• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA PUISI SAJAK PUTIH KARYA CHAIRIL ANWAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA PUISI SAJAK PUTIH KARYA CHAIRIL ANWAR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: 2089-3884

PENYIMPANGAN GRAMATIKAL PADA PUISI

“SAJAK PUTIH” KARYA CHAIRIL ANWAR

Husnul Muhaiminah e-mail: chuzcherry@yahoo.com ABSTRACT

One of the causes that makes poem differs from othe literary work is the poet use his creativity in using language to make a poem. Include in grammatical deviation that a poet does purposely to get a beautiful poem. This paper aims to reveal the forms of grammatical deviation in the level of morphology and syntax in “Sajak Putih”. The method which is used in this research is descriptive analysis to get comple information and knowledge. The result of this research shows that there are some deviation in level of morphology and syntax. e.g : morphology deaviation in process of affixation, where it often omits of morpheme which is needed in affixation process. ABSTRAK

Salah satu hal yang membuat puisi berbeda dari karya satra lainnya adalah karena penyair menggunakan kekreatifannya dalam bahasa untuk menciptakan sebuah puisi. Termasuk dalam penyimpangan gramatikal yang penyair lakukan dengan sengaja untuk memperoleh suatu puisi yang indah. Seperti pada puisi Chairil Anwar yang berjudul “Sajak Putih”. Paper ini bertujuan untuk menyingkap segala bentuk penyimpangan gramatikal pada tataran morfologi dan sintaksis yang terjadi pada puisi “Sajak Putih”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif untuk menemukan informasi dan kelengkapan pengetahuan yang diperlukan. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukan bahwa terdapat beberapa penyimpangan dalam tataran morfologi dan sintaksis, misalnya pada penyimpangan tataran morfologi yaitu dalam proses afiksasi, dimana sering terjadi penghilangan morfem yang dibutuhkan dalam proses afiksasi. Kata kunci: penyimpangan, gramatikal, puisi.

A. PENDAHULUAN

Sejak jaman dahulu hingga sekarang, puisi merupakan karya sastra yang populer. Karya sastra ini lahir dari sebuah pemikiran seorang penyair, dipandang sebagai pengalaman seseorang baik itu dapat dilihat secara langsung atau tidak. Hasil karya pemikiran ini merupakan karya yang memiliki kandungan kebahasaan yang

(2)

kompleks. Dengan berbagai unsur-unsur yang ada di dalamnya seperti unsur bahasa dan estetika yang saling melengkapi, maka puisi ini memiliki keterkaitan makna antara satu dengan yang lainnya. Pada hakikatnya, puisi merupakan sebuah karya yang merupakan bentuk yang menurut pada aturan tata bahasa dengan makna yang terikat pada aturan bahasa itu. Namun dalam mengungkapkan sebuah gagasan dalam puisi, seorang penyair memiliki cara mereka sendiri. Bahasa dalam puisi sedikit berbeda dengan bahasa ilmiah lainnya. Puisi mempunyai kekhasan tersendiri, pertama adalah ketidaklangsungan ekspresi atau makna yang disebabkan oleh tiga hal: (Riffaterre, 1978: 2) pertama adalah

penggantian arti (displacing of meaning), kedua adalah

penyimpangan arti (distorting of meaning) , dan yang ketika adalah penciptaan makna (creating of meaning). Ketidaklangsungan gagasan atau makna tersebut merupakan suatu ekspresi dari seorang penyair. Oleh karena itu, dalam memahami sebuah puisi, tidak hanya dibutuhkan kemampuan dalam memahami kode sastra, namun juga harus memiliki kemampuan dalam memahami kode bahasa. Dalam hal ini, puisi itu sendiri memiliki ketatabahasaan dalam puisi yang dinamakan lisensa poetika, di mana lisensa poetika itu sendiri adalah hak seorang penyair untuk mengabaikan aturan dan kesepakatan secara umum yang dianut oleh para pengguna bahasa (Leech, 1969: 36). Kebebasan itu diartikan sebagai sebuah kebebasan yang diberikan kepada penyair ntuk memanipulasi penggunaan bahasa untuk menimbulkan efek tertentu dalam karyanya.

Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para penyair ini menyebabkan sulitnya bagi para pembaca untuk memahami sebuah pesan atau isi yang terkandung dalam sebuah puisi. Fenomena seperti ini sangat wajar ditemui di Indonesia. Oleh karena itu, cukup penting bagi penulis untuk meneliti penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam puisi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui segi-segi penyimpangan dalam puisi di Indonesia khususnya pada puisi Chairil Anwar yang berjudul “Sajak Putih”. Dalam teori lisensa poetika, terdapat beberapa jenis-jenis penyimpangan gramatikal yang ada dalam puisi. Dalam penelitian kali ini, penulis membatasi hanya dalam aspek morfologis dan

(3)

sintaksis. Dalam penelitian ini, akan diketahui pola-pola penyimpangan yang terjadi dalam puisi Chairil Anwar tersebut.

Masalah pokok dalam penelitian adalah (1) bagaimana wujud penyimpangan morfologis dalam puisi Chairil Anwar “Sajak Putih”, (2) bagaimana wujud penyimpangan sintaksis dalam puisi Chairil Anwar “Sajak Putih”, (3) perumusan pola penyimpangan kaidah morfologis dan sintaksis dalam puisi Chairil Anwar “Sajak Putih”. Kedua masalah pokok ini merupakan ruang lingkupnya dari beberapa rumusan masalah, yaitu penyimpangan pada kontruksi kata, penyimpangan kontruksi frasa, penyimpangan kontruksi klausa, upaya penyerdehanaan ungkapan, dan perumusan pola pada penyimpangan kaidah morfologis dan sintaksis.

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, dimana metode analisis deskriptif dilakukan untuk menemukan informasi dan kelengakapan pengetahuan tentang objek yang diteliti yang kali ini berupa salah satu karya satra yaitu puisi.

B. LANDASAN TEORI

Penelitian ini berdasarkan pada teori linguistik strukturalis yang mengacu pada teori Fungsi Estetika yang dicetuskan oleh Jan Mukarovsky pada tahun 1930-an dan awal tahun 1940-an. Jan Mukarovsky adalah salah satu tokoh dalam aliran Praha. Aliran Praha itu sendiri adalah salah satu pengikut aliran Saussure, teori Strukturalisme. Aliran Praha memfokuskan penelitian-penelitiannya pada fungsi kegunaan bahasa. Teori fungsi estetika ini sendiri oleh Jan Mukarovsky dituangkan dalam bukunya Aesthetic Function, Norm, and Value as Social Facts. Fungsi estetik itu sendiri menurut Mukarovsky adalah penyimpangan unsur-unsur linguistik yang sengaja untuk maksud estetika. Ia menyebutkan bahwa munculnya telaah estetik tidak lepas dari penelitian formal struktural. Jika telaah struktural hanya menekankan pada telaah makna sehingga aspek-aspek yang mengungkapkan fakta estetik seperti terabaikan, kemudian muncul telaah estetika. Telaahnya ini sangat tepat dikembangkan dalam bidang penerjemahan dan karya sastra, dan dengan teorinya ini ia dianggap sebagai peletak dasar Teori Resepsi Sastra. (Chaedar, 1993: 40)

(4)

Penelitian ini juga mengikuti teori linguistik struktural yang menegaskan bahwa objek linguistik adalah langue dan untuk menelaahnya diperlukan parole, yaitu fenomena atau data linguistik yang sebenarnya. Langue itu tidak lain dari sistem suatu bahasa yang akan dideskripsikan secara sinkronik sebagai satu kesatuan elemen yang saling berkaitan, dalam langue juga terdapat pola yang fleksibel yang memungkinkan adanya variasi dalam unit serta pemilihan dan penyusunan unit-unit sejauh tidak melanggar batas.

Distorsi (penyimpangan) yang diturunkan Jan Mukarovsky

merupakan penyimpangan pola dalam norma sosial, namum masih dibatasi sistem tanda, karena unit-unit yang menyimpang itu juga berasal dari sistem itu sendiri. Dalam kritik sasra, istilah ini dinamakan deautomatization (deautomatisasi atau defamiliarisasi)

Dalam puisi, unit-unit lingual di dalamnya diproses secara berbeda atau lain dari kaidah umum gramatika bahasa Indonesia, maka ini juga dikategorisasikan sebagai wujud penyimpangan gramatikal. Penyimpangan gramatikal ini selanjutnya diidentifikasi menjadi penyimpangan-penyimpangan kaidah morfologis dan sintaktis. Puisi juga terikat dengan sajak, baris, tekanan, dan intonasi di samping pemilihan kata dan tertib susunannya. Kesemua ini membentuk puisi sebagai satu kesatuan sebuah karya sastra.

Sebagai kesatuan deautomisasi, yang kemudian sewaktu

menikmatinya kita mengembalikan pada biasanya, pola yang normal yang mudah dipahami sehari-hari. Proses tersebut dinamakan

naturalisasi.

C. ANALISIS SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku

(5)

Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka Antara kita Mati datang tidak membelah...

Penyimpangan gramatikal yang terjadi pada tataran

morfologis bertujuan untuk mendapatkan variasi stilistika dengan bentuk kata yang kontras dengan kata yang biasa digunakan oleh masyarakat umum. Selain juga digunakan untuk mendapatkan konstruksi kata yang lebih singkat dan mendapatkan rima yang diinginkan oleh penyair. Penyimpangan pada tataran morfologis ini biasanya terjadi dalam afiksasi, reduplikasi, dan dalam kata majemuk. Dalam penyimpangan tataran sintaksis, bertujuan untuk mendapatkan bentuk bahasa yang tidak biasa atau kreatif, selain itu juga bertujuan untuk menekankan ungkapan-ungkapan yang ada di puisi, dan juga untuk memperindah pemaknaan dalam puisi tersebut dan juga untuk keperluan penataan irama pada puisi tersebut. Bentuk-bentuk penyimpangan gramatikal dalam tataran sintaksis biasanya dalam puisi di Indonesia, ditandai dengan gejala urutan yang tidak sesuai dengan kaidah sintaksis, penghilangan morfem-morfem tertentu dan terbentuknya kombinasi-kombinasi baru yang berbeda dan tidak mengindahkan dengan kaidah tata bahasa Indonesia.

1) Bersandar pada tari warna pelangi  Bersandar pada tari berwarna pelangi

Pada baris pertama dari puisi Chairil Anwar yang berjudul “Sajak Putih” ini, dimulai dengan bersandar pada tari warna

pelangi. Kalimat pertama dari puisi ini mempunyai makna bahwa

ada seorang gadis yang duduk di depan si aku. Dan si aku itu, ia bersandar pada suatu senja yang indah penuh dengan warna-warni pelangi. Pada kalimat pertama pada puisi ini, terdapat satu kata yang masuk dalam penyimpangan gramatikal, yaitu penyimpangan pada tataran morfologi dan tataran sintaksis. a. Penyimpangan pada tataran morfologi, itu bisa dilihat pada

kata warna. Jika dilihat dari makna yang sebenarnya atu makna yang tersirat dalam kalimat tersebut. Dalam hal ini

(6)

ada dua pilihan kata yang sebenarnya ingin diungkapkan oleh si penyair adalah berwarna. Dengan kata lain, penyimpangan kaidah morfologi ini terjadi pada tataran kata dengan penghilangan afiksasi sebagai permasalahannya. Dalam hal ini, penyair berupaya untuk menyederhanakan kata yang digunakan dalam puisinya dengan menghilangkan afiksasi.

b. Pada hal tataran sintaksis, kata warna yang berkaitan

dengan frasa tari warna pelangi juga mengalami

penyimpangan pada tataran frasa. Dimana dalam kaidah bahasa Indonesia dengan penggunaan EYD, kata sifat

warna pelangi yang menjelaskan kata nominal tari tidak

sesuai dengan kaidah. Kata warna disini mempunyai kelompok kata yang sama dengan tari, yaitu kelompok kata nominal. Maka itu untuk merubah dari nominal menjadi adjektiva untuk menjelaskan kata tari, kata warna diberi imbuhan prefiks ber-. Sehingga ia akan berbunyi tari berwarna pelangi. Pada kaidah sintaksis, kata warna menyimpang dalam kontruksi frasa.

2) Kau depanku bertudung sutra senja  Kau di depanku bertudung sutra senja

Pada baris kedua ini terdapat kalimat kau depanku

bertudung sutra senja. Kalimat ini bermakna bahwa seorang

gadis yang menggunakan tudung sutra pada senja hari. Dalam kalimat ini, hanya terdapat satu jenis penyimpangan gramatikal, yaitu penyimpangan pada tataran sintaksis. Pada saat penulis menginterpretasikan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, situasi pada saat itu adalah ada seorang gadis yang sedang duduk di depan si aku. maka sewajarnya penyair menggunakan kata di depan. Di sinilah terdapat penyimpangan sintaksis. Di mana pada sintaksis terdapat kaidah tentang preposisi atau dapat dikatakan sebagai kata keterangan tempat. Pada kaidah preposisi, biasanya di awali dengan kata-kata seperti ke di dari dan lainnya. Namun pada kalimat kau depanku

bertudung sutra senja, kata di yang seharusnya berada di depan

kata depanku telah dihilangkan oleh sang penyair. Pada kalimat ini, penyimpangan dalam tataran sintaksis terlihat dalam bentuk penyimpangan konstruksi kata dengan penghilangan kata di.

(7)

3) Dihitam matamu kembang mawar melati  Dalam hitamnya matamu terlihat bunga mawar dan melati

Pada baris selanjutnya, terdapat kalimat dihitam matamu

kembang mawar melati yang mempunyai makna dalam

hitamnya mata si gadis, terdapat bunga mawar dan bunga melati. Dalam kalimat ini, penulis hanya menemukan satu jenis penyimpangan, yaitu penyimpangan pada tataran sintaksis. Terdapat beberapa penyimpangan tataran sintaksis, yaitu (1)

penyimpangan kontruksi frasa Dihitam matamu, (2)

penyimpangan tataran klausa, hilangnya kata kerja atau predikat dalam kalimat dihitam matamu kembang mawar melati, (3) penyimpangan tataran kata, hilangnya konjungsi atau kata penghubung diantara kata mawar melati.

Dalam penyimpangan yang pertama, di mana terdapat dalam kontruksi frasa, frasa dihitam matamu. Dalam frasa ini terdapat penyimpangan pada penggunaan kaidah frasa nominal. Pada frasa dihitam matamu, kata matamu adalah sebagai benda yang dijelaskan oleh kata adjektif hitam, sedangkan kata di

hanya sebagai preposisi saja. Maka, menurut kaidah

penggunaan frasa adjektifa yang benar adalah di matamu yang

hitam.

Pada penyimpangan yang kedua, terjadi penyimpangan gramatikal pada tataran klausa, yaitu hilangnya kata kerja dalam kalimat dihitam matamu kembang mawar melati. Menurut kaidah pada klausa, sebuah klausa minimal mempunyai subjek dan predikat. Sedangkan jika melihat pada kalimat di atas, tidak ditemukan adanya predikat. Berdasarkan interpretasi penulis terhadap kalimat tersebut, predikat yang telah dihilangkan oleh penyair adalah kata terdapat, yang mempunyai arti hadir.

Pada penyimpangan yang terakhir pada kalimat dihitam

matamu kembang mawar melati, adalah penyimpangan pada

kontruksi kata penghubung atau konjungsi. Dalam kata mawar

melati, jika terdapat dua buah kata nominal yang berdampingan,

minimal di antara keduanya harus ada tanda baca atau konjungsi, sedangkan dalam kedua kata tersebut, tidak ada satupun tanda baca atau konjungsi yang ditemukan. Merunut pada makna yang tersirat pada kalimat tersebut, maka penulis

(8)

beranggapan bahwa sang penyair telah menghilangkan konjungsi dan di antara mawar dan melati.

4) Harum rambutmu mengalun bergelut senda Rambutmu yang harum mengalun bersenda gurau

Pada baris keempat dari puisi Chairil Anwar yang berjudul “Sajak Putih” terdapat kalimat Harum rambutmu mengalun

bergelut senda. Interpretasi makna dari kalimat tersebut adalah

harumnya rambut sang gadis terurai lembut karena tiupan angin tampak seperti sedang bersenda gurau. Dalam kalimat pada baris keempat ini, hanya ditemukanpenyimpangan gramatikal

pada tataran sintaksis, yaitu pada kontruksi frasa.

Penyimpangan ini memiliki kesamaan pada baris sebelumnya. Dalam kaidah frasa dalam bahasa Indonesia, sebuah kata adjektiva biasanya berada di belakang kata nominal yang dijelaskannya. Maka di sini terdapat pertukaran tempat antara yang menjelaskan dan yang dijelaskan. Untuk menjadikannya sesuai dengan kaidah yang berlaku pada frasa nomina, maka menjadi rambutmu yang hitam.

5) Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba  Sepi menyanyi, malam dalam doa tiba

Interpretasi makna pada baris kelima dari puisi Chairil Anwar ini adalah ketika si aku dan si gadis dalam situasi yang sepi, dan malam dalam mendoa tiba berarti bahwa diantara keduanya tidak ada percakapan. Mereka hanya diam tanpa sepatah kata pun, sama halnya ketika mereka dalam doa ketika malam telah tiba. Dalam kalimat ini, penulis menemukan penyimpangan gramatikal dalam tataran morfologis dan sintaksis.

a. Dalam penyimpangan tataran morfologis, terdapat kata

mendoa yang menyimpang. Biasanya dalam

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam morfologis, mereka berbentuk penghilangan afiksasi, namun pada kata mendoa justru sebaliknya. Di dalamnya terdapat penambahan afiksasi yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Prefiks men- yang mendampingi kata doa seakan-akan tidak mempunyai makna, bahkan member kesan rumit pada kata doa. Oleh

(9)

karena itu cukup dengan kata doa maka pembaca akan memahami kalimat ini.

b. Pada penyimpangan yang kedua pada tataran sintaksis, terjadi penyimpangan pada konstruksi klausa. Yaitu pada hilangnya konjungsi ketika sebagai penjelas kata malam, dan pertukaran tempat pada kata kerja tiba. Penyimpangan yang pertama, ketika kata malam tidak dilengkapi dengan preposisi atau konjungsi, maka itu tidak jelas fungsinya sebagai sebuah kata keterangan waktu, maka dengan penambahan konjungsi misalnya ketika, kata malam sangat jelas fungsinya sebagai kata keterangan waktu. Pada permasalahan yang kedua, menurut kaidah tata bahasa, predikat tiba seharusnya berada setelah kata malam yang notabennya sebagai subjek dan tiba menjadi predikatnya. Dengan itu kalimat itu akan mudah dipahami oleh pembaca. Maka keseluruhan kalimat tersebut dapat di artikan sebagai berikut: sepi menyanyi, ketika malam tiba dalam doa.

6) Meriak muka air kolam jiwa  Beriak permukaan air kolam jiwa

Pada penyimpangan gramtikal selanjutnya, terdapat penyimpangan pada tataran morfologis saja. Yaitu pada kata

muka, dalam baris keenam tersebut yang dimaksud oleh sang

penyair adalah permukaan air kolam jiwa yang beriak-beriak. Maka disini terjadi penghilangan konfiks, yaitu awalan per- dan akhiran –an.

7) Dan dalam dadaku memerdu lagu  Dan dalam dadaku terdengar merdu lagu

Pada baris ketujuh dari puisi Chairil Anwar ini, mempunyai makna bahwa dalam dada si aku itu seakan-akan terdengar lagu yang sangat merdu. Dalam kalimat tersebut, terdapat penyimpangan gramatikal pada tataran morfologi. Dimana kata

memerdu ini merupakan pengungkapan makna dari kata terdengar merdu, penyimpangan ini disebut proses inkorporasi,

dimana terdapat peleburan antara dua kata menjadi satu kata. Dengan meleburnya terdengar dan merdu menjadi memerdu

(10)

maka rima yang dihasilkan pada puisi tersebut menjadi lebih indah dan bermakna.

8) Menarik menari seluruh aku  Seluruh jiwaku dan ragaku menari

Interpretasi makna pada kalimat pada baris kedelapan ini adalah kegembiraan yang sangat dalam yang dirasakan oleh si aku, seakan-akan seluruh jiwa dan raganya sedang menari-nari. Dalam hal ini, ditemukan suatu penyimpangan pada tataran sintaksis. Yaitu penempatan predikat yang sehausnya berada setelah subjek. Dalam hal ini, subjek dari kalimat di atas adalah

seluruh aku, sedangkan predikatnya adalah menarik menari.

Maka koreksi dari kalimat di atas yang menurut kaidah tata bahasa Indonesia adalah seluruh aku menarik menari.

9) Hidup dari hidupku, pintu telah terbuka  Pintu telah terbuka dalam hidupku

Kalimat pada baris kesembilan berarti bahwa si aku merasa bahwa hidupnya masih terbuka lebar untuk kesempatan-kesempatan baik yang datang dalam hidupnya. Dalam kalimat ini tidak terdapat adanya penyimpangan pada tataran morfologis maupun sintaksis. Namun jika kalimat tersebut dinaturalisasikan, terdapat pemborosan kata, khususnya pada frasa hidup dari

hidupku. Dua kata hidup di sini yang menjadi permasalahannya.

Lebih baik untuk menggunakan satu kata hidup, maka pesan yang ingin penyair maksudkan sudah tersampaikan pada pembaca. Maka setelah melewati proses naturalisasi, frasa

hidup dari hidupku menjadi dalam hidupku.

10) Selama matamu bagiku menengadah  Selama kau masih menegadahkan matamu padaku

Pada baris ke sepuluh ini, makna yang terkandung dalam kalimat selama matamu bagiku menengadah adalah ketika si gadis melihat kepada wajah si aku dan mencintainya. Dalam kalimat ini terjadi penyimpangan gramatikal pada tataran morfologis dan sintaksis.

a. Pada pola penyimpangan gramatikal pada tataran morfologi, terdapat pada kata menengadah. Dengan

(11)

merunut pada interpretasi makna yang ada, terjadi penghilangan sufiks pada akhir kata menengadah, yaitu sufiks –kan. Dengan demikian kata menengadah berubah menjadi menengadahkan.

b. Penyimpangan gramatikal pada tataran sintaksis terjadi dalam kontruksi klausa. Dimana pada kalimat di atas, terjadi penempatan yang kurang mudah dipahami oleh pembaca. Yaitu penempatan selama, matamu, bagiku dan padaku yang berpola (K/O/K/P) menjadi selama kau

masih menengadahkan matamu padaku (K/S/P/O/K) yang

lebih mudah dipahami oleh pembaca.

11) Selama kau darah mengalir dan luka  Selama ada kau, darahku masih mengalir meski terluka

Dalam kalimat selanjutnya pada baris ke sebelas, interpretasi makna dari kalimat tersebut adalah meskipun raganya terluka, darahnya masih tetap mengalir asalkan ada si gadis di sisinya. Pada kalimat tersebut, penulis menemukan dua jenis penyimpangan dalam gramatikal, yatu penyimpangan pada tataran morfologis dan pada tataran sintaksis.

a. Pada tataran morfologis, penyimpangan ini dapat ditemukan pada kata luka. Kata luka pada kalimat tersebut dengan jelas juga melanggar aturan sintaksis, dimana di situ terdapat konjungsi dan yang berarti kata-kata yang dihubungkan dengan konjungsi tersebut harus setara, misalnya predikat dengan predikat. Namun luka disini adalah nomina yang jelas tidak setara dengan mengalir. Maka dari itu, dengan penambahan prefiks ter-, keduanya akan menjadi setara.

b. Pada penyimpangan pada tataran sintaksis, ditemukan terdapat penyimpangan pada kontruksi frasa pada kata

darah. Dalam kalimat tersebut, darah yang dimaksud oleh

sang penyair adalah darah si aku, namun kata penjelas yang mempunyai arti kepemilikan telah dihilangkan oleh si penyair. Kata penjelas tersebut adalah ku, yang tertulis sebagai darahku, yang berarti darah milik si aku. dalam kalimat ini juga terdapat penyimpangan pada aturan S-P-O-K, namun dalam kalimat tersebut tidak terlihat susunan

(12)

tersebut, maka kemudian, agar pembaca mudah untuk memahami apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh si penyair, maka perlu diadakan naturalisasi, dengan car mengembalikan pada pola asli dari puisi tersebut.

12) Antara kita mati datang tidak membelah Antara kita kematian datang tidak membelahkan/memisahkan

Pada baris terakhir dalam puisi Chairil Anwar yang bejudul “Sajak Putih”, terdapat kalimat antara kita mati datang tidak

membelah. Makna yang tersirat dalam bahwa walaupun

kematian datang, mereka tidak akan terpisah dan tetap mencintai, dalam analisis penyimpangan gramatikal yang terjadi, terdapat dua jenis penyimpangan, yaitu dalam tataran morfologis dan sintaksis.

a. Pada penyimpangan tataran morfologs, terdapat dua kata yang perlu dianalisis, mati dan membelah. Setelah kata

mati terdapat kata datang. Dalam tataran sintaksis, kelas

kata yang jatuh sebelum kata kerja adalah kata nominal. Bentuk nominal dari mati adalah kematian. Maka dalam hal ini, penyair telah menghilangkan konfiks ke- dan –an dalam kata mati. Pada kata membelah, kata tersebut terlihat rancu tanpa tambahan sufiks –kan, selain juga penggunaan membelah pada kalimat tersebut kurang tepat. Maka dalam hal ini, penyair telah menghilangkan sufiks –kan pada akhir kata membelah.

b. Pada penyimpangan pada tataran sintaksis. Dalam

kalimat tersebut, penyimpangan terdapat pada

penempatan yang kurang tepat pada objek, yaitu kita. Objek dalam kaidah tata bahasa Indonesia adalah berada setelah predikat. Pada kalimat di atas, predikatnya adalah

datang dan membelah. Maka seharusnya kata kita berada

setelah kedua kata tersebut. Maka urutan kalimat yang benar menjadi Mati datang tidak membelah antara kita. D. KESIMPULAN

Dalam penelitian tentang penyimpangan gramatikal dalam tataran morfologis dan sintaksis yang terjadi dalam puisi karya Chairil Anwar yang berjudul Sajak Putih, ditemukan beberapa penyimpangan:

(13)

1. Penyimpangan dalam tataran morfologi

Dalam tataran morfologi, penyimpangan yang paling sering terjadi adalah dalam proses afiksasi dan ini termasuk dalam penyimpangan kontruksi kata. Sang penyair dalam hal ini, dalam beberapa kasus sering menghilangkan morfem-morfem tambahan sebagai syarat dalam proses afiksasi, dan hanya beberapa yang memberikan unsur afiksasi pada kata yang sebenarnya tidak perlu untuk dilakukan. Selain itu juga terdapat proses inkorporasi, yaitu meleburnya dua kata menjadi satu dengan tambahan afiksasi di dalamnya.

2. Penyimpangan dalam tataran sintaksis

Dalam tataran sintaksis, terdapat beberapa jenis kasus penyimpangan yang terjadi. Yang pertama adalah dalam kontruksi frasa, dimana terjadi kesalahan dalam penggunaan kaidah frasa nomina. Selain itu juga terjadi dalam kontruksi klausa, dimana sering terjadi kekeliruan dalam memposisikan subjek, predikat, objek, dan kata keterangan sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia yang benar.

Meski banyak penyimpangan yang terjadi dalam puisi Chairil Anwar ini, namun sang penyair memang sengaja melakukannya. Di samping untuk membuat puisi tersebut lebih hidup, penyair juga menggunakan penyimpangan ini untuk memperindah puisinya dengan membentuk urutan rima yang indah, dan juga untuk membuat puisi ini lebih bermakna dengan kata-kata yang perlu dipahami lebih oleh para pembaca.

Pada penelitian ini, penulis mampu untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan gramatikal dalam tataran morfologi dan sintaksis. Peneliti lain diharapkan melakukan penelitian yang lebih dalam tentang penyimpangan gramatikal pada tataran linguistik yang lain, dan juga meneliti puisi-puisi karya Chairil Anwar.

E. DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Beberapa Madzhab dan Dikotomi Teori

Linguistik. Bandung: Penerbit Angkasa.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta,

Darwis, M. 1998. Penyimpangan Gramatikal dalam Puisi Indonesia. Disertasi Doktor. Universitas Hasanuddin, Makassar.

(14)

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Leech, Geoffrey N. 1991. A Linguistic Guide to English Poetry. London: Longman.

Macapat. Sajak Putih-Chairil Anwar. 16 Januari 2007. Web. 27 March 2012 <http://macapat.wordpress.com/2007/01/16/sajak-putih/>

Mees. C. A. 1951. Tatabahasa Indonesia. Bandung: G. Kolf & Co. Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana

University Press. Google Book Search. Web. 20 June 2012 Verhaar, J .W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait