• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERNAAN, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KECERNAAN, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)KECERNAAN,, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA KECERNAAN DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SABUT KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus. SKRIPSI APDILA SAFITRI. DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012.

(2) RINGKASAN Apdila Safitri. D24080112. 2012. Kecernaan, Retensi Nitrogen dan Performa Domba yang diberi Ransum yang mengandung Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M.S., M.Sc. Pembinmbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Hasil samping pabrik kelapa sawit terutama sabut perasan biji kelapa sawit (SS) melimpah seiring dengan meningkatnya jumlah perkebunan kelapa sawit di Indonesia setiap tahun. Hasil samping tersebut sangat berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia. Kandungan lignin SS dapat dikurangi dengan suatu perlakuan terlebih dahulu seperti fermentasi menggunakan jamur pendegradasi lignin misalnya Pleurotus ostreatus. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manfaat sabut kelapa sawit yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pengganti rumput gajah di dalam ransum domba lokal jantan melalui pengamatan kecernaan energi, retensi nitrogen dan performa. Ternak yang digunakan sebanyak 12 ekor domba jantan dengan rataan bobot badan 23,32 ± 1,68 kg. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan ransum dan 4 kelompok domba. Ransum terdiri dari 3 jenis yaitu: R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat sebagai ransum kontrol, R1 = 15% RG + 15% Sabut Kelapa Sawit fermentasi (SSf) + 70% konsentrat, R2 = 30% SSf + 70% konsentrat. Peubah yang diamati adalah konsumsi dan kecernaan nutrien, TDN, retensi nitrogen, pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan efisiensi ransum. Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan jika rataan perlakuan berbeda nyata, maka dilakukan uji lebih lanjut dengan metode Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi SS dengan Pleurotus ostreatus berhasil meningkatkan nilai nutrien sabut. Penggantian rumput gajah dengan SSf dalam ransum domba menurunkan konsumsi lemak kasar (P<0,05), kecernaan serat kasar (P<0,05) dan protein kasar (P<0,01) seiring dengan peningkatan persentase SKSF dalam ransum. Retensi nitrogen, TDN, PBBH dan efisiensi ransum tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Penambahan SSf dalam ransum memberikan nilai positif, sebagaimana yang terjadi pada ransum yang menggunakan rumput gajah. Kata-kata kunci: domba, Pleurotus ostreatus, retensi nitrogen, serat kelapa sawit. i.

(3) ABSTRACT Digestibility, Nitrogen Retention, and Performance of Local Sheep Offered Diet Composed of Palm Press Fiber Fermented by Pleurotus ostreatus A. Safitri, D. Evvyernie, T. Toharmat Availability of palm press fiber (PPF) as a by-product of palm oil processing increased every years. PPF is potential to be used as feed, but it contains high lignin. Lignin content of the PPF can be reduced by pre-treatment such as fermentation using a white root degrading fungi of Pleurotus ostreatus. The aims of this study were to evaluate digetibility, nitrogen retention and performance of sheep offered diets composed of palm press fiber (PPF) fermented by Pleurotus ostreatus. Twelve male sheep weighing of 23.32 ± 1.68 kg were devided into four groups and randomly allocated into three dietary treatments in a randomized block design. The treatments were levels of fermented PPF in the diets: R0 (30% napier grass + 70 % concentrate), R1 (15% napier grass 15% PPF + 70% concentrate) and R2 (30% PPF + 70% concentrate). The result showed that the mean of daily gain (ADG), total digestible nutrient (TDN) and nitrogen retention in sheep were not different among treatments. Dietary inclusion of PPF decreased the ether extract intake and digestible crude fiber (P<0.05) and decreased digestible crude protein (P<0.01). It was concluded that PPF could be included in the ration of sheep to replace napier grass. Keywords: palm press fiber, Pleurotus ostreatus, sheep, nitrogen retention. ii.

(4) KECERNAAN, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SABUT KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus. APDILA SAFITRI D24080112. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iii.

(5) Judul. : Kecernaan, Retensi Nitrogen dan Performa Domba yang diberi Ransum yang mengandung Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus. Nama. : Apdila Safitri. NIM. : D24080112. Menyetujui,. Pembimbing Utama,. Pembimbing Anggota,. (Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A., M.S., M.Sc.) NIP. 19610602 198603 2 001. (Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc.) NIP. 19590902 198303 1 003. Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan. (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Agr.Sc.) NIP. 19670506 199103 1 001. Tanggal Ujian : 30 Juli 2012. Tanggal Lulus : iv.

(6) RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 26 April 1990 di Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Sulaiman Alan dan Juraidah. Pendidikan dasar ditempuh pada tahun 1996 di Sekolah Dasar Negeri 009 Sangkulirang dan diselesaikan tahun 2001 di Sekolah Dasar Negeri 011 Sangatta, Kutai Timur. Pendidikan lanjutan menengah pertama ditempuh pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sangatta. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 10 ‘MELATI’ Samarinda pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa di jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama menempuh pendidikan, penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) periode 2009-2010 sebagai komisi keuangan dan pada periode 2010-2011 sebagai sekretaris umum, dan IPB Debate Community (IDC) periode 2008-2010 sebagai anggota. Penulis pernah mengikuti kegiatan pelatihan pembangunan karakter enterprener di Fakultas Peternakan pada tahun 2010 dan kegiatan magang di Balai Penelitian Ternak, Ciawi pada tahun 2011. Penulis berkesempatan mendapat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian yang didanai sebanyak 2 judul : tahun 2011 berjudul ‘Potensi Wafer Kaliandra Plus Sebagai Pakan Sumber Protein dan Penekan Produksi Gas Metan Pada Ruminansia Secara In Vitro’ sebagai anggota dan tahun 2012 berjudul ‘Biomasa Serat Kelapa Sawit Hasil Fermentasi Pleurotus ostreatus untuk Pakan Domba Jantan Lokal’ sebagai ketua tim. Penulis berkesempatan menerima beasiswa PPA tahun 2009/2010 dan beasiswa reguler Karya Salemba Empat (KSE) tahun 2011/2012. Penulis,. Apdila Safitri D24080112 v.

(7) KATA PENGANTAR Segala. puji. bagi. Allah. yang. dengan. rahmat-Nya,. penulis. dapat. menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul Kecernaan, Retensi Nitrogen dan Performa Domba yang diberi Ransum yang mengandung Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Maret 2012 di Laboratorium Ternak Perah, Laboratorium Lapang Blok A Kandang Metabolisme dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Karya ilmiah ini merupakan syarat dalam memperoleh gelar sarjana peternakan. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengevaluasi manfaat sabut kelapa sawit yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pengganti rumput gajah di dalam ransum domba lokal jantan melalui pengamatan kecernaan energi, retensi nitrogen dan performa. Sabut kelapa sawit merupakan hasil samping pengolahan minyak kelapa sawit yang belum termanfaatkan dengan optimal yang memiliki nutrisi hampir sama dengan rumput gajah tetapi serat kasar yang tinggi dengan terdapatnya lignin yang tinggi menyebabkan nilai nutrisi SS rendah jika diberikan secara langsung pada ternak ruminansia. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha mengurangi kandungan lignin SS dengan memfermentasi SS dengan Pleurotus ostreatus atau dikenal sebagai jamur tiram oleh masyarakat. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang nutrisi ternak dan menjadi pakan alternatif berbasis sumber daya lokal yang dapat diterapkan di masyarakat sehingga membantu permasalahan yang dihadapi peternak. Bogor, Agustus 2012. Penulis. vi.

(8) DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ............................................................................................... i. ABSTRACT .................................................................................................. ii. RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii. KATA PENGANTAR .................................................................................. iv. DAFTAR ISI ................................................................................................. v. DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii. DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1. Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ............................................................................................... 1 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3. Sabut Kelapa Sawit .......................................................................... Lignin ............................................................................................... Pleurotus ostreatus ........................................................................... Potensi Domba ................................................................................. Konsumsi .......................................................................................... Kecernaan ......................................................................................... Kecernaan Energi ................................................................. Retensi Nitrogen ............................................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................................... Efisiensi Pakan .................................................................................. 3 4 5 7 7 8 8 10 10 11. MATERI DAN METODE ............................................................................ 12. Lokasi dan Waktu ............................................................................. Materi ............................................................................................... Sabut Kelapa Sawit Fermentasi ........................................... Kandang dan Peralatan ......................................................... Ransum ................................................................................. Ternak .................................................................................. Prosedur Penelitian .......................................................................... Pengukusan Sabut Kelapa Sawit .......................................... Pembuatan Rumah Jamur ..................................................... Pembuatan Media Tumbuh (Baglog) Pleurotus ostreatus ... Fermentasi ............................................................................ Pembuatan Ransum .............................................................. Pemeliharaan ........................................................................ Koleksi Feses ........................................................................ 12 12 12 12 12 13 14 14 15 15 16 16 16 17 vii.

(9) Koleksi Urin ......................................................................... Analisis Proksimat ............................................................... Rancangan dan Analisis Data ........................................................... Perlakuan .............................................................................. Model ................................................................................... Peubah .................................................................................. Analisis Data ......................................................................... 17 17 18 18 18 18 20. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 21. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian .................................................. Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit ..................................................................................... Kandungan Nutrien Ransum Penelitian ............................... Konsumsi Nutrien ............................................................................ Konsumsi Bahan Kering ...................................................... Konsumsi Protein Kasar ....................................................... Konsumsi Lemak kasar ........................................................ Konsumsi Serat Kasar .......................................................... Konsumsi BETN .................................................................. Kecernaan Nutrien ........................................................................... Kecernaan Bahan Kering ..................................................... Kecernaan Protein Kasar ...................................................... Kecernaan Lemak Kasar ...................................................... Kecernaan Serat Kasar ......................................................... Total Digestible Nutrien (TDN) ........................................... Retensi Nitrogen ............................................................................... Performa ........................................................................................... Pertambahan Bobot Badan Harian ....................................... Efisiensi Pakan ..................................................................... Pembahasan Umum ........................................................................... 21 23 24 24 25 26 26 27 28 28 29 30 31 32 33 34 34 35 36. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 38. Kesimpulan .................................................................................... Saran ............................................................................................... 38 38. UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 39. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 40. LAMPIRAN .................................................................................................. 44. 21. viii.

(10) DAFTAR TABEL Nomer. Halaman. 1. Kandungan Nutrisi Hasil Samping Minyak Kelapa Sawit (%) ........... 4. 2. Komposisi Ransum Penelitian (%) ...................................................... 13. 3. Komposisi Nutrien Sabut Kelapa Sawit Non Fermentasi dan Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus ................................................ 21. 4. Persentase Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan 100% BK ....................................................................................................... 23. 5. Rataan Konsumsi Nutrien Ransum Domba Selama Pemeliharaan ..... 24. 6. Nilai Kecernaan Nutrien Ransum Sabutt Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus pada Domba Lokal Jantan ....................... 28. 7. Rataan Retensi Nitrogen, Efisiensi Ransum dan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba .......................................................................... 34. ix.

(11) DAFTAR GAMBAR Nomer. Halaman. 1. Proses Produksi Minyak Kelapa Sawit dan Hasil Samping .................. 3. 2. Monomer Penyusun Utama Lignin ........................................................ 4. 3. Skema Degradasi Lignin oleh Enzim Ekstraseluler Jamur .................... 6. 4. Skema Metabolisme Energi ................................................................... 9. 5. Domba Lokal Jantan ............................................................................. 13. 6. Alur Pembuatan Sabut Kelapa Sawit Fermentasi (SSf) ......................... 14. 7. Pengukusan SKS .................................................................................... 15. 8. Penjemuran SKS ................................................................................... 15. 9. Rumah Jamur ......................................................................................... 15. 10. Miselium P. ostreatus pada Baglog SS ................................................. 15. 11. Bibit P. ostreatus ................................................................................... 16. 12. Baglog SS fermentasi ± 60 hari ............................................................. 16. x.

(12) DAFTAR LAMPIRAN Nomer. Halaman. 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering ...................................... 45. 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar ........................................ 45. 3. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Lemak Kasar ......................................... 45. 4. Hasil Uji Lanjut Konsumsi Lemak Kasar ............................................ 46. 5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar ........................................... 46. 6. Hasil Sidik Ragam Konsumsi BETN ................................................... 47. 7. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering ...................................... 47. 8. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Protein Kasar ...................................... 47. 9. Hasil Uji Lanjut Kecernaan Protein Kasar ........................................... 48. 10. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Lemak Kasar ........................................ 48. 11. Hasil Sidik Ragam Kecernaan Serat Kasar ......................................... 49. 12. Hasil Uji Lanjut Kecernaan Serat Kasar .............................................. 49. 13. Hasil Sidik Ragam Total Digestible Nutrient (TDN) .......................... 49. 14. Hasil Sidik Ragam Retensi Nitrogen ................................................... 50. 15. Hasil Sidik Ragam PBBH ..................................................................... 50. 16. Hasil Sidik Ragam Efisiensi Pakan ...................................................... 50. 17. Perhitungan TDN Ransum Penelitian .................................................. 51. xi.

(13) PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi ternak ruminansia di Indonesia terus meningkat tetapi peningkatan ini tidak didukung dengan ketersediaan pakan hijauan yang berkualitas setiap saat. Keterbatasan pakan hijauan berkualitas dapat mengakibatkan produksi ternak tidak optimal. sehingga. penyediaan. pakan. berkualitas. perlu. dilakukan. dengan. memanfaatkan sumber daya lokal yang ketersediaannya kontinyu. Salah satu sumber daya lokal yang berpotensi adalah kelapa sawit. Usaha untuk mengintegrasikan antara perkebunan kelapa sawit dengan peternakan telah banyak dilakukan dengan menyediakan lahan pengembalaan untuk sapi potong dibawah naungan pohon kelapa sawit tetapi hijauan yang disediakan kurang berkualitas dan tidak mencukupi kebutuhan ternak. Limbah dan hasil samping dari produksi minyak kelapa sawit yang mengandung serat kasar tinggi pun mulai dimanfaatkan menjadi pakan ternak ruminansia dengan jumlahnya yang melimpah dan selalu tersedia tiap musim sehingga berpotensi menjadi sumber pakan hijauan. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia tahun 2010 mencapai 5.032.800 ha (BPS, 2010). Produksi minyak kelapa sawit Indonesia tahun 2010 sebesar 14.290.054 ton (BPS, 2010). Jika perkebunan kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa sawit berkisar 3 ton/tahun/ha maka tandan buah sawit segar yang dihasilkan sebanyak 15 ton/tahun/ha sehingga menghasilkan hasil samping berupa sabut kelapa sawit (SS) sebesar 1,95 ton/tahun/ha sehingga tahun 2010 dihasilkan sebanyak 9.813.960 ton. Jumlah sabut sawit yang melimpah ini belum dimanfaatkan optimal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan yang murah tetapi kandungan ligninnya yang tinggi menurut Purwaningrum (2003) sebesar 17,77% menyebabkan SS nilai nutrisinya rendah untuk ternak. Apabila sabut sawit akan digunakan untuk ternak harus dilakukan suatu perlakuan untuk menurunkan kandungan ligninnya. Salah satu cara yag dapat dilakukan dengan fermentasi menggunakan mikroorganisme yang memiliki kemampuan mendegradasi lignin misalnya jamur. Jenis jamur di alam sangat banyak jumlahnya. Ada jamur yang sering dijumpai hidup di kayu-kayu mati seperti kelompok jamur pembusuk putih yang berperan dalam mendegradasi lapisan xylem kayu agar terkomposit menjadi bahan 1.

(14) organik sederhana yang nantinya bersatu dengan tanah. Jamur pembusuk putih memiliki kemampuan mendegradasi dinding sel kayu yang memiliki ikatan lignoselulosa yang dimanfaatkan untuk substrat tumbuhnya. Jenis jamur yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pleurotus ostreatus atau lebih dikenal oleh masyarakat sebagai jamur tiram. Jamur yang tersebar luas diseluruh dunia sebagai jamur edible yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan nilai nutrisi tinggi dengan kandungan protein 30,4% dan serat kasar 8,7% (Chang dan Miles, 2004). Selain itu, Pleurotus ostreatus dimanfaatkan dalam bidang pengobatan karena mengandung senyawa aktif β-D Glukan (pleuran) yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Fermentasi menggunakan Pleurotus ostreatus dengan SS sebagai substrat media. tumbuhnya,. diharapkan. dapat. mengurangi. kandungan. lignin. dan. meningkatkan nilai nutrisi SS melalui miselium Pleurotus ostreatus yang menempel. Senyawa pleuran yang terdapat pada Pleurotus ostreatus bisa menjadi nilai tambah bagi ternak untuk meningkatkan imunitas dalam menghadapi berbagai serangan penyakit sehingga ternak ruminansia yang mendapatkan pakan ini menjadi lebih sehat dan dapat berproduksi lebih baik. Selain itu, sabut kelapa sawit fermentasi diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pakan pengganti hijauan yang berkualitas dimusim kemarau. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi manfaat sabut kelapa sawit yang difermentasi dengan Pleurotus ostreatus sebagai pengganti rumput gajah di dalam ransum domba lokal jantan melalui pengamatan kecernaan energi, retensi nitrogen dan performa.. 2.

(15) TINJAUAN PUSTAKA Sabut Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman perkebunan penghasil minyak nabati terbesar. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat tiap tahun diikuti dengan produksi minyak kelapa sawit. Pengolahan kelapa sawit memproduksi produk utama, yaitu minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit. Produksi minyak kelapa sawit tersebut menghasilkan hasil samping berupa tandan kosong, sabut perasan, lumpur, cangkang dan bungkil inti sawit. Persentase hasil samping dan minyak kelapa sawit dari tandan buah segar terlihat pada Gambar 1.. Gambar 1. Persentase Produksi Minyak dan Hasil Samping Kelapa Sawit Sumber : Elisabeth dan Ginting, 2003. Beberapa dari hasil samping pengolahan ini berpotensi menjadi pakan ternak seperti sabut perasan atau sabut kelapa sawit (SS), tandan kosong kelapa sawit (TKKS), lumpur sawit dan bungkil inti sawit (BIS). Limbah dari hasil panen tandan buah segar kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti pelepah dan daun kelapa sawit. Sebagian besar kandungan dari hasil samping dan limbah kelapa sawit adalah serat kasar sehingga penggunaannya masih terbatas pada ternak ruminansia tetapi BIS telah dikembangkan menjadi pakan unggas dengan kandungan proteinnya yang tinggi. Kandungan nutrisi dari beberapa hasil samping pengolahan minyak kelapa sawit pada Tabel 1.. 3.

(16) Tabel 1. Kandungan Nutrisi Hasil Samping Minyak Kelapa Sawit (%) Kandungan nutrisi. SS. TKKS. BIS. Bahan Kering. 93,11. 92,10. 91,83. Abu. 5,90. 7,89. 4,14. Protein Kasar. 6,20. 3,70. 16,33. Lemak Kasar. 3,22. 4,70. 6,49. Serat Kasar. 48,10. 47,93. 36,68. Sumber : Mathius et al., 2004 Keterangan : SS : Sabut Kelapa Sawit, TKKS : Tandan Kosong Kelapa Sawit, BIS : Bungkil Inti Sawit. Sabut kelapa sawit (SS) adalah hasil samping yang berasal dari ampas perasan buah kelapa sawit yang diambil minyaknya. Kandungan nutrisi sabut rendah dengan adanya lignin yang tinggi sebesar 12,91% (Suharto, 2004). Menurut Purwaningrum (2003) bahwa kandungan lignin SS sebesar 17,77% sedangkan penelitian Irawadi et al. (1996) sebesar 21,92%. Jika diberikan pada ternak sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu untuk mengurangi lignin yang terkandung dalam sabut kelapa sawit. Lignin Lignin merupakan polimer yang disusun dari tiga derivate fenilpropana, yaitu kumaril alkohol, koniferil alkohol dan sinapil alkohol. Lignin tidak termasuk dalam kelompok karbohidrat tetapi memiliki hubungan yang erat dengan karbohidrat (McDonald et al., 2002). Monomer – monomer utama penyusun lignin dapat dilihat pada gambar berikut :. Gambar 2. Monomer Penyusun Utama Lignin Sumber : Nägele et al., 2005. Lignin terdapat pada dinding sel tanaman yang sering berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa dengan ikatan aromatik yang sangat sulit dipecah 4.

(17) ikatannya. Bahan lignoselulosik terbentuk dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Martinez et al., 2005). Lignin tahan dengan pengolahan secara mekanik dan kimia. Tanaman pakan yang mengandung lignin tinggi memiliki nutrisi rendah. Hal ini dikarenakan terikatnya selulosa dan hemiselulosa dengan lignin sehingga tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen. Mikroba rumen tidak menghasilkan enzim pendegradasi lignin sehingga selulosa yang terikat tidak dapat dimanfaatkan dan dibuang melalui feses. Pakan yang mengandung lignin merupakan faktor yang mempengaruhi penurunan kecernaan nutrien ternak (Parakkasi, 1999). Pleurotus ostreatus Jamur tiram dalam taksonomi termasuk dalam Famili. : Tricholomataceae. Orde. : Agaricales. Kelas. : Basidiomycetes. Spesies. : Pleurotus ostreatus. (Chang dan Miles, 2004) Jamur tiram termasuk dalam jenis jamur pembusuk putih yang sering ditemukan pada kayu mati. Jamur tiram memiliki sifat mudah tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Saat ini jamur tiram telah berkembang menjadi jamur konsumsi yang tersebar luas di seluruh dunia dengan kandungan nutrisi tinggi yaitu protein dan serat serta memiliki manfaat lain yaitu untuk pengobatan. Kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ostreatus pada temperatur 25-28˚C dan pH 5,5 - 6,5. Substrat media tumbuh Pleurotus ostreatus agar miselium dapat tumbuh optimal harus mengandung sumber karbon seperti glukosa, pati, selulosa dan lignin (Chang dan Miles, 2004). Kelebihan dari jamur tiram adalah kemampuannya dalam mendegradasi lignin sehingga digunakan sebagai perombak limbah agroindustri untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Selain itu, jamur tiram memiliki senyawa aktif yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh. Jamur ini memiliki glukan yang bermanfaat sebagai prebiotik dan antioksidan untuk mencegah pengaruh radikal bebas (Synytsya et al., 2009; Chang dan Miles, 2004). Kemampuan jamur ini memecah lignoselulosa dimanfaatkan untuk memfermentasi limbah pertanian seperti jerami padi, jerami gandum, alang-alang dan gulma bahkan limbah kertas (Das dan Mukherjee, 2007; 5.

(18) Baysal et al., 2003). Jamur ini memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat mendegrasi ikatan lignoselulosa pada dinding sel tumbuhan. Enzim–enzim yang dihasilkan oleh jamur tiram yaitu fenoloksidase yang terdiri dari enzim peroksidase dan lakase, serta enzim aril alkohol oksidase (AAO) (Kerem et al. 1992). Proses degradasi ikatan lignoselulosa oleh enzim ini terdiri dari tiga tahap utama yaitu : 1) mengoksidasi rantai samping untuk membebaskan cincin aromatik, terutama asam vanilat; 2) mengoksidasi karbon-α pada rantai samping fenilpropana; dan 3) memutuskan cincin aromatik yang terikat pada polimer sehingga selulosa dan hemiselulosa terbebas dari ikatan aromatiknya. Skema proses degradasi lignin oleh secara biologis oleh jamur dengan mengaktifkan enzim pendegradasi lignin diperlihatkan pada Gambar 3.. Gambar 3. Skema Degradasi Lignin oleh Enzim Ekstraseluler Jamur Sumber : Martinez et al., 2005. Fermentasi Pleurotus ostreatus dapat meningkatkan kandungan nutrisi substrat media tumbuhnya. Menurut Winarno (1992) bahwa proses fermentasi dapat merubah komposisi kimia seperti kandungan lemak, karbohidrat, asam amino, 6.

(19) mineral dan vitamin sebagai akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi berlangsung. Potensi Domba Domba merupakan hewan asli dari asia dengan 40 spesies yang telah teridentifikasi. Daerah pusat domestikasi domba berada di Iran. Domba telah tersebar luas sampai Eropa dan Afrika. Jenis domba yang terdapat di Indonesia yang umum ditemui adalah domba ekor tipis dan domba ekor gemuk yang tersebar luas di pulau Jawa tetapi terdapat pula domba Sumatra ekor tipis dan domba Lombok ekor gemuk. Tiga bangsa domba yang terdapat di pulau Jawa, yaitu domba ekor tipis, domba ekor gemuk dan domba priangan (Ensminger, 2002). Penyebaran domba diberbagai daerah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban, curah hujan, ketersedian pakan dan interaksi antar domba (Tomaszewska et al., 1993). Domba memiliki daya adaptasi yang baik terhadap keadaan lingkungan panas di Indonesia. Bentuk adaptasi yang dilakukan domba terhadap lingkungan terlihat pada morfologi, psikologis, dan reproduksi domba disuatu daerah (Dwyer, 2008). Kemampuan domba memanfaatkan pakan berkualitas rendah menjadi produk yang bergizi dengan reproduksi yang relatif tinggi merupakan kelebihan domba sebagai ternak penghasil daging (Abidin dan Sodiq, 2002). Domba memiliki potensi besar sebagai penghasil utama daging dengan kelebihan yang dimilikinya. Konsumsi Konsumsi adalah jumlah bahan makanan yang diberikan dan sisa bahan makan. Konsumsi merupakan faktor esensial untuk hidup pokok dan menentukan produksi ternak. Jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh seekor ternak dapat dipengaruhi oleh bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak adalah fisiologis ternak, sifat pakan, komposisi bahan pakan, kecernaan dan keadaan lingkungan (Parakkasi, 1999). Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi merupakan pakan yang baik untuk ternak ruminansia. Ruminansia dapat memanfaatkan serat kasar dengan fermentasi oleh mikroba rumen yang dapat mendegradasi serat kasar menjadi produk yang lebih sederhana yang selanjutnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya.. Limbah agroindustri. merupakan bahan yang mengandung serat kasar tinggi dengan proporsi terbesarnya 7.

(20) berupa lignin. Ternak yang diberi pakan limbah agroindustri secara langsung tanpa pengolahan dapat menurunkan konsumsi pakan sehingga perlu dilakukan pemecahan lignin terlebih dahulu misalnya dengan proses fermentasi. Pakan berserat tinggi setelah difermentasi dapat memperbaiki tingkat konsumsinya. Penelitian Admovic et al. (1998) menyatakan bahwa jerami padi hasil fermentasi dengan Pleurotus ostreatus dapat menigkatkan konsumsi sapi potong daripada jerami padi yang tidak difermentasi. Kecernaan Kecernaan merupakan jumlah makanan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah makanan yang tidak diekskresikan dalam feses (McDonald et al., 2002). Pakan yang masuk dalam saluran pencernaan akan dirombak menjadi bentuk sederhana yang selanjutnya akan diserap oleh usus halus untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi ternak. Pakan sumber serat yang mengandung lignin yang tinggi dapat menurunkan kecernaan pakan tersebut. Faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan seekor ternak ruminansia adalah tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Kandungan lignin pada bahan pakan tidak dapat didegradasi ikatannya oleh mikroba rumen sehingga kandungan nutrisi pakan tidak dapat dimanfaatkan atau diserap oleh saluran pencernaan sehingga terbuang melalui feses. Zat makanan yang dicerna dalam saluran pencernaan berupa energi, protein, vitamin, mineral, dan air. Kecernaan Energi Energi dapat didefinisikan sebagai kapasitas dalam melakukan suatu kerja. Bentuk energi yang biasa dijumpai pada ternak seperti energi kimiawi dan energi thermal. Energi kimia memiliki bagian terbesar dalam menyediakan energi pada tubuh ternak. Komponen kimia dalam bahan makanan akan dirombak melalui proses metabolisme untuk menyediakan produk energi utama yaitu ATP (Adenosine Triphosphate). Zat makanan yanag terkandung dalam bahan makanan yang menjadi sumber pembentuk energi yaitu glukosa, glikogen, VFA (Volatile Fatty Acids), lemak dan asam amino. Sumber energi utama pada ternak ruminansia adalah VFA 8.

(21) yang terdiri dari asam propionate, asam butirat dan asam asetat (McDonald et al., 2002). Ruminansia yang diberikan konsentrat dalam jumlah cukup banyak maka didalam rumen akan dihasilkan asam propionate tetapi ransum yang terdiri dari hijauan dalam jumlah yang cukup banyak maka rumen akan menghasilkan asam asetat lebih banyak. Energi dapat dihasilkan dari perombakan protein dan lemak. Energi akan dimanfaatkan oleh tubuh ternak untuk hidup pokok, pertumbuhan, kerja dan reproduksi. Energi yang berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi ternak tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh tubuh tetapi ada energi yang terbuang seperti terlihat pada bagan dibawah ini : Konsumsi energi. Energi Feses Energi Tercerna (DE). Energi Urin dan Gas Metan Energi Metabolis. Panas Tubuh Energi Netto Gambar 4. Skema Metabolisme Energi Sumber : Parakkasi (1999). Energi tercerna (DE) adalah selisih antara jumlah energi yang dikonsumsi dengan energi yang terbuang melalui feses. Pengukuran DE dilakukan menggunakan bomb kalorimeter dengan mengukur kalori yang terdapat pada bahan makanan dan feses. Energi tercerna dapat pula dinyatakan dalam bentuk TDN (Total Digestible Nutrient) yang dinyatakan dalam unit berat atau persen. Kebutuhan energi dalam penyusunan ransum ternak ruminansia sering menggunakan data TDN. Pengukuran TDN berdasarkan dari evaluasi analisis proksimat bahan pakan dan feses (Perry et al., 2003). Metode pengukuran energi menggunakan TDN ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat secara langsung maupun tidak langsung pada ternak ruminansia dan babi. TDN adalah penjumlahan dari kecernaan protein, karbohidrat dan 2,25 lemak (Pond et al., 2005). Empat faktor yang mempengaruhi nilai TDN, yaitu persentase bahan kering, kecernaan bahan kering, jumlah mineral tercerna dan jumlah lemak tercerna (Perry et al., 2003). Pengukuran TDN suatu bahan makanan 9.

(22) pada ternak tertentu dapat diketahui bahwa energi yang tersedia dalam pakan itu telah mencukupi kebutuhan ternak atau belum secara semu. Retensi Nitrogen Retensi nitrogen adalah jumlah nitrogen yang tersimpan dalam tubuh. Retensi nitrogen didapatkan dari selisih antara nitrogen yang berasal dari makanan dengan nitrogen yang terbuang melalui feses dan urin. Retensi nitrogen ini menggambarkan protein yang termanfaatkan oleh sel tubuh. Nitrogen yang diretensi tersebut akan digunakan sel tubuh untuk metabolisme dan penyusun sel baru. Kualitas protein dalam suatu bahan pakan dinilai baik jika memiliki nilai retensi nitrogen yang positif. Nilai retensi nitrogen bisa bernilai nol atau negatif. Apabila nilai retensi nitrogen nol berarti nitrogen dari protein yang dikonsumsi sama dengan nitrogen yang terbuang dari feses dan urin. Nilai nitrogen negatif berarti jumlah nitrogen yang terbuang lebih banyak daripada yang dikonsumsi. Kecernaan protein ransum akan berpengaruh terhadap jumlah nitrogen yang diretensi sedangkan kecernaan protein dipengaruhi oleh jumlah protein yang terkandung dalam ransum (McDonald et al., 2002). Nitrogen dari protein pakan dapat digunakan dan diretensi oleh ternak dipengaruhi oleh jumlah energi yang tersedia yang akan mempengaruhi bobot badan (Sun dan Zhao, 2009). Pakan hasil fermentasi memiliki protein yang nitrogennya lebih banyak diretensi. Pemberian pakan berupa jerami padi dan ampas sagu yang difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus dapat meningkatkan retensi nitrogen pada sapi (Admovic et al., 1998; Sangadji, 2009). Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan kenaikan bobot badan yang berasal dari selisih antara bobot badan awal dengan bobot badan saat pengukuran. Pertambahan bobot badan berperan untuk mengukur pertumbuhan tubuh ternak. Kualitas dari pakan yang diberikan pada ternak akan mempengaruhi pertambahan bobot badan ternak karena nutrisi yang tersedia dapat mencukupi kebutuhan ternak. Pemberian sabut kelapa sawit amoniasi pada domba menghasilkan pertambahan bobot badan 21-75 g/ekor/hari yang masih berada dalam kisaran rata-rata bobot badan domba (Zain, 2007). Pakan yang difermentasi dapat meningkatkan konsumsi ternak sehingga bobot badan ternak pun akan meningkat. Menurut Tarmidi (2004) bahwa 10.

(23) pemberian ampas tebu yang difermentasi oleh Pleurotus ostreatus dapat meningkatkan pertambahan bobot badan domba priangan. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan merupakan gambaran pemanfaatan pakan yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan 1 kg bobot badan. Pemanfaatan pakan untuk pertambahan bobot badan dapat pula diukur melalui konversi pakan. Pengukuran efisiensi pakan dengan membagi pertambahan bobot badan selama pemeliharaan dengan konsumsi bahan kering pakan. Efisiensi pakan dapat dipengaruhi oleh komposisi kandungan pakan, variasi ternak, bentuk pakan dan kecernaan. Efisiensi pakan dipengaruhi oleh faktor kemampuan ternak dalam mencerna bahan makanan, jenis makanan dan kecukupan nutrisi untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh (Campbell et al., 2003). Pemberian pakan hasil fermentasi dapat meningkatkan konversi pakan. Pakan hasil fermentasi Pleurotus ostreatus dapat meningkatkan konversi pakan sapi (Sangadji, 2009). Efisiensi pakan domba priangan yang diberi pakan ampas tebu terfermentasi Pleurotus ostreatus 0,082–0,104 masih dalam kisaran normal domba didaerah tropis (Tarmidi, 2004).. 11.

(24) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Industri. Pakan,. Laboratorium. Ternak. Perah,. Laboratorium. Terpadu. dan. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Materi Sabut Kelapa Sawit Fermentasi Sabut kelapa sawit fermentasi merupakan sabut kelapa sawit yang dibuat menjadi media tumbuh (Baglog) jamur Pleurotus ostreatus yang telah permukaannya dipenuhi oleh miselium. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat baglog adalah sabut kelapa sawit, dedak padi, kapur, dan bibit jamur. Peralatan yang digunakan plastik prophilen, karet gelang, ring bambu, koran, kapuk, drum kukus, terpal, oven 60˚C, autoclave, sudip dan perlengkapan sterilisasi yang terdiri dari alkohol, detergen, desinfektan, dan formalin. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang metabolis dengan peralatan yang digunakan selama pemeliharaan seperti tempat pakan, ember air minum, timbangan duduk, selang, dan alat kebersihan. peralatan yang digunakan pada koleksi feses adalah kain kasa, plastik, dan serokan, sedangkan peralatan yang digunakan pada koleksi urin, yaitu ban dalam, karet, selang, dirigen 5 liter, gelas ukur, ember, dan botol sampel. Ransum Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis ransum yang disusun berdasarkan NRC (1975) untuk domba umur 12 bulan pada bobot badan 10-20 kg dengan TDN 73% dan PK 16%. Bahan pakan yang digunakan dalam ransum terdiri dari hijaun berupa rumput gajah kering giling dan sabut kelapa sawit fermentasi (SSf) sedangkan bahan penyusun konsentrat terdiri dari dedak padi, onggok, bungkil kedele, bungkil kelapa, CPO, molasses, CaCO3 dan premix. Pakan 12.

(25) berupa ransum komplit dengan perbandingan hijauan dan konsentrat 30% : 70% berbentuk mash. Adapun komposisi ransum dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Ransum Penelitian (%) Bahan Ransum. R0. R1. R2. Rumput gajah kering. 30,00. 15,00. 0,00. SSf. 0,00. 15,00. 30,00. Dedak padi. 10,00. 10,00. 11,90. Onggok. 15,00. 18,50. 19,00. Bungkil kedelai. 14,90. 15,00. 14,00. Bungkil kelapa. 22,00. 18,40. 16,50. Molases. 4,00. 4,00. 4,50. CPO. 3,00. 3,00. 3,00. CaCO3. 1,00. 1,00. 1,00. Premix. 0,10. 0,10. 0,10. Komposisi nutrisi :. 100. 100. 100. Protein kasar. 16,09. 16,05. 16,07. TDN. 73,07. 73,60. 73,85. Ternak Penelitian ini menggunakan domba lokal jantan dengan rataan bobot badan 23,32 ± 1,68 kg sebanyak 12 ekor dengan umur satu tahun. Domba ditempatkan pada kandang individu.. Gambar 5. Domba Lokal Jantan 13.

(26) Prosedur Penelitian Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini. Secara ringkas dipetakan pada Gambar 6. Sabut Kelapa Sawit (SS) Pengukusan SS Pengeringan matahari dan oven 60˚C Pembuatan media tumbuh (Baglog) Sterilisasi Baglog Inokulasi bibit jamur Pleurotus ostreatus Fermentasi ± 60 hari Pemanenan SSf Pengeringan dengan oven 60˚C ± 48 jam Penggilingan SSf Gambar 6. Alur Pembuatan Sabut Kelapa Sawit Fermentasi (SSf) Pengukusan Sabut Kelapa Sawit Pengukusan sabut kelapa sawit bertujuan untuk meluruhkan sisa-sisa minyak yang masih menempel, setelah terjadinya proses pemerasan buah kelapa sawit. Proses ini diharapkan agar jamur dapat tumbuh dengan baik pada SS. Sabut kelapa sawit dimasukkan ke dalam drum dan dikukus selama ± 60 menit, lalu dikeringkan dibawah sinar matahari dan oven 60°C selama 18-24 jam untuk disimpan sebagai bahan baku media tumbuh jamur. 14.

(27) Gambar 7. Pengukusan SS. Gambar 8. Penjemuran SS. Pembuatan Rumah Jamur Pembuatan rumah jamur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Perah Fakultas Peternakan IPB. Pembuatan rumah jamur ini disesuaikan dengan keadaan budidaya di lapang. Rumah jamur terdiri dari ruang untuk inokulasi dan pendinginan. Sebelum digunakan, rumah jamur dan peralatannya disterilkan dengan menggunakan detergen, desinfektan, dan formalin. Suhu dan kelembaban ruangan untuk pertumbuhan jamur ini diatur agar tetap stabil sekitar 25-30˚C dan 60%-80% dengan cara pemberian karung goni basah dan penyemprotan dengan air.. Gambar 9. Rumah Jamur. Gambar 10. Miselium P. ostreatus pada Baglog SS. Pembuatan Media Tumbuh (Baglog) Jamur Pleurotus ostreatus Sabut kelapa sawit yang telah dikukus dan dikeringkan, selanjutnya dicampur dengan dedak padi dan kapur sebagai bahan isi media. Penggunaan sabut kelapa sawit, dedak padi dan kapur dalam pembuatan baglog ukuran 800 g masing-masing sebesar 83%, 15% dan 2%. Baglog yang telah dibuat lalu diautoclave untuk sterilisasi pada tekanan 1 atm suhu 121oC selama 60 menit. Kemudian baglog didinginkan selama 24 jam. 15.

(28) Fermentasi Baglog yang telah steril diinokulasi dengan bibit jamur Pleurotus ostreatus sebanyak 4% dari berat baglog. Baglog yang sudah diinokulasi dengan bibit disimpan di ruangan inkubasi sampai seluruh permukaan baglog dipenuhi oleh miselium. Selama inkubasi, proses perawatan dengan menjaga ruangan inkubasi tetap sejuk, lembab dan bersih dengan suhu 25-30˚C dan kelembaban 60%-80%. Kondisi rumah jamur dipertahankan dengan melakukan penyemprotan air pada cuaca panas agar suhu turun dan kelembaban dapat meningkat ke kondisi yang sesuai untuk miselium.. Gambar 11. Bibit P. ostreatus. Gambar 12. Baglog SSf ± 60 hari. Pembuatan Ransum Bahan penyusun ransum ditimbang sesuai persentasenya dalam ransum. Bahan baku konsentrat dicampurkan terlebih dahulu mulai dari jumlah persentasenya yang lebih kecil. Bahan sumber vitamin dan mineral (premix dan CaCO3) dicampur pertama kali lalu bahan pakan sumber protein (bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dicampur rata. Kemudian bahan sumber energi (onggok dan dedak padi) dicampurkan termasuk didalamnya rumput gajah kering giling dan SSf giling lalu seluruh bahan dicampur dengan molases dan CPO sampai rata. Pemeliharaan Selama Penelitian Pemeliharaan domba dilakukan selama ± 1 bulan (32 hari) yang terdiri dari periode preliminary selama 27 hari dan koleksi sampel selama 5 hari. Sebelum diberi perlakuan domba ditimbang bobot badannya terlebih dahulu. Penimbangan domba dilakukan setiap 1 minggu sekali untuk mengetahui pertambahan bobot badan hariannya. Ransum yang diberikan dan yang tersisa ditimbang agar diketahui 16.

(29) kebutuhan ternak. Ransum dalam satu hari diberikan sebesar 3%-5% dari bobot badan sesuai dengan pertumbuhan bobot badan dan pertumbuhan domba selama penelitian. Rasio hijauan dan konsentrat yaitu 30% : 70%, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Koleksi Feses Koleksi feses dilakukan dengan metode koleksi total. Feses yang dikeluarkan selama lima hari berturut-turut pada minggu terakhir pemeliharaan akan dikumpulkan untuk mengetahui nutrien yang terbuang. Feses dikumpulkan selama 24 jam lalu ditimbang. Sampel feses per hari diambil sebanyak 10% dari bobot segar. Kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan oven 60˚C. Sampel feses kering tersebut lalu dikompositkan selama 5 hari koleksi lalu dihaluskan. Selanjutnya, sampel dianalisis proksimat untuk digunakan pada perhitungan kecernaan ransum perlakuan. Koleksi Urin Koleksi urin dilakukan dengan metode koleksi total. Urin yang dikeluarkan selama lima hari berturut-turut di minggu terakhir pemeliharaan dikumpulkan untuk mengetahui nitrogen yang terbuang melalui urin. Urin ditampung dalam jiregen plastik yang dihubungkan melalui selang pada alat penampung urin ditubuh domba dan telah ditetesi H2SO4 10% sebanyak 2-3 tetes. Fungsi H2SO4 10% agar mencegah penguapan nitrogen yang terkandung dalam urin. Urin ditampung selama 24 jam mulai dari pagi sampai keesokan harinya. Volume urin yang dikeluarkan dalam satu hari diukur dengan menggunakan gelas ukur lalu diambil sampel dalam botol film lalu disimpan dalam lemari pendingin. Kemudian urin selama lima hari dikomposit yang diambil sampel ± 100 ml tiap ulangan untuk dianalisis kandungan nitrogen dengan metode kjeldahl. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kecernaan nutrien yang terkandung setiap ransum yang dikonsumsi oleh ternak. Semua sampel ransum dan feses dianalisis kandungan nutriennya meliputi : bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen. 17.

(30) Rancangan dan Analisis Data Perlakuan Ransum perlakuan (Tabel 2) yang diberikan berupa ransum komplit bentuk mash dengan perbandingan antara hijauan dan konsentrat 30% : 70% yang terdiri dari tiga jenis ransum, yaitu : R0 : 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat R1 : 15% RG + 15% Sabut Kelapa Sawit Fermentasi (SSf) + 70% konsentrat R2 : 30% SSf + 70% konsentrat. Model Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang mengelompokkan ternak menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan dengan tiga perlakuan ransum. Adapun model matematikanya menurut Steel dan Torrie (1993) adalah Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan : Yij= Nilai variabel hasil pengamatan µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan pemberian ransum ke-i βj = Pengaruh kelompok ternak ke-j εij = Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = Perlakuan (0,1,2,3) j = Kelompok (1,2,3) Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Konsumsi. Konsumsi adalah jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa ransum dalam satu hari. Konsumsi (gram/ekor/hari) = berat ransum – sisa ransum Konsumsi Bahan Kering (BK) = Konsumsi x % BK Konsumsi Protein Kasar (PK) = Konsumsi BK x % PK Konsumsi Lemak Kasar (LK) = Konsumsi BK x % LK 18.

(31) Konsumsi Serat Kasar (SK). = Konsumsi BK x % SK. Konsumsi BETN. = Konsumsi BK x % BETN. Kecernaan. Kecernaan adalah jumlah zat makanan yang dikonsumsi dan tidak terbuang dalam feses (Cheeke, 2005). Kecernaan (gram/ekor/hari) = konsumsi pakan – Feses Kecernaan Bahan Kering (KCBK) (%) = Kecernaan Protein Kasar (KCPK) (%) = Kecernaan Lemak Kasar (KCLK) (%) = Kecernaan Serat Kasar (KCSK) (%). =.   

(32) . .      .   . Total Digestible Nutrient (TDN) adalah penjumlahan dari. Kecernaan Energi.. kecernaan protein, karbohidrat dan 2,25 lemak (Pond et al., 2005). TDN = PK tercerna + SK tercerna + 2,25 LK tercerna + BETN tercerna PBBH. PBBH dihitung dengan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama hari pemeliharaan. PBBH =.  ! "#$%&' (

(33) )

(34) $ !%! '. Efisiensi Pakan. Efisiensi pakan dihitung dengan membagi PBB selama perlakuan dengan konsumsi pakan. *+. Efisiensi Pakan (%) =  

(35) ). . x 100%. Retensi Nitrogen (RN). Retensi nitrogen adalah selisih nitrogen yang dikonsumsi dengan nitrogen yang dikeluarkan melalui feses dan urin (McDonald et al., 2002). RN = Konsumsi Nitrogen – (nitrogen feses + nitrogen urin) Konsumsi nitrogen (g) = 6,25 x konsumsi ransum (g) x % PK ransum Nitrogen feses (g). = 6,25 x feses yang keluar (g) x % PK feses. Nitrogen urin (g). = 6,25 x urin yang keluar (g) x % PK urin. 19.

(36) Analisis Data Data yang diperoleh terdapat data hilang sehingga dilakukan missing data lalu diuji dengan analisis ragam (ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey.. 20.

(37) HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus pada sabut kelapa sawit dapat meningkatkan nilai nutrisi dari sabut tersebut yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Nutrien Sabut Kelapa Sawit Non Fermentasi dan Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus Nutrien (%). Sabut kelapa sawit a. Rumput Gajahb. Non Fermentasi. Fermentasi. Bahan Kering. 88,38. 90,09. 22,0. Abu. 11,95. 9,88. 12,3. Protein Kasar. 9,50. 14,16. 8,70. Serat Kasar. 54,75. 50,49. 32,9. Lemak Kasar. 6,75. 0,80. 2,70. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. 17,04. 24,66. 44,3. Neutral Detergent Fiber (NDF). -. 84,67. -. Acid Detergent Fiber (ADF). -. 78,11. -. Selulosa. 31,82c. 54,89. -. Lignin. 21,92c. 21,18. -. Keterangan: a Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2012 b Suharto, 2004 c Irawadi et al., 1996. Serat merupakan bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis oleh enzim yang diproduksi oleh saluran pencernaan manusia dan ternak (Linder, 1992). Serat termasuk bagian dari karbohidrat yang menyusun dinding sel tanaman yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika yang bermanfaat untuk memperkuat dinding sel (Cheeke, 2005). Setelah fermentasi, kandungan serat kasar pada sabut kelapa sawit mengalami penurunan 4,26% dari kandungan awal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa adanya degradasi ikatan lignoselulosa oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh Pleurotus ostreatus sehingga selulosa dapat 21.

(38) terlepas dari ikatan kristalin dengan lignin sehingga menyediakan selulosa untuk didegradasi oleh mikroba selulolitik dalam rumen. Serat kasar yang menurun ini terlihat dari komposisi serat berupa lignin setelah fermentasi sebesar 21,18% sedangkan sebelum fermentasi sebesar 21,92% (Irawadi et al., 1996). Penurunan ini diduga dari aktivitas enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang diproduksi oleh P. ostreatus. Penelitian Sangadji (2009) memperlihatkan bahwa Pleurotus ostreatus dapat menurunkan lignin pada ampas sagu. Kandungan protein kasar sabut kelapa sawit hasil fermentasi mengalami peningkatan 4,66% dari sebelum difermentasi. Adanya peningkatan protein kasar dikarenakan miselium yang menempel pada sabut kelapa sawit. Peningkatan pada protein substrat media tanam Pleurotus ostreatus karena meningkatnya kandungan asam-asam amino (Sova dan Cibuka, 1990). Adanya asam-asam amino yang terkandung pada miselium Pleurotus ostreatus yang menempel pada media tumbuh serta kemampuan yang dimiliki oleh miselium untuk mengikat nitrogen diudara dan menghasilkan enzim yang mendegradasi substrat dapat meningkatkan nitrogen sehingga protein kasar dari substrat meningkat (Chang dan Miles, 2004). Media tumbuh berupa ampas sagu dan ampas tebu yang difermentasi Pleurotus ostreatus masing–masing protein kasarnya meningkat sebesar 2,2% dan 2,75% serta menurunkan lignin masing–masing 5,5% dan 2,24% (Sangadji, 2009; Tarmidi, 2004). Lemak kasar sabut kelapa sawit sebelum difermentasi sebesar 6,75% yang lebih tinggi dari Mathius et al. (2004) sebesar 3,22%. Perbedaan kandungan ini dapat disebabkan oleh umur panen dari tandan buah segar kelapa sawit, proses pengepresan dalam produksi minyak sawit, waktu pengambilan sampel, dan metode analisis yang digunakan. Sabut kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini diambil tepat setelah proses pengepresan berlangsung sehingga minyak masih banyak menempel pada sabut. Pada sabut kelapa sawit yang telah difermentasi mengalami penurunan lemak kasar yang diduga akibat dari proses pemanasan berupa pengukusan dan sterilisasi pada baglog. Sebelum digunakan sebagai bahan campuran media tumbuh jamur, dilakukan proses pengukusan terlebih dahulu yang bertujuan untuk meluruhkan minyak yang masih menempel pada sabut kelapa sawit. Kemudian. 22.

(39) setelah itu baglog disterilisasi menggunakan uap panas pada autoclave dengan suhu 121˚C yang menyebabkan semakin luruhnya minyak pada sabut kelapa sawit. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Kandungan kimia dari ransum perlakuan yang mengandung sabut kelapa sawit hasil fermentasi dengan Pleurotus ostreatus (SSf) dicantumkan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Kandungan Nutrien Ransum Penelitian Berdasarkan 100% BK Kandungan Nutrien (%). Ransum Perlakuan R0. R1. R2. Bahan Kering. 83,97. 84,56. 84,85. Abu. 9,69. 9,14. 10,10. Protein Kasar. 19,84. 19,04. 20,53. Lemak Kasar. 2,81. 1,72. 2,31. Serat Kasar. 28,01. 27,25. 28,47. 39,65. 42,85. 38,58. 59,27. 59,54. 59,11. Bahan. Ekstrak. Nitrogen TDN*. Tanpa. Keterangan : Kandungan nutrien ransum komplit berdasarkan hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, 2011. R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat; R1 = 15% RG + 15% SSf + 70% konsentrat; R2 = 30% SSf + 70% konsentrat. * TDN hasil perhitungan menurut Hartadi et al., 1997.. Hasil analisis proksimat setiap ransum perlakuan didapatkan bahwa protein kasar (Tabel 4) sebesar 19,04%–20,53% lebih tinggi dari susunan ransum perlakuan (Tabel 2) sebesar 16,05%–16,09%. Protein kasar yang dicapai ini diduga adanya sumbangan protein dari konsentrat dalam ransum. Pada ransum R2 lebih tinggi dari dua ransum lain diduga berasal dari miselium yang menempel pada sabut kelapa sawit yang turut meningkatkan proteinnya. Substrat yang difermentasi akan meningkat proteinnya akibat dari pertumbuhan mikroorganisme (kapang atau jamur) sehingga terjadi peningkatan massa selnya (Nur, 2012; Sangadji, 2009). Protein dari ransum telah mencukupi kebutuhan domba dengan bobot badan 20 kg berdasarkan NRC (1975) sebesar 16% sedangkan TDN yang dibutuhkan domba sebesar 73%. Pada susunan ransum (Tabel 2) TDN sebesar 73,07%-73,85% sedangkan hasil 23.

(40) perhitungan TDN dari ransum perlakuan sebesar 59,11%–59,54%. Berdasarkan hasil tersebut, TDN ransum perlakuan lebih rendah dari susunan ransum dan kebutuhan domba. Kandungan TDN yang rendah ini diduga karena kandungan nutrien bahan penyusun ransum lebih rendah dari literatur yang digunaakan saat penyusunan ransum awal sebelum penelitian in vivo dilakukan. Konsumsi Nutrien Domba dengan Ransum Sabut Kelapa Sawit Fermentasi Konsumsi adalah jumlah bahan makanan yang diberikan dikurangi sisa bahan makan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ternak adalah fisiologis ternak, sifat pakan, komposisi bahan pakan, kecernaan dan keadaan lingkungan (Parakkasi, 1999). Pengaruh penambahan sabut kelapa sawit hasil fermentasi dalam ransum domba terlihat pada konsumsi nutrien yang dicantumkan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi Nutrien Ransum Domba Selama Pemeliharaan Rataan. Konsumsi (g/ekor/hari). Standar Eror (SE) R0. R1. R2. Bahan Kering. 976,70. 938,90. 1176,30. 52. Protein Kasar. 193,80. 178,80. 241,30. 11,6. Lemak Kasar. 27,45a. 16,10b. 27,06a. 1,97. Serat Kasar. 273,60. 255,80. 334,80. 15,5. 387,20. 402,30. 454,50. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. 1,86. Keterangan : Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05). R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat; R1 = 15% RG + 15% SSf + 70% konsentrat; R2 = 30% SSf + 70% konsentrat.. Konsumsi Bahan Kering Konsumsi didapat dari selisih antara pemberian dan sisa pakan dalam satu hari. Konsumsi pakan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering (BK) tidak memperlihatkan perbedaan nyata antar ransum. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi dengan menggunakan Pleurotus ostreatus tidak berpengaruh terhadap konsumsi domba dan mampu meningkatkan palatabilitas 24.

(41) ternak dengan penambahan SSf sampai 30% pada ransum. Menurut McDonald et al. (2002) bahwa konsumsi ruminansia akan dipengaruhi oleh faktor karakteristik makanan, hewan dan lingkungan. Karakteristik makanan berupa sifat pakan yang bulky, kandungan kimia, bentuk pakan, defisiensi nutrien, dan daya cerna pakan dapat berpengaruh terhadap konsumsi dan kecernaan dari suatu bahan makanan. Palatabilitas ternak terhadap ransum ditentukan oleh jumlah kandungan energi dan protein. Ransum perlakuan memiliki kandungan energi dan protein yang tidak berbeda sehingga palatabilitasnya sama yang menghasilkan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda tiap ransum perlakuan. Konsumsi bahan kering yang dihasilkan R0 976,70; R1 938,90; R2 1176,30 gram/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan hasil Tarmidi (2004) sebesar 677,59–718,68 gram/ekor/hari yang menggunakan ampas tebu biofermentasi dengan Pleurotus ostreatus pada ransum sebagai pengganti rumput raja dengan perbandingan hijauan yang digunakan sebanyak 70%. Konsumsi penelitian ini diduga dipengaruhi oleh energi yang terkandung dalam ransum (Tabel 4) yang belum memenuhi kebutuhan domba. Ternak akan meningkatkan konsumsinya untuk memenuhi kebutuhan energi disebabkan energi pakan rendah (Cheeke, 2005). Bentuk ransum juga mempengaruhi konsumsi bahan kering dengan ketiga ransum yang berbentuk mash dapat mempercepat rate of passage atau laju aliran pakan dalam rumen menyebabkan pengosongan rumen menjadi lebih cepat. Kesempatan ternak untuk mengkonsumsi ransum lebih banyak agar rumen tetap terisi makanan serta seluruh bahan penyusun ransum dapat dikonsumsi ternak tanpa kesempatan untuk memilih makanan yang lebih disenangi sehingga kebutuhan nutrien dapat terpenuhi. Hasil penelitian didapatkan bahwa persentase konsumsi domba untuk ransum R0 3,47%; R1 3,40% dan R2 4,11% yang menandakan ransum yang diberikan telah mencukupi kebutuhan domba yang harus dikonsumsi satu hari ± 3% bobot badan. Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk hidup pokok dan menentukan produksi ternak (Parakkasi, 1999). Konsumsi Protein Kasar Protein merupakan nutrien yang harus tersedia dalam ransum karena berperan dalam pembentukan sel baru yang akan mendukung pertumbuhan ternak. Konsumsi 25.

(42) protein kasar yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh pemberian ransum perlakuan. Protein adalah bagian dari bahan organik dalam ransum. Jumlah konsumsi akan dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan kandungan protein kasar ransum. Konsumsi bahan kering yang tidak berbeda tiap ransum. menyebabkan jumlah. protein yang dikonsumsi tidak berbeda. Apalagi kandungan protein ransum yang tidak jauh berbeda tiap perlakuan sehingga perlakuan penambahan sabut hasil fermentasi dalam ransum. tidak berpengaruh pada konsumsi. Tingkat konsumsi. ternak dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan defisiensi nutrien seperti protein yang dapat menurunkan konsumsi makanan (McDonald et al., 2002). Kandungan protein kasar pada R2 20,53% dengan jumlah konsumsi bahan kering 1176,30 gram/ekor/hari yang dihasilkan konsumsi protein kasar 241,30 gram/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Konsumsi protein kasar R0 193,80 gram/ekor/hari sedangkan terendah pada R1 178,80 gram/ekor/hari. Jumlah protein yang harus dikonsumsi domba jantan dalam masa pertumbuhan sebesar 160 gram/ekor/hari (NRC, 1975). Protein dalam ransum perlakuan telah mencukupi kebutuhan harian domba. Konsumsi Lemak Kasar Pemberian ransum yang ditambahkan sabut fermentasi memperlihatkan adanya penurunan yang nyata pada konsumsi lemak kasar. ransum. (P<0,05).. Konsumsi lemak kasar ransum dengan penambahan 15% sabut fermentasi berbeda dengan ransum rumput gajah tetapi tidak berbeda dengan ransum 30% sabut fermentasi. Konsumsi lemak kasar dari ransum dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar tiap ransum.. Konsumsi ransum R0. 27,45% lebih tinggi daripada dua ransum lain R1 16,10% dan R2 27,06% (Tabel 5). Konsumsi lemak kasar paling besar dipengaruhi oleh kandungan lemak kasar ransum R0 2,81%; R1 1,72%, dan R2 2,31%. Penggantian rumput gajah dengan sabut fermentasi menurunkan konsumsi lemak kasar ransum karena sabut fermentasi menyumbang lemak kasar yang kecil pada ransum. Konsumsi lemak kasar pada ransum dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan kandungan lemak kasar ransum serta komposisi kimia pakan (Suci, 2011). Fermentasi sabut dengan Pleurotus ostreatus menghasilkan lemak kasar yang menurun menjadi 0,8% yang diduga dari luruhnya minyak akibat proses pemanasan yang dilakukan. Hasil lemak 26.

(43) kasar lebih rendah daripada penelitian menggunakan ampas sagu sebagai media tumbuh Pleurotus ostreatus sebesar 0,9% (Sangadji, 2009). Konsumsi Serat Kasar Serat kasar merupakan bagian dari bahan organik yang menjadi sumber energi dari ternak ruminansia. Serat kasar menggambarkan tebalnya dinding sel suatu tanaman. Serat kasar tersusun dari polimer-polimer karbohidrat bahkan lignin. Kandungan serat kasar apalagi lignin dalam suatu bahan pakan dapat mempengaruhi kecernaan nutrien bahan pakan tersebut (McDonald et al., 2002). Lignin adalah komponen yang paling mempengaruhi kecernaan bahan pakan karena lignin yang tinggi dapat menurunkan kecernaan nutrien lainnya. Mikroba dalam rumen tidak dapat mendegradasi lignin karena tidak mensintesis enzim pendegradasi lignin. Jika bahan pakan yang memiliki lignin tinggi tidak dapat langsung diberikan pada ternak perlu dilakukan suatu perlakuan untuk menurunkan kandungan lignin. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan memfermentasikan dengan jamur pendegradasi lignin, misalnya jamur pembusuk putih (Pleurotus ostreatus). Konsumsi serat kasar tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan.. Jumlah konsumsi ransum R2. 334,80 gram/ekor/hari lebih banyak dari R0 dan R1 sebesar 273,60 dan 255,80 gram/ekor/hari disebabkan oleh serat kasar pada ransum R2 28,47% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum lain. Kandungan serat kasar pada ransum R1 dan R2 masih dapat dikonsumsi oleh domba sama seperti R0. Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) Bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah fraksi karbohidrat yang terdapat dalam makanan. Fraksi karbohidrat dalam suatu bahan makanan terdiri dari dua fraksi yaitu serat kasar dan BETN. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Nilai BETN didapatkan dari pengurangan 100% bahan kering dengan abu, protein, serat, dan lemak. Komponen yang termasuk dalam BETN seperti gula, fruktan, pati, pectin, asam organik dan pigmen (McDonald et al., 2002). Konsumsi BETN domba tidak berbeda nyata untuk tiap ransum perlakuan. Jumlah konsumsi diduga dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering dan jumlah BETN yang terkandung dalam ransum. Kandungan nutrien lain (abu, protein, lemak, dan serat) dalam ransum akan mempengaruhi jumlah BETN. Konsumsi BETN ransum akan terpengaruh oleh 27.

(44) jumlah konsumsi bahan kering dan serat kasar ransum (Nur, 2012). Jumlah konsumsi BETN tertinggi pada ransum R2 4454,5 gram/ekor/hari lalu diikuti oleh ransum R1 dan R0 sebesar 402,30 dan 387,20 gram/ekor/hari. Jumlah konsumsi R2 ini mengikuti konsumsi bahan keringnya walaupun serat kasar juga paling tinggi. Fermentasi dengan menggunakan P. ostreatus pada sabut kelapa sawit membuat ikatan. serat. kasarnya. amorphous. sehingga. memudahkan. mikroba. rumen. mendegradasinya. Perubahan ikatan tersebut mengakibatkan konsumsi bahan kering meningkat. Fermentasi dengan P. ostreatus pada ampas sagu dapat meningkatkan BETN dan menurunkan serat kasar, NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin sehingga meningkatkan konsumsi ransum yang ditambahkan ampas sagu (Sangadji, 2009). Kecernaan Nutrien Kecernaan merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah pakan yang tidak diekskresikan dalam feses (McDonald et al., 2002). Kecernaan nutrien pakan menunjukkan kualitas dari pakan tersebut. Persentase koefisien kecernaan ransum dapat terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai Kecernaan Nutrien Ransum Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus ostreatus pada Domba Lokal Jantan Kecernaan (%). Rataan. Standar Eror (SE). R0. R1. R2. Bahan Kering. 60,54. 58,28. 54,06. 1,07. Protein Kasar. 68,54a. 61,81b. 64,54ab. 1,03. Lemak Kasar. 84,38. 77,25. 83,63. 2,54. Serat Kasar. 45,92d. 35,11e. 33,53e. 1,99. TDN. 59,16. 57,08. 53,82. 0,92. Keterangan : Huruf berbeda pada baris kecernaan protein kasar menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,05); Huruf berbeda pada baris kecernaan serat kasar menunjukkan adanya pengaruh perlakuan (P<0,01); R0 = 30% Rumput Gajah (RG) + 70% konsentrat; R1 = 15% RG + 15% SKSF + 70% konsentrat; R2 = 30% SKSF + 70% konsentrat.. Kecernaan Bahan Kering Kecernaan. bahan. kering. domba. yang. diberi. ransum. perlakuan. memperlihatkan bahwa penambahan sabut kelapa sawit fermentasi dalam ransum 28.

(45) tidak mempengaruhi kecernaan domba sampai taraf 30%. Sabut kelapa sawit fermentasi dapat menggantikan peran dari rumput gajah dalam ransum. Kecernaan suatu ransum dapat dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering, bentuk ransum, kandungan ransum, dan kondisi ternak. Menurut Parakkasi (1999) bahwa kecernaan dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan. Kecernaan yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh kandungan nutrien dan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda tiap ransum sehingga menyediakan nutrien dalam jumlah yang sama untuk dimanfaatkan oleh domba. Fermentasi dapat meningkatkan kualitas sabut sehingga menghasilkan efek terhadap kecernaan yang tidak berbeda. Walaupun nilai kecernaan terlihat menurun pada penambahan sabut kelapa sawit fermentasi dalam ransum R1 58,28 % dan R2 54,06% dibandingkan ransum kontrol (R0) 60,54%. Nilai kecernaan yang dihasilkan lebih rendah dari penelitian Zain (2007) dengan serat sawit amoniasi sebesar 51,16%-64,51% dengan persentasi hijauan 50% dari ransum. Jika dibandingkan dengan penelitian Asriningrum (2003) kecernaan bahan kering dari sabut yang difermentasi Ganoderma lucidum sebesar 58,79%–61,99 % sedangkan penelitian Sangadji (2009) menghasilkan kecernaan bahan kering ampas sagu yang difermentasi Pleurotus ostreatus sebesar 70,1%–76,5% dengan hijauan 60% dalam ransum sapi. Hasil penelitian lebih rendah diduga adanya kandungan lignin yang belum terfermentasi optimal oleh Pleurotus ostreatus. Kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan miselium Pleurotus ostreatus pada temperatur 25-28˚C dan pH 5,5-6,5. Substrat media tumbuh Pleurotus ostreatus agar miselium dapat tumbuh optimal harus mengandung sumber karbon seperti glukosa, pati, selulosa dan lignin (Chang dan Miles, 2004). Kondisi lingkungan saat masa fermentasi pada musim kemarau serta jumlah karbohidrat mudah dicerna yang banyak berasal dari dedak padi menyebabkan lignin belum terdegradasi dengan baik selama masa pertumbuhan miselium jamur tiram. Pada proses pelapukan kayu oleh mikroorganisme akan memanfaatkan polisakarida yang mudah dipecah terlebih dahulu lalu mensekresikan enzim ekstraseluler yang digunakan untuk mendegradasi lignin (Perez et al., 2002). Jamur Pleurotus sp. termasuk dalam jamur lignoselulosik yang efektif di alam pada 29.

(46) pelapukan kayu dengan menghasilkan enzim lakase dan manganese peroksidase yang mampu mendegradasi lignin ( Martinez et al., 2005; Giardina et al., 2000). Kecernaan Protein Kasar Kecernaan protein kasar sangat nyata (P<0,01) menurun dengan penambahan sabut kelapa sawit fermentasi dalam ransum. Kecernaan ransum perlakuan R2 tidak berbeda nyata terhadap ransum R0 dan R1. Rataan kecernaan protein kasar pada ransum R0 68,54% lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan R1 61,81% dan R2 64,54%. Penurunan kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering yang cenderung menurun dengan penambahan sabut fermentasi dalam ransum. Ransum yang kandungan protein kasarnya rendah memiliki kecernaan yang rendah pula. Walaupun kandungan protein kasar dari ransum lebih tinggi berkisar 19,04%–20,53% daripada susunan ransum awal sebesar 16% (Tabel 2). Kecernaan protein dalam pakan tergantung pada jumlah protein dalam ransum, protein dalam jumlah tertentu diperlukan untuk perkembangbiakan, dan aktivitas mikroba rumen yang berpengaruh pula pada kecernaan (Parakkasi, 1999). Kecernaan yang menurun mengindikasikan bahwa protein kasar dalam ransum tidak dapat didegradasi oleh mikroba rumen dan diserap dengan baik oleh alat pencernaan pasca rumen domba. Protein yang terdapat dalam pakan pun dibuang melalui feses. Fermentasi oleh mikroba rumen akan dipengaruhi oleh komposisi pakan seperti perombakan protein yang berkorelasi dengan kelarutannya serta lignin lebih dari 4%–12% menurunkan kecernaan dan menghambat penyerapan asam amino di usus halus (Freer dan Dove, 2002). Adanya lignin pada sabut kelapa sawit diduga menyebabkan penurunan kecernaan protein kasar dengan melindungi protein dari serangan mikroba proteolitik. Kecernaan protein penelitian ini lebih rendah dari penelitian Asriningrum (2003) dengan menggunakan biomasa serat kelapa sawit hasil fermentasi G. lucidum berkisar 73,10%–75,30%. Lignin pada SS hasil fermentasi Pleurotus ostreatus belum terdegradasi sebaik dengan menggunakan G. lucidum sehingga protein tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh domba. Menurut Nur (2012) bahwa kecernaan protein akan ditentukan oleh keseimbangan protein dengan zat–zat lain seperti energi, serat kasar dan tercernanya zat lain. Ransum kontrol R0 memiliki kecernaan nutrien yang baik dibandingkan dengan ransum R1 dan R2 serta energi yang tersedia 30.

(47) lebih banyak terlihat dari nilai TDN (Tabel 7) dan komponen serat kasarnya yang mudah dicerna oleh mikroba rumen sehingga kecernaan protein kasarnya lebih baik. Kecernaan Lemak Kasar Hasil kecernaan lemak kasar domba tidak dipengaruhi (Tabel 5) oleh pemberian perlakuan sabut kelapa sawit fermentasi dalam ransum. Rataan kecernaan lemak kasar ransum sebesar R0 84,38%; R1 77,25%, dan R2 83,63 %. Kecernaan yang tidak berbeda ini dipengaruhi oleh kecernaan bahan kering dari ransum yang tidak dipengaruhi oleh pemberian perlakuan. Lemak yang mudah dicerna banyak terdapat pada konsentrat. Konsentrat yang digunakan dalam jumlah banyak pada ransum menyebabkan lemak mudah dicerna tersedia banyak sehingga daya cerna lemak kasar tidak berbeda antar perlakuan. Miselium Pleurotus ostreatus yang terdapat pada sabut juga memiliki asam lemak jenuh sebesar 72% (Chang dan Miles, 2004). Asam lemak jenuh yang banyak dapat meningkatkan kecernaan lemak kasar ransum. Persentase kecernaan lemak ini seiring dengan kandungan lemak kasar dan kecernaan bahan kering dalam ransum penelitian yang hampir sama. Penelitian Nur (2012) bahwa kecernaan lemak domba 74,06%-84,46% yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian. Kecernaan Serat Kasar Degradasi serat kasar oleh mikroba rumen dapat mempengaruhi kecernaan nutrien makanan. Serat kasar merupakan bagian dari dinding sel tanaman yang menjadi sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Serat kasar tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kecernaan serat kasar dari ransum yang ditambahkan sabut kelapa sawit fermentasi nyata menurun (P<0,05) dengan semakin besar persentasenya dalam ransum. Ransum R0 berbeda nyata dengan ransum yang ditambahkan sabut fermentasi tetapi ransum R1 tidak berbeda dengan R2. Rataan nilai kecernaan serat kasar ransum R0 45,92% lalu terus menurun dengan R1 35,11% dan R2 33,53%. Kecernaan yang menurun ini mengindikasikan bahwa komponen serat kasar tidak terdegradasi dengan baik oleh mikroba rumen. Mikroba rumen menghasilkan enzim pendegradasi selulosa dan hemiselulosa tetapi tidak menghasilkan enzim pendegradasi lignin. Jika bahan pakan yang kandungan ligninnya tinggi maka bahan pakan tersebut akan tidak dapat dicerna dan dibuang 31.

(48) melalui saluran pencernaan. Faktor yang dapat mempengaruhi kecernaan pakan seekor ternak ruminansia adalah tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan (Parakkasi, 1999). Sabut kelapa sawit yang terdapat lignin diduga menghambat kecernaan komponen serat kasar sehingga serat kasar banyak yang terbuang melalui feses dimana lignin sabut sawit hasil fermentasi masih 21,18%. Ikatan kristalin yang tersusun atas ester antara lignin dengan selulosa atau hemiselulosa tersebut tidak dapat dipenetrasi oleh enzim yang dihasilkan mikroba rumen sehingga selulosa dan hemiselulosa tidak dapat difermentasi untuk dijadikan sumber energi mikroba. Bentuk pakan yang mash juga mempengaruhi kecernaan yang menurun dengan mempersingkat waktu fermentasi pakan dalam rumen. Pengolahan pakan seperti penggilingan dapat mempercepat laju aliran pakan dalam rumen yang menyebabkan kecernaan menurun (McDonald et al., 2002). Lama waktu fermentasi dalam rumen yang singkat akan mengurangi kesempatan mikroba untuk mendegradasi serat kasar dan nutrien lain dalam bahan pakan dimana laju aliran pakan (rate of passage) menjadi cepat. Laju aliran pakan yang cepat dapat mengakibatkan nutrien belum terdegradasi sempurna dirumen tidak dapat diserap oleh usus halus dengan baik sehingga terbuang melalui feses. Total Digestible Nutrient (TDN) Energi dapat didefinisikan sebagai kapasitas dalam melakukan suatu kerja. Bentuk energi yang biasa dijumpai pada ternak seperti energi kimiawi dan energi thermal. Energi kimia memiliki bagian terbesar dalam menyediakan energi pada tubuh ternak. Jumlah energi yang tersedia untuk tubuh ternak dapat diukur dari kecernaan nutrien pakan. Kebutuhan energi dalam penyusunan ransum ternak ruminansia sering menggunakan data TDN. Energi tercerna dapat dinyatakan dalam bentuk TDN (Total Digestible Nutrient) yang dinyatakan dalam unit berat atau persen. Pengukuran TDN berdasarkan dari evaluasi analisis proksimat bahan pakan dan feses (Perry et al., 2003). Metode pengukuran energi menggunakan TDN ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat secara langsung maupun tidak langsung pada ternak ruminansia dan babi. TDN adalah penjumlahan dari kecernaan protein, karbohidrat dan 2,25 lemak (Pond et al., 2005). 32.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan proses pelaksanaan Pemilihan Langsung Pekerjaan Pengawasan Pembangunan Asrama Haji Transit Provinsi Papua, kami bermaksud melaksanakan Pembuktian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ketujuh informan tersebut ditemukan bahwa negosiasi “harga kawan” yang terjadi pada jasa fotografi di Kota Medan merupakan hal yang

Perlakuan interaksi pemberian limbah bleaching earth dengan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap pengamatan total luas daun, berat kering tanaman, laju

Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW mengambil bai’ah dari para shahabat agar mereka tidak melakukan perbuatan zina ini. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan

DAFTAR PELAMAR LOLOS SELEKSI ADMINISTRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA..

An academically effective school is distinguished by its culture: a structure, process, and climate of values and. culture: a structure, process, and climate of

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Capaian Program Meningkatnya Kualitas Pelaporan Kinerja dan Keuangan Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Daerah yang Transparan, Terukur, Tepat Waktu dan Akuntabel. 1 Dokumen,