• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN RELEVAN, DAN KERANGKA

A. Kajian Teori

4. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Berpikir adalah proses mental untuk menggabungkan dan mengatur data informasi dalam pikiran dengan urutan yang benar dan bermakna untuk memahami atau memecahkan masalah, baik itu memahami konsep ataupun pengetahuan baru, untuk membuat

Program F Program F Program F Program F Program F S

keputusan, dan memberikan solusi yang efektif terhadap suatu masalah (Yusoff & Seman, 2018).

Menurut Wahyuni (2017) berpikir merupakan suatu upaya kompleks, reflektif, dan juga pengalaman kreatif. Berpikir juga diartikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang dalam pikirannya untuk mencari, menemukan suatu pengetahuan yang dikehendakinya.

Menurut Ariffin, dkk. yang disebutkan dalam Mohamed dan Lebar (2017), kemampuan berpikir didefinisikan sebagai proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep, aplikasi, analisis atau evaluasi informasi yang dikumpulkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi. Kemampuan berpikir adalah proses menggunakan pikiran untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Ada dua tingkat berpikir;

Lower Order Thinking Skills (LOTS) dan Higher Order Thinking Skills (HOTS).

Berdasarkan beberapa pengertian berpikir tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir adalah proses menggunakan pikiran untuk mengambil keputusan dalam menyelesaikan masalah.

b. Higher Order Thinking Skills (HOTS)

Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan untuk

membuat penilaian (judgments), menganalisis konten, dan mensintesis informasi ke dalam bentuk komunikasi yang serasi serta menyajikan informasi tersebut kepada orang lain (Narayanan & Adithan, 2015).

HOTS atau kemampuan berpikir tingkat tinggi dijelaskan dalam Pratama dan Retnawati (2018) adalah berpikir pada tingkat yang lebih tinggi tidak hanya sekadar mengingat fakta atau menceritakan kembali sesuatu yang didengar. HOTS menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai fakta, yaitu memahaminya, menyimpulkannya, menghubungkan fakta-fakta dengan cara baru dan menerapkannya untuk menemukan solusi pada suatu masalah. HOTS terjadi ketika

peserta didik mendapatkan pengetahuan baru dan menyimpannya dalam memori, maka pengetahuan ini berkorelasi dengan pengetahuan sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Pada HOTS, peserta didik akan cenderung untuk menggunakan logika tidak hanya mengingat dan menghafal rumus, sehingga peserta didik akan menguasai konsep-konsep dan dapat memecahkan masalah yang lebih kompleks.

Bloom dan rekannya mengatakan bahwa tingkat mengingat dan memahami hanyalah pondasi untuk mencapai ke tingkat lain yang lebih tinggi, di mana setiap tingkat merupakan titik awal untuk mencapai tingkat selanjutnya (Al-hasanat, 2016).

Menurut Rosnawati yang dijelaskan dalam Lailly dan Wisudawati (2015) bahwa HOTS dapat terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi yang baru diterima dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya, kemudian menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan infomasi tersebut sehingga tercapai suatu tujuan ataupun suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan. Menurut Mohamed dan Lebar (2017) berpikir tingkat tinggi untuk seorang individu tergantung pada kemampuan individu untuk menerapkan, mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan untuk memecahkan masalah dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Brookhart mendefinisikan tujuh aspek Higher Order Thinking

Skills (HOTS) sebagai berikut:

1) Menganalisis

Untuk menilai kualitas berpikir peserta didik ketika mereka memecah informasi menjadi beberapa bagian dan alasan dibalik informasi tersebut, berikan pertanyaan atau tugas yang mengharuskan peserta didik untuk mencaritahu atau menjelaskan bagian-bagian yang ada pada informasi dan mencari tahu bagaimana bagian-bagian tersebut berhubungan. Pertanyaan pada tingkat analisis, peserta didik diberikan materi terlebih dahulu (atau

meminta mereka menemukan materi), kemudian mengajukan pertanyaan atau menyajikan masalah yang jawabannya memerlukan pembedaan atau pengorganisasian bagian-bagian. Tugas menganalisis meminta peserta didik menjelaskan dan memberikan alasan yang dapat digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian yang ada (Brookhart, 2010, hal. 42). Berikut ini menunjukkan beberapa jenis pertanyaan tingkat analisis:

a) Memfokuskan pada pertanyaan atau mengidentifikasi ide utama

Untuk menilai peserta didik berfokus pada pertanyaan, berikan peserta didik pernyataan masalah atau kebijakan, teks tertulis (pidato, dokumenter, situasi, serangkaian acara, dsb), kartun politik, atau percobaan dan hasil. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah utama atau gagasan utama dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 43).

b) Menganalisis argumen

Untuk menilai peserta didik menganalisis argumen, berikan peserta didik argumen seperti sebuah teks, pidato, atau rancangan percobaan. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi argumen meliputi bukti yang mendukung atau bertentangan, mengidentifikasi asumsi yang benar atau membuat argumen yang valid, menjelaskan struktur logis dari argumen atau mengidentifikasi hal yang tidak relevan jika ada (Brookhart, 2010, hal. 47).

c) Membandingkan dan membedakan

Pertanyaan membandingkan dan membedakan yang lebih kompleks memang membutuhkan tingkat berpikir analisis. Untuk menilai peserta didik dapat dapat membandingkan dan membedakan, berikan peserta didik dua buah teks, peristiwa, skenario, konsep, karakter, atau prinsip. Kemudian minta

peserta didik untuk mengidentifikasi masing-masing elemen, atau mengorganisasi elemen-elemen berdasarkan persamaan atau perbedaannya (Brookhart, 2010, hal. 50).

2) Mengevaluasi

a) Mengevaluasi materi dan metode berdasarkan tujuan yang dimaksud

Baik dalam ilmu alam maupun ilmu sosial, tinjauan literatur yang menilai seberapa kuat bukti untuk mendukung teori (misalnya, teori big bang pada kelahiran alam semesta) adalah evaluasi. Untuk menilai evaluasi, diperlukan item atau tugas yang dapat menilai peserta didik mengevaluasi materi dan metode berdasarkan tujuan yang dimaksudkan. Peserta didik dapat mengevaluasi materi berdasarkan kriteria. Kriteria dapat menjadi standar (misalnya, sastra, sejarah, ilmiah) atau kriteria yang peserta didik ciptakan sendiri (dalam hal ini unsur kreativitas juga dilibatkan).

Untuk menilai seberapa baik peserta didik dapat melakukan evaluasi, berikan peserta didik beberapa materi seperti teks, pidato, kebijakan, teori, rancangan percobaan, atau karya seni. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi tujuan yang hendak dicapai, mengidentifikasi masing-masing elemen dalam suatu kasus/rancangan percobaan, menilai elemen-elemen untuk mengetahui tujuan yang hendak dicapai, atau menjelaskan alasan yang telah dikemukakan (Brookhart, 2010, hal. 53).

3) Mencipta

a) Menyatukan hal-hal yang berbeda dengan cara yang baru Untuk menilai seberapa baik peserta didik dapat mencipta, berarti menilai seberapa baik peserta didik dapat menyatukan hal-hal yang berbeda dengan cara yang baru, atau mengatur kembali hal-hal yang ada untuk membuat sesuatu yang baru.

Berikan peserta didik tugas atau masalah yang kompleks untuk dipecahkan yang mencakup menghasilkan beberapa solusi, merencanakan prosedur untuk mencapai tujuan tertentu, atau menghasilkan sesuatu yang baru (Brookhart, 2010, hal. 55). 4) Penalaran dan logika

Untuk menilai penalaran peserta didik, berikan bahan pengantar pada pertanyaan atau tugas yang akan dikerjakan. Untuk penilaian kinerja yang lebih lama, dapat juga arahkan peserta didik untuk mengakses sumber yang mereka miliki (misalnya buku teks yang telah dipelajari) atau meminta peserta didik untuk menemukan sumber lainnya (misalnya mencari informasi di perpustakaan atau di internet). Kemudian ajukan pertanyaan yang mengharuskan peserta didik untuk menyimpulkan (Brookhart, 2010, hal. 68).

a) Membuat atau mengevaluasi kesimpulan deduktif

Untuk menilai peserta didik dalam membuat atau mengevaluasi kesimpulan deduktif, berikan pernyataan yang mereka anggap benar dan satu atau lebih kesimpulan yang secara logis benar dan salah. Kemudian minta peserta didik untuk memilih kesimpulan mana yang sesuai (Brookhart, 2010, hal. 68).

b) Membuat atau mengevaluasi kesimpulan induktif

Untuk menilai peserta didik dalam membuat atau mengevaluasi kesimpulan induktif, berikan peserta didik pernyataan, peristiwa atau beberapa informasi dalam bentuk grafik, tabel, atau daftar. Kemudian minta peserta didik untuk membuat kesimpulan yang logis dari informasi dan menjelaskannya. Untuk item pilihan ganda, mintalah peserta didik memilih kesimpulan yang logis dari serangkaian pilihan (Brookhart, 2010, hal. 74).

Untuk menilai peserta didik dalam mengambil keputusan, berikan peserta didik berupa skenario atau peristiwa, pidato, iklan, atau sumber informasi lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk membuat semacam penilaian kritis (critical judgment) (Brookhart, 2010, hal. 86). Jenis penilaian yang dipertimbangkan yaitu:

a) Mengevaluasi kredibilitas dari suatu sumber

Untuk menilai peserta didik dalam mengevaluasi kredibilitas suatu sumber, berikan peserta didik berupa peristiwa, pidato, iklan, atau sumber informasi lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk menentukan bagian mana dari informasi tersebut yang dapat dipercaya maupun bagian mana yang tidak dapat dipercaya (jika ada), dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 86).

b) Mengidentifikasi asumsi yang tersirat

Penilaian kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi asumsi, seringkali dapat diselesaikan dengan pertanyaan pilihan ganda. Untuk menilai peserta didik menggunakan item pilihan ganda dalam mengidentifikasi asumsi implisit, berikan peserta didik argumen atau penjelasan yang memiliki beberapa asumsi yang tidak dinyatakan secara jelas. Berikan satu pilihan yang merupakan asumsi implisit yang benar dan dua atau lebih pilihan yang bukan asumsi implisit. Kemudian minta peserta didik untuk memilih asumsi impilisit dari serangkaian pilihan. Untuk menggunakan item uraian, berikan peserta didik materi dan minta mereka secara langsung untuk mengidentifikasi asumsi implisit dan menjelaskan alasannya (Brookhart, 2010, hal. 88).

c) Mengidentifikasi strategi retoris dan persuasif

Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi strategi retoris dan komunikasi persuasif, berikan peserta didik

teks pidato, iklan, tajuk rencana, atau komunikasi persuasif lainnya. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi strategi dari suatu komunikasi yang digunakan untuk membujuk, dampak yang diharapkan dari strategi-strategi tersebut, atau mengidentifikasi setiap pernyataan atau strategi yang sengaja mengecoh (Brookhart, 2010, hal. 92).

6) Pemecahan masalah

Untuk menilai peserta didik dalam memecahkan masalah, berikan peserta didik peristiwa atau deskripsi masalah. Kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi strategi, atau mengevaluasi solusi yang paling efisien (Brookhart, 2010, hal. 102). Beberapa penilaian pemecahan masalah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi atau mendefinisikan masalah

Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, berikan peserta didik peristiwa atau deskripsi masalah dan minta peserta didik untuk mengidentifikasi masalah yang perlu diselesaikan. Atau sajikan pernyataan yang berisi masalah dan minta peserta didik mengajukan pertanyaan yang perlu dijawab untuk menyelesaikan masalah (Brookhart, 2010, hal. 102).

b) Mengidentifikasi ketidaktepatan untuk menyelesaikan masalah Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi ketidaktepatan pada masalah tertentu, tunjukkan materi interpretatif, peristiwa atau pernyataan masalah yang mungkin memuat beberapa informasi yang tidak relevan, kemudian minta peserta didik untuk mengidentifikasi informasi yang relevan maupun tidak relevan (Brookhart, 2010, hal. 104). c) Mendeskripsikan dan mengevaluasi beberapa strategi solusi

Untuk menilai peserta didik dalam mendeskripsikan berbagai strategi pemecahan masalah, berikan peserta didik

pernyataan masalah dan minta peserta didik untuk memecahkan masalah dengan dua cara atau lebih. Atau berikan pernyataan masalah serta dua atau lebih strategi yang dapat digunakan untuk menyelesaikannya, dan minta peserta didik untuk menjelaskan mengapa kedua strategi itu benar (Brookhart, 2010, hal. 107).

d) Membuat suatu model dari masalah

Untuk menilai peserta didik dalam membuat suatu model dari masalah, berikan peserta didik pernyataan masalah dan minta peserta didik menggambar diagram atau gambar yang menunjukkan situasi masalah. Nilai seberapa baik peserta didik merepresentasikan masalah tersebut (Brookhart, 2010, hal. 112).

e) Mengidentifikasi hambatan untuk menyelesaikan masalah Untuk menilai peserta didik dalam mengidentifikasi hambatan dan memutuskan apakah informasi tambahan diperlukan untuk menyelesaikan masalah, berikan peserta didik pernyataan masalah yang rumit untuk diselesaikan dan minta peserta didik untuk menjelaskan mengapa masalahnya sulit diselesaikan, mendeskripsikan hambatannya, dan mengidentifikasi informasi tambahan yang diperlukan (Brookhart, 2010, hal. 112).

f) Menjelaskan dengan data

Untuk menilai peserta didik dalam menjelaskan dengan data, berikan peserta didik materi interpretatif (cerita, gambar, grafik, tabel data, atau bagan) dan masalah yang memerlukan informasi dari materi tersebut. Kemudian minta peserta didik untuk menyelesaikan masalah dan menjelaskan prosedur yang mereka gunakan untuk mencapai solusi (Brookhart, 2010, hal. 115).

g) Menggunakan analogi

Penalaran analog memungkinkan peserta didik untuk menerapkan strategi solusi pada satu masalah dan masalah lain yang serupa. Untuk menilai peserta didik dalam menggunakan analogi, berikan peserta didik pernyataan masalah dan kemungkinan strategi solusinya, dan minta peserta didik untuk menyelesaikan masalah dan menjelaskan bagaimana solusinya dapat diterapkan untuk peristiwa atau masalah lainnya (Brookhart, 2010, hal. 119).

h) Menyelesaikan masalah secara terbalik

Untuk menilai peserta didik dalam menyelesaikan masalah secara terbalik, berikan peserta didik pernyataan masalah yang kompleks dan keadaan akhir yang diinginkan. Kemudian minta peserta didik untuk merencanakan strategi untuk mendapatkan kondisi akhir dari pernyataan masalah atau mendeskripsikan bagaimana solusi dari sebuah pertanyaan secara mundur (Brookhart, 2010, hal. 120).

7) Kreativitas dan berpikir kreatif

Cara terbaik untuk merangsang kreativitas adalah menginspirasi dengan memberikan tugas yang membebaskan kreativitas peserta didik. Untuk menilai kemampuan berpikir kreatif peserta didik, penilaian dilakukan dengan mengharuskan peserta didik menghasilkan beberapa ide baru atau produk baru, meminta peserta didik untuk mengatur ulang ide yang ada dengan cara baru, atau membingkai ulang petanyaan atau masalah dengan cara yang berbeda (Brookhart, 2010, hal. 132).

Retnawati, dkk. (2018) menyatakan bahwa membiasakan peserta didik dengan proses pembelajaran HOTS adalah penting untuk membantu mereka bersiap menyelesaikan masalah baru, menyesuaikan diri dalam suasana baru, dan membuat keputusan tentang masalah tertentu. Pemberian soal tipe HOTS juga memiliki peran diantaranya

adalah menyiapkan peserta didik yang berkompeten untuk menyongsong abad ke-21 dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik (Himmah, 2019).

Pentingnya mengembangkan HOTS menurut Samo (2017) memiliki beberapa alasan: 1) untuk mengorganisasi pengetahuan yang dipelajari ke dalam memori jangka panjang, 2) untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi terhadap berbagai masalah baru yang ditemukan dalam kehidupan, latihan untuk mengembangkan HOTS dalam pendidikan formal akan mengembangkan sikap dan cara berpikir kreatif untuk keluar dari masalah kehidupan yang kompleks, 3) mendorong terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat bersaing dengan negara lain.

Selain pentingnya mengembangkan HOTS, terdapat pula karakteristik. Widana (2017) menyebutkan ada 3 karakteristik penilaian HOTS, yaitu:

1) Mengukur kemampuan tingkat tinggi. HOTS, termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah (problem solving), kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, kemampuan berdebat (reasoning), dan kemampuan untuk membuat keputusan.

2) Berdasarkan masalah kontekstual. Penilaian HOTS biasanya memuat stimulus dalam bentuk kasus (berdasarkan kasus). Stimulus dapat mengarahkan peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan dalam situasi yang berbeda (kemampuan untuk mentransfer konsep).

3) Tidak rutin (tidak familiar). Penilaian HOTS bukan penilaian reguler yang diberikan di kelas. Penilaian HOTS yang tidak familiar mengharuskan peserta didik berpikir secara kreatif, karena masalah yang dihadapi belum pernah ditemui atau dilakukan sebelumnya.

Sedangkan karakteristik HOTS menurut Resnick dalam Pratama dan Retnawati (2018) diantaranya adalah: 1) non algorithmic, artinya

langkah-langkah tindakan tidak dapat sepenuhnya ditentukan di awal; 2) kompleks, yang berarti bahwa langkah-langkah tidak dapat dilihat atau ditebak langsung dari sudut pandang tertentu; 3) menghasilkan banyak solusi; 4) melibatkan perbedaan pendapat atau interpretasi; 5) melibatkan penerapan berbagai kriteria; 6) melibatkan ketidakpastian; 7) menuntut kemandirian dalam proses berpikir; 8) melibatkan makna yang mengesankan; 9) membutuhkan kerja keras.

Untuk karakteristik penilaian yang membutuhkan HOTS adalah: 1) tidak rutin (tidak diketahui sebelumnya); 2) kompleks; 3) menghasilkan banyak solusi atau sudut pandang; 4) melibatkan ketidakpastian; 5) melibatkan proses pembuatan makna; 6) melibatkan pemecahan masalah yang membutuhkan kerja keras.

Dokumen terkait