• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOAL TIPE HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DALAM SOAL PENILAIAN AKHIR TAHUN (PAT) KIMIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SOAL TIPE HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DALAM SOAL PENILAIAN AKHIR TAHUN (PAT) KIMIA"

Copied!
241
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

YENI INDAH OTAVIA NIM. 11150162000032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills

(HOTS) dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia” disusun oleh Yeni

Indah Otavia Nomor Induk Mahasiswa 11150162000032, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 21 Oktober 2020 Yang Mengesahkan, Pembimbing I Tonih Feronika, M.Pd NIP. 19760107 200501 1 007 Pembimbing II Luki Yunita, M.Pd NIDN. 2028068501 Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Kimia

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 011

(3)
(4)

iii

(5)

iv

ABSTRAK

Yeni Indah Otavia, “Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia”, Program Studi Pendidikan

Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran aspek Higher Order

Thinking Skills (HOTS) yang dikembangkan dalam soal Penilaian Akhir Tahun

(PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019 berdasarkan aspek HOTS menurut teori Brookhart. Aspek HOTS pada penelitian ini meliputi: menganalisis, mengevaluasi, mencipta, penalaran dan logika, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan berpikir kreatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen. Sampel sumber data pada penelitian ini adalah dokumen soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aspek HOTS yang dikembangkan dalam soal PAT Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019 hanya memiliki persentase sebesar 20,9% yang terdiri dari aspek menganalisis dengan persentase sebesar 0,9%, aspek penalaran dan logika sebesar 2,2%, dan aspek pemecahan masalah sebesar 17,8%, sedangkan aspek mengevaluasi, mencipta, pengambilan keputusan, dan berpikir kreatif tidak ditemukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal PAT Kimia yang dikembangkan masih kurang memperhatikan aspek HOTS.

Kata Kunci: Analisis Soal, Higher Order Thinking Skills (HOTS), Penilaian

(6)

v

ABSTRACT

Yeni Indah Otavia, “Analysis of Higher Order Thinking Skills (HOTS) Types

in Chemistry Year-End Assessment Questions”, Study Program of Chemistry

Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2020.

This study aims to find out the description of Higher Order Thinking Skills (HOTS) aspects that developed in the Chemistry Year-End Assessment questions of XI class in West Jakarta MAN for the 2018/2019 academic year based on HOTS aspects according to Brookhart’s theory. The aspects of HOTS in this study include: analyzing, evaluating, creating, reasoning and logic, making decisions, problem-solving, and creative thinking. The method that was used in this study in document analysis. The sample of data sources in this study were the documents of Chemistry Year-End Assessment questions of XI class in West Jakarta MAN for the 2018/2019 academic year. The results of this study indicate that the HOTS aspects that developed in Chemistry Year-End Assessment questions of XI class in West Jakarta MAN for the 2018/2019 academic year only had a percentage of 20.9% which consists of analyzing aspect with a percentage of 0.9%, reasoning and logic aspect with a percentage of 2.2%, and problem solving aspect with a percentage 17.8%, while the aspect of evaluating, creating, making decisions, and creative thinking were not found. Thus, it can be concluded that the Chemistry Year-End Assessment questions that developed still do not pay attention to HOTS aspects.

Keywords: Question analysis, Higher Order Thinking Skills (HOTS), Year-End

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrohim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, dan semoga kita selaku umatnya mendapatkan syafa’at-Nya di hari akhir kelak. Aamiin.

Skripsi yang berjudul ―Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia‖ ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Tonih Feronika, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, dan semangat selama penulis menyusun skripsi.

4. Ibu Luki Yunita, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, dan semangat selama penulis menyusun skripsi.

5. Ibu Dewi Murniati, M.Si., dan Ibu Rizqy Nur Sholihat, M.Pd., selaku Pengamat Ahli Hasil Analisis Soal Penilaian Akhir Tahun Kimia yang telah memberikan bantuan, arahan, motivasi, serta semangat kepada penulis.

(8)

vii

6. Seluruh Dosen Pendidikan Kimia, yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh Wakil Kepala MAN se-Jakarta Barat yang telah mengizinkan serta mendukung penulis untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh Guru Mata Pelajaran Kimia MAN se-Jakarta Barat yang telah memberikan soal untuk dianalisis sehingga penulis dapat melakukan penelitian. 9. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Rubangin dan Ibu Karti yang selalu memberikan perhatian, doa, kasih sayang, dukungan, semangat, motivasi, serta semua yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman baikku Rizki Muzakir Rusydi, Cika Diliana, Salma Chika Ornela, Ghiska Primayana Mufhtih, Ummulia Fathin Novisari, Rizka Fariha, Rizki Aulia, Royhanah, Anisa Hafizah, Eka Susrini Novitasari, Tria Nurocktavianti, Novia Maharani Putri yang telah memberikan motivasi, bantuan, perhatian, kasih sayang, serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.

11. Teman-teman Pendidikan Kimia kelas A angkatan 2015 yang saling memberikan dukungan dan motivasi.

12. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan pada skripsi ini, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih atas saran dan kritik yang membangun terhadap skripsi ini. Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan maupun hasil akhir skripsi ini memiliki banyak kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak sehingga dapat bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. Aamiin.

Jakarta, Oktober 2020

(9)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ... 7

A. Kajian Teori ... 7

1. Hakikat Evaluasi ... 7

2. Hakikat Pengukuran ... 11

3. Penilaian Akhir Tahun (PAT) ... 19

4. Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 21

B. Penelitian Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

(10)

ix

B. Metode dan Desain Penelitian ... 36

C. Sampel Sumber Data ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian... 39

F. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Tes Formatif dan Sumatif ... 21 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir ... 35 Gambar 3.1 Desain Penelitian Analisis Soal HOTS ... 37 Gambar 4.1 Distribusi Aspek HOTS dan Non HOTS di Keenam Naskah Soal

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru ... 16 Tabel 3.1 Format Instrumen untuk Analisis Soal Berdasarkan Aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) ... 39 Tabel 3.2 Format Tabel Kontingensi Kesepakatan ... 41 Tabel 3.3 Kategori Nilai Koefisien Kesepakatan ... 42 Tabel 3.4 Koefisien Kesepakatan (KK) untuk Setiap Naskah Soal yang Dianalisis

... 42

Tabel 4.1 Jumlah Pertanyaan pada Setiap Soal PAT Kimia ... 44 Tabel 4.2 Hasil Koefisien Kesepakatan (KK) untuk Setiap Naskah Soal PAT

Kimia yang Dianalisis ... 45

Tabel 4.3 Distribusi Aspek HOTS dan Non HOTS di Keenam Naskah Soal PAT

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

A Tahun Ajaran 2018/2019 ... 70

Lampiran 2. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

B Tahun Ajaran 2018/2019 ... 78

Lampiran 3. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

C Tahun Ajaran 2018/2019 ... 87

Lampiran 4. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

D Tahun Ajaran 2018/2019 ... 97

Lampiran 5. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

E Tahun Ajaran 2018/2019 ... 104

Lampiran 6. Dokumen Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN

F Tahun Ajaran 2018/2019 ... 112

Lampiran 7. Hasil Analisis pada Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas

XI MAN Se-Jakarta Barat Tahun Ajaran 2018/2019 Berdasarkan Aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) Menurut Brookhart ... 117

Lampiran 8. Persentase Aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) Menurut

Brookhart pada Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN Se-Jakarta Barat Tahun Ajaran 2018/2019 ... 119

Lampiran 9. Tabel Kontingensi Kesepakatan Pengamat I dan Pengamat II ... 121 Lampiran 10. Hasil Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS)

dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN Se-Jakarta Barat Tahun Ajaran 2018/2019... 124

Lampiran 11. Lembar Penilaian Pengamat I dan Pengamat II pada Analisis Soal

Tipe Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia Kelas XI MAN Se-Jakarta Barat Tahun Ajaran 2018/2019 ... 155

Lampiran 12. Surat-Surat ... 206 Lampiran 13. Uji Referensi ... 215

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2013 dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun 2018 tertera bahwa tujuan kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia di Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Untuk itu kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, interaktif, aktif-mencari, berbasis tim dan belajar sendiri, berbasis multimedia, dan pembelajaran kritis (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2018, hal. 2-3). Tercapainya tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar peserta didik yang diukur menggunakan instumen penilaian hasil belajar yang disusun oleh guru. Sehingga, guru diharuskan memiliki keterampilan membuat instrumen penilaian hasil belajar.

Dalam sistem pendidikan, penilaian memberikan atau menentukan nilai berdasarkan kriteria tertentu terhadap pencapaian hasil belajar peserta didik (Sudjana, 2006, hal. 3). Ranah kognitif merupakan ranah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitkan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai isi dari bahan pengajaran (Sudjana, 2006, hal. 23). Penilaian merupakan salah satu bagian penting dalam rangkaian proses pembelajaran dalam pendidikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa baik atau tidaknya proses pembelajaran, salah satunya ditentukan oleh penilaian hasil belajar.

Penilaian terhadap hasil belajar dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan maksud dan tujuan penilaian tersebut, salah satunya adalah penilaian tes sumatif. Nursalam dan Suardi (2016, hal. 6) menyatakan bahwa penilaian tes sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya penilaian yang dilaksanakan pada akhir semester atau akhir tahun.

(15)

Penilaian yang dilaksanakan pada akhir semester genap oleh satuan pendidikan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester adalah Penilaian Akhir Tahun (PAT). Cakupan materi pada penilaian akhir tahun meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan kompetensi dasar pada semester genap pada tingkat kelas yang sama (Kemdikbud, 2017, hal. 51). Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil kognitif yang dicapai oleh para peserta didik, yakni seberapa jauh peserta didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan.

Proses penilaian aspek kognitif dilakukan dengan teknik ujian yang menggunakan instrumen soal. Instrumen soal yang digunakan oleh guru umumnya masih menggunakan butir soal yang ada di buku teks, lembar kegiatan peserta didik, atau kumpulan soal yang telah diberikan peserta didik. Kondisi ini membuat peserta didik cenderung hanya menggunakan ingatan dalam menyelesaikan soal (Hartini & Sukardjo, 2015). Berdasarkan wawancara terhadap beberapa guru kimia masih terdapat guru yang belum mampu membuat instrumen soal yang mendukung Higher Order Thinking

Skills (HOTS) peserta didik. Hal ini didukung pula oleh Siswoyo dan Sunaryo

(2017) yang menyebutkan bahwa masih banyak dijumpai ketidakmampuan guru dalam mengembangkan perangkat yang mendukung HOTS. Guru hanya berfokus pada Lower Order Thinking Skills (LOTS) seperti mengingat atau menyatakan informasi (Singh, dkk., 2018). HOTS yang dijelaskan dalam Pratama dan Retnawati (2018) adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tidak hanya sekadar mengingat fakta atau menceritakan kembali sesuatu yang didengar. Hal ini sependapat dengan Tanujaya (2016) bahwa HOTS merupakan aktivitas kognitif yang lebih dari sekadar menghafal dan memahami. Berdasarkan hal tersebut peneliti memutuskan untuk menggunakan instumen soal buatan guru yaitu pada soal PAT sebagai bahan penelitian.

Pada penelitian Hidayati (2018) tentang analisis soal Ujian Kenaikan Kelas Kimia yang digunakan di SMAN se-Jakarta Barat menunjukkan bahwa HOTS yang dibuat oleh guru pada soal UKK Kimia hanya diwakili oleh

(16)

jenjang kognitif menganalisis dengan persentase sebesar 3,85%. Hal tersebut dikarenakan kurangnya guru dalam memperhatikan soal-soal berbasis HOTS. Berdasarkan penelitian Syah (2014) yang melakukan analisis kinerja mengajar guru terhadap prestasi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat kinerja mengajar guru yang baik terhadap prestasi di madrasah dengan persentase mencapai 51,82%. Berdasarkan hal tersebut instrumen soal buatan guru yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari MAN di Jakarta Barat.

Berdasarkan hasil pengumpulan data, instrumen soal PAT yang disusun oleh guru di MAN se-Jakarta Barat didominasi oleh tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda. Penggunaan tes jenis ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki sebagai instrumen penilaian. Brookhart (2010, hal. 15) menyatakan bahwa pertanyaan-pertanyaan pilihan ganda yang ditulis dengan baik, khususnya yang memiliki bahan pengantar (stimulus) juga dapat menilai kemampuan berpikir yang lebih tinggi pada peserta didik. Namun sebagaimana diungkapkan oleh Lan dan Chern dalam Syahida dan Irwandi (2015) soal-soal yang berbentuk pilihan ganda cukup sulit untuk menguji keterampilan-keterampilan produktif, seperti mengevalusi dan mencipta. Untuk itu, peneliti memutuskan untuk menganalisis instumen soal PAT berdasarkan pada teori Brookhart. Brookhart (2010, hal. 14) menggunakan beberapa kategori untuk penilaian HOTS yang terdiri dari: (1) menganalisis, (2) mengevaluasi, (3) mencipta, (4) penalaran dan logika, (5) pengambilan keputusan, (6) pemecahan masalah, dan (7) kreativitas dan berpikir kreatif.

Pada penelitian Agustina (2020) yang menganalisis pertanyaan tipe HOTS pada buku teks Kimia berdasarkan teori Brookhart menunjukkan bahwa persentase pada pertanyaan HOTS sebesar 25,95% dan pertanyaan yang tidak termasuk HOTS terdapat sebesar 74,05%. Aspek HOTS menurut Brookhart yang dikembangkan dalam buku teks Kimia tersebut meliputi aspek menganalisis, mencipta, penalaran dan logika, pemecahan masalah, dan berpikir kreatif. Hal ini menunjukkan masih minimnya pertanyaan-pertanyaan yang dapat melatih HOTS pada peserta didik.

(17)

Minimnya penggunaan soal HOTS di Indonesia mengakibatkan kurangnya kemampuan peserta didik bersaing secara global oleh karena itu Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain. Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian Programme for International Students Assessment (PISA) dimana instrumen soalnya memerlukan kemampuan berpikir yang tinggi dalam menyelesaikannya. PISA yang diinisiasi oleh Organisation for

Economic Cooperation and Development (OECD) dilaksanakan setiap tiga

tahun sekali pada peserta didik berusia 15 tahun yang dipilih secara acak untuk mengikuti tes dalam bidang membaca, matematika, dan sains yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan. Hasil tes ini dapat memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan sistem pendidikan (Kemdikbud, 2019).

Berdasarkan hasil PISA tahun 2018, kemampuan sains peserta didik di Indonesia berada pada peringkat 71 dari 79 negara (Schleicher, 2019). Dari hasil survei PISA tersebut menunjukkan bahwa mayoritas peserta didik masih berada pada kemampuan berpikir pada tingkatan bawah. Kemampuan berpikir masih sekedar cenderung mengingat, menyatakan kembali, atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (Nugroho, 2018, hal. 12).

Pada penelitian Kurniati, Harimukti, & Jamil (2016) dalam mendeskripsikan HOTS peserta didik dalam menyelesaikan soal PISA berdasarkan indikator Brookhart yang meliputi kemampuan penalaran dan logika, menganalisis, mengevaluasi, serta mencipta, menunjukkan bahwa dari 30 peserta didik terdapat 18 peserta didik tergolong memiliki HOTS dengan level sedang, 12 peserta didik tergolong memiliki HOTS dengan level rendah, dan tidak terdapat peserta didik dengan HOTS level tinggi. Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya HOTS pada peserta didik. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan dalam mengembangkan instrumen soal yang memungkinkan peserta didik menggunakan kemampuan berpikir tingkat tingginya.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian ―Analisis Soal Tipe Higher Order

(18)

Thinking Skills (HOTS) dalam Soal Penilaian Akhir Tahun (PAT)

Kimia‖.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Masih banyaknya guru yang belum mampu mengembangkan perangkat atau instrumen soal yang mendukung pertanyaan Higher Order Thinking

Skills (HOTS).

2. Guru masih berfokus pada Lower Order Thinking Skills (LOTS).

3. Masih minimnya pertanyaan-pertanyaan yang dapat melatih HOTS pada peserta didik.

4. Rendahnya prestasi peserta didik yang didasarkan pada hasil Programme

for International Students Assessment (PISA).

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka diadakan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Soal yang dianalisis adalah soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019.

2. Soal dianalisis berdasarkan aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut teori Brookhart, meliputi: (1) menganalisis, (2) mengevaluasi, (3) mencipta, (4) penalaran dan logika, (5) pengambilan keputusan, (6) pemecahan masalah, dan (7) kreativitas dan berpikir kreatif.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah gambaran aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Brookhart yang dikembangkan dalam soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019?

(19)

2. Aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Brookhart manakah yang dikembangkan dalam soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019?

E. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Gambaran aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Brookhart yang dikembangkan dalam soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019.

2. Aspek Higher Order Thinking Skills (HOTS) menurut Brookhart yang dikembangkan dalam soal Penilaian Akhir Tahun (PAT) Kimia kelas XI MAN se-Jakarta Barat tahun ajaran 2018/2019.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam merumuskan dan mengembangkan instrumen soal sehingga dapat melibatkan Higher

Order Thinking Skills (HOTS) peserta didik yang lebih kompleks.

2. Bagi peserta didik, agar peserta didik dapat melatih kemampuan berpikir yang dimiliki dalam mengerjakan soal.

3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan tentang ilmu pendidikan dan mengetahui pentingnya Higher Order Thinking Skills (HOTS).

(20)

7

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, DAN KERANGKA

BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Evaluasi a. Pengertian Evaluasi

Nursalam dan Suardi (2016, hal. 1) menyatakan bahwa evaluasi menurut bahasa berasal dari bahasa inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian. Sedangkan menurut istilah evaluasi dapat diartikan suatu proses kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menilai suatu objek berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Evaluasi yang dimaksud dalam proses pembelajaran adalah evaluasi yang berkaitan dengan hasil belajar peserta didik. Menurut Anshori (2003, hal. 5) evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai terhadap serangkaian proses belajar mengajar.

Evaluasi digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu evaluasi penempatan yang dimaksudkan untuk menentukan kemampuan peserta didik di awal pembelajaran, evaluasi formatif dimaksudkan untuk memantau kemajuan belajar selama pembelajaran, evaluasi diagnostik yang ditujukan untuk mendiagnosis berbagai kesulitan selama pembelajaran, dan evaluasi sumatif yang ditujukan untuk mengevaluasi prestasi peserta didik di akhir pembelajaran (Kusaeri & Suprananto, 2012, hal. 10-11).

Evaluasi hasil belajar menurut Hamalik (2009, hal. 159) adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

(21)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai serangkaian proses belajar mengajar berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.

b. Tujuan Evaluasi

Menurut Sudijono (2015, hal. 16) evaluasi dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:

1) Evaluasi dalam pendidikan adalah untuk memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai dimana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 2) Evaluasi dalam pendidikan adalah untuk mengukur dan menilai

sampai dimanakah efektivitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik.

Adapun menurut Sudijono (2015, hal. 17) yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:

1) Untuk memotivasi kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul motivasi pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya.

2) Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan cara-cara perbaikannya.

Adapun menurut Nursalam dan Suardi (2016, hal. 1-2) penerapan evaluasi pembelajaran di dalam proses pembelajaran memiliki berbagai tujuan diantaranya sebagai berikut:

(22)

1) Mengetahui tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran.

2) Melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang disajikan atau diajarkan oleh guru.

3) Mengetahui tingkat kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik.

4) Mengetahui peserta didik yang mengalami berbagai masalah dalam belajar sehingga, guru dapat memberikan perhatian khusus untuk peserta didik tersebut.

5) Mengetahui peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dalam pembelajaran sehingga peserta didik tersebut dapat mendapatkan program akselerasi.

6) Menentukan kenaikan kelas.

7) Menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya, seperti ranking atau peringkat.

c. Fungsi Evaluasi

Menurut Anshori (2003, hal. 10) evaluasi yang dilaksanakan di sekolah memiliki empat fungsi, yaitu:

1) Selektif, yaitu memilih peserta didik yang dapat diterima di suatu sekolah (lembaga pendidikan).

2) Diagnostik, yaitu mengetahui kelemahan peserta didik dan sebab-sebabnya, sehingga memudahkan di dalam pencarian alternatif penyelesaiannya.

3) Penempatan (placement), yaitu menempatkan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya, berkaitan dengan program, keterampilan, dsb.

4) Mengukur keberhasilan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan. Keberhasilan ini ditentukan oleh faktor guru, metode, kurikulum, sarana, sistem administrasi, materi dan peserta didik sendiri.

(23)

Menurut Nursalam dan Suardi (2016, hal. 4-5) fungsi evaluasi pembelajaran sangat luas tergantung dari sudut setiap manusia melihat evaluasi tersebut:

1) Secara psikologis

Fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui program yang telah dilakukan apakah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai peserta didik sebagai manusia yang belum dewasa, karena peserta didik masih mempunyai sikap dan moral yang belum stabil sehingga membutuhkan orang lain seperti orang tua atau guru agar peserta didik dapat melakukan orientasi ketahap yang lebih dewasa.

2) Secara sosiologis

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik berkomunikasi dan beradaptasi terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan segala karakteristiknya.

3) Secara didaktis metodis

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan peserta didik pada suatu kelompok sesuai dengan kemampuan dan kecakapan masing-masing.

4) Secara hirarki

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelompok, seperti termasuk anak pintar, sedang, atau kurang pintar.

5) Secara preparations

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. 6) Secara bimbingan konseling

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk membantu guru memberikan bimbingan pembelajaran dan membantu kesulitan peserta didik terhadap materi yang belum dikuasai.

(24)

7) Secara administratif

Evaluasi pembelajaran berfungsi untuk memberikan laporan tentang perkembangan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemerintah yang berwenang, kepala sekolah, guru dan peserta didik itu sendiri.

Demikian bervariasinya fungsi evaluasi, maka sangat penting bagi guru agar ketika merencanakan kegiatan evaluasi, sebaiknya perlu mempertimbangkan terlebih dahulu fungsi evaluasi.

2. Hakikat Pengukuran a. Pengertian Pengukuran

Menurut Hamalik (2009, hal. 156) pengukuran adalah suatu upaya untuk mengetahui berapa banyak hal-hal yang telah dimiliki oleh peserta didik setelah diajarkan oleh guru. Menurut Kusaeri dan Suprananto (2012, hal. 5) pengukuran merupakan perbandingan antara atribut yang diukur dengan alat ukurnya, hasil pengukuran bersifat kuantitatif atau berupa angka, hasil pengukuran bersifat deskriptif yaitu hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh.

Menurut Farida (2017, hal. 4) pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan, dengan tujuan yang telah ditentukan. Pengukuran dalam bidang pendidikan, berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik. Pengumpulan data tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif, sehingga sifat kualitatif dari kompetensi peserta didik tersebut dinyatakan dengan angka-angka.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka guna mengetahui ketercapaian kompetensi peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru.

(25)

b. Hubungan antara Evaluasi dan Pengukuran

Sudijono (2015, hal. 5) menyatakan bahwa pengukuran adalah bersifat kuantitatif, hasil pengukuran berwujud keterangan yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan. Adapun evaluasi adalah bersifat kualitatif, evaluasi pada dasarnya merupakan penafsiran atau interpretasi yang sering bersumber pada data kuantitatif.

Evaluasi dalam bidang pendidikan sebagian besar bersumber dari hasil pengukuran. Menurut Masroen dalam Sudijono (2015, hal. 6), pada umumnya para pakar di bidang pendidikan sependapat bahwa evaluasi pada proses pembelajaran di sekolah tidak mungkin dapat dilaksanakan secara baik apabila evaluasi itu tidak didasarkan atas data yang bersifat kuantitatif. Inilah sebabnya masalah pengukuran mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam proses evaluasi. Baik atau buruknya evaluasi bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya. Hasil pengukuran yang kurang cermat akan memberikan hasil evaluasi yang kurang cermat pula, sebaliknya teknik-teknik pengukuran yang tepat dapat diharapkan akan memberikan landasan yang kokoh untuk mengadakan evaluasi yang tepat.

c. Pelaksanaan Pengukuran

Pengukuran terhadap hasil belajar dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan maksud dan tujuan pengukuran tersebut (Hamalik, 2009, hal. 170-171).

1) Evaluasi sumatif, ialah suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang dilakukan pada waktu berakhirnya suatu program pembelajaran. Bentuk evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui hasil akhir yang dapat dicapai oleh peserta didik yakni penguasaan pengetahuan dan menggambarkan keberhasilan proses belajar mengajar. Evaluasi sumatif berfungsi memberikan informasi untuk membuat keputusan menentukan kelulusan, atau untuk menentukan suatu program

(26)

dapat diteruskan atau perlu dilakukan pengulangan program pembelajaran.

2) Evaluasi formatif, ialah suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama berlangsungnya program pembelajaran. Tujuan pelaksanaan evaluasi ini ialah untuk memperoleh informasi terhadap proses belajar mengajar. Bila terdapat kelemahan dalam proses belajar mengajar, maka dapat dilakukan perbaikan.

3) Evaluasi reflektif, ialah suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang dilakukan sebelum proses pembelajaran berlangsung. Tujuan dari pelaksanaan evaluasi ini ialah untuk memperoleh informasi mengenai tingkat kesiapan dan tingkat penguasaan bahan pelajaran oleh peserta didik, sehingga dapat disusun dan direncanakan kemungkinan keberhasilannya setelah mengalami proses belajar mengajar. Fungsi pelaksanaan evaluasi ini bersifat prediktif (peramalan).

4) Kombinasi pelaksanaan evaluasi, misalnya antara bentuk reflektif dan bentuk sumatif. Tujuan pelaksanaan evaluasi ini ialah untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar, misalnya dalam bentuk desain pra-postes. Dengan demikian dapat diketahui kontribusi komponen-komponen sistem pembelajaran itu terhadap keberhasilan belajar peserta didik.

d. Tes Sebagai Instrumen Pengukuran 1) Pengertian Tes

Tes memiliki istilah yang sering digunakan, yaitu test,

testing, testee, dan tester, yang masing-masing mempunyai

pengertian yang berbeda. Test merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Testing merupakan saat waktu tes itu dilaksanakan. Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Dan tester adalah orang yang diserahi untuk

(27)

melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden (Arikunto, 2008, hal. 53).

Nursalam dan Suardi (2016, hal. 13) menyatakan bahwa tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran hasil belajar peserta didik, atau alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan karakteristik peserta didik. Hal ini didukung pula oleh Sa’idah, Yulistianti dan Megawati (2019) yang menyatakan bahwa tes merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk mendeteksi kemampuan peserta didik yang terdiri atas sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab, tugas yang harus dikerjakan dan pernyataan yang harus dipilih.

Amelia (2016) juga menjelaskan bahwa tes adalah beberapa pertanyaan yang membutuhkan jawaban atau beberapa pernyataan yang membutuhkan tanggapan untuk mengukur tingkat kemampuan suatu individu atau peserta didik yang diberikan tes tersebut melalui jawaban atau tanggapannya. Pada dasarnya, tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam penilaian (Farida, 2017, hal. 5).

Suatu tes sebagai instrumen penilaian hasil belajar hendaknya mengukur keterampilan berpikir peserta didik pada tingkatan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, mulai dari keterampilan berpikir tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Sehingga, dalam suatu tes perlu diperhatikan proporsi masing-masing tingkatan keterampilan berpikir yang muncul pada setiap pertanyaan (Syahida & Irwandi, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian tes tersebut dapat disimpulkan bahwa tes adalah kumpulan pertanyaan yang dibuat untuk mengukur kemampuan peserta didik guna mengetahui ketercapaian proses pembelajaran.

(28)

2) Fungsi Tes

Menurut Arikunto (2008, hal. 151-152) menyatakan bahwa fungsi tes dapat ditinjau dari tiga hal yaitu:

a) Fungsi untuk kelas

(1) Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik.

(2) Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian. (3) Menaikkan tingkat prestasi.

(4) Mengelompokkan peserta didik dalam kelas pada waktu metode kelompok.

(5) Merencakan kegiatan proses belajar-mengajar untuk peserta didik secara perseorangan.

(6) Menentukan peserta didik mana yang memerlukan bimbingan khusus.

(7) Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap peserta didik. b) Fungsi untuk bimbingan

(1) Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka.

(2) Membantu peserta didik dalam menentukan pilihan. (3) Membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan dan

jurusan.

(4) Memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua dalam memahami kesulitan anak.

c) Fungsi untuk administrasi

(1) Memberi petunjuk dalam pengelompokkan peserta didik. (2) Penempatan peserta didik baru.

(3) Membantu peserta didik memilih kelompok. (4) Menilai kurikulum.

(5) Memperluas hubungan masyarakat (public relation). (6) Menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar

(29)

3) Tes Standar dan Tes Buatan Guru

Untuk melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mengajar, seorang guru dapat menggunakan dua macam tes yaitu tes yang distandarisasikan (standardized test) dan tes buatan guru sendiri (teacher-made test). Yang dimaksud dengan standardized test ialah tes yang mengalami proses standarisasi, yakni proses validasi dan keandalan (reliability), sehingga tes tersebut benar-benar valid dan andal untuk suatu tujuan tertentu (Rustam, Sari, & Yunita, 2018, hal. 6). Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas apabila tes tersebut dapat mengukur objek yang seharusnya diukur dan sesuai kriteria tertentu. Dan suatu tes dikatakan reliabilitas jika tes tersebut menunjukkan ketetapan apabila diteskan kepada subjek yang sama (Novi, 2018).

Istilah ―standar‖ dalam tes dimaksudkan bahwa semua peserta didik menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan, dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yang sama, dan dalam batasan waktu yang sama pula (Arikunto, 2008, hal. 145).

Adapun perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru (Arikunto, 2008, hal. 146-147):

Tabel 2.1 Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru

No. Tes Standar Tes Buatan Guru

1. Didasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah di seluruh negara.

Didasarkan atas bahan dan tujuan khusus yang dirumuskan oleh guru untuk kelasnya sendiri.

2. Mencakup aspek yang luas dan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk setiap

Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan yang sempit.

(30)

keterampilan atau topik.

3. Disusun dengan

kelengkapan staf profesor, pembahas, editor butir tes.

Biasanya disusun sendiri oleh guru dengan sedikit atau tanpa bantuan orang lain/tenaga ahli.

4. Menggunakan butir-butir tes yang sudah diuji cobakan (try out), dianalisis dan direvisi sebelum menjadi sebuah tes.

Jarang menggunakan butir-butir tes yang sudah diujicobakan, dianalisis, dan direvisi.

5. Mempunyai reliabilitas yang tinggi.

Mempunyai reliabilitas sedang atau rendah.

6. Dimungkinkan

menggunakan norma untuk seluruh negara.

Norma kelompok terbatas kelas tertentu.

Berdasarkan beberapa perbedaan antara tes standar dan tes buatan guru tersebut dapat disimpulkan bahwa tes standar merupakan tes yang mengalami proses standarisasi seperti validasi dan reliabilitas, sehingga tes standar memiliki reliabilitas yang tinggi. Sedangkan tes buatan guru jarang menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan atau dianalisis, sehingga tes buatan guru memiliki reliabilitas yang sedang atau rendah.

4) Tes Obyektif

Tes hasil belajar yang biasa dilakukan guru dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni tes lisan dan tes tertulis. Tes tertulis dapat dibagi atas tes essay dan tes obyektif. Tes obyektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes tersebut dapat dinilai secara obyektif, dinilai oleh siapa pun akan menghasilkan nilai yang sama (Purwanto, 1986, hal. 45-46).

(31)

Menurut Sudijono (2015, hal. 106-107) tes obyektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh peserta didik dengan cara memilih salah satu atau lebih di antara beberapa kemungkinan jawaban atau dengan menuliskan jawaban berupa kata-kata atau simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan. Bentuk tes obyektif ada bermacam-macam, antara lain (Purwanto, 1986, hal. 46-47): a) Completion type test, terdiri atas:

(1) Tes melengkapi;

(2) Mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan. b) Tes yang menjawabnya dengan mengadakan pilihan, terdiri

atas:

(1) Benar-salah; (2) Pilihan ganda; (3) Menjodohkan.

Terdapat keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif, diantaranya ialah (Sudijono, 2015, hal. 133-134):

a) Tes obyektif mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik. Butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes obyektif jumlahnya cukup banyak, maka berbagai aspek psikologis dapat dicakup dan diungkap secara lengkap melalui tes hasil belajar tersebut.

b) Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentukan bobot skor maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya.

c) Mengoreksi hasil tes obyektif jauh lebih mudah dan cepat daripada mengoreksi hasil tes uraian.

d) Tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk dimintai bantuan mengoreksi hasil tes tersebut. Hal ini dimungkinkan, sebab dengan memegang kunci jawaban soal

(32)

yang sudah disediakan, orang lain tidak akan mengalami kesulitan dalam mengoreksi. Bahkan lebih dari itu dengan menggunakan jasa komputer, pekerjaan koreksi hasil ujian dapat dilakukan dengan sangat cepat dan teliti.

e) Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis derajat kesukaran, daya pembeda, validitas maupun realibilitasnya.

Adapun segi-segi kelemahan dari tes obyektif antara lain adalah (Sudijono, 2015, hal. 135-136):

a) Menyusun butir-butir soal tes obyektif tidak semudah menyusun tes uraian. Bukan hanya karena jumlah butir soalnya cukup banyak, menyiapkan kemungkinan jawaban yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes obyektif bukan pekerjaan yang ringan.

b) Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi atau mendalam. c) Tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi peserta didik untuk

menebak dalam memberikan jawaban soal.

d) Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif yang menggunakan simbol-simbol huruf, dapat membuka peluang bagi peserta didik untuk melakukan kerja sama yang tidak sehat dengan peserta didik lainnya. Misalnya dengan menggunakan kode-kode berupa gerakan tangan atau dengan cara-cara lainnya.

3. Penilaian Akhir Tahun (PAT)

Penilaian akhir tahun adalah kegiatan yang dilaksanakan pada akhir semester genap oleh satuan pendidikan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada akhir semester genap. Cakupan materi pada penilaian akhir tahun meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan

(33)

KD pada semester genap pada tingkat kelas yang sama (Kemdikbud, 2017, hal. 51).

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur peserta didik, tes dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

a. Tes diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan pada peserta didik sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat dilakukan penanganan yang tepat.

b. Tes formatif

Tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran. Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses. c. Tes sumatif

Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Dalam prakteknya di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, sedangkan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan setiap akhir semester (Arikunto, 2008, hal. 33-39).

Sudijono (2015, hal. 23) menyatakan bahwa evaluasi sumatif atau tes sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setelah sekumpulan program pembelajaran telah selesai diberikan atau dengan kata lain setelah seluruh unit pelajaran selesai diajarkan. Tes sumatif diselenggarakan untuk mengetahui secara keseluruhan hasil dari proses pembelajaran, maka item tes sumatif meliputi seluruh materi yang sudah disampaikan (Rustam, Sari, & Yunita, 2018, hal. 16).

Secara garis besar hubungan antara tes formatif dengan tes sumatif dapat digambarkan sebagai berikut (Arikunto, 2008, hal. 39):

(34)

Keterangan: F = tes formatif S = tes sumatif

Dari pengertian berbagai macam tes tersebut, Penilaian Akhir Tahun (PAT) termasuk dalam tes sumatif, dimana tes tersebut dilaksanakan pada akhir semester. Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3 di antaranya yang terpenting adalah (Arikunto, 2008, hal. 39-41): a. Untuk menentukan nilai. Nilai dari tes sumatif digunakan untuk

menentukan kedudukan peserta didik. Dalam penentuan nilai ini setiap peserta didik dibandingkan dengan peserta didik lain.

b. Untuk menentukan peserta didik dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.

c. Untuk mengisi catatan perkembangan belajar peserta didik yang akan berguna bagi:

1) Orang tua peserta didik.

2) Pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah.

3) Pihak-pihak lain apabila peserta didik tersebut akan pindah ke sekolah lain, melanjutkan sekolah, atau memasuki lapangan kerja.

4. Higher Order Thinking Skills (HOTS) a. Pengertian Berpikir

Berpikir adalah proses mental untuk menggabungkan dan mengatur data informasi dalam pikiran dengan urutan yang benar dan bermakna untuk memahami atau memecahkan masalah, baik itu memahami konsep ataupun pengetahuan baru, untuk membuat

Program F Program F Program F Program F Program F S

(35)

keputusan, dan memberikan solusi yang efektif terhadap suatu masalah (Yusoff & Seman, 2018).

Menurut Wahyuni (2017) berpikir merupakan suatu upaya kompleks, reflektif, dan juga pengalaman kreatif. Berpikir juga diartikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang dalam pikirannya untuk mencari, menemukan suatu pengetahuan yang dikehendakinya.

Menurut Ariffin, dkk. yang disebutkan dalam Mohamed dan Lebar (2017), kemampuan berpikir didefinisikan sebagai proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep, aplikasi, analisis atau evaluasi informasi yang dikumpulkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi. Kemampuan berpikir adalah proses menggunakan pikiran untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Ada dua tingkat berpikir;

Lower Order Thinking Skills (LOTS) dan Higher Order Thinking Skills (HOTS).

Berdasarkan beberapa pengertian berpikir tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah proses menggunakan pikiran untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah.

b. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan untuk

membuat penilaian (judgments), menganalisis konten, dan mensintesis informasi ke dalam bentuk komunikasi yang serasi serta menyajikan informasi tersebut kepada orang lain (Narayanan & Adithan, 2015).

HOTS atau kemampuan berpikir tingkat tinggi dijelaskan dalam Pratama dan Retnawati (2018) adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tidak hanya sekadar mengingat fakta atau menceritakan kembali sesuatu yang didengar. HOTS menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai fakta, yaitu memahaminya, menyimpulkannya, menghubungkan fakta-fakta dengan cara baru dan menerapkannya untuk menemukan solusi pada suatu masalah. HOTS terjadi ketika

(36)

peserta didik mendapatkan pengetahuan baru dan menyimpannya dalam memori, maka pengetahuan ini berkorelasi dengan pengetahuan sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Pada HOTS, peserta didik akan cenderung untuk menggunakan logika tidak hanya mengingat dan menghafal rumus, sehingga peserta didik akan menguasai konsep-konsep dan dapat memecahkan masalah yang lebih kompleks.

Bloom dan rekannya mengatakan bahwa tingkat mengingat dan memahami hanyalah pondasi untuk mencapai ke tingkat lain yang lebih tinggi, di mana setiap tingkat merupakan titik awal untuk mencapai tingkat selanjutnya (Al-hasanat, 2016).

Menurut Rosnawati yang dijelaskan dalam Lailly dan Wisudawati (2015) bahwa HOTS dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya, kemudian menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan infomasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan. Menurut Mohamed dan Lebar (2017) berpikir tingkat tinggi untuk seorang individu tergantung pada kemampuan individu untuk menerapkan, mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan untuk memecahkan masalah dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Brookhart mendefinisikan tujuh aspek Higher Order Thinking

Skills (HOTS) sebagai berikut:

1) Menganalisis

Untuk menilai kualitas berpikir peserta didik ketika mereka memecah informasi menjadi beberapa bagian dan alasan dibalik informasi tersebut, berikan pertanyaan atau tugas yang mengharuskan peserta didik untuk mencaritahu atau menjelaskan bagian-bagian yang ada pada informasi dan mencari tahu bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan. Pertanyaan pada tingkat analisis, peserta didik diberikan materi terlebih dahulu (atau

(37)

meminta mereka menemukan materi), kemudian mengajukan pertanyaan atau menyajikan masalah yang jawabannya memerlukan pembedaan atau pengorganisasian bagian-bagian. Tugas menganalisis meminta peserta didik menjelaskan dan memberikan alasan yang dapat digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian yang ada (Brookhart, 2010, hal. 42). Berikut ini menunjukkan beberapa jenis pertanyaan tingkat analisis:

a) Memfokuskan pada pertanyaan atau mengidentifikasi ide utama

Untuk menilai peserta didik berfokus pada pertanyaan, berikan peserta didik pernyataan masalah atau kebijakan, teks tertulis (pidato, dokumenter, situasi, serangkaian acara, dsb), kartun politik, atau percobaan dan hasil. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah utama atau gagasan utama dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 43).

b) Menganalisis argumen

Untuk menilai peserta didik menganalisis argumen, berikan peserta didik argumen seperti sebuah teks, pidato, atau rancangan percobaan. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi argumen meliputi bukti yang mendukung atau bertentangan, mengidentifikasi asumsi yang benar atau membuat argumen yang valid, menjelaskan struktur logis dari argumen atau mengidentifikasi hal yang tidak relevan jika ada (Brookhart, 2010, hal. 47).

c) Membandingkan dan membedakan

Pertanyaan membandingkan dan membedakan yang lebih kompleks memang membutuhkan tingkat berpikir analisis. Untuk menilai peserta didik dapat dapat membandingkan dan membedakan, berikan peserta didik dua buah teks, peristiwa, skenario, konsep, karakter, atau prinsip. Kemudian minta

(38)

peserta didik untuk mengidentifikasi masing-masing elemen, atau mengorganisasi elemen-elemen berdasarkan persamaan atau perbedaannya (Brookhart, 2010, hal. 50).

2) Mengevaluasi

a) Mengevaluasi materi dan metode berdasarkan tujuan yang dimaksud

Baik dalam ilmu alam maupun ilmu sosial, tinjauan literatur yang menilai seberapa kuat bukti untuk mendukung teori (misalnya, teori big bang pada kelahiran alam semesta) adalah evaluasi. Untuk menilai evaluasi, diperlukan item atau tugas yang dapat menilai peserta didik mengevaluasi materi dan metode berdasarkan tujuan yang dimaksudkan. Peserta didik dapat mengevaluasi materi berdasarkan kriteria. Kriteria dapat menjadi standar (misalnya, sastra, sejarah, ilmiah) atau kriteria yang peserta didik ciptakan sendiri (dalam hal ini unsur kreativitas juga dilibatkan).

Untuk menilai seberapa baik peserta didik dapat melakukan evaluasi, berikan peserta didik beberapa materi seperti teks, pidato, kebijakan, teori, rancangan percobaan, atau karya seni. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi tujuan yang hendak dicapai, mengidentifikasi masing-masing elemen dalam suatu kasus/rancangan percobaan, menilai elemen-elemen untuk mengetahui tujuan yang hendak dicapai, atau menjelaskan alasan yang telah dikemukakan (Brookhart, 2010, hal. 53).

3) Mencipta

a) Menyatukan hal-hal yang berbeda dengan cara yang baru Untuk menilai seberapa baik peserta didik dapat mencipta, berarti menilai seberapa baik peserta didik dapat menyatukan hal-hal yang berbeda dengan cara yang baru, atau mengatur kembali hal-hal yang ada untuk membuat sesuatu yang baru.

(39)

Berikan peserta didik tugas atau masalah yang kompleks untuk dipecahkan yang mencakup menghasilkan beberapa solusi, merencanakan prosedur untuk mencapai tujuan tertentu, atau menghasilkan sesuatu yang baru (Brookhart, 2010, hal. 55). 4) Penalaran dan logika

Untuk menilai penalaran peserta didik, berikan bahan pengantar pada pertanyaan atau tugas yang akan dikerjakan. Untuk penilaian kinerja yang lebih lama, dapat juga arahkan peserta didik untuk mengakses sumber yang mereka miliki (misalnya buku teks yang telah dipelajari) atau meminta peserta didik untuk menemukan sumber lainnya (misalnya mencari informasi di perpustakaan atau di internet). Kemudian ajukan pertanyaan yang mengharuskan peserta didik untuk menyimpulkan (Brookhart, 2010, hal. 68).

a) Membuat atau mengevaluasi kesimpulan deduktif

Untuk menilai peserta didik dalam membuat atau mengevaluasi kesimpulan deduktif, berikan pernyataan yang mereka anggap benar dan satu atau lebih kesimpulan yang secara logis benar dan salah. Kemudian minta peserta didik untuk memilih kesimpulan mana yang sesuai (Brookhart, 2010, hal. 68).

b) Membuat atau mengevaluasi kesimpulan induktif

Untuk menilai peserta didik dalam membuat atau mengevaluasi kesimpulan induktif, berikan peserta didik pernyataan, peristiwa atau beberapa informasi dalam bentuk grafik, tabel, atau daftar. Kemudian minta peserta didik untuk membuat kesimpulan yang logis dari informasi dan menjelaskannya. Untuk item pilihan ganda, mintalah peserta didik memilih kesimpulan yang logis dari serangkaian pilihan (Brookhart, 2010, hal. 74).

(40)

Untuk menilai peserta didik dalam mengambil keputusan, berikan peserta didik berupa skenario atau peristiwa, pidato, iklan, atau sumber informasi lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk membuat semacam penilaian kritis (critical judgment) (Brookhart, 2010, hal. 86). Jenis penilaian yang dipertimbangkan yaitu:

a) Mengevaluasi kredibilitas dari suatu sumber

Untuk menilai peserta didik dalam mengevaluasi kredibilitas suatu sumber, berikan peserta didik berupa peristiwa, pidato, iklan, atau sumber informasi lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk menentukan bagian mana dari informasi tersebut yang dapat dipercaya maupun bagian mana yang tidak dapat dipercaya (jika ada), dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 86).

b) Mengidentifikasi asumsi yang tersirat

Penilaian kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi asumsi, seringkali dapat diselesaikan dengan pertanyaan pilihan ganda. Untuk menilai peserta didik menggunakan item pilihan ganda dalam mengidentifikasi asumsi implisit, berikan peserta didik argumen atau penjelasan yang memiliki beberapa asumsi yang tidak dinyatakan secara jelas. Berikan satu pilihan yang merupakan asumsi implisit yang benar dan dua atau lebih pilihan yang bukan asumsi implisit. Kemudian minta peserta didik untuk memilih asumsi impilisit dari serangkaian pilihan. Untuk menggunakan item uraian, berikan peserta didik materi dan minta mereka secara langsung untuk mengidentifikasi asumsi implisit dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 88).

c) Mengidentifikasi strategi retoris dan persuasif

Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi strategi retoris dan komunikasi persuasif, berikan peserta didik

(41)

teks pidato, iklan, tajuk rencana, atau komunikasi persuasif lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi strategi dari suatu komunikasi yang digunakan untuk membujuk, dampak yang diharapkan dari strategi-strategi tersebut, atau mengidentifikasi setiap pernyataan atau strategi yang sengaja mengecoh (Brookhart, 2010, hal. 92).

6) Pemecahan masalah

Untuk menilai peserta didik dalam memecahkan masalah, berikan peserta didik peristiwa atau deskripsi masalah. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi strategi, atau mengevaluasi solusi yang paling efisien (Brookhart, 2010, hal. 102). Beberapa penilaian pemecahan masalah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi atau mendefinisikan masalah

Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, berikan peserta didik peristiwa atau deskripsi masalah dan minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan. Atau sajikan pernyataan yang berisi masalah dan minta peserta didik mengajukan pertanyaan yang perlu dijawab untuk menyelesaikan masalah (Brookhart, 2010, hal. 102).

b) Mengidentifikasi ketidaktepatan untuk menyelesaikan masalah Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi ketidaktepatan pada masalah tertentu, tunjukkan materi interpretatif, peristiwa atau pernyataan masalah yang mungkin memuat beberapa informasi yang tidak relevan, kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi informasi yang relevan maupun tidak relevan (Brookhart, 2010, hal. 104). c) Mendeskripsikan dan mengevaluasi beberapa strategi solusi

Untuk menilai peserta didik dalam mendeskripsikan berbagai strategi pemecahan masalah, berikan peserta didik

(42)

pernyataan masalah dan minta peserta didik untuk memecahkan masalah dengan dua cara atau lebih. Atau berikan pernyataan masalah serta dua atau lebih strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya, dan minta peserta didik untuk menjelaskan mengapa kedua strategi itu benar (Brookhart, 2010, hal. 107).

d) Membuat suatu model dari masalah

Untuk menilai peserta didik dalam membuat suatu model dari masalah, berikan peserta didik pernyataan masalah dan minta peserta didik menggambar diagram atau gambar yang menunjukkan situasi masalah. Nilai seberapa baik peserta didik merepresentasikan masalah tersebut (Brookhart, 2010, hal. 112).

e) Mengidentifikasi hambatan untuk menyelesaikan masalah Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi hambatan dan memutuskan apakah informasi tambahan diperlukan untuk menyelesaikan masalah, berikan peserta didik pernyataan masalah yang rumit untuk diselesaikan dan minta peserta didik untuk menjelaskan mengapa masalahnya sulit diselesaikan, mendeskripsikan hambatannya, dan mengidentifikasi informasi tambahan yang diperlukan (Brookhart, 2010, hal. 112).

f) Menjelaskan dengan data

Untuk menilai peserta didik dalam menjelaskan dengan data, berikan peserta didik materi interpretatif (cerita, gambar, grafik, tabel data, atau bagan) dan masalah yang memerlukan informasi dari materi tersebut. Kemudian minta peserta didik untuk menyelesaikan masalah dan menjelaskan prosedur yang mereka gunakan untuk mencapai solusi (Brookhart, 2010, hal. 115).

(43)

g) Menggunakan analogi

Penalaran analog memungkinkan peserta didik untuk menerapkan strategi solusi pada satu masalah dan masalah lain yang serupa. Untuk menilai peserta didik dalam menggunakan analogi, berikan peserta didik pernyataan masalah dan kemungkinan strategi solusinya, dan minta peserta didik untuk menyelesaikan masalah dan menjelaskan bagaimana solusinya dapat diterapkan untuk peristiwa atau masalah lainnya (Brookhart, 2010, hal. 119).

h) Menyelesaikan masalah secara terbalik

Untuk menilai peserta didik dalam menyelesaikan masalah secara terbalik, berikan peserta didik pernyataan masalah yang kompleks dan keadaan akhir yang diinginkan. Kemudian minta peserta didik untuk merencanakan strategi untuk mendapatkan kondisi akhir dari pernyataan masalah atau mendeskripsikan bagaimana solusi dari sebuah pertanyaan secara mundur (Brookhart, 2010, hal. 120).

7) Kreativitas dan berpikir kreatif

Cara terbaik untuk merangsang kreativitas adalah menginspirasi dengan memberikan tugas yang membebaskan kreativitas peserta didik. Untuk menilai kemampuan berpikir kreatif peserta didik, penilaian dilakukan dengan mengharuskan peserta didik menghasilkan beberapa ide baru atau produk baru, meminta peserta didik untuk mengatur ulang ide yang ada dengan cara baru, atau membingkai ulang petanyaan atau masalah dengan cara yang berbeda (Brookhart, 2010, hal. 132).

Retnawati, dkk. (2018) menyatakan bahwa membiasakan peserta didik dengan proses pembelajaran HOTS adalah penting untuk membantu mereka bersiap menyelesaikan masalah baru, menyesuaikan diri dalam suasana baru, dan membuat keputusan tentang masalah tertentu. Pemberian soal tipe HOTS juga memiliki peran diantaranya

(44)

adalah menyiapkan peserta didik yang berkompeten untuk menyongsong abad ke-21 dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Himmah, 2019).

Pentingnya mengembangkan HOTS menurut Samo (2017) memiliki beberapa alasan: 1) untuk mengorganisasi pengetahuan yang dipelajari ke dalam memori jangka panjang, 2) untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi terhadap berbagai masalah baru yang ditemukan dalam kehidupan, latihan untuk mengembangkan HOTS dalam pendidikan formal akan mengembangkan sikap dan cara berpikir kreatif untuk keluar dari masalah kehidupan yang kompleks, 3) mendorong terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing dengan negara lain.

Selain pentingnya mengembangkan HOTS, terdapat pula karakteristik. Widana (2017) menyebutkan ada 3 karakteristik penilaian HOTS, yaitu:

1) Mengukur kemampuan tingkat tinggi. HOTS, termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, kemampuan berdebat (reasoning), dan kemampuan untuk membuat keputusan.

2) Berdasarkan masalah kontekstual. Penilaian HOTS biasanya memuat stimulus dalam bentuk kasus (berdasarkan kasus). Stimulus dapat mengarahkan peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan dalam situasi yang berbeda (kemampuan untuk mentransfer konsep).

3) Tidak rutin (tidak familiar). Penilaian HOTS bukan penilaian reguler yang diberikan di kelas. Penilaian HOTS yang tidak familiar mengharuskan peserta didik berpikir secara kreatif, karena masalah yang dihadapi belum pernah ditemui atau dilakukan sebelumnya.

Sedangkan karakteristik HOTS menurut Resnick dalam Pratama dan Retnawati (2018) diantaranya adalah: 1) non algorithmic, artinya

(45)

langkah-langkah tindakan tidak dapat sepenuhnya ditentukan di awal; 2) kompleks, yang berarti bahwa langkah-langkah tidak dapat dilihat atau ditebak langsung dari sudut pandang tertentu; 3) menghasilkan banyak solusi; 4) melibatkan perbedaan pendapat atau interpretasi; 5) melibatkan penerapan berbagai kriteria; 6) melibatkan ketidakpastian; 7) menuntut kemandirian dalam proses berpikir; 8) melibatkan makna yang mengesankan; 9) membutuhkan kerja keras.

Untuk karakteristik penilaian yang membutuhkan HOTS adalah: 1) tidak rutin (tidak diketahui sebelumnya); 2) kompleks; 3) menghasilkan banyak solusi atau sudut pandang; 4) melibatkan ketidakpastian; 5) melibatkan proses pembuatan makna; 6) melibatkan pemecahan masalah yang membutuhkan kerja keras.

B. Penelitian Relevan

Penelitian Agustina (2020) yang menganalisis pertanyaan tipe HOTS pada buku teks Kimia berdasarkan teori Brookhart menunjukkan bahwa persentase pada pertanyaan HOTS sebesar 25,95% dan pertanyaan yang tidak termasuk HOTS terdapat sebesar 74,05%. Aspek HOTS menurut Brookhart yang dikembangkan dalam buku teks Kimia tersebut meliputi aspek menganalisis, mencipta, penalaran dan logika, pemecahan masalah, dan berpikir kreatif.

Penelitian Kurniati, Harimukti, dan Jamil (2016) dalam mendeskripsikan HOTS peserta didik dalam menyelesaikan soal PISA berdasarkan indikator yang meliputi kemampuan logika dan penalaran, analisis, evaluasi, serta mencipta. Hasil penelitian menunjukkan dari 30 peserta didik terdapat 18 peserta didik tergolong memiliki HOTS dengan level sedang karena mampu melakukan kemampuan analisis, evaluasi, mencipta, logika dan penalaran dengan baik dalam menyelesaikan beberapa soal, 12 peserta didik tergolong memiliki HOTS dengan level rendah karena tidak mampu melakukan kemampuan analisis, evaluasi, mencipta, logika dan penalaran dengan baik

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan Tes Formatif dan Sumatif .............................................
Tabel 2.1 Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru .....................................
Tabel 2.1 Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru
Gambar 2.1 Hubungan Tes Formatif dan Sumatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun konkrit tidak mempunyai sifat kenyal seperti yang terdapat pada keluli atau logam-logam lain, tetapi sifatnya yang keras dan mudah dikerjakan menyebabkan konkrit

melakukan tindak pidana pemalsuan Surat Keputusan Pensiunan dapat diterapkan Pasal 263, Pasal 264, Pasal 372, Pasal 374, dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang

Dalam sambutannya, Wakil Rektor IV UNAIR berharap bahwa dosen yang telah diberi sertifikat pendidik bisa menjadi suri teladan bagi mahasiswa dan masyarakat.. Junaidi

Tombol Fn juga digunakan dengan tombol yang dipilih pada keyboard untuk menjalankan fungsi sekunder lainnya. Daftar

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia

Contoh yang lain adalah orang yang melapor kepada pemerintah atau pihak yang berwenang dengan mengatakan bahwa ada seseorang yang telah melakukan suatu tindakan

Tim menekankan bahwa soal beraras tinggi atau yang lebih dikenal dengan high order thinking skills (HOTS) menjadi tipe-tipe soal yang diprioritaskan untuk dibuat.

BALAI BESAR PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN,2010... 0 kilometers 250 500 * Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah