• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh

2.1.1 Pengertian Pola Asuh

Pola asuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001) pola adalah system; cara kerja. Asuh adalah menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil; membimbing (membantu dan melatih) supaya dapat berdiri sendiri. Pola asuh menurut Jersild (1978) memandang pola asuh orang tua merupakan pola perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya untuk mencapai tujuan keluarga. Hal ini didukung dengan pendapat Gunarsa (1995) pola asuh orang tua sebagai cara mendidik anak yang sesuai dengan sifat dan titik berat orang tua dalam hubungan antara anak dan orang tua.

Handitono (1990) mengartikan pola asuh orang tua adalah cara khas orang tua dalam memperlakukan anak-anak mereka yang berhubungan erat dengan terbentuknya kepribadian. Sedangkan Handayani (2002) menyatakan bahwa pola asuh orang tua adalah cara orang tua dalam mengasuh anaknya dengan memberikan aturan-aturan atau disiplin dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Sedangkan orang tua adalah ayah dan ibu. Dengan demikian pola asuh orang tua dapat diartikan sebagai cara membimbing yang dilakukan oleh ayah dan ibu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan dalam hidup anak sehingga dapat

(2)

10

mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Keluarga yang ditandai oleh keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Dengan keluarga ini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Orang tua sebagai koordinator harus berperilaku proaktif jika anak menentang otoritas, segera ditertibkan karena di dalam keluarga terdapat aturan-aturan dan harapan-harapan.

Banyak orang tua mengalami kesulitan dalam memahami perilaku anak-anaknya yang sering kali terlihat tidak logis dan tidak sesuai dengan perasaan sehat. Untuk memahami anak, membina kehidupan jasmaniah, kecerdasan, perkembangan sosial dan perkembangan emosionalnya, orang tua dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang perilaku mereka.

Anak sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang, dan bersama-sama mereka orang tua mengambil keputusan yang tepat mengenai cara-cara yang dapat mendorong perkembangan hidup mereka. Anak-anak tidak berkembang secara terpisah dari anggota komunitas yang lain. Seluruh perilakunya, ungkapan bahasanya, pola bermainnya, emosinya, dan keterampilannya, dipelajari dan dikembangkan dalam situasi yang melingkupinya.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

(3)

11

Pola asuh orang tua merupakan hal utama dalam membantu anak dalam mengembangkan kemandirian baik dalam kenyataannya orang tua utuh yang terdiri dari ayah, ibu, orang tua tunggal, ataupun pengasuh. Mereka memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemandirian anak. Tanpa pola asuh dan arahan dari orang tua atau pengasuh, anak tidak akan mampu mengembangkan kemandirian. Anak akan cenderung manja, tidak mau berusaha mengerjakan sendiri, dan cenderung seenaknya sendiri.

2.1.2 Macam-macam Pola Asuh

Pola asuh merupakan hal utama dalam membantu anak dalam mengembangkan disiplin diri baik dalam kenyataannya orang tua utuh yang terdiri dari ayah, ibu, orang tua tunggal, ataupun pengasuh. Mereka memiliki peranan penting dalam mengembangkan disiplin diri anak. Tanpa pola asuh dan arahan dari orang tua atau pengasuh, anak tidak akan mampu mengembangkan disiplin diri. Anak akan cenderung seenaknya sendiri dan dinilai tidak memiliki aturan.

Menurut Hurlock (1999:17-18), menyatakan ada tiga cara yang digunakan oleh orangtua dalam mendidik putra-putrinya, yaitu pola asuh orotiter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif. Ketiga pola asuh tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pola asuh otoriter

Adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, anak harus berperilaku sesuai aturan yang telah ditetapkan orang tua. Orang tua tidak mempertimbangkan pandangan atau pendapat anak dan

(4)

12

orang tua memusatkan perhatian pada pengendalian secara otoriter yaitu berupa hukuman fisik.

Pada pola asuh ini, orang tua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak tanpa memberi alasan atau penjelasan tentang alasannya. Apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan oleh orang tua, anak tidak diberi kesempatan untuk memberi alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima. Sebalinya orang tua tidak pernah memberikan hadiah atau pujian apabila anak berbuat sesuai dengan orang tua.

Pola asuh ini, anak mempunyai sifat submisif, anak tidak mempunyai inisiatif karena takut berbuat salah, anak menjadi penurut, tidak mempunyai kepercayaan diri dan tidak mempunyai rasa tanggung jawab. Pada pola asuh ini, kontrol orang tua sangat keras, namun dipihak lain orang tua menuntut agar anak lebih bertanggung jawab sesuai dengan perkembangannya, tetapi anak merasa terkekang dalam mencari kemandirian. Karena itu sering terjadi konflik antara anak dan orang tua, anak tidak mau berkomunikasi dengan orang tua, akhirnya terjadi jurang pemisah antara anak dengan orang tua.

2. Pola asuh demokratis

Aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga, orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anak, selalu mengadakan diskusi untuk mengambil suatu keputusan, anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan diberi kepercayaan serta bimbingan dan kontrol dari orang tua. Apabila anak harus melakukan tugas tertentu, orang tua memberikan penjelasan atau alasan mengapa perlunya hal tersebut dilakukan dan bila anak melanggar

(5)

13

peraturan yang telah ditetapkan, anak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum anak menerima hukuman.

Hukuman yang diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hadiah dan pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan. Pada pola asuh ini, hubungan anak dengan orang tua harmonis, kontrol orang tua terhadap anak tidak berlebihan. Ada dialog diantara mereka sehingga anak merasa dihargai untuk mengeluarkan pendapat, karena itu anak dengan orang tua saling bertukar pikiran, orang tua menghargai anak dan respek terhadap oarng tua. Anak tidak takut akan membuat kesalahan, dengan demikian rasa percaya diri anak akan berkembang dengan baik dan anak mempunyai rasa tanggung jawab.

3. Pola asuh permisif

Tidak adanya bimbingan dan aturan dari orang tua, tidak ada tuntutan kepada anak, tidak ada pengendalian atau pengontrolan dari orang tua. Orang tua tidak memberikan aturan kepada anaknya, anak diberi kebebasan dan diizinkan untuk membuat keputusan untuk dirinya sendiri, anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan sosial, anak dipernenankan berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkan anak. Tidak ada hukuman dari orang tua meskipun anak melanggar peraturan dan tidak diberi hadiah berperilaku baik.

Pada pola asuh permisif semua serba boleh, karena tidak ada kontrol dari orang tua, anak berbuat sekehendak hatinya, maka anak kurang respek terhadap oarng tua, kurang menghargai apa yang diperbuat orang tua untuknya. Anak yang diasuh dan dididik dengan pola ini biasanya mendapat proteksi yang berlebihan,

(6)

14

sehingga apapun yang dilakukan anak dibiarkan oleh orang tua. Dengan demikian perhatian serta hubungan orang tua dengan anak akan terganggu, karena tidak ada pengarahan atau informasi dari orang tua, maka anak tidak mengerti apa yang sebaiknya dikerjakan dan mana sebaiknya yang ditinggalkan.

Anak kurang mempunyai tanggung jawab dan biasanya anak sulit dikendalikan serta berbuat hal-hal yang sebenarnya tidak dibenarkan. Perilaku sering melanggar norma-norma masyarakat karena itu akan terbentuk sikap penolakan dari lingkungan dan akibatnya kepercayaan diri goyah serta penghargaan pada diri sendiri kurang baik.

2.1.3 Aspek-aspek Pola Asuh Orang Tua

Aspek-aspek pola pengasuhan orang tua menurut Hurlock (1999) adalah sebagai berikut :

a. Peraturan dan Hukum

Peraturan dan hukum ini dibuat dengan fungsi sebagai pedoman dalam melakukan penilaian terhadap perilaku anak.

b. Hukuman

Hukuman diberikan bagi individu karena pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan dan hukum.

c. Hadiah

Hadiah diberikan untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku sosial yang baik.

(7)

15

2.2 Kemandirian

2.2.1 Pengertian Kemandirian Anak Usia Dini

Pribadi yang mandiri adalah kemampuan hidup yang utama dan salah satu kebutuhan setiap manusia di awal usianya. Secara hakiki, perkembangan kemandirian seseorang adalah merupakan perkembangan hakikat eksistensi manusia, dimana perilaku mandiri itu adalah perilaku yang sesuai dengan hakikat eksistensi diri. Oleh karena itu kemandirian adalah hasil dari suatu proses perkembangan diri yang normatif, terarah sejalan dengan tujuan hidup manusia. Kemandirian (independence) merupakan suatu kekuatan internal individu seseorang yang diperoleh melalui proses mencari jati diri menuju kesempurnaan. Kemandirian seseorang juga berkembang secara bertahap sesuai dengan tingkatan perkembangan hidupnya.

Anak meskipun usianya masih sangat muda namun diharuskan memiliki pribadi yang mandiri. Kemandirian diperlukan karena ketika anak terjun ke lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung kepada orang tua.Dalam memperoleh kemandirian baik secara sosial, emosi, maupun intelektual, anak harus diberikan kesempatan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Anak mandiri biasanya mampu mengatasi persoalan yang menghadangnya. Kemandirian itu tentu harus dilatih sejak dini. Kemandirian sangat erat terkait dengan anak sebagai individu yang mempunyai konsep diri, penghargaan terhadap diri sendiri (self esteem), dan mengatur diri sendiri (self regulation). Perkembangan kemandirian anak Taman Kanak-kanak dapat dideskripsi dalam bentuk perilaku dan pembiasaan anak.

(8)

16

Mandiri dalam arti lain adalah bagaimana anak belajar untuk mencuci tangan, makan, memakai pakaian, mandi, atau buang air kecil/ besar sendiri. Mengajarkan anak menjadi pribadi yang mandiri memerlukan proses, tidak memanjakan mereka secara berlebihan dan membiarkan mereka bertanggungjawab atas perbuatannya merupakan hal yang perlu dilakukan jika kita ingin anak menjadi mandiri.

Menurut Diane Trister Dogde (2008) kemandirian anak usia dini dapat dilihat dari pembiasaan perilaku dan kemampuan anak dalam kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi. Selanjutnya Brewer (2008) juga menyatakan bahwa kemandirian anak Taman Kanak-kanak indikatornya adalah pembiasaan yang terdiri dari kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi, mengendalikan emosi. Dengan demikian dapat dinyatakan kemandirian anak Taman Kanak-kanak adalah suatu pembiasaan perilaku yang tercakup dalam kemampuan fisik, percaya diri, bertanggung jawab, disiplin, pandai bergaul, mau berbagi, dan mampu mengendalikan emosi.

2.2.2 Penanaman Kemandirian Pada Anak Usia Dini

Meskipun anak dalam usia yang masih sangat muda, mereka tetap saja membutuhkan kemandirian sebagai kebutuhan fisik mereka. Pada awalnya bayi memang tidak bisa mandiri, mereka masih membutuhkan orang tua atau orang dewasa lainnya untuk mengurus kebutuhan mereka. Namun semakin bertambah usia mereka, mereka harus diajarkan bagaimana cara membentuk kemandirian.

(9)

17

Anak dapat mengatakan apa yang mereka inginkan dan mengerjakan tanggungjawabnya seperti membereskan mainan yang berserakan sudah merupakan awal bahwa anak telah mandiri. Anak harus diajarkan mandiri secara perlahan-lahan dan menunjukkan bagaimana mandiri itu dengan mencontohkan pada anak. Meskipun usia anak masih sangat muda, namun diharuskan memiliki pribadi yang mandiri. Alasan mengapa hal ini diperlukan karena ketika terjun ke lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung kepada orang tua.

Mengajarkan anak menjadi pribadi yang mandiri memerlukan proses, tidak memanjakan mereka secara berlebihan dan membiarkan mereka bertanggung jawab atas perbuatannya merupakan hal yng perlu dilakukan jika kita ingin anak menjadi tidak mandiri.

Usaha untuk membuat anak menjadi mandiri sangatlah penting agar anak dapat mencapai tahapan kedewasaan sesuai dengan usianya. Orang tua dan pendidik diharapkan dapat saling bekerjasama untuk membant anak dalam mengembangkan kepribadian mereka. Meskipun anak dalam usia yang masih sangat muda, mereka tetap saja membutuhkan kemandirian sebagai kebutuhan fisik mereka.

Kemandirian sangat erat terkait dengan anak sebagai individu yang mempunyai konsep diri, penghargaan terhadap diri sendiri (self esteem), dan mengatur diri sendiri (self regulation). Secara umum kemandirian bisa dilihat dari tingkah laku. Namun, kemandirian tidak selalu berbentuk fisik yang ditampilkan dalam tingkah laku. Namun ada bentuk dalam emosional dan sosial.

(10)

18

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam menanamkan kemandirian pada anak sejak dini sebagai berikut :

1. Kepercayaan

Menanamkan rasa percaya diri dalam diri anak-anak dengan memberikan kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu dilakukan sendiri.

2. Kebiasaan

Memberikan kebiasaan yang baik kepada anak sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya, misalnya membuang sampah pada tempatnya, melayani dirinya sendiri, mencuci tangan, meletakkan alat permainan pada tempatnya, dll. 3. Komunikasi

Komunikasi merupakan hal penting dalam menjelaskan tentang kemandirian kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami.

4. Disiplin

Kemandirian erat kaitannya dengan disiplin yang merupakan proses yang dilakukan oleh pengawasan dan bimbingan orangtua dan guru yang konsisten.

Anak-anak berkembang dengan kemandirian secara normal akan memiliki kecenderungan yang positif. Dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan, anak yang mandiri cenderung berprestasi karena anak mandiri dalam menyelasaikan tugas tidak tergantung pada orang lain yang pada akhirnya anak mampu menumbuhkan rasa percaya diri, dan yakin jika ada masalah mampu menyelesaikannya dengan baik, dengan demikian anak akan tumbuh menjadi orrang yang mampu berpikir serius serta mampu merealisasikan apa yang diinginkannya.

(11)

19

Anak yang tidak mandiri mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga ia memiliki kepribadian yang kaku dan menyusahkan orang lain, tidak percaya diri, tidak mampu menyelesaikan tugas dengan baik, akibatnya prestasinya bisa kurang maksimal, selalu bergantung pada orang lain.

2.2.3 Ciri kemandirian anak

Anak yang mandiri adalah anak yang memiliki kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi. Sehingga dalam setiap tingkah lakunya tidak banyak menggantungkan diri pada orang lain, biasanya pada orang tuanya. Anak yang kurang mandiri selalu ingin ditemani atau ditunggui oleh orang tuanya, baik pada saat sekolah maupun pada saat bermain. Kemana-mana harus ditemani orang tua atau saudaranya. Berbeda dengan anak yang memiliki kemandiran, ia berani memutuskan pilihannya sendiri, tingkat kepercayaan dirinya lebih nampak, dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan teman bermain maupun orang asing yang baru dikenalnya.

Menurut Zimmerman yang dikutif oleh Tillman dan Weiss (2000) anak yang mandiri itu adalah anak yang mempunyai kepercayaan diri dan motivasi instrinsik yang tinggi. Zimmerman yakin bahwa kepercayaan diri dan motivasi instrinsik tersebut merupakan kunci utama bagi kemandirian anak. Dengan kepercayaan dirinya, anak berani tampil dan berekspresi di depan orang banyak atau di depan umum. Penampilannya tidak terlihat malu-malu, kaku, atau canggung,tapi ia mampu beraksi dengan wajar dan bahkan mengesankan. Sementara, motivasi instrinsik, atau motivasi bawaan, dapat membawa anak untuk berkembang lebih

(12)

20

cepat, terutama perkembangan otak atau kognitifnya. Anak yang memiliki motivasi tinggi ini dapat terlihat dari perilakunya yang aktif, kreatif, dan memiliki sifat ingin tahu (curiositas) yang tinggi. Anak tersebut biasanya selalu banyak bertanya dan serba ingin tahu, selalu mencobanya, mempraktekkannya, dan mencoba-coba sesuatu yang baru.

Selanjutnya, Tim Pustaka Familia (2006: 45) memberikan beberapa ciri khas anak mandiri, yaitu: 1) mempunyai kecenderungan memecahkan masalah dari pada berkutat dalam kekhawatiran bila terlibat masalah; 2) tidak takut mengambil resiko karena sudah mempertimbangkan baik-buruknya; 3) percaya terhadap penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau minta bantuan, dan 4) mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya.

Menurut Sholihatul (2012), setidaknya ada 4 ciri kemandirian anak yang perlu diketahui yaitu

1. Anak dapat melakukan segala aktivitasnya secara sendiri meskipun tetap dengan pengawasan orang dewasa.

2. Anak dapat membuat keputusan dan pilihan sesuai dengan pandangan, pandangan itu sendiri di perolehnya dari melihat perilaku atau perbuatan orang-orang di sekitarnya.

3. Anak mampu bersosialisasi dengan orang lain tanpa perlu di temani orang tua.

(13)

21

2.2.4 Indikator kemandirian anak

Kemandirian anak usia dini dapat diukur dengan indikator-indikator yang telah dikemukakan oleh para ahli, dimana indikator tersebut merupakan pedoman atau acuan dalam melihat dan mengevaluasi perkembangan dan pertumbuhan anak. Kemandirian anak usia lima tahun dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Brewer mengemukakan bahwa untuk mengemukakan kemandirian anak dapat dilakukan dengan menggunakan pertanyaan dengan mengadopsi indikator kemandirian yang digunakan Brewer. (Sanan, Jamilah Sabri:2013)

Secara rinci indikator kemandirian anak dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

No Indikator 1. Kemampuan Fisik 2. Percaya Diri 3. Bertanggung Jawab 4. Disiplin 5. Pandai Bergaul 6. Saling Berbagi 7. Mengendalikan Emosi

(14)

22 1. Kemampuan fisik

Dalam hal ini mencakup kemampuan anak dalam hal memenuhi kebutuhannya sendiri. Misalnya anak butuh makan, maka secara mandiri anak harus bisa makan senndiri. Anak belajar untuk mengenakan pakaian sendiri, membiasakan membersihkan diri (mandi atau buang air sendiri) dll.

2. Percaya diri

Kepercayaan diri merupakan sikap individu yang menunjukkan keyakinan bahwa dirinya dapat mengembangkan rasa dihargai. Perwujudan kemandirian anak dapat dilihat dalam kemampuan untuk berani memilih, percaya akan kemampuannya dalam mengorganisasikan diri dan menghasilkan sesuatu yang baik.

3. Bertanggung jawab

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan seseorang untuk berani menanggung resiko atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.

4. Disiplin

Yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib serta efisien.

5. Pandai bergaul

Yaitu kemampuan menempatkan diri dalam berinteraksi dengan sesamanya dimana pun berada.

(15)

23 6. Saling berbagi

Dalam hal ini ditunjukkan dengan kemampuan memahami kebutuhan orang lain dan bersedia memberikan apa yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

7. Mengendalikan emosi

Yaitu kemampuan untuk mengatasi rasa tidak puas pada saat mengalami kejadian yang tidak sesuai dengan keingingannya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang mandiri dapat dilihat dari pembiasaan-pembiasaan perilaku yang dapat menjadikan seseorang untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yangdihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, serta bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya.

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia dini

Kemandirian setiap anak itu berbeda, dan perbedaan ini tentu sesuai dengan kultur darimana anak berasal, selain itu setiap keluarga juga memiliki aturan sendiri, sehingga kemandirian merupakan ciri khas dari keluarga tersebut. Pengembangan kemandirian dapat terwujud apabila disertai oleh kessadaran orang tua tentang betapa pentingnya arti kemandirian bagi anak, untuk itu diperlukan latar belakang pendidikan dalam mewujudkan kemandirian anak serta kematangan usia ketika mereka memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dampak dari

(16)

24

kemandirian seorang anak akan terlihat dalam sikap dari kesiapannya dalam menghadapi masa depan dan sangat berpengaruh dalam hubungannya dengan masyarakat serta berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Soetijiningsih (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak yaitu :

a. Faktor Internal

1. Faktor emosi yang ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak terganggunya kebutuhan emosi anak.

2. Faktor intelektual yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapi anak.

b. Faktor Eksternal

1. Lingkungan merupakan faktor yang menentukan tercapai atau tidaknya kemandirian anak pra sekolah. Pada usia ini anak membutuhkan kebebasan unutk bergerak kesana kemari dan mempelajari lingkungan.

2. Karakteristik sosial mempengaruhi kemandirian anak, misalnya tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dari anak-anak keluarga kaya. 3. Anak yang mendapat stimulus terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri

dibanding dengan anak yang kurang mendapat stimulus.

4. Pola asuh, anak dapat mandiri dengan diberi kesempatan, dukungan dan peran orang tua sebagai pengasuh.

5. Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena jika diberikan berlebihan, anak menjadi kurang mandiri. Hal ini dapat diatasi bila interaksi dua arah antara orang tua dan anak berjalan lancar dan baik.

(17)

25

6. Kualitas informasi anak dan orang tua yang dipengaruhi pendidikan orang tua, dengan pendidikan yang baik, informasi dapat diberikan pada anak karena orang tua dapat menerima informasi dari luar terutama cara meningkatkan kemandirian anak.

7. Status pekerjaan ibu, apabila ibu bekerja diluar rumah unutk mencari nafkah maka ibu tidak bisa memantau kemandirian anak sesuai perkembangan usianya. Sedangkan ibu yang tidak bekerja, ibu dapat memantau langsung kemandirian anak dan bisa memandirikan anaknya.

Pengembangan kemandirian anak sejak dini dapat dilakukan orang tua dengan melakukan dan menerapkannya dalam pola pengasuhan yang dapat mendukung terbentuknya kemandirian anak serta dapat dibantu lembaga atau sekolah.

2.3 Anak Usia Dini

Anak usia dini menurut Montessori (dalam Mulyasa, 2012: 20) mengemukakan bahwa anak usia dini merupakan periode sensitif atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode ketika suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, dan diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak usia dini merupakan individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak usia dini memiliki rentang usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya karena perkembangan kecerdasan sangat luar biasa. Anak usia dini sering disebut anak prasekolah, memiliki masa peka dalam perkembangannya, dan terjadi pematangan fisik, kognitif, bahasa, seni, sosial emosional, spiritual, konsep diri,

(18)

26

disiplin diri, dan kemandirian. Dalam masa anak usia dini, usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik, dan berada pada masa proses perubahan berupa pertumbuhan, perkembangan, pematangan, dan penyempurnaan, baik dalam aspek jasmani maupun rohaninya yang berlangsung seumur hidup, bertahap, dan berkesinambungan.

Dalam sejarah eropa (Human Development: 2009), terdapat tiga pandangan filosofis mengenai anak, yaitu dosa asal, tabula rasa, dan kebaikan bawaan.

a.Pandangan dosa asal (original sin view) yang berlaku selama abad pertengahan, anak-anak dianggap lahir ke dunia sebagai makhluk jahat. Tujuan pengasuhan anak adalah untuk melakukan penyelamatan, menyingkiran dosa dari kehidupan anak.

b. Pandangan tabula rasa (tabula rasa view) diperkenalkan oleh filsuf inggris John Locke pada akhir abad ke-17. Ia berpendapat bahwa anak tidak membawa sifat jahat, sebaliknya anak adalah “kertas kosong”. Locke berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak penting untuk menentukan karakteristik orang dewasa. Ia menasihati para orangtua untuk meluangkan waktu bersama anak mereka dan membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang berguna.

c. Pandangan kebaikan bawaan innate goodness view) diperkenalkan oleh filsuf Prancis kelahiran Swiss Jean-Jacques Rousseau pada abad ke-18. Ia menekankan bahwa anak pada dasarnya baik. Oleh karena itu, menurut Rousseau, mereka harus diizinkan tumbuh secara alami dengan sedikit saja pengawasan dan pelarangan dari orangtua.

(19)

27

2.4 Kajian Temuan Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan topik kajian pola asuh dengan kemandirian anak usia dini antara lain :

Setiawati meneliti tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perilaku Kemandirian Anak Usia Pra Sekolah (4-6) Tahun di TK Rhodhatul Banat Cimahi, menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola asuh orang tua berdasarkan dimensi kendali dan kehangatan dengan perilaku kemandirian anak usia pra sekolah (4-6 ) tahun di TK Rhodatul Banat

Febri Yunanda Putra (2012) meneliti tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene Anak Usia Prasekolah di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember, menemukan bahwa ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian personal hygiene anak usia prasekolah di Desa Balung Lor Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

Ummi Nurul Hikmah (2012) meneliti tentang Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Anak Usia Dini di RA Perwanida 01 Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012, menemukan bahwa analisis data pola asuh orang tua (X) mempunyai pengaruhyang signifikan terhadap kemandirian anak usia dini (Y). Hal ini dapat dilihat darihasil analisis data yang menunjukkan rxy > rtabel atau 0,913>0,279 (taraf signifikan5%) berarti ada pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap kemandirian anak usia dini.

(20)

28

2.5 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak usia dini umur 5-6 tahun di Perumahan Senjoyo Indah Kabupaten Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan penentuan stasiun pengamatan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan stasiun

Skripsi dengan judul :Perbedaan Karakteristik Wirausaha Etnis Cina Dengan Wirausaha Pribumi Dalam Perspektif Ekonomi Islam(Studi di Pasar Kecamatan Sumber Rejo

The operational of near surface disposal facility during waste packages loading activity into the facility, or in a monitoring activity around disposal facility at

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache

2.3.3 Oleh itu, bagi pegawai yang terlibat di dalam kategori kritikal dan standby / on call iaitu staf di Bahagian Keselamatan, Pusat Kesihatan Universiti, Kolej-Kolej

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa Pengetahuan ibu postpartum tentang MP-ASI di Desa Rambah Samo Barat yaitu dalam kategori cukup berjumlah 15

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 272 / Kpts.II / 2003 tanggal 12 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka