• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thalassemia 2.1.1 Thalasemia Mayor

Thalasemia mayor merupakan penyakit dengan gejala kurangnya kadar Hb dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merah jadi cepat rusak dan umurnya sangat pendek, hingga penderita memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya ( //www.dokter82.wordpres.Com/hematology/thalassemia/).

Penderita thalasemia mayor tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulanmulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu muncul gejala seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley.Facies cooley merupakan ciri khas thalasemia mayor, yaitu batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin (//www.dokter82.wordpres.com/hemato-logy/thalassemia//)

Penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, penderita hanya bertahan hidup sekitar 1-8 bulan. Transfusi darah yang dilakukan tergantung berat ringannya penyakit. Semakin berat penyakitnya, semakin sering penderita harus menjalani transfusi darah (//www.dokter82.wordpres.com/hematology/thala-ssemia/).

(2)

2. 1.2 Thalasemia Minor

Individu penderita thalasemia minor hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal dan tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menderita thalasemia mayor. Garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan,seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak selalu memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya (www.id.wikipedia.org/wiki/thalasemia ; www. dokter82. wordpres.com/hematology/thalassemia)

2.1.3 Thalasemia Alfa

Thalasemia alfa terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts.

2.1.4 Thalasemia Beta

Thalasemia beta disebabkan penurunan sintesis rantai beta, dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu thalasemia mayor, intermedia dan karier. Pada kasus

(3)

thalasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin pada awal kelahirannya, anak-anak thalasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-18 bulan jika tidak di obati bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam(http://health.detik.com/readpenyakit/696/thalasemia).

2.1.5 Gejala

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Umumnya penderita mengalami anemia ringan,bentuk lebih berat, misalnya pada beta-thalasemia mayor terjadi sakit kuning, luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah.

Anak-anak penderita thalasemia tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (//www.dokter82.wordpres.com/hematology/Thalassemia/).

2.1.6 Diagnosis

Memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Thalasemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan

(4)

nilai MCV (//www.id.wikipedia.org/wiki/thalasse-mia, //www.dokter82.wordpres. com/ hematology/thalassemia/).

2.1.7 Pengobatan

Thalasemia yang berat memerlukan transfusi darah yang rutin dan tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif misalnya sulfonamid, karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.

Bentuk thalasemia yang sangat beratmemerlukan pencangkokan sumsum tulang,untuk terapi genetik masih dalam tahap penelitian (//www.id.wikipedia.org/ wiki/thalassemia;//www.dokter82.wordpres.com/ hematology/thalassemia/).

2.1.8 Pencegahan

Keluarga dengan riwayat thalasemia perlu mendapat penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat. Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan bantuan obat melalui urin.

Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan 25 persen menderita thalasemia( //www.id.wikipedia.org/ wiki/talassemia ; //www.dokter82.wordpres.com/hematology/thalassemia/).

(5)

2.2 Tranfusi Darah

Transfusi darah adalah suatu cara pengobatan berupa penambahan darah atau bagian-bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resifien). Proses transfusi darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi penyumbang darah dan bersifat pengobatan bagi resifien.Transfusi darah bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, tindakan terapi kasus tertentu.

Transfusi darah bagi penderita thalasemi bertujuan mempertahankan nilai hemoglobin tetap pada level 9-9,5 gr/dl sepanjang waktu. Pemeriksaan pra transfusi tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.

Darah yang ditransfusikan harus rendah lekosit; 10-15 ml/kg PRCdengan kecepatan 5 ml/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai hemoglobin yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.

Komplikasi utama transfusi berkaitan dengan transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya lebih mudah terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun

(6)

lalu, 25% pasien yang menerima transfusi ter-ekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insiden tersebut sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi organisme opurtunistik menyebabkan demam dan enteritis pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO).

Transfusi darah diberikan pada anak dengan kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dl.Pemberian transfusi darah bertujuan untuk mengatasi kondisi anemia kronik dan mempertahankan kadar hemoglobin antara 9 sampai 10 g/dl. Pemberian transfusi darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan hemokromatosis, yaitu penumpukan zat besi dalam jaringan tubuh akibat penyerapan besi yang berlebih oleh saluran cerna yang dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti: hati,limpa, ginjal, jantung,tulang, dan pankreas. Penyebab kematian tersering akibat penimbunan zat besi adalah gagal jantung yangdisebabkan IDG, oleh kardiomiopat i(Permono et al, Hemoglobin Abnormal Thalassemia, Berhman Richard E et al, 2001 )

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai transfusi darah adalah :

1. Pasien diberi penjelasan sejelas-jelasnya termasuk risiko transfusi apalagi pasien yang sering mendapatkan transfuse darah mungkin dapat terjadi reaksi transfusi. 2. Mencocokkan identitas pasien dan kantong darah.

(7)

4. Catatan lain seperti waktu mulai transfusi, selesai transfusi, volume dan macam produk yang ditransfusi, nomor donasi dan reaksi transfusi seperti dingin, demam, gatal-gatal, nyeri kepala (Julia Setyati, 2009).

2.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah: 1. Pemeriksaan Darah

a. Darah rutin

Pemeriksaan darah rutin terjadi penurunan kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit dan sel polimorfonuklear. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan jumlah trombosit.

b. Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. c. Gambaran darah tepi

Anemia pada thalasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom.Gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

d. Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi Serum Ironakan menurun, sedangkan TIBC meningkat.

(8)

e. Tes Fungsi Hepar

Kadar unconjugated bilirubin meningkat 2-4 mg%. Bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikirkan adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat kerusakan ini akan berakibat terjadinya kelainan dalam faktor pembekuan darah (Yais Hassan M, 2010 ).

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja namun juga pada orang tua dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1% (Yais Hassan M, 2010 ).

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan sumsum tulang akan memperlihatkan suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. Pada keadaan normal nilai perbandingannya 10: 3 ( Yais Hassan , 2010 ).

(9)

2.4 Hemoglobin (Hb) 2.4.1 Fisiologi

Hemoglobin merupakan zat protein dalam sel darah merah yang memberi warna merah pada darah dan merupakan pengangkut oksigen utama dalam sel – sel dalam tubuh.

Pembentukan hemoglobin memerlukan bahan-bahan penting, yaitu besi (Fe), vitamin B12 (siano-kobalamin) dan asam folat. Diperlukan 1 miligram besi untuk setiap milliliter eritrosit yang diproduksi. Setiap hari, 20-25 miligram besi diperlukan untuk pembentukan eritrosit (eritropoiesis) ; sebanyak 95 % didaur ulang dari besi yang berasal dari perputaran eritrosit dan katabolisme hemoglobin. Jika kekurangan besi (Fe), pembelahan sel akan menghasilkan sel-sel eritrosit yang berukuran lebih kecil dan penurunan jumlah hemoglobin. Vitamin B12 dan asam folat diperlukan untuk sintesis dan pertukaran molekul karbon. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan produksi DNA, kelainan perkembangan inti sel dan sitoplasma eritrosit, pembentukan sel megaloblastik yang besar dan kurang matang (Riswanto, 2013).

2.4.2 Nilai Rujukan

Nilai rujukan kadar hemoglobin pada bayi baru lahir 16 ± 3,0 g/dl ; bayi3 bulan 11,5 ± 2,0 g/ dl ; anak usia 1 tahun 12,0 ± 1,5 g/ dl dan anak usia 10-12 tahun 13,0 ± 1,5 g/ dl (Riswanto, 2013).

(10)

2.4.3 Metode Pemeriksaan Hemoglobin 1. Metode CuSO4 (kupri sulfat)

Cara ini bersifat kualitatif berdasarkan berat jenis darah dan biasanya digunakan sebagai tehnik penapisan untuk menentukan apakah seseorang dapat mendonorkan darahnya, sehingga tidak perlu diketahui kadar Hb dengan tepat.

2. Metode Sahli

Metode ini membandingkan warna asam hematin yang dilarutkan dengan HCl 0,1 N dengan warna standar yang terdapat pada alat hemoglobinometer. Metode ini memiliki kesalahan yang besar (15-30%), alatnya tidak dapat distandarisasi, dan tidak semua jenis hemoglobin dapat diukur seperti karboksihemoglobin, methhemoglobin, sulfhemoglobin.

3. Metode Fotometrik Sianmethemoglobin

Metode sianmethemoglobin adalah metode yang paling luas digunakan karena reagen dan instrument dapat dengan mudah dikontrol terhadap standar yang stabil dan handal. Metode ini merupakan metode yang dianjurkan untuk penetapan kadar hemoglobin di laboratorium oleh WHO. Metode fotometrik saat ini sudah diintegrasikan ke dalam alat pengukur hitung sel otomatik dengan menggunakan hematology analyzer (Riswanto, 2013).

(11)

2.5 Hematokrit (Ht) 2.5.1 Fisiologi

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell Volume / PCV) adalah proporsi eritrosit dalam lengkap.Untuk mengukur hematokrit, sel-sel eritrosit dalam darah dipadatkan dalam sebuah tabung dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu tertentu sehingga membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Padatnya kolom eritrosit yang diperoleh dengan pemusingan darah ditentukan oleh radius sentrifus, kecepatan sentrifus dan lamanya pemusingan (Riswanto, 2013).

Penetapan hematokrit merupakan salah satu cara pemeriksaan hematologi untuk mengetahui volume eritrosit dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen (%). Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui ada tidaknya anemia dan digunakan juga untuk menghitung indek eritrosit (Widman FK, 2005).

Peningkatan kadar hematokrit terjadi pada keadaan dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, eritrositosis, diabetes asidosis, emfisema pulmonar tahap akhir, iskemia, eklampsia, pembedahan, luka bakar.

Penurunan kadar hematokrit terjadi pada anemia defisiensi besi hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit, leukemia, limfosarkoma, mieloma multipel, sirosis hati, malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), ulkus peptikum, gagal ginjal kronis, kehamilan, SLE. Juga terjadi karena pengaruh obat-obatan antineoplastik, antibiotika (khloramphenikol, penisilin), obat radioaktif.

(12)

2.5.2 Nilai Rujukan

Nilai normal bayi baru lahir : 44-72 % ; anak usia 1-3 tahun : 35-43 % ; anak usia 4-5 tahun : 31-43 % ; anak usia 6-10 tahun : 33-45% (Riswanto, 2013).

2.5.3 Metoda Pemeriksaan Hematokrit

Pengukuran kadar hematokrit dapat diukur pada darah vena atau kapiler dengan teknik makro atau mikro kapiler, atau dengan instrument otomatis (Riswanto, 2013).

2.6 Eritrosit

Eritrosit merupakan discus bikonkaf dengan diameter 6,9 - 9,6 µm. Bentuk bikonkaf tersebut memungkinkan gerakan oksigen dengan cepat masuk keluar sel sebagaimana hal tersebut juga memperpendek jarak antara membran dan kandungan sel. Sel-sel darah merah tidak mempunyai nucleus. Sel-sel darah merah terdiri dari suatu membran bagian luar, hemoglobin (Hb), protein yang mengandung zat besi. Karbonik anhidrase, suatu enzim yang terikat dalam transport karbondioksida.

2.6.1 Pembentukan Eritrosit (Eritropoesis)

Pembentukan sel darah merah di dalam sumsum tulang merah, limpa, dan hati.Perkembangannya di dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap, mula-mula besar dan berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobinnya, kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya (Widman FK, 2005).

(13)

2.6.2 Penguraian Eritrosit

Sel darah merah setelah dibentuk kemudian diedarkan di dalam tubuh. Umur sel darah merah rata-rata 120 hari, kemudian sel menjadi tua dan dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama di dalam limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel darah merah baru. Sisa hem dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan.

2.6.3 Fungsi Utama Eritrosit

Eritrosit berfungsi mengangkut oksigen ke jaringan hingga produksi eritrosit sedikit banyak ditentukan juga oleh kadar oksigenisasi jaringan sedangkan produksi eritrosit diatur oleh eritopoetin yaitu suatu hormon yang secara langsung mempengaruhi aktivitas sumsum tulang sangat peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan (Underwood JCE, Saryadi Sarjadi Edisi 2,1999 )

2.6.4 Kelainan Jumlah Eritrosit 1. Eritrositopeni

Eritrositopeni adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit menurun atau kurang dari normal. Hal ini dapat dijumpai pada keadaan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel eritrosit (Buku Saku Hematologi, 2001).

(14)

2. Eritrositosis

Eritrositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah eritrosit meningkat atau lebih dari normal. Keadaan ini dapat dijumpai pada polisitemia, dimana volume sel eritrosit melebihi normal yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah (Buku Saku Hematologi,2001 ).

2.6.5 Nilai Normal Jumlah Eritrosit Pria : 4,6 – 6,2 x 106 / μl Wanita : 4,2 – 5,4 x 106 / μl

Saat lahir hitung jumlah eritrosit sedikit lebih tinggi, pada bulan ketiga nilainya turun sampai sekitar 4,5 juta (+ 0,7 / μl) dan secara perlahan-lahan meningkat setelah usia 4 tahun sampai pubertas (Gandasoebrata, 2013 ).

2.7 Spesimen

Spesimen darah sebaiknya darah kapiler segar atau darah EDTA. Penderita tidak dibatasi asupan makanan atau minumannya. Penurunan asupan atau kehilangan cairan akan meningkatkan kadar Hb akibat hemokonsentrasi, dan kelebihan asupan cairan akan mengurangi kadar Hb akibat hemodilusi. Spesimen darah tidak diambil dari lengan atau tangan yang sedang menerima cairan intra vena(Riswanto, 2013).

(15)

2.8 Indek Eritrosit

Indek Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit. Pemeriksaan index eritrosit digunakan sebagai pemeriksaan penyaring untuk mendiagnosis terjadinya anemia dan mengetahui anemia berdasarkan morfologinya. Nilai yang banyak dipakai ialah :

2.8.1 Mean Corpuscular Volume (MCV) atau Volume Eritrosit Rata-rata(VER)

Yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan satuan femtoliter (fl). Rumus perhitungannya :

MCV = x 10

Nilai normal MCV = 82 – 92 Fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik, defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C, keracunan timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia penyakit hati kronik, hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konfulsan dan anti metabolik (Gandasoebrata R, 2013).

Nilai Hematokrit (Vol%)

Jumlah Eritrosit (juta/ul)

(16)

2.8.2 MCH (Mean CorpuscularHemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata)

Yaitu jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan pikogram (pg).Rumus perhitungannya :

MCH = x 10

Nilai Normal MCH = 27– 31 pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013).

2.8.3 MCHC (MeanCorpuscularHemoglobin Concentration) atau KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin yang didapat per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan gram per destiliter (gr/dl).

Konsentrasi atau kadar hemoglobin yang didapat per-eritrosit, dinyatakan dalam persen (%). Meskipun dinyatakan dalam persen (%) satuannya lebih tepat gram hemoglobin per dl eritrosit. Rumus perhitungannya :

MCHC = x 10 Jumlah Eritrosit (juta/ul) Nilai Hemoglobin (gr%) Jumlah Hematokrit (vol%) Nilai Hemoglobin (gr%)

(17)

Nilai normal MCHC= 30-35 gram per desiliter (gr/dl). Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013).

2.8.4 Indek Eritrosit Pada Thalasemia

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis thalassemia meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap (complete blood count/ CBC), khususnya nilai eritrosit rerata seperti MCV, MCH, MCHC dan RDW (red blood cell distribution width). Selain itu perlu dievaluasi sediaan apus darah tepi, badan inklusi HbH dan analisis hemoglobin yang meliputi pemeriksaan elektroforesis Hb, kadar HbA2, HbF. Perlu juga dilakukan pemeriksaan cadangan besi tubuh berupa pemeriksaan feritin atau serum iron (SI) / total iron binding capacity (TIBC). Komite International untuk Standardisasi Panel Ahli Thalassemia dan abnormal Hemoglobin pada tahun 1975 merekomendasikan uji preliminari meliputi pemeriksaan darah lengkap yang diikuti dengan elektroforesis pada pH 9.2, uji solubilitas dan sikling serta uji kuantitatif HbA2 dan HbF. Bila ditemukan hemoglobin yang abnormal, uji lanjutan untuk menentukan Hb varian dengan elektroforesis pada pH 6,0-6,2; pemisahan rantai globin dan isoelectric focusing (IEF) (HTA, 2010).

Hasil skrining terhadap 795 orang menunjukkan bahwa pengidap thalassemia α, thalassemia β dan Hb lepore semuanya menunjukkan nilai MCV < 76 fL, dan MCH < 25 pg, yang mengindikasikan bahwa kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk uji saring awal thalassemia.

(18)

Pada skrining massal terhadap 289.763 pelajar yang dilakukan Silvestroni dan Bianco (1983) menunjukkan bahwa uji saring 2 tahap dengan melihat morfologi darah tepi dan uji fragilitas osmotik sel darah merah 1 tabung yang diikuti dengan pemeriksaan indeks eritrosit dan analisis hemoglobin dapat mendeteksi thalassemia non-α sampai 99,65%. Penelitian Maheswari (1999) terhadap 1.286 wanita yang melakukan pemeriksaan antenatal menyatakan bahwa angka sensitivitas dan spesivisitas dari nilai MCV dan MCH dalam identifikasi karier thalassemia berturut-turut adalah 98 % dan 92%. MCV dan MCH harus dipakai bersamaan karena bila hanya salah satu yang digunakan hasil sensitivitas dan spesifisitasnya rendah. Demikian juga penelitian Rathod dkk (2007) menunjukkan penggunaan MCV dan MCH dengan cell counter dapat digunakan dalam deteksi karier β thalassemia.

Galanello dkk (1979) menganjurkan nilai MCV < 79 fL dan MCH < 27 pg sebagai nilai ambang (cut-off) untuk uji saring awal thalassemia β (lihat tabel 1).

Tabel 1. Nilai Indek Eritrosit Pada Thalasemia

Red Blood Cell Index

Normal Affected Carrier1

Male Female β-Thal Major β-Thal Minor

Mean corpuscular volume (MCV fl) 89,1±5,01 87,6±5,5 50-70 < 79 Mean corpuscular hemoglobin (MCH pg) 30,9±1,9 30,2±2,1 12-20 < 27 Hemoglobin (Hb g/dL) 15,9±1,0 14,,0±0,9 < 7 Males : 11,5-15,3 Females : 9,1-14 1. Data from Galanello et al (1979)

(19)

Sementara penelitian Rogers dkk (1995) menyebutkan nilai cut off untuk skrining antenatal thalassemia β wanita hamil adalah MCH < 27 pg dan MCV < 85 fl, dimana nilai MCH lebih superior daripada MCV. Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium thalassemia adalah nilai MCV kurang dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg.

Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai thalassemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis thalassemia. Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg, dengan Hb rendah tanpa adanya tanda infeksi atau radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia defisiensi besi. Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL maka dianggap anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi.

Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan, namun Hb tetap rendah, maka dilakukan pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis untuk diagnosis thalassemia. Bila pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif, maka dilakukan analisis DNA.

(20)

2.9 Kerangka Teori

2.10 Kerangka konsep

2.11 Hipotesis

Ada perbedaan nilai indek eritrosit pra dan pasca tranfusi darah pada penderita thalasemia.

Penderita thalasemia Pra dan Pasca

Transfusi Pemeriksaan indek eritrosit Thalasemia Pra trasfus i ttrasfu si Diagnosis Pemeriksaan Penunjang : 1. Darah 2. Elektroforesis

3. Pemeriksaan sum-sum tulang

Pasca Transfusi Darah Index eritrosit MCV Ht x 10 ∑eri H t × 10 ∑ Eri MCHC Hb X 10 Ht MCH Hb x10 ∑eri

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah meta-analisis yang menelaah 41 penelitian dengan keterlibatan 5.908 orang tentang hubungan antara tingkat kecemasan dan nyeri menyimpulkan bahwa

Aset dan liabilitas pajak tangguhan diakui pada saat nilai tercatat suatu aset atau liabilitas dalam laporan posisi keuangan konsolidasian berbeda dengan dasar

Puji Syukur Ibu Kasatlak dan Ibu Pengawas sangat senang dengan kegiatan SD KAI yang sangat kreatif dan tetap mengutamakan protokol kesehatan (covid), mereka juga

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Pada awal penelitian dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap susu segar yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang

Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan, maka rendemen yang dihasilkan cenderung menurun, air yang terkandung dalam bahan semakin

ABK, pelaksanaan pembelajaran yang belum menggunakan dan memanfaatkan media, metode, dan lingkungan sebagai sumber belajar yang variatif untuk memenuhi perbedaan dan