• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP TANAMAN GARUT (Marantha arudinaceae L.) DI BAWAH TEGAKAN SENGON (Falcataria moluccana Miq.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP TANAMAN GARUT (Marantha arudinaceae L.) DI BAWAH TEGAKAN SENGON (Falcataria moluccana Miq."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

TERHADAP TANAMAN GARUT (Marantha arudinaceae L.)

DI BAWAH TEGAKAN SENGON (Falcataria moluccana Miq.)

DEVHIAWATI KUSMALINDA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Miq.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014 Devhiawati Kusmalinda NIM E44090073

(4)

ABSTRAK

DEVHIAWATI KUSMALINDA. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Miq.) Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.

Pertambahan penduduk menjadi salah satu faktor dari tingginya tingkat konversi lahan, pada lahan hutan maupun pertanian. Sistem agroforestri menjadi solusi dalam kekurangan lahan pertanian. Agroforestri dilakukan dengan mengkombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian. Jenis pohon yang mulai banyak dibudidayakan yaitu sengon dan tanaman pertanian yang tahan terhadap naungan, salah satunya umbi garut (M. arudinaceae). Produksi umbi garut dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk organik, maupun anorganik. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pertumbuhan tanaman garut di bawah naungan tegakan sengon, mengamati pengaruh jenis dan dosis pupuk terhadap tanaman garut, serta dapat menentukan dosis pupuk pada tiap jenis pupuk yang menghasilkan umbi terbaik. Parameter yang diamati pada tanaman garut yaitu persen hidup, tinggi, lebar daun, panjang daun, jumlah daun, jumlah umbi dan berat umbi. Pemberian pupuk organik berpengaruh nyata terhadap tinggi dan jumlah daun pada dosis 1 400 mL/ha. Pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap tinggi, jumlah daun dan berat umbi pada dosis 60 kg/ha.

Kata kunci: agroforestri, garut, pupuk anorganik, pupuk organik, sengon

ABSTRACT

DEVHIAWATI KUSMALINDA. The Influence of Organic and Anorganic Fertilizer Toward Growth of Garut (Marantha arudinaceae L.) Under Sengon (Falcataria moluccana Miq.) Stand. Supervised by NURHENI WIJAYANTO.

Increased population is one of the factor that increase the land conversion rate, both in forest and agriculture land. Agroforestry systems can be a solution for increased need of agricultural land. Agroforestry combine forest stand with agricultural plant. Kind of the forest stand that start to be cultivated was sengon stand combined with agricultural plant was arrowroot (M. arudinaceae). Production of arrowroot can be improved by anorganic or organic fertilizers. The objective of this research is to observe growth of arrowroot plant under the stand of sengon, to observe the influence from type and dose of fertilizer, and to determine the best dose for each type of fertilizer which influence plant to produce the best arrowroot. The parameters observed from arrowroot plant are percent survival, height, leaf width, leaf length, number of leaves, number of roots and roots weight. The organic fertilizer gave significantly effect to height and number of leaves on the dose of fertilizer 1 400 mL/ha. While the anorganic fertilizer gave significant effect to height, number of leaves, and roots weight on the dose of fertilizer 60 kg/ha.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK

TERHADAP TANAMAN GARUT (Marantha arudinaceae L.)

DI BAWAH TEGAKAN SENGON (Falcataria moluccana Miq.)

DEVHIAWATI KUSMALINDA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik pada Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Miq.)

Nama : Devhiawati Kusmalinda NIM : E44090073

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

Judul Skripsi: Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik pad a Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Mig.)

Nama : Devhiawati Kusmalinda NIM : E44090073

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Pembimbing

Diketahui oleh

MS

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan segala nikmat sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2013, dengan judul Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik pada Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Miq.)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada keluarga atas segala doa, bantuan, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada M. Ari Kurniawan, Arry Resti Rahayu, Suyogya Nur Azis, Adisti Permatasari PH, Dewi Rengganis, Agustina Puspita D dan teman-teman Sivikultur 46 atas kebersamaan dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian maupun dalam penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Bogor, Januari 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan 2 Manfaat 2 METODOLOGI 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Metode Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Persen Hidup Tanaman Garut 5

Pertumbuhan Tinggi Tanaman Garut 6

Pertumbuhan Panjang, Lebar, dan Jumlah Daun 7

Pertumbuhan Jumlah Anakan 8

Jumlah dan Berat Umbi 9

Perbandingan Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(11)

DAFTAR TABEL

1 Persentase hidup tanaman garut pada berbagai jenis dan taraf dosis di

tiap minggu 5

2 Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman garut 7 3 Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman

garut 7

4 Hasil rekapitulasi sidik ragam 12

DAFTAR GAMBAR

1 Bibit anakan garut (M. arudinaceae) kultivar croele 3 2 Pengukuran parameter tanaman garut (M. arudinaceae) 4 3 Pertumbuhan tinggi tanaman garut dengan pemberian (a) pupuk organik

dosis 0 mL/ha, 350 mL/ha, 700imL/ha, 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik dosis 0 kg/ha, 15 kg/ha, 30 kg/ha, 60 kg/ha 6 4 Pertumbuhan jumlah daun tanaman garut dengan pemberian (a) pupuk

organik dosis 0 mL/ha, 350 mL/ha, 700imL/ha, 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik dosis 0 kg/ha, 15 kg/ha, 30 kg/ha, 60 kg/ha 8 5 Pertumbuhan anakan garut dengan pemberian (a) pupuk organik dosis 0

mL/ha, 350 mL/ha, 700imL/ha, 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik

dosis 0 kg/ha, 15 kg/ha, 30 kg/ha, 60 kg/ha 9

6 Umbi garut kultivar creole hasil pemanenan umur 4 bulan 9

7 Jumlah umbi garut pada setiap dosis pupuk 10

8 Berat umbi garut pada (a) pupuk organik dan (b) pupuk anorganik 10 9 Perbandingan hasil pengaruh (a) pupuk anorganik dan (b)pupuk organik

terhadap tanaman garut 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis statistik pupuk organik 15

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) menunjukkan sebanyak 237i641i326 jiwa. Selama periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan per tahun sekitar 1.49%. Pada periode 10 tahun sebelumnya (1990-2000), laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1.44%. Kepadatan penduduk juga mengalami peningkatan dari 107 orang per km2 pada tahun 2000, menjadi 124 orang per km2 pada tahun 2010. Peningkatan jumlah penduduk akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pangan dan lahan pemukiman (BPS 2013).

Hidayat et al. (2012) mengatakan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang akan menyebabkan meningkatnya permintaan akan lahan. Permintaan akan lahan tersebut terus bertambah, sedangkan lahan yang tersedia jumlahnya terbatas. Hal ini yang menjadi salah satu faktor dari tingginya tingkat konversi lahan. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Utomo et al. 1992 dalam Hidayat et al. 2012). Konversi lahan terjadi pada lahan hutan maupun pertanian. Lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan non pertanian dapat menyebabkan kekurangan bahan pangan.

Sistem agroforestri menjadi solusi dalam masalah kekurangan lahan pertanian. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan terpadu yang dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak. Pengkombinasian pepohonan dan tanaman pertanian dapat dilakukan secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dalam satu unit lahan tercapai hasil nabati atau hewan yang optimal dan berkesinambungan. Jenis pohon yang mulai banyak dibudidayakan pada hutan rakyat, yaitu sengon. Tanaman pertanian yang tahan terhadap naungan salah satunya adalah umbi garut (Marantha arudinaceae L.).

Sengon memiliki daur panen yang cepat, yaitu 5 tahun. Sengon (F. moluccana) memiliki karakteristik di antaranya tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi bebas cabang 20 m, tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus, dan diameter pada pohon dewasa bisa mencapai 100 cm. Sengon memiliki karakteristik tajuk berbentuk perisai, jarang, dan selalu hijau. Daun sengon merupakan daun majemuk. Panjang daun dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8–15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15-25 helai daun. Berdasarkan karakteristik tersebut, memungkinkan sinar matahari dapat menembus ke lantai tegakan, sehingga penanaman di bawah tegakan sengon dapat dilakukan.

Garut (M. arudinaceae) memiliki karakteristik tahan terhadap naungan dan umbinya dapat dikonsumsi sebagai pengganti karbohidrat. Kandungan karbohidrat tanaman garut cukup tinggi (19.4%-21.7%), sehingga tanaman garut potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu komoditas pengganti tepung. Rimpang garut dapat dikonsumsi setelah direbus, dikukus atau diolah dalam bentuk keripik.

(13)

2

(Pujiyanto 2004 dalam Lestari et al. 2006). Selain itu, pati atau tepung umbi garut merupakan salah satu komponen dari beras analog.

Pupuk banyak digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman garut oleh petani. Pupuk yang banyak beredar dan biasa digunakan oleh petani yaitu jenis pupuk anorganik. Pupuk anorganik banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga sebagian masyarakat sudah menyadari hal ini dan mulai menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk anorganik diharapkan dapat dikurangi dengan menggunakan pupuk organik, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pupuk anorganik dan organik terhadap tanaman garut (M. arudinaceae) di bawah naungan sengon.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa permasalahan, diantaranya:

1. Apakah tanaman garut dapat tumbuh di bawah tegakan sengon?

2. Apakah jenis pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman garut? 3. Apakah dosis pupuk berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman garut?

Tujuan

Penelitian bertujuan untuk mengamati pertumbuhan tanaman garut di bawah naungan tegakan sengon, mengamati pengaruh jenis dan dosis pupuk terhadap tanaman garut, serta dapat menentukan dosis pupuk yang menghasilkan jumlah umbi terbaik.

Manfaat

Penelitian memberikan informasi bagi masyarakat cara membudidayakan tanaman garut dengan pemberian jenis dan dosis pupuk yang berbeda, serta menambah pengetahuan tentang tanaman garut.

METODOLOGI

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2013. Penelitian dilakukan pada tegakan sengon di Jalan Lingkar Desa Perwira, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Tegakan sengon berumur 2 tahun dengan jarak tanam 1×1 m, rata-rata kerapatan tajuk sengon sebesar 88%, rata-rata suhu 29.3 oC dan kelembaban 62%. Ketinggian lokasi penelitian 195 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan 0% atau datar. Koordinat lokasi penelitian terletak pada 06o33’51.1” Lintang Selatan dan 106o43’52.8” Bujur Timur.

(14)

3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cangkul, golok, meteran, alat tulis, tallysheet, mistar, timbangan, dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian di antaranya bibit garut kultivar creole (Gambar 1), pupuk organik, pupuk anorganik dan tegakan sengon.

Gambar 1 Bibit anakan garut (M. arudinaceae) kultivar creole

Metode Penelitian

Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan studi literatur mengenai tanaman garut dan tegakan sengon. Kegiatan dilanjutkan dengan persiapan, penanaman, pengamatan hingga pemanenan.

Persiapan

Kegiatan dimulai dengan persiapan yang terdiri dari penentuan lokasi, administrasi, penyediaan alat dan bahan, serta perlakuan awal pada lokasi penelitian. Pengurusan administrasi yaitu pembuatan proposal penelitian dan perizinan penelitian pada lokasi penelitian. Penyediaan alat dan bahan bersumber dari instansi, toko pertanian dan sumber lainnya. Bahan bibit anakan garut yang digunakan bersumber dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetika Cimanggu, Bogor dengan tinggi 5–10 cm. Perlakuan awal lokasi terdiri dari penyiangan gulma, pendangiran, pembuatan lubang tanam dengan lebar, panjang serta kedalaman 15×15×15 cm. Jarak tanam yang digunakan antar tanaman garut adalah 1×1 m.

Penanaman dan Pemeliharaan

Kegiatan selanjutnya adalah penanaman garut pada lubang tanam yang telah dipersiapkan dengan menggunakan rancangan acak lengkap. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyulaman, penyiangan dan pemupukan pada berbagai taraf dosis yang telah ditentukan. Penyulaman dilakukan pada minggu ke 2–3 setelah penanaman. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Frekuensi penggunaan pupuk berbeda tiap jenisnya. Pupuk organik diberikan setiap seminggu sekali dan anorganik diberikan 3 bulan sekali. Bio-Hara Plus (BHP) merupakan pupuk

(15)

4

organik cair yang digunakan dalam penelitian ini. Pupuk anorganik sebagai pembanding adalah pupuk NPK (15:15:15) yang biasa digunakan oleh petani. Pengukuran dan Pengamatan

Pengukuran dilakukan terhadap parameter persen hidup, pertumbuhan tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah dan berat umbi (Gambar 2). Persen hidup tanaman garut dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman garut yang hidup di akhir pengamatan. Pengukuran parameter tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, dan jumlah anakan dilakukan tiap minggu. Pengamatan destruktif atau panen dilakukan pada akhir penelitian pada tanaman garut yang berumur 16 minggu. Pengukuran yang dilakukan adalah menghitung jumlah umbi dan menimbang berat dari umbi garut. Persen hidup tanaman garut dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

n = jumlah anakan yang mati

N = jumlah seluruh anakan yang ditanam

Gambar 2 Pengukuran parameter tanaman garut (M. arudinaceae) Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Perlakuan jenis pupuk yang digunakan yaitu organik cair (Bio-Hara plus) dan anorganik (NPK). Dosis yang digunakan yaitu dosis 1 (tanpa pemupukan), 2 (dosis standar penggunaan pupuk), 3 (setengah dari standar), dan 4 (dua kali dari standar pemupukan). Dosis pupuk anorganik, yaitu 0 kg/ha, 15 kg/ha, 30 kg/ha, dan 60 kg/ha. Dosis pupuk organik, yaitu 0 mL/ha, 350 mL/ha, 700 mL/ha, dan 1I400 mL/ha.

Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

ij = i ij

Keterangan: Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(16)

5 Mi = pengaruh perlakuan ke-i

ij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan dan perkembangan garut dapat diketahui dengan melakukan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Statistical Analysis Software (SAS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persen Hidup Tanaman Garut

Persentase hidup tanaman garut pada intensitas naungan 88% adalah sebesar 87.5%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2009), diketahui bahwa persentase hidup dari tanaman garut pada intensitas naungan 40% adalah sebesar 96.88%. Hal ini menunjukkan tanaman garut dapat hidup dengan baik walaupun intensitas naungan tinggi. Persentase hidup tanaman garut tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase hidup tanaman garut pada berbagai jenis dan dosis pupuk selama 16 minggu pengamatan

Pupuk Dosis Presentase hidup tanaman

1 MST 2 MST 3–14 MST 15 MST 16 MST Anorganik (kg/ha) 0 100 100 100 100 100 15 100 100 100 100 100 30 100 100 100 100 80 60 100 100 100 80 80 Organik (mL/ha) 0 100 80 100 100 100 350 100 80 100 100 100 700 100 80 100 100 100 1 400 100 100 100 100 100 Rata-rata 100 93 100 98 95

MST: minggu setelah tanam.

Tabel 1 menunjukkan bahwa penurunan persen hidup tanaman garut dengan perlakuan pupuk organik mulai terjadi di minggu ke-2. Kematian yang terjadi pada perlakuan pupuk organik, diduga disebabkan oleh ketahanan bibit anakan garut yang rendah. Kematian tanaman yang terjadi di awal penelitian diikuti dengan kegiatan penyulaman.

Penurunan persen hidup tanaman garut pada perlakuan pupuk anorganik terjadi pada dosis 30 kg/ha dan 60 kg/ha. Kematian tanaman terjadi 3 minggu setelah pemupukan lanjutan dan memiliki ciri kerusakan pada umbi, kemudian pembusukan hingga mengakibatkan kematian. Pemberian pupuk anorganik lanjutan dilakukan dengan membenam pupuk di sekitar umbi. Jarak pembenaman

(17)

6 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 1 3 5 7 9 11 13 15 T in g g i (cm )

Minggu setelah tanam

pupuk sekitar 5–10 cm. Pemberian pupuk terlalu dekat hingga mengenai umbi garut, diduga menjadi penyebab terjadinya kematian pada tanaman.

Pemupukan apabila dilakukan secara bertahap sebaiknya diberikan sebanyak 2 kali. Pemupukan pertama dilakukaan saat penanaman bibit sedangkan pemupukan kedua dilakukan menjelang tanaman berbunga atau pada saat tanaman berumur 3–4 bulan. Hal tersebut disebabkan tanaman mulai membentuk umbi, sehingga sangat membutuhkan banyak zat makanan (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2008).

Pertumbuhan Tinggi Tanaman Garut

Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh dosis pupuk. Pupuk organik dan anorganik memiliki pola pertumbuhan tinggi yang sama, yaitu pada perlakuan 1 (tanpa pemupukan), 2 (dosis standar penggunaan pupuk), dan 3 (setengah dari standar) saling bertumpukan sedangkan perlakuan 4 (dua kali dari standar pemupukan) lebih tinggi. Pertumbuhan tinggi untuk pupuk organik dan anorganik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pertumbuhan tinggi tanaman garut yang diberi perlakuan (a) pupuk organik________0 mL/ha, _______350 mL/ha, _______700imL/ha,

______ 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik________0 kg/ha,

_______15 kg/ha,_ ____ __30 kg/ha, ______ 60 kg/ha

Hasil sidik ragam (Lampiran 1.1 dan 2.1) menunjukkan bahwa dosis pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi garut. Uji Duncan (Tabel 2) menunjukkan bahwa dosis pupuk 1 (tanpa pemupukan), 2 (setengah standar), dan 3 (standar penggunaan pupuk) memiliki pengaruh yang sama. Dosis pupuk 4 (2x standar) pada organik dan anorganik memiliki pengaruh yang lebih besar. Pertumbuhan tinggi tanaman garut juga dipengaruh oleh pemberian pupuk dan asam giberelat, seperti dalam penelitian Ningrum (2009) dan Lestari et al. (2006).

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 1 3 5 7 9 11 13 15 T in g g i (cm )

Minggu setelah tanam

(18)

7

Tabel 2 Pengaruh pemupukan terhadap petumbuhan tinggi tanaman garut

Pupuk Dosis Tinggi (cm)

Organik (mL/ha) 0 7.60b 350 7.70b 700 9.50b 1 400 17.40a Anorganik (kg/ha) 0 10.30b 15 9.70b 30 8.13b 60 21.94a

a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05

berdasarkan uji Duncan.

.

Pertumbuhan Panjang, Lebar, dan Jumlah Daun

Hasil sidik ragam (Lampiran 1.2, 1.3, 2.2, dan 2.3) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik dan anorganik pada seluruh tingkat dosis tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang dan lebar daun. Lebar daun awal berkisar 3–4 cm dan panjang awal daun 13–17 cm. Pada akhir penelitian kisaran lebar daun meningkat hingga 5–8 cm dan panjang daun berkisar 15–20 cm. Lebar dan panjang daun juga lebih dipengaruhi oleh intensitas cahaya, seperti yang disebutkan oleh Fitter dan Hay (1998) bahwa salah satu proses perkembangan tanaman yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya adalah perluasan daun.

Tabel 3 Pengaruh pemupukan terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman garut

Pupuk Dosis Jumlah daun

Organik (mL/ha) 0 9.00b 350 6.80b 700 7.40b 1 400 13.80a Anorganik (kg/ha) 0 8.80b 15 7.50b 30 8.80b 60 17.25a

a Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05

berdasarkan uji Duncan.

Hasil sidik ragam (Lampiran 1.4 dan 2.4) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa perlakuan pupuk memberikan pengaruh yang sama. Dosis pupuk organik 1i400 mL/ha memberikan pengaruh paling tinggi di antara dosis pupuk organik

(19)

8

lainnya. Perlakuan dosis pupuk organik lainnya yaitu 0 mL/ha, 350 mL/ha, dan 700 mL/ha memiliki pengaruh yang sama. Pupuk anorganik pada dosis 60 kg/ha juga memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dosis pupuk anorganik lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata pertumbuhan jumlah daun yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pertumbuhan jumlah daun tanaman garut yang diberi perlakuan (a) pupukiiorganik ______ _ 0iimL/ha, iiiiiil 350iimL/ha,

700imL/ha,______ 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik ______

0 kg/ha, ___15 kg/ha,_ ____ __30 kg/ha, _____ _60 kg/ha

Pertumbuhan Jumlah Anakan

Tanaman garut merupakan salah satu jenis herba berumpun. Individu tanaman garut dapat menghasilkan beberapa anakan hingga menjadi suatu rumpun. Anakan garut ini berpontensi untuk meningkatkan produksi umbi dan sebagai bibit. Jumlah anakan tidak dipengaruhi oleh perlakuan jenis maupun dosis pupuk. Rata-rata jumlah anakan tanaman garut dari bulan pertama hingga akhir penelitian tersaji pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa pertumbuhan anakan terus meningkat hingga akhir penelitian. Tunas mulai muncul pada minggu ke-4. Anakan terbanyak ditemukan pada tanaman garut yang dipupuk dengan pupuk organik dosis 1i400 mL/ha, dan pupuk anorganik pada dosis 60 kg/ha.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anakan adalah naungan. Zamarel (1985) dalam Sartika (2001) mengatakan bahwa naungan secara tidak langsung mempengaruhi produksi jumlah anakan umbi garut. Naungan mempengaruhi intensitas radiasi surya dan iklim mikro. Pada penelitian ini tanaman garut ditanam di bawah naungan yang sama, sehingga perlakuan pupuk tidak mempengaruhi pertumbuhan anakan garut.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1 3 5 7 9 11 13 15 T in g g i (cm )

Minggu setelah tanam 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1 3 5 7 9 11 13 15 T in g g i (cm )

Minggu setelah tanam

(20)

9

Gambar 5 Pertumbuhan anakan garut yang diberi perlakuan (a) pupuk organik

________0 mL/ha, 350 mL/ha, 700imL/ha, 1i400 mL/ha, dan (b) pupuk anorganik 0 kg/ha, 15 kg/ha, 30 kg/ha, _____x _60 kg/ha

Jumlah dan Berat Umbi

M. arudinaceae memiliki dua kultivar yang biasa dibudidayakan yaitu creole dan banana. Kultivar creole memiliki ciri rimpang putih, menembus tanah lebih dalam, bentuk kurus, panjang dan dapat disimpan lebih dari tujuh hari tanpa kerusakan dan pembusukan yang serius. Kultivar ini banyak dibudidayakan secara luas. Kultivar banana berasal dari Republik Dominica, memiliki rimpang kemerahan, lebih pendek, lebih tebal, kurang berserat dan penyebaran rimpang dekat permukaan tanah (Flach dan Runawas 1996 dalam Sastra 2002)

2002). Tanaman garut kultivar creole banyak dibudidayakan di daerah Bogor dan menjadi prioritas kultivar yang dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Genetika Cimanggu, Bogor. Contoh umbi garut hasil pemanenan dapat terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Umbi garut kultivar creole hasil pemanenan umur 4 bulan

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1 3 5 7 9 11 13 15 Ju m lah an ak an

Minggu setelah tanam 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1 3 5 7 9 11 13 15 Ju m lah an ak an

Minggu setelah tanam

(21)

10

Pada akhir penelitian, saat tanaman garut berusia 4 bulan jumlah dan berat umbi ditimbang secara keseluruhan dan dirata-ratakan. Pemilihan umur panen berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Umur panen optimum tanaman garut untuk bahan baku pengolahan emping garut adalah 6–8 bulan setelah tanam. Umur panen optimum tanaman garut untuk bahan baku pati garut adalah 10 bulan setelah tanam (BPTP Yogyakarta 2006).

Gambar 7 Jumlah umbi garut pada setiap perlakuan

Gambar 8 Berat umbi garut yang diberikan perlakuan (a) pupuk organik dan (b) pupuk anorganik

Gambar 7 menunjukkan jumlah umbi yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Rata-rata jumlah umbi terbanyak yang dapat dicapai tanaman garut pada penelitian ini yaitu hampir mencapai 3. Jumlah terbanyak dicapai oleh dosis pupuk organik 350 mL/ha dan 1i400 mL/ha, serta anorganik 30 kg/ha, dan 60 kg/ha. Jumlah umbi terendah terjadi pada anorganik dosis 0 kg/ha dan 15 kg/ha dengan rata-rata mencapai 2. Gambar 8 menunjukkan berat tertinggi dicapai oleh perlakuan dosis pupuk anorganik 60 kg/ha. Berat umbi dengan pupuk anorganik dosis 60 kg/ha merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 124.94 g. Perlakuan dosis pupuk organik memberikan pengaruh yang sama terhadap berat umbi.

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 O1 O2 O3 O4 B er at (g )

Dosis pupuk organik (mL/ha)

b b b b 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 A1 A2 A3 A4 B er at (g )

Dosis pupuk anorganik (kg/ha)

b b b a (a) (b) 2 2.8 2.2 2.8 1.8 1.8 2.75 2.75 0 1 2 3 4 O1 O2 O3 O4 A1 A2 A3 A4 Ju m lah u m b i

Dosis pupuk organik (mL/ha)

0 350 700 1 400 0 15 30 60

0 350 700 1 400 0 15 30 60

(22)

11 Hasil sidik ragam (Lampiran 1.7 dan 2.7) menunjukkan bahwa dosis pupuk anorganik memberikan pengaruh nyata terhadap berat umbi garut, tetapi tidak terhadap parameter jumlah daun (Lampiran 1.6 dan 2.6). Analisis dilanjutkan dengan uji Duncan pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pupuk anorganik dosis 0 kg/ha, 15 kg/ha, dan 30 kg/ha memiliki pengaruh yang sama terhadap berat umbi. Dosis pupuk 60 kg/ha memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya.

Perbandingan Pupuk Organik dan Anorganik

Gambar 9(a) menunjukkan pupuk anorganik pada dosis 60 kg/ha terlihat lebih banyak memiliki jumlah daun, tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berat umbi terbesar. Perlakuan dosis yang lebih rendah 0 kg/ha, 15 kg/ha, dan 30 kg/ha tidak terlihat jelas pengaruh pertumbuhannya dari parameter yang diukur. Secara singkat pengaruh perlakuan 0 kg/ha, 15 kg/ha, dan 30 kg/ha memberikan pengaruh yang sama.

Pupuk organik (Gambar 9b) dosis 1i400 mL/ha memiliki jumlah daun lebih banyak dan tinggi paling tinggi di antara dosis pupuk organik lainnya. Jumlah daun dan tinggi tanaman garut dengan dosis 1 400 mL/ha belum dapat menyaingi tinggi tanaman yang menggunakan pupuk anorganik dosis 60 kg/ha. Perlakuan pupuk organik dengan dosis 0 mL/ha, 350 mL/ha, dan 700 mL/ha tidak berbeda pengaruhnya terhadap pertumbuhan. Hal ini dibuktikan oleh rekapitulasi hasil sindik ragam yang disajikan pada Tabel 4.

Gambar 9 Perbandingan hasil pengaruh (a) pupuk anorganik dan pupuk (b) organik terhadap tanaman garut

Penyerapan pupuk organik maupun anorganik oleh tanaman garut belum maksimal pada dosis 2 (350 mL/ha dan 15 kg/ha), dan 3 (700 mL/ha dan 30 kg/ha). Penyerapan yang kurang maksimal dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yaitu persaingan dengan tanaman lainnya. Hairiah et al. (2003) menyebutkan penanaman pohon yang ditumpangsarikan dengan tanaman semusim dapat memberikan keuntungan. Salah satu keuntungannya yaitu mengurangi kehilangan hara. Akar pohon berperan sebagai jaring penyelamat hara, yaitu menyerap hara yang tidak terserap oleh tanaman pangan pada lapisan bawah. Sistem agroforestri juga menyebabkan interaksi yang bersifat positif, netral dan negatif. Contoh interaksi negatif adalah persaingan atau kompetisi akan

(23)

12

cahaya, air dan hara. Tegakan sengon pada penelitian ini ditanam dengan jarak tanaman 1×1 m dan berumur 2 tahun. Akiefnawati (1995) mengatakan bahwa pada suatu tegakan sengon berpotensi terjadi persaingan. Persaingan terjadi dalam penyerapan air dan hara. Persaingan penyerapan air dan hara terjadi pada zona dalam tanah, antara 20–80 cm dari batang. Hairiah et al. (2004) juga menyebutkan pohon sengon memiliki banyak akar yang menyebar horizontal, bila pohon sengon akan ditanam dalam sistem agroforestri peluang terjadinya kompetisi cukup besar, untuk itu jarak tanam harus diperlebar.

Tabel 4 Hasil rekapitulasi sidik ragam

Parameter Organik Anorganik

1 2 3 4 1 2 3 4 Tinggi tanaman tn tn tn * tn tn tn * Panjang daun tn tn tn tn tn tn tn tn Lebar daun tn tn tn tn tn tn tn tn Jumlah daun tn tn tn * tn tn tn * Jumlah anakan tn tn tn tn tn tn tn tn Jumlah umbi tn tn tn tn tn tn tn tn Berat umbi tn tn tn tn tn tn tn *

*: perlakuan berpengaruh nyata dengan nilai signifikan (Pr>F) < 0,05 (α); tn: perlakuan tidak berpengaruh nyata dengan nilai signifikan (Pr>F) > 0,05 (α); 1: tanpa pemupukan; 2: ½ standar pemupukan; 3: standar pemupukan; 4: 2x standar pemupukan.

Perbedaan dosis dari masing-masing pupuk terkait pada kandungan dan bentuk dari pupuk. Kandungan dalam pupuk diasumsikan sama karena menggunakan acuan penggunaan dosis pupuk dari pabrik. Kandungan pada pupuk anorganik diantaranya N (15%), P2O5 (15%), K2O (15%), S (10%), dan

menggandung kadar air (2%). Pupuk organik mengandung C (5.734.00), Mg (23.00), N (56.70), Fe (28.00), P (0.26), Cu (05.00), K (122.50), Zn (1.50), Na (67.00), Mn (11.50), Ca (418.50), B (5.22), dan pestisida alami azadirachtine, pikroretin, morindine, serta bakteri Azotobacter sp., dan Lactobacillus sp.

Susilo (2005) menyebutkan bahwa dua pilihan pupuk organik dan anorganik sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan bila dipilih memiliki bobot pilihan yang imbang. Jika memilih dengan lebih banyak menggunakan input luar (pupuk anorganik dan obat-obatan buatan), dalam jangka pendek kebutuhan akan hasil-hasil pertanian akan dapat terpenuhi. Pada jangka panjang, akan mengalami penurunan drastis akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Sebaliknya, jika pilihan jatuh pada penggunaan input dalam (pupuk organik dan obat-obatan alami) yang lebih banyak, maka dalam jangka pendek kebutuhan aan hasil-hasil pertanian tidak dapat dipenuhi. Akan tetapi, dalam jangka panjang akan menjamin terpenuhnya kebutuhan akan hasil-hasil pertanian secara berkesinambungan.

(24)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tanaman garut (M. arudinaceae) mampu bertahan hidup di bawah naungan sengon, dengan persentase hidup 87.5%. Jenis pupuk anorganik berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, jumlah daun, dan berat umbi. Pupuk organik hanya berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun. Dosis pupuk yang berpengaruh yaitu anorganik 60 kg/ha dan organik 1i400 mL/ha. Produksi umbi tertinggi dihasilkan oleh dosis pupuk anorganik 60 kg/ha dengan berat umbi 124.92 g per individu dan pada pupuk organik perlakuan dosis memberikan pengaruh yang sama terhadap berat umbi. Pupuk organik belum optimal dalam mensubtitusi pupuk anorganik untuk mencapai produksi maksimal.

Saran

Pengembangan budidaya tanaman garut (M. arudinaceae) pada sistem agroforestri dengan tegakan sengon 1x1 m, menggunakan pupuk organik cair (Bio-Hara plus) belum optimal mengganti pupuk anorganik (NPK). Optimalisasi penggunaan pupuk organik dapat dilakukan dengan umur panen lebih lama. Umbi garut jarang dipanen pada umur 4 bulan, sehingga perlu penelitian tentang pemanfaatan umbi garut pada umur 4 bulan. Penelitian mengenai analisis biaya budidaya garut di bawah tegakan sengon dan penelitian terhadap tegakan sengon dengan tumpangsari tanaman garut, akan mendukung penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akiefnawati R. 1995. Pengaruh naungan, kompetisi serapan air dan hara tanaman pagar terhadap pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol daerah Lampung Utara [tesis]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Jumlah Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPTP Yogyakarta] Balai Perbenihan Tanaman Pertanian Yogyakarta. 2006. Karakteristik Umbi Garut (Marantha arudinaceae L.) pada berbagai Umur Panen dan Produk Olahannya. Yogyakarta (ID): BPTP Yogyakarta.

[DEPTAN] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2008. Budidaya Garut [Internet]. [Waktu pembaharuan 17 Mar 2013]. [diunduh 2013 Sep 17]. Tersedia pada: http://ditjentan.deptan.go.id

Fitter AH, Hay RKM. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Andani S, Purbayanti E D, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari Environmental Physiology of Plant.

Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bogor (ID): World Agroforestry Centre Pr.

(25)

14

Hairiah K, Sugiarto C, Utami SR, Purnomosidhi P, Roshetko JM. 2004. Diagnosis faktor penghambat pertumbuhan akar sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pada ultisol di Lampung Utara. Agrivita 26(1):89-97.

Hidayat AH, Usamah H, Nurmelati S. 2012. Dampak konversi lahan pertanian bagi taraf hidup petani di Kelurahan Landasan Ulin Barat Kecamatan Liang Anggang Kota Banjarbaru. Agribisnis Perdesaan 2:95-107.

Lestari GW, Solichatun, Sugiyarto. 2006. Pertumbuhan, kandungan klorofil, dan laju respirasi tanaman garut (Marantha arudinaceae L.) setelah pemberian asam giberelat (GA3) [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Ningrum RTO. 2009. Pengaruh dosis pupuk kandang dan arang sekam terhadap

pertumbuhan tanaman garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah naungan tegakan sengon [Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen] [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sartika WD. 2001. Pengaruh lama penaungan dan dosis pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi rimpang garut (Marantha arudinaceae L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sastra DR. 2002. Analisis keragaman genetik Marantha arudinaceae L. berdasarkan penanda molekuler RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Sains dan Teknologi 55(5): 209-218.

Susilo, Winangun Y, Wartaya. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(26)
(27)
(28)

15

Lampiran 1 Analisis statistik pupuk organik 1.1 Tinggi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 324.250 108.083 8.020 0.002

Error 16 215.700 13.481

Total 19 539.950

Duncan

Grup Rata-rata N Dodis pupuk anorganik

A 17.400 5 4 B 9.500 5 3 B 7.700 5 2 B 7.600 5 1 1.2 Panjang daun ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 20.965 6.988 0.520 0.676

Error 16 215.855 13.491

Total 19 236.821

1.3 Lebar daun

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 3.102 1.034 1.990 0.156

Error 16 8.308 0.519

Total 19 11.410

1.4 Jumlah daun

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 150.950 50.317 6.780 0.004

Error 16 118.800 7.425

Total 19 269.750

Duncan

Grup Rata-rata N Dodis pupuk organik

A 13.800 5 4

B 9.000 5 1

B 7.400 5 3

(29)

16

1.5 Jumlah anakan

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 4.150 1.383 2.630 0.085

Error 16 8.400 0.525

Total 19 12.550

1.6 Jumlah umbi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 2.550 0.850 0.940 0.442

Error 16 14.400 0.900

Total 19 16.950

1.7 Berat umbi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk organik 3 2698.127 899.376 2.280 0.119 Error 16 6094.390 380.899

Total 19 8792.517

Lampiran 2 Analisis statistik pupuk anorganik 2.1 Tinggi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 494.975 164.992 4.210 0.026

Error 14 548.584 39.185

Total 17 1043.559

Duncan

Grup Rata-rata N Dodis pupuk anorganik

A 21.938 4 4 B 10.300 5 1 B 9.700 5 2 B 8.125 4 3 2.2 Panjang ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 20.053 6.684 0.328 0.817

Error 14 285.073 20.362

(30)

17 2.3 Lebar

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 8.587 2.862 2.830 0.076

Error 14 14.145 1.010

Total 17 22.732

2.4 Jumlah daun

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 293.150 97.717 6.600 0.005

Error 14 207.350 14.811

Total 17 500.500

Duncan

Grup Rata-rata N Dodis pupuk anorganik

A 17.250 4 4 B 8.800 5 1 B 8.800 4 3 B 6.800 5 2 2.5 Jumlah anakan ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 1.994 0.665 0.850 0.489

Error 14 10.950 0.782

Total 17 12.944

2.6 Jumlah umbi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 4.011 1.337 2.640 0.091

Error 14 7.100 0.507

Total 17 11.111

2.7 Berat umbi

ANOVA

Sumber Keragaman db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-Hitung Sig. Dosis pupuk anorganik 3 26261.519 8753.840 7.550 0.003 Error 14 16227.112 1159.079

(31)

18

Duncan

Grup Rata-rata N Dodis pupuk anorganik

A 124.920 4 4

B 36.690 4 3

B 32.720 5 2

(32)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Oktober 1991 dari ayah Ir Kusman Ciayasdi dan ibu Euis Wahyuwati. Penulis adalah putri kedua dari empat bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Kornita dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTM-IPB) dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Silvikultur yakni Tree Grower Community (TGC) pada tahun 2010/2011 dan 2011/2012 sebagai staff KOMINFO. Kepanitiaan yang diikuti yaitu Save Mangrove for Our Earth tahun 2010, TGC in Action tahun 2011, Seminar Jabon tahun 2011 dan TGC in Action pada tahun 2012. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di lokasi Pangandaran-Gunung Sawal, pada bulan Juni sampai dengan Juli. Tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi, Bandung dan Cianjur pada bulan Juni sampai dengan Juli serta Praktik Magang di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor pada bulan Februari 2012. Tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi (PKP) di PT. SBA Indonesia Sumatera Selatan pada bulan Februari sampai dengan Maret.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Tanaman Garut (Marantha arudinaceae L.) di bawah Tegakan Sengon (Falcataria moluccana Miq.) di bawah bimbingan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS.

Gambar

Gambar 1 Bibit anakan garut (M. arudinaceae) kultivar creole
Tabel  1    Persentase  hidup  tanaman  garut  pada  berbagai  jenis  dan  dosis  pupuk  selama 16 minggu pengamatan
Tabel 2  Pengaruh pemupukan terhadap petumbuhan tinggi tanaman garut
Gambar  4    Pertumbuhan  jumlah  daun  tanaman  garut  yang  diberi  perlakuan  (a)  pupukiiorganik ______ _ 0iimL/ha, iiiiiil  350iimL/ha,
+5

Referensi

Dokumen terkait