• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG DENGAN PROSES PENGOLAHAN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG DENGAN PROSES PENGOLAHAN YANG BERBEDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 611

KAJIAN PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG DENGAN PROSES

PENGOLAHAN YANG BERBEDA

Ratna Wylis Arief1, Alvi Yani1, Asropi1, dan Fatma Dewi2 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung

Jl. Z.A. Pagar Alam No. 1ª, Rajabasa Bandar Lampung 2

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan Jl. P. Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

e-mail :

ABSTRAK

Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu tepung jagung dari beberapa proses pengolahan yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur, sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2012. Penelitian ini menggunakan bahan baku jagung varietas B 89, dengan 3 perlakuan cara pengolahan tepung jagung yaitu: tanpa perendaman/penggilingan jagung pipil langsung menjadi tepung (A); peredaman dalam air biasa selama semalam (B); dan perendaman dalam larutan ragi tape 1% selama semalam (C). Pengamatan dilakukan terhadap kandungan gizi tepung jagung (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan karbohidrat), dan analisis ekonomi tepung jagung dari setiap proses pengolahan yang diujicobakan, selanjutnya analisis data dilakukan secara diskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tepung jagung yang dibuat dengan perendaman larutan ragi 10% (C), mempunyai kandungan protein dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (tanpa perendaman) dan B (perendaman dalam air biasa). Proses pembuatan tepung jagung tanpa perendaman (A), memberikan keuntungan yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan perendaman dalam air biasa (B) dan perendaman dalam larutan ragi tape 10% (C), dengan nilai R/C ratio sebesar 2,38.

Kata kunci: mutu, tepung jagung, proses pengolahan

Pendahuluan

Jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi sebagai bahan makanan pokok di dunia, di Indonesia sendiri, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi, bahkan dibeberapa daerah seperti Madura dan Gorontalo, jagung merupakan makanan pokok. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek sebagai pangan dan bahan baku industri. Pemanfaatan jagung sebagai bahan baku industri akan memberi nilai tambah bagi usahatani komoditas tersebut. Penanganan dan pengolahan hasil pertanian memang penting untuk meningkatkan nilai tambah, terutama pada saat produksi melimpah dan harga produk rendah, juga untuk produk

(2)

Ratna Wylis Arief et al. : Kajian pembuatan tepung jagung | 612

yang rusak atau bermutu rendah. Diversifikasi pangan olahan jagung menjadi tepung, kerupuk, susu, dan dodol jagung bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari jagung, di samping mendorong tumbuhnya industri skala rumah tangga guna menyerap tenaga kerja keluarga dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk pedesaan dan petani jagung khususnya, sehingga pengembangan diversifikasi olahan jagung menjadi berbagai produk diatas ini diharapkan akan menambah deretan perbendaharaan hasil olahan jagung dan dapat meningkatkan konsumsi jagung untuk pangan.

Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk setengah jadi lainnya, karena tepung lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dapat diperkaya dengan zat gizi (fortifikasi), dan lebih praktis serta mudah digunakan untuk proses pengolahan lanjutan. Jagung kuning maupun putih dapat diolah menjadi tepung jagung, perbedaan produk hanya terletak pada warna tepung yang dihasilkan. Selama proses pengolahan tepung jagung, cara-cara penanganan yang diterapkan oleh pekerja akan berdampak terhadap mutu jagung. Cara-cara yang kasar, tidak bersih dan higienis akan menyebabkan penurunan mutu dan tercemarnya jagung hasil olahan.

Masalah utama yang dihadapi pada komoditas jagung terletak pada kandungan asam amino serta gula sebagai sumber energi yang masih rendah. Berdasarkan hal itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kandungan asam aminonya adalah melalui proses fermentasi tepung jagung dengan menggunakan mikroba/kapang tertentu, karena aktifitas kapang selama fermentasi mampu menghasilkan enzim extraseluler alfa amylase dan enzim protease yang diharapkan bisa menghidrolisis pati menjadi gula fruktosa dan mensubstitusi kekurangan akan asam amino pada tepung jagung, dan berpengaruh pada kualitas produk akhir baik dari segi rasa maupun gizi (Wignyanto dan Nurika, 2011). Hasil fermentasi juga sangat tergantung pada tepung jagung sebagai bahan dasar (substrat), macam mikroba atau inokulum, dan kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut (Rusdi, 1992). Penggunaan kapang ini pada konsentrasi dan lama inkubasi tertentu akan mempengaruhi kecepatan proses fermentasi dan kualitas produk akhir baik dari segi rasa maupun gizi.

Menurut Qanitah (2012), proses pembuatan tepung jagung pada umumnya dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut ini:

1. Pembuatan Beras Jagung

Tahap awal pembuatan jagung dimulai dengan proses pemberasan jagung pipilan. Sebelum biji jagung (jagung pipilan) diproses untuk tepung terlebih dahulu dibersihkan dan dikeringkan selama 1-2 jam pada suhu 50º C. Setelah itu dilakukan penggilingan untuk memisahkan kulit ari, lembaga dan endosperm. Hasil penggilingan kemudian dikeringkan hingga kadar air 15-18 %.

2. Penepungan Kering

Umumnya pembuatan tepung jagung dilakukan dengan memisahkan lembaga dan kulitnya. Penepungan dilakukan menggunakan ayakan berukuran 50 mesh. Selanjutnya tepung dikeringanginkan dan kemudian diayak dengan pengayak bertingkat untuk mendapatkan berbagai tingkatan, misalnya butir halus, kasar, agak halus, dan tepung halus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tepung jagung tanpa pemisahan lembaga akan didapatkan kadar lemak yang cukup tinggi (7,33%). Tingginya kadar lemak tersebut berhubungan dengan ketahanan produk terhadap ketengikan akibat oksidasi lemak.

(3)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 613 3. Perendaman dengan Air

Pada pembuatan tepung jagung dengan metode perendaman air, beras jagung direndam selama 24 jam dengan air, ditiriskan, dijemur, digiling dan diayak dengan saringan 60 mesh. Tepung yang dihasilkan dijemur kembali dengan sinar matahari agar kadar airnya rendah. Proses ini relatif mudah dan murah, sehingga sangat sesuai untuk diaplikasikan di tingkat pedesaan.

4. Penggunaan Larutan Kapur

Selain dengan metode perendaman air, proses penepungan jagung juga dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur. Pada metode ini, biji jagung direndam dengan larutan kapur (5%) selama 24 jam kemudian dikeringkan sampai kadar air 14%, digiling dan diayak menjadi tepung. Penggunaan larutan kapur 5% dapat melepaskan perikarp dalam jumlah yang besar. Selain itu juga dapat ditambahkan Calsium Hidroksida (CaOH) atau kapur tohor atau lime dengan konsentrasi penambahan harus lebih rendah dari 5%, dan konsentrasi yang sering digunakan adalah 1%. Penambahan lime akan menghancurkan pericarp dan kemudian terbuang selama pencucian, selain itu penambahan lime juga akan mengurangi jumlah mikroba, memperbaiki tekstur, aroma, warna, dan umur simpan tepung. Lime yang digunakan biasanya terlarut dalam air, jagung akan menyerap 28-30% air selama pemasakan dan 5-8% selama perendaman

Untuk dapat menjangkau pasaran secara luas, maka ketentuan persyaratan kualitas tepung jagung harus terpenuhi sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia). Syarat mutu jagung meliputi keadaan bau, rasa, warna, cemaran benda asing, kehalusan, kadar air, abu, serat kasar, derajat asam, kandungan logam, dan mikroba. Syarat mutu tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu tepung jagung dari beberapa proses pengolahan yang berbeda.

Metodologi

Penelitian dilaksanakan di Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur, sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2012.

Pada penelitian ini digunakan jagung Varietas B 89, dengan 3 perlakuan cara pembuatan tepung jagung yaitu:

- Tepung jagung A: dari jagung pipil, langsung digiling menjadi tepung

- Tepung jagung B: sebelum ditepung, jagung direndam dengan air biasa semalam - Tepung jagung C: sebelum ditepung, jagung direndam dalam larutan ragi tape 1%

Pengamatan dilakukan terhadap kandungan gizi tepung jagung (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan karbohidrat), dan analisis ekonomi tepung jagung dari setiap proses pengolahan yang diujicobakan, selanjutnya analisis data dilakukan secara diskriptif.

(4)

Ratna Wylis Arief et al. : Kajian pembuatan tepung jagung | 614

Diagram alir pembuatan tepung jagung

1. Proses pembuatan tepung jagung A

b. Proses pembuatan tepung jagung B

c. Proses pembuatan tepung jagung C

Jagung pipil Penepungan Pengayakan Tepung Jagung Jagung pipil Penepungan Pengayakan Tepung Jagung Perendaman semalam Penambahan air biasa Jagung pipil Penepungan Pengayakan Tepung Jagung Perendaman semalam Penambahan ragi tape 1%

(5)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 615

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis kandungan gizi jagung dan tepung jagung disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data analisis proksimat jagung dan hasil olahannya

No Sampel Kandungan (%)

Air Abu Protein Lemak Serat KH

1. Jagung pipil 13,00 0,97 8,35 2,46 1,26 73,94

2. Tepung Jagung A 11,84 0,44 7,49 3,67 1,32 75,23 3. Tepung Jagung B 12,16 0,81 7,09 2,86 0,37 76,70 4. Tepung Jagung C 16,97 0,62 8,41 2,15 4,54 67,30 Keterangan: A: Tepung jagung dari jagung pipil, langsung digiling menjadi tepung

B: Tepung jagung sebelum ditepung, jagung direndam dengan air biasa semalam

C: Tepung jagung sebelum ditepung, jagung direndam dalam larutan ragi tape 1%

Hasil analisis kandungan gizi tepung jagung yang tertera dalam Tabel 1. menunjukkan bahwa, tepung jagung yang dibuat dengan perendaman larutan ragi 10% (C), mempunyai kandungan protein dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh aktifitas mikroba yang terdapat di dalam ragi tape bersifat proteolitik yang akan memecah senyawa protein kompleks menjadi protein yang lebih sederhana, sehingga kandungan protein yang terukur semakin tinggi. Selain itu aktifitas mikroba juga dapat memecah dinding selulosa pada jagung, sehingga kadar serat kasar dalam tepung jagung semakiin tinggi. Menurut Achi dan Akomas (2006), fermentasi digunakan secara luas untuk pengolahan dan pengawetan pangan karena teknologinya sederhana, muda diterapkan, dan membutuhkan energi yang rendah, namun produk akhir yang dihasilkan mempunyai kualitas organolpetik yang lebih baik. Teknik fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain perendaman bahan dalam air biasa atau penambahan starter yang mengandung kapang tertentu pada konsentrasi tertentu.

Proses fermentasi juga dapat mempengaruhi sifat fungsional tepung yang dihasilkan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu menurunkan densitas tepung sorgum sebesar 10% (Elkhalifa et al., 2005), menurunkan densitas dan viskositas pada makanan sapihan di Afrika (Onofiok dan Nnanyelugo, 1998), menurunkan viskositas adonan sereal dan tepung ubikayu (Onyago et al., 2003), menurunkan kadar serat pada tepung ubikayu (Subagyo, 2006), menurunkan faktor anti nutrisi pada biji millet (Hassan et al., 2006), dan meningkatkan daya cerna protein pada biji millet dan ogi (Nago et al., 1998)

Pemanfaatan masing-masing jenis tepung

Tepung A : cocok untuk bahan baku kerupuk, dan tidak cocok untuk pembuatan kue, karena bila dibuat kue teksturnya sangat kasar dan keras. Tepung B : cocok untuk bahan baku kerupuk dan kue. Tepung C : cocok untuk bahan baku pembuatan aneka kue, karena akibat proses fermentasi dengan ragi tape, tepung jagung yang dihasilkan menjadi lebih

(6)

Ratna Wylis Arief et al. : Kajian pembuatan tepung jagung | 616

putih, lebih halus, dan aromanya lebih baik, namun tidak cocok sebagai bahan baku pembuatan kerupuk, karena warna kerupuk yang dihasilkan pucat dan kurang menarik.

Untuk mengetahui keuntungan dari pembuatan tepung jagung ini, dilakukan analisa ekonomi dari masing-masing proses pembuatan tepung jagung seperti tertera dalam Tabel 2, 3, dan 4.

Tabel 2. Analisa ekonomi tepung jagung tanpa perendaman (A) (1 proses/5 kg)

No Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

A Bahan 13.500

1 Jagung kering pipilan 5 kg 2.700 13.500

B Upah Kerja 10.000

1 Upah giling tepung 5 kg 2.000 10.000

JUMLAH BIAYA PRODUKSI 23.500

C Hasil -

Tepung jagung 3,5 kg 16.000 56.000 Keuntungan Bersih (Rp) 32.500

R/C ratio 2,38

Tabel 3. Analisa ekonomi tepung jagung dengan perendam dalam air biasa (B) (1 proses/5 kg)

No Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

A Bahan 13.500

1 Jagung kering pipilan 5 kg 2.700 13.500

B Upah Kerja 20.000

1 Upah giling tepung 5 kg 2.000 10.000

2 Upah kerja 0,25 OH 40,000 10.000

JUMLAH BIAYA PRODUKSI 33.500

C Hasil -

Tepung jagung 3,5 KG 16.000 56.000

Keuntungan Bersih (Rp) 22.500

(7)

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 617 Tabel 4. Analisa ekonomi tepung jagung dengan perendaman dalam larutan ragi tape 1%

(C) (1 proses/5 kg)

No Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

A Bahan 13.650

1 Jagung kering pipilan 5 kg 2.700 13.500

2 Ragi 0,5 g 300 150

B Upah Kerja 20.000

1 Upah giling tepung 5 kg 2.000 10.000

2 Upah kerja 0,25 OH 40.000 10.000

JUMLAH BIAYA PRODUKSI 33.650

C Hasil -

Tepung jagung 3,5 kg 16.000 56.000

Keuntungan Bersih (Rp) 22.350

R/C ratio 1,66

Hasil analisa tepung jagung dari 3 cara pembuatan menunjukkan bahwa, dari ketiga cara pembuatan tepung jagung< semuanya memberikan keuntungan yang cukup nyata dengan nilai R/C ratio sebesar 1,66 – 2,38. Pembuatan tepung jagung cara A, yang dibuat dari penggilingan jagung langsung (tanpa perendaman) dibandingkan dengan caramemberikan keuntungan yang tertinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 2,38. Tepung jagung dengan cara A ini memberikan keuntungan yang lebih tinggi, karena tidak ada biaya-biaya lainnya selain dari penggilingan jagung, sehingga ada penghematan biaya-biaya produksi dan keuntungan yang diperoleh semakin tinggi. Namun jagung yang dibuat dengan cara A ini hanya cocok sebagai bahan baku pembuatan krupuk, karena teksturnya masih kasar, sedangkan tepung jagung dengan cara B dan C mempunyai tekstur yang lebih halus, sehingga cocok digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kue-kue.

Kesimpulan

1. Tepung jagung yang dibuat dengan perendaman larutan ragi 10% (C), mempunyai kandungan protein dan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (tanpa perendaman) dan B (perendaman dalam air biasa).

2. Proses pembuatan tepung jagung tanpa perendaman (A), memberikan keuntungan yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan perendaman dalam air biasa (B) dan perendaman dalam larutan ragi tape 10% (C), dengan nilai R/C ratio sebesar 2,38.

(8)

Ratna Wylis Arief et al. : Kajian pembuatan tepung jagung | 618

Daftar Pustaka

Achi, O.K., and Akomas, N.S. 2006. Comparative Assesment of fermentation Techniques in the processing of Fufu, a Traditional fermented Casssava Product. Pakistan Journal of Nutrition 5: 224-229.

Elkhalifa, A.E.O, Schiffler, B., and Bernhardt, R. 2005. Effect of Fermentation on the Functional Properties of Sorghum Flour. Food Chemistry 92: 1-5.

Hassan A.B., Ahmed I.A.M., Osman, N.M., Eltayeb M.M., Osman G.A., Babiker E.E. 2006. Effect of Processing Treatments Followed by Fermentation on Protein Content and Digestibility of Pearl Millet (Pennisetum typhoideum) cultivars. Pakistan Journal of Nutrition 5: 86-89.

Nago, M.C., Hounhouigon, J.D., Akissoe, N., Zanov, E, and Mestres, C. 1998. Characterization of Beninese Traditional Ogi. a Fermented Maize Slurry: Physicochemical and Microbiological Aspect. International Journal of Food Science and Technology 33: 307-315.

Onofiok, N.O., and Nnanyelogo, D.O. 1998. Weaning Food in West Africa: Nutritional Problems and Possible Solutions Food and Nutrition. Bulletin 19: 27-33.

Onyayo, C., Okoth, M.W., and Mbugua, S.K. 2003. The Pasting behavior of Lactic-Fermented and Dried Uji (an East African Sour Porridge). Journal Science Food Agriculture 83: 1412-1418.

Qanytah. 2012. Proses Produksi Tepung Jagung, Pembuatan Tepung Jagung. Download: http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/artikel/tepungjagung.pdf, Diakses tanggal 19 Feb 2014.

Rusdi, U. D. 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok Dan Onggok Serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Disertasi. Universitas Pajajaran Bandung. Tidak Dipublikasi.

Subagio, A. 2006. Ubikayu Substitusi Berbagai Tepung-tepungan. Food Review 1:18-21. Wignyanto dan Irnia Nurika. 2011. Optimasi Proses Fermentasi Tepung Jagung Pada

Pembuatan Bahan Baku Biomassa Jagung Instant. Download: http://yomo23setiawan.wordpress.com/2011/10/13/optimasi-proses-fermentasi- tepung-jagung-pada-pembuatan-bahan-baku-biomassa-jagung-instan-kajian-lama-inkubasi-dan-konsentrasi-kapang-rhizopus-sp/. Diakses tgl 20 April 2014.

Referensi

Dokumen terkait

Ini berarti ada hubungan yang positif dan kuat antara panjang tungkai dan power otot tungkai dengan hasil lompat tinggi gaya straddle pada siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Way

ditempat adalah proses editing obyek gambar yang diambil dari CorelDraw pada program yang sedang dijalankan dengan menggunakan fasilitas yang terdapat pada CorelDraw..

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik simpulan bahwa penggunaan HPMC dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh terhadap sifat fisik berupa bentuk,

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bah-wa penerapan model pembelajaran PjBL ( Pro- ject-Based Learning ) dapat

Beberapa keterbatasan yang dihadapi peneliti ketika proses penyebaran angket adalah beberapa subjek penelitian sulit untuk ditemui sehingga memperlambat proses coding,

merupakan usaha untuk: a) membangun masyarakat demokratis, b) pengembangan social capital, dan c) pengembangan daya saing 2) Proses bipolar antara lokalisasi dan

Pencegahan non farmakologi lebih mudah dan lebih murah untuk dilaksanakan bila dibandingkan pencegahan VAP secara farmakologi, yang meliputi menghindari intubasi

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dosis metil eugenol yang efektif dalam mengendalikan hama lalat buah, mengetahui perbedaan populasi tangkapan lalat