• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

28

INTERNALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARAT

Zulaidisjah

Kepala MTsN 4 Aceh Barat Email: zulaidisjah-07@yahoo.co.id

Abstrak

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah; untuk mengetahui peran dan strategi keluarga dalam menginternalisasikan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua dan untuk mengetahui kendala dan solusinya dalam pelaksanaan internalisasi nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua dalam keluarga. Sedangkan metode yang penulis gunakan yaitu; Studi Pustaka (Library Research), Studi Lapangan (Field Research), yaitu dengan menggunakan teknik: wawancara, observasi dan dokumentasi. Peran dan strategi keluarga dalam menginternalisasikan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua, diantara cara-cara yang dapat dilaksanakan, yaitu: contoh teladan, pembiasaan, memberikan nasihat, pengawasan, Adapun kendala dan solusinya, yaitu: Para orang tua tidak memiliki waktu yang cukup dalam pembinaan bagi anak-anaknya. Sebenarnya tahapan-tahapan pembinaan dan pendidikan bagi anak-anak dalam lingkungan keluarga sudah dilalui walaupun tidak sepenuhnya, namun fungsi kontrol dari kedua orang tua ketika anak-anak berada di lingkungannya tidak lagi terawasi dengan baik.

(2)

29 A. Pendahuluan

Pendidikan adalah proses sepanjang masa yang terus menerus selalu dibutuhkan manusia dalam menapaki kehidupan di dunia demi mencapai kebahagiaan hakiki. Menurut Haris Supratno dalam bukunya Muchlis Samadi, menyatakan bahwa; "Pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi keluarga maupun negara yang sangat bermakna, pendidikan yang bermakna merupakan upaya membantu anak-anak untuk memperdayakan potensi yang dimilikinya, sebagai bekal hidup di masa yang akan datang, untuk memperoleh kebahagian hidup di dunia dan di akhirat yang hakiki".

Dalam pencapaian kebahagiaan yang hakiki, maka pendidikan khususnya pendidikan Islam memiliki tujuan utama yang menjadi tonggak yaitu membentuk akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang bermoral, berjiwa bersih, berkemauan keras, cita-cita besar, dan memiliki akhlak yang tinggi serta luhur. Pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Pencapaian suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.

Sementara pendidikan di Indonesia lebih menekankan aspek kognitifnya saja sehingga yang terjadi adalah dekadensi moral dikalangan anak-anak, remaja maupun dewasa dan terjadi ketimpangan ketiga aspek (kognitif, afektif, psikomotorik). Padahal masih ada nilai-nilai tertinggi yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya sebagai kebutuhan naluri manusia yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual yang perlu ditanamkan dalam implementasi kurikulum pendidikan nasional bertujuan utamanya adalah mempersiapkan generasi baru yang nantinya dapat menginternalisasikan moral, budi pekerti (akhlak) yang baik dan sekaligus mampu menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Inilah objektifikasi kecerdasan spiritual dalam praktek kehidupan sehari-hari.

Hakikat pendidikan Islam merupakan suatu usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak-anak atau generasi penerus melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Proses kependidikan dalam Islam mengacu pada empat potensi tersebut dan ini menjadi

(3)

30

tujuan fungsional pendidikan Islam sehingga tercapai tujuan akhir pendidikan yaitu manusia yang mukmin, mukhsin, dan mukhlisin, muttaqin yang berakhlaq mulia.

Berlandaskan tujuan akhir pendidikan Islam adalah tercapainya pendidikan akhlaq yang luhur, maka di sinilah peran pendidikan dalam Islam untuk membimbing, mengarahkan, membentuk anak-anak secara bertahap atau berangsur-angsur demi terwujudnya tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai "abdun" (hamba Allah) dan sebagai "khalifah" (pemimpin) di bumi.

Keluarga dalam hal ini adalah orang tua yang mana merupakan peletak dasar yang utama bagi pendidikan selanjutnya serta orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak.

Menjadi hal yang tidak boleh dilupakan pula bahwa dalam mendidik anak, seorang pendidik hendaknya memahami perkembangan anak-anaknya yang meliputi perkembangan fisik, motorik, intelligensi, sensoris, linguistis, dan emosional serta yang paling urgen yaitu spiritualnya.

Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan Islam tidak hanya formal tetapi juga informal dan non formal, sehingga pendidikan Islam dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Memahami lingkungan pendidikan Islam tidaklah dapat dipisahkan dari pada pemahaman akan konsepsi pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan merupakan proses yang berlanjut terus menerus, sebagai suatu proses yang berlangsung dalam bermacam-macam situasi dan lingkungan, baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah dan masyarakat. Tiap-tiap lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh pada proses pembinaan dan pembentukan individu melalui pendidikan yang diterimanya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pendidikan keimanan dan akhlak harus ditanam kepada si anak sejak usia dini, dengan cara membiasakan mereka melaksanakan perintah Allah Swt sejak kecil seperti shalat, mengaji serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt. Dan mereka perlu dibentengi dengan iman yang kuat, sehingga tidak membuat mereka sombong dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini perlu disadari oleh setiap orang tua terhadap pembentukan jiwa anak yang Islami.

Pada zaman modern seperti yang kita rasakan saat ini, sebagian orang tua sering dihadapkan pada kesukaran dalam menentukan pola dan teknik yang efektif

(4)

31

digunakan dalam membina anak dalam lingkungan keluarga, serta materi-materi pembinaan yang sesuai dengan fase perkembangan anak.

Dari uraian tersebut, maka peran dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah sangat penting dalam membimbing, mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya dan menanamkan pendidikan akhlaq sebagai jiwa dari pendidikan Islam secara berangsur-angsur dan bertahap sampai tercapai tujuan pendidikan. Orang tua bertanggung jawab penuh demi masa depannya terutama dalam pembentukan kecerdasan (fitrah) baik intelligensi, emosional, terlebih lagi spiritual.

Dari uraian di atas, maka pendidikan dalam keluarga itu sangat penting. Karena mengingat dewasa ini banyak orang tua yang kurang memahami bagaimana kewajibannya terhadap anak-anak dalam keluarga, mereka sibuk dengan dirinya sendiri dan pekerjaannya tanpa meluangkan waktu sedikitpun dalam hal pendidikan dan perkembangan kepribadian untuk anak-anaknya, padahal penanaman nilai-nilai budi pekerti itu lahir dari keluarga yakni orang tua sebagai pendidik tunggal dalam lingkungan keluarga.

Dari semua uraian dan permasalahan di atas, penulis ingin mengkaji secara lebih mendalam adakah selama ini anak-anak yang bermasalah tersebut mendapatkan bimbingan dan pendidikan yang layak di lingkungan keluarga di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Internalisasi nilai Kejujuran dan Ta’at kepada Orang tua dalam Keluarga

Internalisasi diartikan sebagai penghayatan. Bisa juga diartikan sebagai “pendalaman; pengasingan”. Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat dan seterusnya di dalam kepribadian.

a) Karakteristik Pertumbuhan Anak-anak dan Perkembangannya

Fase anak-anak dalam pandangan Islam disebut dengan fase pra baligh, yaitu fase di mana usia anak menuju ambang remaja. Usia ini anak belum memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia belum dapat diberikan beban tanggung

(5)

32

jawab, terutama tanggung jawab agama dan sosial. Pada fase ini tingkat intelektual seseorang belum dalam kondisi puncaknya, sehingga anak-anak belum mampu membedakan perilaku yang benar dan salah, baik dan buruk.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri anak-anak, kecenderungan anak-anak akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar anak-anak dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik dan penuh tanggung jawab.

b). Pengaruh Lingkungan Terhadap Akhlak Anak-anak

Anak-anak dan remaja adalah generasi muda yang merupakan sumber insani bagi pembangunan nasional, untuk itu pula pembinaan bagi mereka dengan mengadakan upaya-upaya pencegahan pelanggaran norma-norma agama dan masyarakat. Dalam pembinaan akhlak dipengaruhi oleh beberapa pengaruh diantaranya.

1). Lingkungan Keluarga

Pada dasarnya, masjid itu menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya. Dengan demikian, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat Islam.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan masyarakat alamiah, pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya.

2. Peran dan Strategi Keluarga dalam Menginternalisasikan Nilai Kejujuran dan Ta’at kepada Orang tua

1. Keteladanan

Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam pendidikan Islam dan telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah Saw. Keteladanan ini memiliki nilai yang sangat penting dalam pendidikan Islam, karena memperkenalkan perilaku yang baik melalui keteladanan, sama halnya memahami sistem nilai dalam bentuk nyata.

(6)

33

Melalui strategi keteladanan ini, memang orang tua tidak secara langsung memasukkan hal-hal yang terkait dengan keteladanan tersebut dalam setiap pembinaan. Artinya, nilai-nilai moral religius seperti ketaqwaan, kejujuran, keikhlasan, dan tanggung jawab yang ditanamkan kepada anak-anak merupakan sesuatu yang dilakukan secara pelan-pelan dan nyata. Melalui cerita para tokoh penting dan orang tua yang diteladani dengan harapan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menjadi sesuatu yang menarik dan dapat ditiru atau diteladani oleh anak-anak.

2. Latihan dan Pembiasaan

Ahmad Amin seperti dikutip Humaidi Tatapangarsa, mengemukakan bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan. Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap hari.

Strategi pembiasan ini sangat afektif untuk diajarkan kepada anak-anak yang masih puber, karena mereka belum terpengaruh oleh budaya-budaya yang negatif dan arus globalisasi yang rusak. Apabila anak-anak dibiasakan dengan akhlak yang baik maka akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan pergaulan yang Islami pula, kalau mereka tinggal di lingkungan yang baik maka sangat mudah berinteraksi dengan pembiasaan lingkungan yang mencerminkan nilai-nilai Islami.

3. Mengambil Pelajaran

Mengambil pelajaran yang dimaksud disini adalah mengambil pelajaran dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena, peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa lampau maupun sekarang.

Abd Al-Rahman Al-Nahlawi, mendefinisikan ibrah (mengambil pelajaran) dengan kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati menjadi tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berfikir sosial yang sesuai.

(7)

34 4. Pemberian Nasehat

Rasyid Ridha, seperti dikutip Burhanudin mengartikan nasehat (mauidzah) sebagai peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan”.

5. Pemberian Janji dan Ancaman (targhib wa tarhib)

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk.

Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah Swt, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah Swt, dengan kata lain tarhib adalah ancaman dari Allah Swt yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para hamba-Nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta melakukan kesalahan dan kedurhakaan.

6. Kedisiplinan

Dalam lingkungan sebuah keluarga aturan-aturan yang sudah menjadi tata tertib harus ditaati oleh setiap anak-anak dan anggotanya. Sedangkan pelaksanaan takzir biasanya dilakukan oleh pengurus itu sendiri. Semua itu demi menjaga kedisiplinan untuk kelancaran proses belajar mengajar di lembaga itu sendiri.

Internalisasi nilai-nilai pendidikan akhlak perlu dilakukan dalam keseluruhan proses pendidikan dalam sebuah keluarga, dalam kegiatan ekstra dan intra, dan dalam semua aspek kehidupan. Anak-anak dapat melakukan hal ini melalui penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik tulisan mengenai kebaikan, penggunaan strategi dan klarifikasi nilai dan dilema moral, tidak merokok, tidak berperilaku korup, dermawan, tidak berbohong, dan sebagainya.

Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua

(8)

35

untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik.

Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses internalisasi pendidikan agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilai-nilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis.

Di samping menjadi institusi domestik, keluarga juga dapat menjadi institusi sosialisasi sekunder. Maksudnya adalah bahwa keluarga berperan menghantarkan anak-anak untuk memasuki wilayah sosial yang lebih besar, seperti lingkungan sosial. Dalam konteks ini, keluarga menjadi pengatur dan designer anak untuk memilih lingkungan mana yang tepat dan baik dalam menumbuhkan kepribadian. Keluarga bertanggung jawab untuk mengarahkan anak-anaknya memasuki lingkungan sosial yang baik agar anak terhindari dari pengaruh lingkungan yang tidak sehat.

1). Akhlakul Karimah dalam Rumah Tangga

Keberhasilan anak bukan karena guru, tapi dengan orang tuanya. Anak berprestasi bukan karena gurunya, tapi karena orang tuanya sudah mencetak generasi yang seperti itu. Sebaik-baik orang tua adalah orang tua yang mampu membuat anaknya menjadi generasi rabbani, yang memiliki akhlak dan adab seperti Rasulullah Saw. Semoga dengan informasi tentang cara mengajarkan akhlak yang baik kepada anak ini, kita bisa menjadikan anak menjadi generasi rabbani dan beradab. Orang tua harus lebih memperhatikan, membimbing, dan mendidik anak dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

2). Akhlak Anak terhadap Orang tua

Orang tua sering kali mengerahkan segenap jerih paya mereka untuk menghindarkan bahaya dari diri kita. Mereka bersedia kurang tidur agar kita bisa beristirahat. Mereka memberikan kesenangan-kesenangan kepada kita yang tidak bisa kita raih sendiri. Mereka memikul berbagai penderitaan dan mesti berkorban dalam bentuk yang sulit kita bayangkan.

(9)

36 a. Kewajiban kepada ibu

Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara langsung, maka bapak pun merawatnya, mencari nafkahnya, membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disamping usaha ibu. Kalau mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat membedakan mana yang baik dan buruk), seorang ibu sangat berperan, maka setelah mulai memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya, mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa, namun apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai mengandung sampai dewasa dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah terhadap putranya, maka secara perbandingan, tidaklah keliru apabila dikatakan lebih berat tugas ibu dari pada tugas ayah. Walaupun bukan berarti ayahnya tidak dimuliakan, melainkan hendaknya mendahulukan ibu daripada mendahulukan ayahnya dalam cara memuliakan orang tua.

b. Berbuat baik kepada ibu dan ayah

Seorang anak menurut ajaran Islam diwajibkan berbuat baik kepada ibu dan ayahnya, dalam keadaan bagaimanapun. Artinya jangan sampai si anak menyinggung perasaan orang tuanya, walaupun seandainya orang tua berbuat lalim kepada anaknya, dengan melakukan yang tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak berbuat tidak baik, atau membalas, mengimbangi ketidakbaikan orang tua kepada anaknya, Allah Swt tidak meridhainya sehingga orang tua itu meridhainya.

c. Berkata halus dan mulia kepada ibu dan ayah

Agar anak berlaku lemah lembut dan sopan kepada orang tuanya, harus dididik dan diberi contoh sehari-hari oleh orang tuanya bagaimana sianak berbuat, bersikap, dan berbicara. Kewajiban anak kepada orang tuanya menurut ajaran Islam harus berbicara sopan, lemah-lembut dan mempergunakan kata-kata mulia.

Sebagai pedoman dalam memberikan perlakuan yang baik kepada kedua orang tua, ingatlah Firman Allah Swt dalam surah al-Israa’ ayat 23 dan 24, yang artinya:

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut

(10)

37

dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. al-Israa’: 23-24).

Salah satu tugas yang diemban oleh orang tua adalah menanamkan nilai-nilai luhur budaya kepada anak-anak, termasuk nilai-nilai-nilai-nilai keagamaan yang bersumber dari ajaran agama Islam. Hal ini perlu dilakukan oleh oreang tua dalam upaya membentuk keperibadian manusia yang paripurna dan kaffah. Kegiatan pendidikan, harus dapat membentuk manusia dewasa yang berakhlaq, berilmu dan terampil, serta bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain.

Ada dua bentuk upaya yang dilakukan oleh kegiatan pendidikan dalam melestarikan suatu kebudayaan beserta nilai-nilai akhlaq dan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Yaitu apa yang disebut dengan transformasi nilai dan internalisasi nilai.

Jadi upaya yang dilakukan oleh orang tua untuk mewariskan nilai-nilai akhlak kepada anak-anak, sehingga nilai-nilai akhlak itu menjadi milik anak-anak, disebut sebagai upaya mentransformasikan nilai, sedangkan upaya yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai akhlak ke dalam jiwa anak-anak, sehingga menjadi kepribadiannya yang disebut dengan upaya untuk menginternalisasikan nilai.

Demikian juga halnya dengan pendidikan akhlak. Dia harus diberikan kepada anak-anak secara terencana dan sistematis, sesuai dengan konsep-konsep yang telah ditetapkan dalam ajaran syariat Islam. Adapun yang berperan dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai akhlak Islam di rumah tangga ialah orang tua atau wali anak.

Selanjutnya, dengan memberikan suri tauladan yang dicontohkan oleh orang tua kepada anak-anaknya, juga akan memberikan dampak yang sangat besar dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai Islam kepada anak-anak tersebut. Karena, suri tauladan adalah alat pendidikan yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan nilai-nilai ajaran Islam. Melalui contoh yang diberikannya,

(11)

38

orang tua menampilkan dirinya sebagai suri tauladan bagi anak-anaknya dalam bentuk tingkah laku, gaya berbicara, cara bergaul, tabiat yang menjadi kebiasaan, tegur sapa, amal ibadah dan lain-lain sebagainya. Akhlak yang ditampilkan orang tua dalam bentuk tingkah laku dan perkataan, tentu akan dapat dilihat dan didengar langsung oleh anak-anaknya.

Zakiah Daradjat, mengomentari tentang sikap memberikan contoh dengan suri tauladan ini. Dia mengatakan, bahwa latihan keagamaan, yang menyangkut akhlak atau ibadah sosial, atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting dari pada penjelasan dengan kata-kata. Latihan-latihan ini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh orang tua. Oleh karena itu guru agama hendaknya mempunyai kepribadian, yang dapat mencerminkan ajaran agama yang diajarkannya kepada anak-anak. Lalu sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.

Di dalam Islam, akhlak yang diajarkan kepada anak-anak bukan hanya untuk dihafal menjadi ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif semata, tapi juga untuk dihayati dan menjadi suatu sikap kejiwaan dalam dirinya dan harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat psykomotorik. Islam adalah agama yang menuntut para pemeluknya untuk mengamalkan apa yang diketahuinya menjadi suatu amal shaleh.

Hal ini berarti, bahwa ajaran tentang akhlak yang dipelajari dan diajarkan, harus dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu pendidik harus dapat memberikan motivasi agar semua ajaran akhlak dapat diamalkan dalam kehidupan pribadi anak-anak, agar nilai-nilai luhur agama dapat terwujud dalam setiap perilaku manusia.

3. Kendala dan Solusi dalam Pelaksanaan Internalisasi Nilai Kejujuran dan Ta’at kepada Orang tua dalam Keluarga

Pembentukan akhlak membutuhkan pembiasaan sejak dini. Akhlak tidak dapat dibentuk dalam waktu yang singkat. Adanya peran pendidikan, khususnya pendidikan keluarga akan sangat membantu dalam pembentukan pribadi yang utama. Sejak manusia dilahirkan, ia sangat awam terhadap nilai-nilai universal

(12)

39

yang terkandung dalam eksistensinya hidup di dunia. Dalam istilah agama dapat diartikan berada dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun.

Dalam perspektif sosiologis, manusia sebagai individu tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku yang hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Hal ini didasarkan pada teori struktur fungsional dari Radclife Brown. Menurut teori ini, individu dibebani berbagai peranan yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup. Baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan demikian, lingkungan dalam konteks yang spesifik yakni keluarga, memainkan peranan penting dalam proses pendidikan anak-anak.

Berdasarkan atas adanya hubungan yang bersifat kodrati antara anak dan orang tua, Zakiah Daradjat, menyatakan bahwa orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung yang dengan sendirinya akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh itu.

Adapun salah satu cara untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera yaitu adanya pendidikan yang baik dan tepat dalam lingkungan keluarga. Hal demikian karena pendidikan keluarga memiliki beberapa fungsi yaitu:

Adapun kendala-kendala dalam menginternalisasikan nilai Kejujuran dan ta’at kepada orang tua, terdiri dari:

a. faktor orang tua, orang tua mengalami kesulitan dalam menginternalisasikan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua karena keterbatasan waktu dalam pembinaan anak-anak;

b. faktor anak-anak, pemahaman anak-anak yang salah terhadap kebiasaan yang dianggap lumrah atau wajar yang merupakan bagian dari tindakan kejujuran dan ta’at kepada orang tua; c. faktor lingkungan, pengaruh negatif dari lingkungan anak-anak.

Lingkungan tempat tinggal anak-anak sangat mempengaruhi perilaku. Teman yang baik akan membawa perilaku yang baik pada diri individu begitu juga sebaliknya.

(13)

40

Solusi dalam mengatasi kendala-kendala internalisasi nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua dalam lingkungan keluarga, yaitu:

a. faktor orang tua, orang tua harus teliti, cermat, berkreativitas dalam menginternalisasikan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua yang telah diintegrasikan. Orang tua juga harus menambah pengetahuan dan pengalaman agar setiap proses internalisasi nilai kejujuran an ta’at kepada orang tua dapat dengan mudah meresap dalam diri anak-anak;

b. faktor anak-anak, para orang tua senantiasa menanamkan, mendidik, dan mengingatkan anak-anak akan pentingnya nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua dengan selalu memberi contoh atau suri teladan yang baik bagi anak-anak;

c. faktor lingkungan, peran orang tua untuk selalu mendidik dan mengawasi pergaulan anak-anaknya di lingkungan rumah sehingga anak selalu dalam pengawasan orang tua.

C. Kesimpulan

1. Internalisasi nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua dalam keluarga bagi anak-anak di Kecamatan Johan Pahlawan, pelaksanaannya tidak ditetapkan jadwal hanya saat-saat tertentu saja tergantung situasi dan kondisi orang tua, terlebih kadang-kadang orang tidak memiliki waktu yang cukup dalam hal pembinaan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua.

2. Peran dan strategi keluarga dalam menginternalisasikan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua di Kecamatan Johan Pahlawan, yaitu Keluarga memegang peranan yang penting dalam menentukan kepribadian seorang anak, karena keluarga adalah lingkungan pertama yang dilalui oleh anak sejak ia dilahirkan.

3. Adapun kendala dan solusi yang harus diperhatikan oleh semua pihak, khususnya para orang tua dalam pembinaan nilai kejujuran dan ta’at kepada orang tua bagi anak-anak, yaitu: Para orang tua tidak memiliki waktu yang cukup, menganggap tanggung jawab ibunya di rumah, serah pada guru,

(14)

41

fungsi kontrol dari kedua orang tua ketika anak-anak berada di lingkungannya tidak lagi terawasi dengan baik.

(15)

42

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Pent. Dahlan & Sulaiman, Bandung: Diponegoro, 1992.

Abu Tauhied, Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1990.

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa, 2003.

Ali Saipullah HA, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Ali Syaifullah, Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Amir Dain Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1973.

Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Fuad Ihsani, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Suatu Analisa Sosio Psikologikal, Kuala Lumpur: Pustaka Antara, 1979.

Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Umum dan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlaq, Surabaya: Bina Ilmu, 1990. Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta, LKIS; 2004. Jalaluddin Muchtar, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja

Rosda Karya, 1993.

Jalaludin, Mempersiapkan Anak Shaleh, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islami, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Khairuddin Bashori, Psikologi Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2006.

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

(16)

43

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Rosda Karya, 1991.

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Muchlas Samani, Menggagas Pendidikan Bermakna, Surabaya: SIC, 2007.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, ( Terj. Salman Harun), Bandung: Al-Ma’arif, 1993.

Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar; Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung: Refika Aditama, 1998.

Murthada Muthahari, Jejak-Jejak Rohani, Bandung: Pustaka Hidayah, 1996.

Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Ramayulis, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta; Kalam Mulia, 2001. Sahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan, Padang; Angkasa Raya, 1987.

Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar; 2004. Syafaat, Peranan Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. Syafi’i Ma’arif, Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1991.

Tamyiz Burhanudin, Akhlaq Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlaq, Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001.

Tim Penyusun, UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003.

Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2006. ---, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

---, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

---, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhana, 1995. Zuhairini dkk., Metodik khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Bersama, 1983

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pendapatan bersih, keuntungan tambahan dari penggunaan tepung daun singkong terfermentasi, break even point (BEP), pay back

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas waji dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib

(2), Pasal 52 ayat (2) dan (3), Pasal 54 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah guru dan dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan

indeks, 45.8 persen. Pelayanan akademik yang diberikan oleh IAIN SAS Bangka Belitung kepada mahasiswa berada pada kategori cukup puas. Hasil ini pada dasarnya masih

Jika pemberi materi dengan pembuat soal adalah dosen yang sama, maka pola baca mahasiswa memiliki keterkaitan signifikan dengan prestasi akademik, atau dapat

itu, perlu kiranya dilakukan pembuktian terhadap sampel tanah yang berasal dari kotak ekskavasi khususnya pada tanah yang berasal dari tempayan kubur yang terdapat di Situs

Penambahan tepung gaplek pada silase limbah sayuran dapat memengaruhi tekstur silase karena tepung gaplek memiliki bahan kering yang tinggi sehingga kadar air yang