154
PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENANAMKAN MODERASI BERAGAMA MELALUI PROGRAM PEMBIASAAN DI SMPN 1
PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT
Oleh :
Fitria Hidayat1, Supiana2 dan Maslani3 [email protected]
Abstrak
Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif maka diperlukan pembinaan etika toleransi antar siswa agar terwujudnya kerukunan antar umat beragama dan tidak terjadi diskriminatif agama yang berbeda. Oleh sebab itu maka diperlukan peran penting seorang guru dalam membina etika toleransi siswa antar umat beragama. Karena guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik, mediator, evaluator, motivator, fasilitator dalam membina, membentuk dan mempersiapkan mental anak didik atau siswa secara aktif melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan mampu memberikan kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan bahkan ke arah kemungkinan yang terburuk sekalipun yaitu yang berupa goncangan dan ketegangan psikis.Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peranan guru Agama Islam dalam menanamkan moderasi beragama terhadap peserta didik di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Sehingga hidup rukun dalam belajar meskipun berbeda agama dan kepercayaan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Guru Pendidikan Islam (GPAI) di SMPN 1 Parongpong Barat dalam menanamkan toleransi beragama yaitu dengan cara pembiasaan kegamaan sehari-hari, hal ini dimplementasikan dalam beberapa kegiatan di sekolah.
Kata Kunci: Peran, Guru Agama Islam, Moderasi Beragama dan Pembiasaan
Abstract
In order to create a conducive learning atmosphere, it is necessary to foster the ethics of tolerance between students in order to realize harmony between religious people and not to discriminate against different religions. Therefore, it is necessary to play an important role of a teacher in fostering the ethics of tolerance of students among religious people. Because teachers not only act as teachers but also as educators, mediators, evaluators, motivators, facilitators in fostering, shaping and preparing mental students or students actively carry out their duties and
1
Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung
2
Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung 3 Mahasiswa pascasarjana UIN SGD Bandung
155
are expected to provide stability in the face of various possibilities even in the direction of the worst possibilities, namely shocks and psychic tensions. The purpose of this research is to find out and analyze how the role of Islamic teachers in instilling religious moderation towards students at SMPN 1 Parongpong West Bandung Regency. So that life is harmonious in learning despite different religions and beliefs. The results of this study show that Islamic Education Teachers (GPAI) at SMPN 1 Parongpong Barat in instilling religious tolerance by habituating daily religion, this is implemented in several activities in schools.
Keywords: Role, Islamic Teacher, Religious Moderation and Habituation
A. PENDAHULUAN
Persoalan yang menimpa bangsa Indonesia semakin hari semakin kompleks dibandingkan masa-masa sebelumnya. Hampir semua aspek kehidupan mengalami permasalahan, seperti aspek kehidupan agama, pendidikan, politik, hukum, sosial, budaya, ekonomi dan aspek yang lainnya. Pendidikan sebagai aspek yang fundamental juga tak luput dari permasalahan. Hal di atas diperparah dengan terjadinya degradasi nilai moralitas bangsa yang sangat memprihatinkan. Di samping masih sering terjadinya perkelahian, kerusuhan, tawuran antar pelajar dan mahasiswa yang sangat meresahkan, tidak kalah pentingnya adalah masalah moderasi beragama yang juga masih perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, ada enam isu strategis yang dijadikan latar belakang secara umum mengenai moderasi beragama, yakni : 1) Melemahnya ketahanan budaya dan rendahnya perlindungan hak kebudayaan; 2) Belum mantapnya pendidikan karakter, budi pekerti, kewarganegaraan, dan kebangsaan; 3) Belum optimalnya pemajuan kebudayaan Indonesia; 4) Masih lemahnya pemahaman dan pengamalan nilai agama yang moderat, substantif, inklusif, dan toleran untuk memperkuat kerukunan umat beragama; 5) Belum optimalnya peran peran keluarga dalam pembangunan karakter bangsa; dan 6) Masih rendahnya budaya literasi, inovasi dan kreativitas.4
4
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta : Badan Litbang dan Diklat KemenagRI (2019), h. 31.
156
Hal ini dibuktikan dengan adanya sikap dan perilaku intoleran dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Masih terdapat kantong-kantong intoleransi, kerawanan konflik komunal, dan elemen radikal, yang harus terus diperbaiki. Termasuk di dalamnya adalah masalah intoleransi beragama atau dalam aspek yang lebih luas, keharmonisan atau kerukunan hidup beragama.5 Masa depan toleransi di Indonesia tampaknya masih jauh dari kesempurnaan. Sejumlah penelitian dan kajian menunjukkan masih adanya gejala intoleransi di masyarakat, seperti yang terjadi di kalangan mahasiswa dan pelajar. Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang mengemukakan bahwa sebanyak 31% mahasiswa tidak toleran.6
Jika kondisi ini tidak segera ditangani maka boleh jadi Indonesia terutama generasi mudanya akan menjadi sasaran empuk agen-agen propaganda anti moderasi beragama. Padahal mereka seharusnya menjadi generasi penerus perjuangan bangsa dalam melanjutkan estafet pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki semboyan yang indah. Semboyan bangsa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis pada lambang Garuda Pancasila. Generasi muda Indonesia pada 2030 idealnya bisa memetik secara positif bonus demografi, melihat kuantitasnya yang demikian banyak.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan di SMPN 1 Parongpong Bandung dikenal sejak dulu sebagai sekolah yang menerapkan proses pembelajaran yang multikultural. Sekolah ini juga selalu berusaha memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang perbedaan suku, bangsa, ras, budaya dan agama yang dimiliki oleh peserta didik. Setiap suku, bangsa, ras, budaya dan agama dapat mendapatkan pelayanan yang prima tanpa rasa khawatir akan mendapat perlakuan diskriminasi yang sering diberlakukan oleh sekolah pada umumnya. Dalam proses pembelajaran agama di SMPN 1 Parongpong Bandung semua peserta didik yang berbeda agama, baik Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu mendapat pelayanan yang adil. Pada setiap hari raya umat beragama selalu diperingati setiap tahunnya seperti hari raya Idhul Fitri, Idhul Adha, Natal,
5
Kompas, 1 Juni 2018 “Indonesia Atasi Masalah Intoleransi”. h, 1
6Kholid, AS Moh. “Menggalakkan (lagi) Pendidikan Toleransi”. Media Indonesia, 14
157
Paskah, Prasmanan dan Darmasanti. Hal tersebut sesuai dengan visi SMPN 1 Parompong Bandung, yaitu memberikan pelayanan pembelajaran terpadu, yaitu Aman dan nyaman dalam penataan lingkungan, sejahtera, harmonis dan simpatik dalam pelayanan serta Religius dan mantap dalam imtaq dalam lingkungan sekolah.7
Pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui pengulangan dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan kepuasan menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang atau anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, oleh karena itu pembiasaan hal hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin sehingga dewasa nanti hal hal yang baik telah menjadi kebiasaannya.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru PAI di SMPN 1 Parongpong Bandung memiliki sebuah program pembiasaan yang rutin dilakukan sebagai upaya guru PAI dalam menanamkan moderasi beragama di sekolah tersebut, diantaranya berupa:8
Program Pembelajaran ektrakulikuler di kelas atau di luar kelas sesuai dengan kurikulum, diantaranya : Ibadah pagi, bagi yang beragama Islam melaksanakan salat duha dan bagi yang non Islam namanya doa pagi, Ibadah siang yang beragama Islam salat dzuhur berjamaah bagi yang non Islam namanya doa siang, Pendalaman agama dibulan ramadhan termasuk non Islam lebih mendalami pendidikan agamanya masing-masing, dan Peringatan Hari Besar Agama (PHBA), Islam ada yang memperingati Tahun Baru Hijrah, Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, Kristen ada Natal, Paskah, Hindu ada Prasmanan.9
Pendidikan Agama Islam mempunyai peranan yang sangatlah penting dalam mendidik dan mengarahkan siswa agar menjadi generasi yang beriman dan
7
Hasil Observasi di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember 2020 pukul 09.00 WIB
8
Hasil wawancara dengan guru PAI di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember 2020 pukul 11.00 WIB.
9
Hasil wawancara dengan Waka Kesiswaan di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember 2020.
158
bertakwa kepada Allah Swt. Pendidik tidak boleh begitu saja menghalangi atau membelokkan kebenaran yang terkandung dalam suatu pokok bahasan yang berguna bagi perkembangan siswa. Karena dalam aplikasinya Perilaku siswa SMPN 1 (Sekolah Menengah Pertama Negeri) Parongpong Kabupaten Bandung kini sudah mulai berbelok dari kebenaran. Belakangan diketahui bahwa siswa sulit diharapkan untuk berperilaku baik sesuai norma atau nilai-nilai moral. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari masalah dan perubahan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itu, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana peran guru agama Islam dalam menanamkan moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objektif yang alamiah, berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut.10Adapun pendekatan kualitatif ini akan meneliti tentang peran guru agama Islam dalam menanamkan moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung.
Pendekatan ini peneliti gunakan karena peneliti merasa bahwa ada kesesuaian antara permasalahan yang dibahas dengan tujuan yang ingin dicapai. Yaitu akan mengungkap aspek- aspek program, implementasi, faktor pendukung dan penghambatnya serta hasil dari peran guru agama Islam dalam menanamkan moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Metode deskriptif analitik adalah uraian apa adanya yang berasal dari
10
159
tempat atau tokoh pelaku sebuah peristiwa, bisa juga berasal dai tokoh yang menyangkut pemikirannya. Namun jika penelitian ini ingin diperdalam pada implikasi-implikasi logis maupun empirik, maka dilakukan analisis rasional kosa kata atau sosial empirik.11
Metode ini menggambarkan fenomena-fenomena yang ada tanpa mengadakan manipulasi atau perubahan, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Atas dasar tersebut, penelitian ini berusaha mendeskripsikan data-data kualitatif yang berhubungan dengan peran guru agama Islam dalam menanamkan moderasi beragama melalui program pembiasaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Profile SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Parongpong lahir berdasarkan tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan pendidikan khususnya di desa cisarua kabupaten Bandung Barat. Saat itu kondisi fisik-geografis kecamatan cisarua cukup luas dengan penduduk yang menyebar diseluruh desa, disana jumlah penduduk usia sekolah lanjutan pertama melebihi kapasitas daya tampung sekolah yang ada.
Bertitik tolak dari kenyataan yang ada serta bermaksud memberikan kemudahan pelayanan untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat sebagai upaya turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, tepatnya awal tahun 1983 para Kepala Desa, tokoh masyarakat dan para sepuh pendidikan di bawah koordinasi Bapak Camat sebagai kepala wilayah yang saat itu dipimpin oleh Bapak Drs. Caca Saefudin sepakat untuk mendirikan SMP Negeri Cisarua Kelas Jauh, yaitu di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan Parongpong ±1000 meter dari kampus UNAI.
Pada awal pendiriannya tahun pelajaran 1983/1984 telah mampu melayani kegiatan belajar mengajar bagi dua kelas rombongan belajar, yang memanfaatkan bangunan Sekolah Dasar Negeri Cihanjuang 4 di siang harinya dengan staf pengajar guru-guru SMP Negeri Cisarua. Kemudian berkat kerja keras dan
11
160
perjuangan perintis pendirian sekolah ini maka pada tahun pelajaran 1985/1986 terwujudlah unit sekolah baru yang dibangun pada tanah seluas 10.000 M2 dengan luas bangunannya 5.815 m2 hasil swadaya masyarakat, dengan SK Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat No : 0594/01/1985 dan pada tanggal 22 November 1985 ditunggalkanlah menjadi SMP Negeri 1 Parongpong terletak di jalan Cihanjuang Rahayu No. 40 Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
SMP Negeri 1 Parongpong saat ini dipimpin oleh Drs. H. Bobon Roswandi, MM. (Kepala Sekolah) dan sudah terakreditasi B (Baik) berdasarkan SK No. Dp 002192 dengan nomer Statistik sekolah/NDS yaitu : 201020802144/50666. SMP Negeri 1 Parongpong memiliki jumlah siswa/siswi yang cukup banyak serta aktifitas belajar mengajar yang padat. Jumlah tenaga pengajar atau guru sampai saat ini sebanyak 42 orang.
2. Peranan Guru Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat dalam Menanamkan Moderasi Beragama Melalui Program Pembiasaan
Dalam rangka menciptakan suasana belajar yang kondusif maka diperlukan pembinaan etika toleransi antar siswa agar terwujudnya kerukunan antar umat beragama dan tidak terjadi diskriminatif agama yang berbeda. Oleh sebab itu maka diperlukan peran penting seorang guru dalam membina etika toleransi siswa antar umat beragama. Karena guru tidak hanya berperan sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik, mediator, evaluator, motivator, fasilitator dalam membina, membentuk dan mempersiapkan mental anak didik atau siswa secara aktif melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan mampu memberikan kestabilan dalam menghadapi berbagai kemungkinan bahkan ke arah kemungkinan yang terburuk sekalipun yaitu yang berupa goncangan dan ketegangan psikis.
Namun ternyata tidak mudah untuk membina antar siswa yang berbeda agama. Karena masih ada siswa yang berkelompok dan memilih-milih teman yang seagama saja, tidak membaur dan saling mengejek diantara lain agama. Sehingga untuk menumbuhkan timbulnya moderasi agama di sekolah ini dibutuhkan upaya konkrit dari para guru PAI dan semua guru mata pelajaran lain yang didukung
161
oleh sosok kepala sekolah. Kurangnya kerjasama antar siswa yang memiliki latar belakang agama orang tuanya yang berbeda sangat terlihat pada siswa.12
Untuk mendapatkan data terhadap permasalahan yang ada, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi, terhadap informan penelitian, kemudian untuk menganalisa terhadap data yang terkumpul, peneliti mengumpulkan seluruh data yang ada kemudian diklasifikasikan pada bidang-bidang tersendiri.
Untuk mengetahui data tersebut diperoleh melalui guru Pendidikan Agama Islam, dan siswa SMP Negeri 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang dijadikan informan dalam penelitian ini, serta beberapa data yang bersumber dari dokumentasi sekolah. Yang akhirnya mengerucut kepada suatu penjelasan yang mengarah kepada kesimpulan dari suatu penelitian yang peneliti lakukan untuk selanjutnya dapat dianalisa data yang diperoleh. Berikut adalah uraian analisis tentang bagaimana peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama siswa SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat.
Peneliti melakukan penelitian selama setengah bulan dengan melakukan pertemuan terhadap guru Pendidikan Agama Islam yaitu Eliza dan ibu Robiyah. Beliau juga merupakan lulusan sarjana Pendidikan Agama Islam, beliau mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Dalam pelaksanaan pembelajaran PAI, menanamkan nilai toleransi tercermin dari bagaimana cara guru mengorganisir siswa di dalam kelas dan materi yang disampaikan. Sedangkan dalam evaluasi pembelajaran, menanamkan nilai- nilai toleransi terlihat dari cara guru PAI menilai siswa di kelas. menanamkan nilai-nilai toleransi dalam kegiatan keagamaan di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat ditunjukkan oleh guru PAI berupa sikap kerjasama dalam kegiatan keagamaan tadarus, beribadah, kegiatan keagamaan dan saling membantu antar warga sekolah tanpa memandang lantar belakang agama seperti menengok dan bela sungkawa ketika ada warga sekolah yang sedang mengalami kesulitan.
12
Hasil wawancarta dengan Guru PAI di SMPN 1 Parongpong pada tanggal 23 Nopember 2020.
162
Guru Pendidikan Agama Islam SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat menjelaskan bahwa:
“guru itu bukan hanya sekedar mengajar tetapi peran guru lebih dari itu, selain mengajar guru juga harus menanamkan sikap toleransi, menasehati, mengarahkan, dan mendidik siswa-siswanya serta menjadi contoh yang baik bagi siswanya. pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarakan agama saja tetapi guru PAI harus dapat memeiliki kompetensi untuk dapat mengajar agama sekaligus menanamkan budi pekerti dan salah satunya menanamkan nilai-nilai toleransi baik itu di dalam sekolah maupun di luar sekolah”.13
Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama siswa di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat peneliti melakukan wawancara kepada ibu Eliza guru pendidikan agama islam di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yang didapatkan peneliti secara langsung ketika berada di lapangan. Adapun hasil wawancara peneliti mengenai, peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama siswa SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat.14 adalah sebagai berikut :
1) Menghormati dan menghargai antar keyakinan
Guru Pendidikan Agama Islam membiasakan siswa-siswanya untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan agama. Guru juga bersikap demokratis dalam segala tingkah lakunya, baik sikap maupun perkataannya, tidak diskriminatif terhadap murid-murid yang menganut agama yang berbeda dengannya.
Hasil wawancara dengan Waka Kesiswaan SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat. tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam :
13
Hasil Wawancara dengan Guru PAI SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat Pada Tanggal 23 Nopember 2020 pukul 11.00 WIB
14
163
“Guru selalu mengajarkan sikap saling menghormati dan menghargai antar perbedaan keyakinan, mengamalkan sikap toleransi saat bergaul dengan temannya atau orang yang berbeda keyakinan saat proses pembelajaran dimulai sebelum materi pembelajaran disampaikan guru terlebih dahulu memberikan motivasi kepada siswa tentang pentingnya sikap saling menghargai dan menghormati antar keyakinan. guru mencontohkan kepada siswa seperti ketika proses belajar mengajar PAI guru tidak membeda-bedakan dan tidak pilih kasih, dan juga dalam bergaul sesama guru yang berbeda agama tetapi tetap akur tanpa adanya rasa saling memusuhi antar keyakinan”.15
2) Menanamkan toleransi dalam perbedaan
Kepada para siswa guru selalu menanamkan bahwa kita hidup dialam demokrasi yang memberikan pengesahan adanya hak hidup yang setara atas keanekaragaman pandang dalam aneka dimensi, betapapun besar kadar perbedaannya. Perbedaan adalah rahmat dan dapat diartikan sebagai kenikmatan. Guru membimbing siswa untuk selalu hidup berdampingan dan bekerja sama, serta menanamkan sikap toleransi dalam perbedaan.
Dari hasil wawancara. yang dijelaskan oleh guru Pendidikan Agama Islam adalah:
“Guru meperlihatkan sikap toleransi dengan siswanya yang berbeda agama tidak membeda-bedakan dan berlaku adil tidak pilih kasih ketika proses belajar Pendidikan Agama Islam di kelas walaupun di antara siswa non muslim terkadang masih ada yang tidak keluar kelas dan mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam guru tetap mengizinkan siswa tersebut ikut proses pembelajaran tanpa melarangnya. Sebagai mana dalam firman Allah swt, memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Begitu juga Allah swt. mencela perbuatan zalim meskipun terhadap orang kafir. Guru selalu
15
Hasil Wawancara dengan Waka Kesiswaan SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat Pada Tanggal 23 Nopember 2020 pukul 11.00 WIB
164
mencontohkan sikap yang menunjukan saling yang tidak membeda-bedakan kepada siswa, seperti ketika proses belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di kelas guru tidak membeda-bedakan dan tidak pilih kasih terhadap siswa yang berbeda keyakinan, dan juga dalam bergaul sesama guru yang berbeda agama mereka tetap akur tanpa adanya rasa saling memusuhi antar keyakinan”.
3) Memelihara sikap saling pengertian
Memberi pemahaman kepada siswa bahwa memahami bukan serta menyetujui. Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita adalah berbeda, dan mungkin saling melengkapi serta memberi kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup.
4) menasehati dan memberi motivasi siswa
Guru Pendidikan Agama Islam Mengajarkan dan member contoh keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi.
5) Mengawasi
Guru pendidikan Agama Islam memperhatikan tingkah laku siswa-siswanya dalam bergaul dengan teman yang berbeda agama agar mereka saling menghargai dan menghormati dan tidak terjadi konflik antar siswa yang berbeda agama.
6) Menjunjung tinggi sikap saling mengasihi
Setiap Agama selalu mengajarkan sikap saling mengasihi antara mahluk ciptaan- Nya, begitu pula dengan Agama islam yang selalu mengajarkan sikap saling mengasihi tanpa membeda-bedakan perbedaan yang ada seperti Agama sehingga menciptakan kedamaian antar Umat beragama.
Dari hasil observasi. peneliti tidak jauh berbeda pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru selalu menanamamkan nilai-nilai toleransi kepada siswa memberikan motivasi siswa dalam melakukan kegiatan toleransi. Guru memberikan contoh keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi. Hal ini dicontoh siswa ketika melihat guru saat menjalin hubungan sosial dengan guru lain yang beragama non muslim, dan tidak membeda-bedakan antara siswa muslim dan siswa non muslim.
165
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di atas maka peran guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai toleransi beragama siswa di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat sudah berperan, hal ini sesuai dengan wawancara dan observasi terhadap guru, dan siswa. Guru selalu menanamkan nilai-nilai toleransi beragama kepada siswanya, bersikap adil tidak pilih kasih tetap sama walaupun latar belakang agama siswa berbeda, menjunjung tinggi sikap saling menghargai dan menghormati antar agama, serta memberikan contoh keteladanan kepada siswa dalam menerapkan toleransi, guru saat menjalin hubungan sosial dengan guru lain yang beragama non muslim, dan tidak membeda-bedakan antara siswa muslim dan siswa non muslim.
Lembaga pendidikan memiliki peran strategis untuk memutus mata rantai kekerasan atas nama agama. Pendekatan edukatif bagi selaruh peserta didik yang dapat diimplementasikan dalam pendidikan damai yang diintegrasikan dengan kurikulum sekolah, latihan penyelesaikan konflik secara konstruktif, mediasi dan negosiasi oleh teman sebaya merupakam usaha bersama agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mendamaikan. Pengetahuan keagamaan yang luas dan tidak parsial harus diajarkan dilembaga pendidikan agar peserta didik memiliki pondasi paham keagamaan yang tidak sempit.
Oleh sebab itu, diperlukan peran guru agama dalam menanamkan moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang multikultural ini. Moderasi beragama sebagaimana digambarkan oleh Fahruddin dalam Akhmadi, memiliki makna seimbang, ditengah-tengah, tidak berlebihan, tidak truth clime, tidak menggunakan legitimasi teologi yang ekstrim, mengaku kelompok dirinya paling benar, netral, dan tidak berafiliasi dengan partai politik tertentu.16 Dengan demikian, moderasi beragama sangat perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar tercipta hubungan harmonis antara guru, peserta didik, masyarakat dan lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkangan yang damai dan aman dari berbagai ancaman. Guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam artian orang yang memiliki kharisma dan wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani.
16
Akhmadi, Agus. "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia." Inovasi 13.2 (2019): 51
166
Guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan.
Dengan demikian peran guru mutlak diperlukan, guru harus memiliki peran yang dapat memperlakukan peserta didik dengan baik sehingga tercapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.17 Mencerdaskan berarti membuat peserta didik mengenali diri sendiri, mengenali potensi diri, lingkungan, dan masyarakat sekitar.
Adapun peran guru dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada beberapa indikator di bawah ini : a) Guru mampu menggunakan media dan sumber belajar yang berveriasi b) Guru mampu membangkitkan minat peserta didik untuk aktif c) Guru mampu menyesuaikan dengan usia dan tahapan perkembangan peserta didik d) Guru mampu mengembangkan pelajaran yang akan diberikan e) Guru mampu menjelaskan materi secara berulang-ulang f) Guru mampu memikirkan korelasi antar mata pelajaran dengan praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari, g) Guru mampu tetap menjaga konsentrasi peserta didik h) Guru mampu mengembangkan peserta didik dalam membina hubungan sosial i) Guru mampu mendalami perbedaan peserta didik secara individu agar dapat melayani peserta didik sesuai perbedaan.18
Dengan mengacu pada indikator di atas, berarti seorang guru itu tidak hanya bertugas memberikan pengetahuan kepada peserta didik saja, tetapi juga dapat membentuk karakter menjadi pribadi yang unggul mandiri dan dapat mengamalkan ilmu pengetahuannya. Jika flash back pada sejarah peradaban Islam, sebagaimana digambarkan oleh Mujamil Qomar (2012), bahwa Islam tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan untuk mewujudkan prestasi akademik yang gemilang (science for science), tetapi untuk mewujudkan kedamaian dan
17
UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiona, (Jakarta, Lembaran Negara, 8 Juli 2003).h.43.
18
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h, 16.
167
perdamaian umat manusia (science for peace of society) dan pemahaman moderat atau wasathiyah.19
Wasathiyah atau modeat merupakan sebuah kondisi terpuji yang menjaga
seseorang dari kecenderungan menuju dua sikap ekstrem; sikap berlebih-lebihan (ifrath) dan sikap muqashshir yang mengurang- ngurangi sesuatu yang dibatasi Allah swt. Sifat wasathiyah umat Islam adalah anugerah yang diberikan Allah swt secara khusus. Saat mereka konsisten menjalankan ajaran-ajaran Allah swt, maka saat itulah mereka menjadi umat terbaik dan terpilih. Sifat ini telah menjadikan umat Islam sebagai umat moderat; moderat dalam segala urusan, baik urusan agama atau urusan sosial di dunia. Wasathiyah (pemahaman moderat) adalah salah satu karakteristik Islam yang tidak dimiliki oleh agama-agama lain. Pemahaman moderat menyeru kepada dakwah Islam yang toleran, menentang segala bentuk pemikiran yang liberal dan radikal.20
Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan dasar dalam menerapkan nilai-nilai keislaman. Seperti dalam berperilaku, beribadah, dan bersosialisasi. Dengan pendidikan, seseorang dapat memperolah pengalaman yang beragam. Menurut Zakiah Djarajat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik, agar setelah selesai pendidikan peserta didik dapat memahami, menghayati, dan dapat mengamalkan ajaran agama Islam secara menyeluruh. Serta menjadikan agama Islam sebagai pedoman dalam hidupnya, baik di dunia atau pun di akhirat.21
Azyumardi Azra mendefinisikan Pendidikan Agama Islam lebih kepada suatu bimbingan atau arahan untuk memperoleh pengetahuan, yang kemudian harus dikembangkan dan dipraktikkan ke dalam kehidupan nyata sesuai dengan
19
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2007),h. 43.
20
Afrizal dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an: (Studi Komparatif Antara Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafsir)”, Jurnal An-Nur, Vol. 4, No. 2 Tahun 2015.h. 33.
21
168 ajaran Islam yang raḥmatan lil „alamīn.22
Muhaimin melanjutkan bahwa PAI di lembaga pendidikan jangan sampai menumbuhkan sikap fanatisme, menumbuhkan sikap intoleran antar peserta didik dan bermasyarakat, dan memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan bangsa.23 Karena tujuan adanya PAI adalah menanamkan iman yang kuat kepada Allah, menguatkan aqidah dan nilai-nilai keislaman, menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, saling menghormati, dan memiliki hati yang bersih dari dengki, benci, iri hati, kekasaran, egoisme, perpecahan dan perselisihan.24
Moderasi dalam bahasa arab dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, sepadan dengan kata tawassuth yang memiliki makna ditengah-tengah, I‟tidal (adil), tawazun (berimbang). Dalam Bahasa Latin Moderasi adalah moderâtio yang bermakna ke-sedang-an yaitu tidak berlebihan tidak kekurangan, atau juga bermakna penguasaan didiri. 25 Moderasi beragama sebagaimana dirumuskan oleh Tim Kementrian Agama RI memiliki makna kemajemukan dan mutlak diperlukan dalam diberbagai kondisi bangsa Indonesia yang majmuk dengan cara pemberian pengajaran agama yang komprehensif yang dapat mewakili setiap orang yang ada melalui ajaran yang luwes dengan tidak meninggalkan teks (Al-Qur‟an dan Hadist), serta pentingnya penggunaan akal adalah sebagai solusi dari setiap masalah yang ada.26
Menurut Afrizal Nur dan Mukhlis, pemahaman dan praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Tawassuth (mengambil jalan tengah), Tawazun (berkeseimbangan), I‟tidal (lurus dan tegas),
Tasamuh (toleransi), Musawah (egaliter), Syura (musyawarah), Ishlah (reformasi),
Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan
22
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 8.
23
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: Rosda Karya), 2004, h. 77.
24
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Sikologis, Filsafat, dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004), h.54-55.
25
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI (2019), h. 15-17.
26
Fauzi, Ahmad. "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan." Jurnal Islam Nusantara 2.2 (2018), h, 233.
169 inovatif), Tahadhdhur (berkeadaban).27
Berdasarkan pemahaman dari teori di atas, maka indikator moderasi beragama yang akan digunakan dalam penelitian ini ada empat hal, yaitu: 1) komitmen kebangsaan; 2) toleransi; 3) anti-kekerasan; dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Keempat indikator ini dapat digunakan untuk mengenali seberapa kuat moderasi beragama yang dipraktikkan oleh seseorang di Indonesia, dan seberapa besar kerentanan yang dimiliki. Kerentanan tersebut perlu dikenali supaya kita bisa menemukan dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melakukan penguatan moderasi beragama.28
Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik, guru harus mampu mengurai perbedaan ras, bahasa, warna kulit dalam mengimplentasikan moderasi beragama di sekolah. Sehingga peserta didik dapat mengambil contoh atas tindakan yang dilakukan oleh guru itu sediri dalam implementasi nya melalui sebuah pembiasaan prilaku baik yang nantinya akan melekat pada diri siswa.
Kata pembiasaan berasal dari kata dasar “biasa” yang mendapat konfiks
pe-an ype-ang menunjukkpe-an arti proses.29 Pembiasaan juga diartikan melakukan suatu perbuatan atau keterampilan tertentu secara terus-menerus dan konsisten untuk waktu yang cukup lama, sehingga perbuatan atau ketrampilan itu benar-benar dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Dalam psikologi, proses pembiasaan disebut “conditioning”. Proses ini akan menjelmakan kebiasaan (habit) dan kemampuan (ability), yang akhirnya akan menjadi sifat-sifat pribadi (personal habits) yang terperangai dalam perilaku sehari-hari.30
Menurut Ahmad Jayadi dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik ini al Qur‟an antara lain menempuhnya melalui dua cara. Cara pertama, dicapainya melalui bimbingan dan latihan. Cara kedua, dengan cara mengkaji aturan–aturan Allah yang terdapat di alam raya yang bentuknya amat teratur. Pembiasaan ini
27
Afrizal Nur dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an”..., h. 212-213.
28
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2019), h. 20.
29
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm.23.
30
Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h.347.
170
perlu dilakukan oleh pendidik dalam rangka pembentukan karakter untuk membiasakan peserta didik melakukan akhlak terpuji (akhlak mulia).31
Adapun pengembangan dalam membiasakan disiplin untuk pembinaan akhlak siswa dalam menanamkan moderasi beragama dapat dilakukan dalam berbagai bentuk diantaranya :
a. Pembiasaan dalam ahlak, berupa pembiasaan bertingkah laku yang baik, baik disekolah maupun diluar sekolah seperti :berbicara sopan santun, berpakaian bersih, hormat kepada orang yang lebih tua, dan sebagainya. b. Pembiasaan dalam ibadah, berupa pembiasaan shalat berjama‟ah
dimushola sekolah, mengucapkan salam waktu masuk kelas, serta membaca “basmalah” dan “hamdalah” tatkala memulai dan menyudahi pelajaran.
c. Pembiasaan dalam keimanan, berupa pembiasaan agar anak beriman dengan sepenuh jiwa dan hatinya, dengan membawa anak anak memperhatikan alam semesta, memikirkannya dalam merenungkan ciptaan langit dan bumi dengan berpindah secara bertahap dari alam natural kesupranatural.32
Pemahaman dari teori di atas, maka pembiasaan ibadah dalam penelitian ini memiliki indikator sebagai berikut : a) Pembiasaan dalam akhlak, b) Pembiasaan dalam ibadah c) pembiasaan dalam keimanaan.
D. KESIMPULAN
Dari beberapa pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa peran Guru Agama dalam menanamkan Moderasi begarama di lembaga pendidikan sangat penting karena guru memilik peran penting untuk memberikan pemahaman dan pengertian yang luas tentang Agama Islam yang toleran, menghargai dengan agama lain, dan menghindari perbedaan. Moderasi beragama bagian dari usaha
31
Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam dan Ilmu Jiwa (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h 347.
32
171
bersama agar bangsa indonesia ini terhindar dari perpecahan karena perpecahan merupakan awal dari kehancuran sebuah bangsa. Selanjutnya, Implementasi moderasi beragama di SMPN 1 Parongpong Kabupaten Bandung Barat yaitu dengan proses pembiasaan keagamaan. Dengan metode pembiasaan keagamaan tersebut guru dapat dengan mudah memberikan pengertian keberagaman, menghargai orang lain, menghargai pendapat orang lain, dan toleran. selain mendidik dan memberikan pemahaman kepada peserta didik betapa pentingnya hidup saling mengasihi dan menghargai hak untuk hidup, hak untuk beribadah sesuai dengan kayakinan masing-masing.
172
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal dan Mukhlis, “Konsep Wasathiyah Dalam Al-Qur‟an: (Studi Komparatif Antara Tafsir At-Tahrir Wa At-Tanwir Dan Aisar At-Tafsir)”, Jurnal
An-Nur, Vol. 4, No. 2 Tahun 2015.h. 33.
Akhmadi, Agus. "Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia." Inovasi 13.2 2019
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, Jakarta: Kencana, 2012
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003
Fauzi, Ahmad. "Moderasi Islam, Untuk Peradaban Dan Kemanusiaan." Jurnal
Islam Nusantara 2.2 (2018), h, 233.
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Sikologis, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004.
Kementerian Agama, R. I. "Moderasi Beragama." Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, 2019.
Kholid, AS Moh. “Menggalakkan (lagi) Pendidikan Toleransi”. Media Indonesia, 14 Januari 2018.
Kompas, 1 Juni 2018 “Indonesia Atasi Masalah Intoleransi”.
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Agama Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosda Karya, 2004.
Muhammad Sayyid Muhammad Az-Za‟balawi, Pendidikan Remaja antara Islam
dan Ilmu Jiwa, Jakarta: Gema Insani Press, 2007.
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga, 2007
173
Supiyana, Metodologi Studi Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017.
UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasiona, Jakarta, Lembaran Negara, 8 Juli 2003