan yang cenderung terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan karyawan ke dalam posisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif dan dinilai sangat negatif.

c. Bias terlalu lunak dan terlalu keras. Bias terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dlam mengevaluasi kinerja karyawan.

c. Mengurangi bias penilaian

Bias penilaian dapat dikurangi melalu standar penilaian dinyatakan secara jelas, pelatihan, umpan balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang sesuai.

(11)

ϭϵ 

2.1.7 Standard Kinerja Karyawan

Menurut Timpe (1999), menyatakan bahwa standar kerja merupakan:Standar kerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa bidang pokok tanggung jawab karyawan, memuat bagaimana suatu kegiatan kerja akan dilakukan, dan mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitif bagaimana hasil-hasil kinerja diukur. Menurut Wirawan (2009) “Standar kinerja adalah target, sasaran, tujuan upaya kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan harus mengarahkan semua tenaga, pikiran, ketrampilan, pengetahuan, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa yang ditentukan oleh standar kinerja”. Menurut Notoatmodjo (2003) “Untuk mencapai tujuan kinerja karyawan maka dapat dinilai dari tiga hal, meliputi: penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan, adanya standar pelaksanaan kerja, praktis (mudah dipahami atau dimengerti karyawan atau penilai”(Mangkunegara, 2009).

Seringkali diasumsikan bahwa standard kinerja kualitatif sulit untuk ditentukan. Tetapi semua perusahaan membuat penilaian tentang standar kinerja yang mereka harapkan dan mereka dapatkan dari staf mereka. Suatu ketentuan standard kinerja hendaknya berbentuk suatu pernyataan bahwa kinerja akan memenuhi standard apabila suatu hasil yang diinginkan, tertentu dan dapat diamati telah terjadi. Hasil tersebut anatara lain :

(12)

ϮϬ 

1. Pencapaian dari norma operasional yang telah ditentukan bagi bidang – bidang seperti prosedur administratif, praktik – praktik perburuhan yang baik, kepuasan konsumen atau klien dan citra di masyarakat.

2. Pencapaian standar service delivery (penyampaian pelayanan) yang telah ditetapkan.

3. Proporsi dari dipakainya suatu layanan atau fasilitas

4. Perubahan dalam perilaku karyawan, konsumen, klien atau orang – orang penting lainnya dalam organisasi.

5. Reaksi dari klien, konsumen (internal maupn eksternal) dari pihak luar terhadap layanan yang diberikan.

6. Kecepatan aktifitas dan tanggapan terhadap permintaan.

7. Di bawah ini ada beberapa contoh dari standar kinerja kualitatif :

8. Kinerja akan dianggap memenuhi standar apabila para penelepon ditangani dengan ramah tamah setiap waktunya meskipun pada saat mereka dirasakan menyusahklan atau tidak sopan

9. Kinerja akan dianggap memenuhi standar apabila hubungan yang kooperatif dan produkrif dapat dijaga diantara sesama anggota lain

10. Kinerja akan dianggap memenuhi standar apabila terdapat bukti tentang adanya dorongan yang terus menerus untuk meningkatkan standar kualitas

11. Kinerja akan dianggap memenuhi standar apabila dapat didemonstrasikan bahwa kebijakan dan program untuk peningkatan yang berkesinambungan telah diimplementasikan secara efektif dan ditindaklanjuti (Dharma, 2010).

(13)

Ϯϭ 

2.1.8 Unsur – Unsur Kinerja a. Masukan (Input)

Masukan (inputs) adalah seluruh sumber daya organisasi ang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output. Sumber daya organisasi mencakup sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya.

b. Manfaat (Benefit)

Manfaat (benefit) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.

c. Keluaran (Output)

Keluaran (Outputs) adalah segala sesuatu berupa produk/jasa (fisik dan/atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan”.

d. Hasil (Outcomes)

Hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat

(14)

ϮϮ 

Dampak (Impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan”(LAN RI, 2009).

2.2 Standard Operasional Prosedur (SOP) 2.2.1 Pengertian SOP

Standard Operating Procedure (SOP) adalah sebuah panduan yang dikemukakan secara jelas tentang apa yang diharapkan dan diisyaratkan dari semua karyawan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari serta menggambarkan kinerja yang diharapkan terhadap karyawan agar dapat mencapai tujuan organisasi. Artinya karyawan membutuhkan persyaratan kinerja spesifik (Usmara, 2006).

SOP (Standard Operating procedure) atau dalam istilah Indonesia kita kenal sebagai Prosedur Operasional Baku atau prosedur tetap adalah prosedur tertulis yang harus diikuti oleh semua pegawai dalam pelaksanaan kegiatan organisasi secara rutin sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangannya dan mengacu pada kegiatan tersebut. SOP menjelaskan secara detail langkah-langkah operasi yang harus dilalui dalam menyelesaikan suatu kegiatan (LAN RI, 2009).

Pada dasarnya SOP berlaku umum, artinya kegiatan yang sama dapat diberlakukan di bidang manapun seperti kegiatan yang menyangkut pengelolaan kepegawaian, pengadaan barang perlengkapan, pengelolaan persuratan, dan pengelolaan keuangan. Namun demikian, spesifikasi setiap kegiatan seringkali hanya dapat diberlakukan pada bidang tertentu. Di bidang pendidikan, kegiatan yang menyangkut penerimaan siswa atau mahasiswa baru, persiapan pembelajaran,

(15)

Ϯϯ 

pemberian materi pelajaran, dan evaluasi hasil belajar adalah contoh kegiatan yang secara spesifik hanya berlaku secara khusus (LAN RI, 2009).

Dalam konteks organisasi dengan berbagai bidang dan sektor khususnya di Indonesia, SOP disusun dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan performansi proses secara terus menerus sehingga mampu meningkatkan efisiensi waktu dan biaya dan efektivitas hasil/produk dengan tetap menjaga kualitas. Karena proses adalah sebuah integrasi sekuensial dari orang, material, metode, dan mesin atau peralatan dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output. Suatu proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi (LAN RI, 2009).

2.2.2 Tujuan SOP

SOP merupakan sebuah dokumen tertulis yang berisi langkah-langkah pelaksanaan yang harus dilakukan dalam rangka penyelesaian pekerjaan berdasarkan tugas dan fungsinya, maka secara lebih rinci lagi penyusunan SOP mempunyai tujuan sebagai berikut.

1. Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi berjalan sesuai dengan tujuan organisasi (visi dan misi).

2. Meningkatkan penerapan prosedur kerja lebih sistematik dan teratur sesuai dengan jalur hierarkhi struktural dan fungsional;

(16)

Ϯϰ 

3. Meningkatkan target produk/hasil dan waktu yang dibutuhkan setiap langkah pelaksanaan dapat tersusun dan terukur;

4. Meningkatkan kejelasan tanggung jawab terhadap setiap langkah pelaksanaan. 5. Meningkatkan pelaksanaan standardisasi semua prosedur yang berlaku di

organisasi.

6. Meningkatkan akuntabilitas publik dan citra organisasi yang lebih baik ditinjau dari pihak pelanggan (LAN RI, 2009).

Dalam permenpan PER/21/M-PAN/11/2008 disebutkan bahwa penyusunan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip antara lain: kemudahan dan kejelasan, efisiensi dan efektivitas, keselarasan, keterukuran, dimanis, berorientasi pada pengguna, kepatuhan hukum, dan kepastian hukum. Demikian juga disebutkan bahwa pelaksanaan SOP harus memenuhi prinsip-prinsip antara lain:

a. Konsisten. SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan. b. Komitmen. SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran

organisasi, dari level yang paling rendah dan tertinggi.

c. Perbaikan berkelanjutan. Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap penyempurnaan-penyempurnaan untuk memperoleh prosedur yang benarbenar efisien dan efektif.

d. Mengikat. SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan.

e. Seluruh unsur memiliki peran penting. Seluruh pegawai peran-peran tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu tidak

(17)

Ϯϱ 

melaksanakan perannya dengan baik, maka akan mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses penyelenggaraan pemerintahan.

f. Terdokumentasl dengan baik. Seluruh prosedur yang telah distandarkan harus didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang memerlukan.

2.2.3 Manfaat Standard Operating Procedure

Standard Operating Procedure (SOP) dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu, sehingga memberikan manfaat bagi pihak yang bersangkutan.

Berikut beberapa manfaat dari SOP :

a. Menjelaskan secara detail semua kegiatan dari proses yang dijalankan. b. Standarisasi semua aktifitas yang dilakukan pihak yang bersangkutan.

c. Membantu untuk menyederhanakan semua syarat yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.

d. Dapat mengurangi waktu pelatihan karena kerangka kerja sudah distandarkan. e. Membantu menganalisa proses yang berlangsung dan memberikan feedback bagi

pengembangan SOP.

f. Dapat meningkatkan konsistensi pekerjaan karena sudah ada arah yang jelas. g. Dapat meningkatkan komunikasi antar pihak-pihak yang terkait, terutama pekerja

(18)

Ϯϲ 

Begitu juga halnya manfaat SOP dalam lingkup penyelenggaraan administrasi pemerintahan sesuai Permenpan No.PER/21/M-PAN/11/2008 meliputi antara lain: 1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan

pekerjaan yang menjadi tugasnya.

2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.

3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggungjawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan.

4. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi manajemen, sehlngga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.

5. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas.

6. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.

7. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung dalam berbagai situasi.

8. Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari sisi mutu, waktu dan prosedur.

9. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

(19)

Ϯϳ 

10. Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi pegawai.

11. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

12. Sebagai instrumen yang dapat melindungi pegawai dari kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan penyimpangan.

13. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.

14. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam memberikan pelayanan.

15. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat memberikan informasi bagi kinerja pelayanan (LAN RI, 2009).

2.2.4 SOP dan Hasil yang Diharapkan

Sebuah SOP yang ditulis minimal mempunyai tujuan mewujudkan hasil atau harapan (expectations) yang diinginkan, sebagai berikut.

1. Mekanisme kerja yang lebih baik, karena di dalam SOP telah termuat langkah-langkah kerja yang teratur dan sistematik dari semua kegiatan yang ada pada setiap tugas yang harus dilakukan oleh anggota organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya yang merupakan mekanisme yang telah dianalisis berdasarkan hasil kerja yang biasa dilakukan pada organisasi tersebut.

2. Hasil kerja yang lebih efektif dan efesiensi penggunaan sumber daya, karena mekanisme kerja yang sistematik akan mempermudah pencapaian tujuan/ atau menghasilkan output sesuai yang diharapkan.

(20)

Ϯϴ 

Selanjutnya, dapat lebih efisien dalam penggunaan dana, sumber daya manusia, dan waktu sebagai prinsip umum dari sebuah organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.

Di PT. Kimia Farma SOP yang dipakai adalah CPOB (Cara pembuatan obat yang benar) yang merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2006).

Ada 4 landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu :

1. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara kesehatan. 2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian,

tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.

(21)

Ϯϵ 

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau dengan cermat.

4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.

Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.

2.3 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesa Penelitian

Ho : Tidak ada hubungan penerapan Standard Operasional Prosedur (SOP) dengan kinerja pekerja bagian produksi PT Kimia Farma Plant Medan Tahun 2014. Ha : Ada hubungan penerapan Standard Operasional Prosedur (SOP) dengan

kinerja pekerja bagian produksi PT Kimia Farma Plant Medan Tahun 2014. Standard Operasional

Prosedur bagian produksi (X)

Kinerja pekerja bagian produksi (Y)

Referensi

Dokumen terkait

manajemen dan pemakai dalam proses pengembangan – Tinjauan atas spesifikasi pengujian, data uji, dan hasil.

Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Tingkah Laku siswa Di SMAN 1 Ngunut Tulungagung. Dari hasil uji t dapat diketahui bahwa pengujian hipotesis alternatif

• Langkah ketiga dalam menggambar diagram REA adalah menganalisis kegiatan pertukaran ekonomi untuk menetapkan apakah kegiatan tersebut dapat dipecah menjadi sebuah kombinasi

Zionism didn’t just want to negate the diaspora; it wanted to create a new idea of Jewish life: hence, a determinate negation.. But with every such negation, something of the old

Program Youth Discovery untuk Peningkatan Psychological Well-Being Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

[r]

Fronted high negations under interrogative scope may undergo conversion into affirmative answer bias particles when the interrogative operator is affected by the Asking

untuk struktur modal berhubungan dengan igyarat yang diberikan kepada investor melalui keputusan suatu perusahaan untuk menggunakan utang atau saham dalam memperoleh modal