• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MACH-ZEHNDER INTERFEROMETER BERBASIS SERAT OPTIK PLASTIK SEBAGAI SENSOR INDEKS BIAS DENGAN KOMPENSASI SUHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MACH-ZEHNDER INTERFEROMETER BERBASIS SERAT OPTIK PLASTIK SEBAGAI SENSOR INDEKS BIAS DENGAN KOMPENSASI SUHU"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Fisika

oleh

Zunita Aryani Fahma Latif 4211415030

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat

Optik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu” ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang ujian skripsi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.

Semarang, 20 Januari 2020 Pembimbing

Dr. Ian Yulianti, S.Si.,M.Eng. NIP. 197707012005012001

(3)

iii

“Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik sebagai

Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu” benar-benar asli dan bebas plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semarang, 20 Januari 2020

Zunita Aryani Fahma Latif 4211415030

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu.

disusun oleh

Zunita Aryani Fahma Latif 4211415030

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 20 Januari 2020.

Panitia:

Ketua Sekretaris

Dr. Sugianto, M.Si. Dr. Suharto Linuwih, M.Si. NIP. 19602191993031001 NIP. 196807141996031005

Penguji I Penguji II

Drs. Ngurah Made D.P., M.Si., Ph.D Dr. Budi Astuti, M.Sc NIP. 196702171992031002 NIP. 197902162005012001

Anggota Penguji/Pembimbing

Dr. Ian Yulianti, S.Si. M. Eng NIP. 197707012005012001

(5)

v hadapan Anda” (Li Ka-Shing)

Lakukan yang terbaik, kemudian berdoalah, Allah yang akan mengurus sisanya.

PERSEMBAHAN

Untuk Ibu dan Bapakku Adikku Ibu Ian Yulianti Almamaterku

(6)

vi

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, Islam, kesempatan, kesehatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah Subhanahuwata’ala sehingga

dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada tuntunan dan suri

tauladan Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam beserta keluarga, sahabat, dan umat

beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Islam yang sampai saat ini dapat dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

Terselesaikannya skripsi dengan judul “Karakterisasi Mach-Zehnder Interferometer Berbasis Serat Optik Plastik sebagai Sensor Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu” tidak terlepas dari bimbingan, masukan, saran, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu dan Bapak atas segala doa yang selalu dipanjatkan, semangat yang selalu diberikan, kesabaran yang selalu dicurahkan, dan dukungan moril maupun materil yang tak henti-hentinya diberikan.

2. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 3. Dr. Sugianto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Semarang.

4. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang.

(7)

vii

dengan penuh kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

7. Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., Ph.D., dosen penguji I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini. 8. Dr. Budi Astuti, M.Sc., dosen penguji II yang telah membimbing dengan penuh

kesabaran serta meluangkan waktu untuk selalu memberikan masukan, saran, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

9. Asisten Laboratorium Fisika: Rodhotul Muttaqin, S.Si., Wasi Sakti Wiwit P., S.Pd., dan Natalia Erna S., S.Pd., yang telah membantu selama proses penelitian skripsi ini.

10. Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan berbagi pengalaman. 11. Teman-teman Photonic Research Group : Mbak Ida, Mbak Helvi, Mbak Mae, Mas Azka, Kukuh, Adhe dan Dhea yang telah memberi dukungan dan membantu dalam mengerjakan penelitian ini.

12. Teman-teman curhatku Sifa, Azizah, Eva, Rosi dan Wening yang telah memberi dukungan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.

13. Sahabat-sahabatku Devi, Ovia, Prima, Sofie, Widya dan Novi atas canda tawa, ejekan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.

(8)

viii

14. Kukuh Eka Kurniansyah yang telah memberi semangat, membantu dan menjadi teman diskusi selama mengerjakan skripsi ini.

15. Teman-teman rombel Fisika yang selalu memberi semangat dan pengalaman yang luar biasa.

Semoga Allah yang membalas seluruh kebaikan kalian, Allahumaamin. Dalam penulisan skripsi ini menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh sebab itu dibutuhkan saran, masukan, serta kritikan dalam bentuk apapun yang dapat membangun ke depannya. Semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, pembaca, dan siapapun secara langsung maupun tidak langsung.

Semarang, 20 Januari 2020

Zunita Aryani Fahma Latif 4211415030

(9)

ix

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Ian Yulianti, S.Si., M.Eng.

Kata Kunci: Polymer Optical Fiber, Mach-Zehnder Interferometer, Sensor Indeks bias, Suhu.

Sensor fiber optik dapat diaplikasikan untuk pengukuran indeks bias dan suhu.

Polymer Optial Fiber (POF) merupakan salah satu jenis serat optik yang terbuat

dari bahan plastik yang dapat diaplikasikan sebagai sensor indeks dengan kompensasi suhu. Mach-Zehnder Interferometer (MZI) merupakan salah satu metode yang dikembangkan dalam sensor optik yang memiliki kelebihan ukuran yang kecil dan sederhana, sensitivitas tinggi, linearitas yang baik, tahan terhadap gangguan elektromagnetik, dan biaya fabrikasi rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas, histeresis, dan waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias dan perubahan suhu. Fabrikasi sensor MZI-POF dilakukan dengan memanfaatkan teknik heat-and-pull untuk mengurangi diameter POF pada dua titik yang dipisahkan sejauh 1 cm agar terbentuk struktur MZI dua taper. Karakterisasi terhadap perubahan indeks bias dilakukan dengan meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam beberapa larutan glukosa dengan indeks bias yang bervariasi yaitu 1,3330 hingga 1,3547 pada suhu ruang dan melewatkan cahaya LED biru dengan panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm ke dalam MZI-POF. Sementara itu, karakterisasi terhadap perubahan suhu dilakukan dengan meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam larutan glukosa dengan indeks bias 1,3490 ke dalam temperature chamber. Hasil karakterisasi menunjukkan nilai sensitivitas sensor POF-MZI terhadap perubahan indeks bias pada rasio transmitansiλ /λ sebesar 4,2986 /RIU dan koefisien korelasi 97,16 %. Sementara itu, untuk λ /λ memiliki nilai sensitivitas sebesar 2,8793 /RIU dan koefisien korelasi 97,64%. Pada rasio transmitansiλ /λ terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar 0,4137, sedangkan pada rasio transmitansi

λ /λ terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar 0,2501. Pada

nilai indeks bias 1,3330 sensor membutuhkan waktu 15 detik untuk mencapai keadaan stabil. Semakin besar nilai indeks bias maka semakin lama waktu respon sensor mencapai keadaan stabilnya. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap suhu pada nilai rasioλ /λ dan λ /λ adalah 0,0026 /°C dan 0,0014/°C dengan koefisien korelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Pada rasio transmitansiλ /λ terjadi histeresis tertinggi sebesar 0,1850, sedangkan pada rasio transmitansiλ /λ terjadi histeresis tertinggi yaitu sebesar 0,1045. Waktu respon sensor rata-rata membutuhkan 30 detik untuk mencapai keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PERNYATAAN... iii PENGESAHAN ... iv MOTTO ... v PERSEMBAHAN ... v PRAKATA... vi ABSTRAK ... ix DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Batasan Masalah... 3 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4

(11)

xi

2.1.2 Jenis Fiber Optik ... 7

2.1.3 Perambatan Gelombang dalam Fiber Optik ... 8

2.1.4 Numerical Aperture... 9

2.1.5 Polymer Optical Fiber (POF) ... 10

2.2 Sensor Fiber Optik ... 11

2.2.1 Klasifikasi Sensor Optik Fiber Optik ... 11

2.3 Mach-Zehnder Interferometer (MZI)... 13

2.4 Suhu... 15

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Tahap fabrikasi ... 21

3.3.1 Tahap Fabrikasi sensor MZI ... 21

3.3.2 Pembuatan Larutan Uji... 22

3.4 Karakterisasi sensor... 23

3.5 Karakterisasi sensor terhadap perubahan suhu... 23

3.6 Analisis data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fabrikasi MZI... 25

4.2 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Indeks Bias ... 28

4.2.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias ... 29

(12)

xii

4.3 Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Suhu... 34

4.3.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu... 34

4.3.2 Waktu respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu... 37

4.4 Pengukuran Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu ... 38

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 40

5.2 Saran... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(13)

xiii

4.1. Spesifikasi parameter fisis POF ...25 4.2. Sensitivitas sensor terhadap perubahan suhu dan indeks bias. ... 39

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur fiber optik (Castrellon-Uribe, 2012). ... 6

2.2. Jenis fiber optik berdasarkan indeks bias (Island & Daly, 2018). ... 8

2.3. Perambatan cahaya dalam fiber optik (Ghatak, 2010). ... 9

2.4. Skematik MZI POF ... 14

3.1. Diagram alur penelitian ... 17

3.2. Digital ABBE Refractometer ... 18

3.3. Fiber optic stripper three hole (H-119CC)... 18

3.4. Spektrometer Ocean Optic USB4000 ... 19

3.5. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD)... 19

3.6. Temperature Chamber ... 19

3.7. Polymer Optical Fiber (POF) ... 20

3.8. Glukosa ... 21

3.9. MZI-POF... 21

3.10. Set-up alat karakterisasi sensor MZI... 23

3.11. Set-up alat karakterisasi sensor MZI terhadap perubahan suhu... 24

4.1. Struktur MZI-POF dengan dua taper ... 26

4.2. Hasil pengamatan diameter MZI-POF pada taper (a) pertama (b) kedua ... 26

4.3. (a) Hasil karakterisasi POF polos dan MZI pada suhu ruang dan (b) spektrum keluaran MZI pada suhu ruang ... 28

4.4. Spektrum keluaran sensor MZI-POF ... 29

4.5. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks bias (a) pada / (b) pada / ... 30

4.6. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan indeks bias pada ... 31

(15)

xv

4.11. Reversibility respon suhu sensor MZI-POF... 37 4.12. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan suhu ... 38

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Spesifikasi LED Biru 430 nm ...49

2. Hasil Uji Indeks Bias Larutan Glukosa...52

3. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks bias...53

(17)

1 1.1 Latar Belakang

Fiber optik saat ini telah banyak dikembangkan dan diaplikasikan sebagai sensor. Sensor fiber optik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sensor elektrik konvensional, seperti tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik, ketahanan terhadap erosi, kepekaan tinggi dan kemampuan penginderaan jarak jauh (Li et al., 2012). Sensor fiber optik banyak dikembangkan dan diaplikasikan untuk pengukuran berbagai parameter seperti indeks bias, suhu, pH, tekanan, regangan dan kelengkungan (Bhardwaj & Singh, 2016; Jiang et al., 2011). Indeks bias merupakan salah satu parameter penting yang digunakan dalam berbagai bidang seperti industri makanan, lingkungan, analisis kimia, dan biomedis (Harris et al., 2014; Yao et al., 2014; Teng et al., 2017). Dalam industri makanan, indeks bias digunakan untuk mendeteksi formalin (Anam et al., 2013). Selain itu, indeks bias juga digunakan untuk mengontrol kualitas pada minyak goreng (Firdausi & Budi, 2008). Pada aplikasinya di bidang lingkungan, indeks bias dimanfaatkan untuk evaluasi pencemaran lingkungan (Yao et al., 2014).

Pengukuran indeks bias glukosa sangat penting dalam bidang kimia, parameter fisik dan terutama untuk biosensor (Binu et al., 2009). Pengukuran glukosa dengan konsentrasi yang berbeda dilakukan dalam berbagai hal termasuk biokimia, mikrobiologi, sensor kimia dan sensor fisik. Penentuan glukosa dalam darah dan urin merupakan suatu ukuran penting dalam tubuh manusia. Sekarang banyak sekali orang yang terkena diabetes, dimana diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula (glukosa) darah di atas batas normal. Untuk tujuan ini beberapa teknologi telah dikembangkan untuk mengontrol kadar glukosa, seperti biosensor yang dapat digunakan untuk mendeteksi glukosa (Larin et al, 2003; Liu et al, 1992; Meadows & Schultz, 1993).

(18)

2

Dalam pengembangan sensor fiber optik, ada beberapa metode yang telah digunakan untuk mengukur perubahan indeks bias dan suhu seperti fiber Bragg

gratings (FBG) (Woyessa et al., 2016), Fabry-Perot (FP) (Rong et al., 2012), dan Mach-Zehnder Interferometer (MZI) (Zhou et al., 2014). FBG sangat menarik jika

digunakan sebagai sensor karena tidak memiliki cross sensitivity terhadap indeks bias eksternal dan dapat dioperasikan pada suhu tinggi dalam kondisi asam maupun basa, tetapi membutuhkan isolator untuk mencegah pemantulan kembali. Sementara itu, metode Fabry-Perot kurang praktis untuk digunakan karena memerlukan perangkat tambahan dalam pendeteksian keluarannya. Oleh karena itu, diperlukan metode lain yaitu Mach-Zehnder Interferometer (MZI) dengan keunggulannya seperti ukuran yang kecil dan sederhana (Zhao et al., 2017), memiliki sensitivitas tinggi, linearitas yang baik (Wang et al., 2017), tahan terhadap gangguan elektromagnetik, dan biaya fabrikasi yang murah sehingga cocok diaplikasikan sebagai sensor indeks bias (Ma et al., 2012).

MZI merupakan salah satu sensor fiber optik yang memanfaatkan modulasi fasa (Ghetia et al., 2013). Cahaya yang masuk pada sensor MZI akan dipisahkan menjadi dua bagian yaitu dalam jalur sensing dan jalur reference. Jalur sensing merupakan daerah penginderaan yang digunakan untuk variasi seperti indeks bias, suhu, dan lain-lain. Sedangkan jalur reference merupakan daerah yang dilapisi dengan lapisan pelindung yang terisolasi. Setelah cahaya melewati kedua jalur tersebut, cahaya akan menyatu kembali sebelum melewati detektor (Huda et al., 2015).

Sensor MZI dapat digunakan untuk pengukuran perubahan intensitas cahaya (modulasi intensitas) atau panjang gelombang (modulasi panjang gelombang). Untuk modulasi panjang gelombang membutuhkan peralatan dengan biaya tinggi dan juga kurang praktis (Raji et al., 2016). Sedangkan, sensor dengan modulasi intensitas memiliki proses fabrikasi yang sederhana dan biaya yang rendah (Vallan

et al., 2012). Meskipun demikian, sensor dengan modulasi intensitas memiliki

(19)

pengaruh dari fluktuasi intensitas dapat dilakukan dengan mengamati rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda (Tapetado et al., 2014).

Struktur MZI yang lebih sederhana dapat diperoleh dengan menggunakan

Polymer Optical Fiber (POF). POF merupakan jenis fiber optik yang terbuat dari

bahan plastik polimer dan memiliki diameter 1 mm. POF memiliki beberapa kelebihan yaitu dimensinya lebih besar, mudah dimodifikasi, tidak mahal, fleksibel, tahan terhadap interferensi medan magnet dan medan listrik (Marques et al., 2017; Suana & Muntini, 2012). POF memiliki nilai Thermal Optic Coefficient (TOC) negatif, jika POF diberi perlakuan berupa kenaikan suhu maka massa jenis POF akan turun dan menyebabkan penurunan nilai indeks bias sehingga mempengaruhi intensitas keluaran POF. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi terhadap MZI-POF dengan teknik modulasi intensitas dengan mengukur perubahan intensitas pada dua panjang gelombang yang berbeda. Karakteristik yang diteliti adalah sensitivitas, histeresis dan waktu respon terhadap indeks bias dan suhu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik sensor MZI-POF yang meliputi sensitivitas, histeresis, dan waktu respon terhadap perubahan indeks bias?

2. Bagaimana karakteristik sensor MZI-POF yang meliputi sensitivitas, histeresis dan waktu respon dari sensor indeks bias dengan kompensasi suhu?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fiber optik yang digunakan adalah Polymer Optical Fiber multimode PMMA. 2. Perubahan suhu yang digunakan adalah 35 °C – 85 °C dengan kenaikan 10 °C. 3. Larutan yang digunakan adalah larutan glukosa dengan konsentrasi 0% - 12%.

(20)

4

4. Panjang gelombang yang digunakan 430 nm dengan bandwidth 80 nm.

5. Parameter sensor yang dikarakterisasi adalah sensitivitas, histeresis dan waktu respon.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Memperoleh karakteristik sensor yang meliputi sensitivitas, histeresis dan waktu respon terhadap perubahan indeks bias.

2. Memperoleh karakteristik sensor yang meliputi sensitivitas, histeresis dan waktu respon dari sensor indeks bias dengan kompensasi suhu.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik sensor MZI-POF menggunakan fabrikasi yang mudah dengan sensitivitas tinggi, sehingga dapat digunakan untuk pengukuran indeks bias dengan kompensasi suhu secara real time, serta dapat digunakan sebagai acuan atau referensi untuk digunakan pada riset selanjutnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Sistematika tersebut dipilih dengan tujuan untuk memudahkan dalam pemahaman mengenai struktur dan isi skripsi.

1. Bagian awal skripsi, terdiri dari halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dafar gambar, dan daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi, terdiri dari lima bab yang tersusun dengan sistematika sebagai berikut:

(21)

BAB 1. Pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2. Tinjauan Pustaka, berisi teori-teori yang mendukung penelitian. BAB 3. Metode Penelitian, berisi alur penelitian, alat dan bahan yang

digunakan dalam penelitian, dan metode analisis data.

BAB 4. Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil beserta pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB 5. Penutup, berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran penelitian yang selanjutnya.

3. Bagian akhir skripsi, memuat daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan skripsi dan lampiran-lampiran.

(22)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fiber Optik

Fiber optik adalah pandu gelombang cahaya berupa kabel transparan yang digunakan untuk mentransmisikan informasi dengan kapasitas yang besar melalui media cahaya (Castrellon-Uribe, 2012). Hal ini yang menjadi salah satu kelebihan fiber optik karena yang dihantarkan adalah cahaya bukan elektron, sehingga tidak berbahaya, tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik dan relatif stabil terhadap kondisi medium yang dilaluinya.

2.1.1 Struktur Fiber Optik

Fiber optik terdiri dari tiga bagian, yaitu : core, cladding, dan coating atau

buffer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur fiber optik (Castrellon-Uribe, 2012).

Inti (core) adalah sebuah material batang silinder dari bahan dielektrik dan umumnya terbuat dari kaca atau plastik. Inti merupakan bagian terkecil dari fiber optik dan merupakan bagian yang paling mudah pecah. Cahaya merambat disepanjang inti fiber. Lapisan cladding umumnya terbuat dari kaca atau plastik dengan indeks bias lebih kecil dari core ( > ). Pada POF, untuk membuat perbedaan indeks bias antara core dan cladding, core dibuat dari Poly Methyl

MethacrylAte (PMMA). Lapisan core dan cladding dibuat berbeda indeks bias agar

(23)

yang menyebabkan cahaya tetap berada dalam fiber optik. Cladding berfungsi untuk mengurangi rugi daya dari inti ke udara sekitar, mengurangi rugi daya hamburan dari permukaan inti dan melindungi fiber dari kontaminasi penyerapan permukaan serta menambah kekuatan mekanis. Coating berfungsi sebagai pelindung core dan cladding dari kerusakan fisik. Bahan lapisan coating yang digunakan untuk melindungi fiber optik adalah jenis plastik. Coating bersifat elastis, mencegah abrasi dan mencegah loss hamburan akibat microbending. 2.1.2 Jenis Fiber Optik

Berdasarkan mode-nya, fiber optik dibedakan menjadi dua jenis yaitu fiber optik singlemode dan multimode (Fidanboylu and Efendioğlu, 2009).

1. Fiber Optik Singlemode

Fiber optik singlemode merupakan tipe fiber optik yang hanya dapat mentransmisikan gelombang cahaya dalam satu mode. Fiber optik singlemode memiliki Numerical Aperture (NA) yang kecil, tidak memiliki disperse intermodal yang dapat terjadi sepanjang fiber optik sehingga dapat digunakan pada jarak yang jauh dan kecepatan rambat cahaya di dalamnya yang besar sehingga informasi yang dibawa akan sampai lebih cepat, namun karena ukuran jari-jari inti yang kecil mengakibatkan tingkat kesulitan penyambungan yang lebih tinggi.

2. Fiber Optik Multimode

Fiber optik multimode adalah fiber optik yang dapat mentransmisikan lebih dari satu mode cahaya dalam satu waktu. Fiber optik multimode memiliki jari-jari inti yang jauh lebih besar daripada fiber optik singlemode. Kelebihan fiber optik

multimode adalah instalasi yang lebih mudah karena besar ukuran inti sehinga

cahaya dapat dengan mudah terkopel, kemudian dapat menggunakan laser maupun LED sebagai sumber cahaya dan karena fiber optik ini memandu beberapa moda sekaligus maka pada fiber optik ini terjadi dispersi intermodal sehingga mengakibatkan terbatasnya bandwith dan berpengaruh pada kecepatan transmisi data yang lebih lambat.

Core dan cladding merupakan komponen yang mempengaruhi nilai indeks

(24)

8

optik diklasifikasikan menjadi Step-index fiber dan Graded-index fiber seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.

1. Step-index Fiber

Step-index fiber mempunyai nilai indeks bias yang “bertahap” mulai dari

indeks bias rendah ke indeks bias tinggi dan kemudian ke indeks bias rendah yaitu dari cladding ke inti dan kemudian ke cladding, atau dapat dikatakan bahwa fiber

optik ini memiliki indeks bias yang “seragam” sepanjang sumbunya, seperti yang

ditunjukkan dalam Gambar 2.2. 2. Graded-index Fiber

Graded-index fiber mempunyai indeks bias yang bervariasi secara parabolik

dalam inti. Penjalaran sinarnya tidak lurus tapi melengkung karena refraksi yang terjadi pada setiap lapisan dalam inti yang indeks biasnya bervariasi parabolik seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Jenis fiber optik berdasarkan indeks bias (Island & Daly, 2018). 2.1.3 Perambatan Gelombang dalam Fiber Optik

Prinsip kerja fiber optik adalah pembiasan cahaya yang dijelaskan dalam Hukum Snellius,

sin = sin (2.1)

dimana adalah indeks bias inti, sudut datang, indeks bias cladding, dan sudut bias seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3

Jenis Fiber Mekanisme Propagasi Geometri Profil Indeks Bias Multimode Step-Index Multimode Graded-Index Singlemode Step-Index n (Inti) n (Selubung)

(25)

Gambar 2.3. Perambatan cahaya dalam fiber optik (Ghatak, 2010).

Cahaya yang datang dari medium rapat ( ) ke medium yang kurang rapat ( ) akan dibiaskan menjauhi garis normal. Pada bidang batas antarmuka inti-selubung, jika sudut datang i diperbesar secara gradual maka pada sudutθ1tertentu, sudut bias akan bernilai 90˚ dan cahaya akan dirambatkan pada bidang batas. Pada saat θ1

mencapai kondisi ini dinamakan sudut kritis ( ).

= 90˚ (2.2)

sin = (2.3)

= (2.4)

Ketika cahaya merambat dengan sudut datang kurang dari sudut kritis maka cahaya akan dibiaskan keluar dari inti, akan tetapi jika cahaya merambat menuju bidang batas antarmuka inti-selubung dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang batas inti-selubung) ke dalam inti. Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal sempurna (total internal reflection/ TIR). Kondisi inilah yang dipertahankan dalam transmisi cahaya dalam serat optik.

2.1.4 Numerical Aperture

Numerical Aperture (NA) adalah parameter yang mempresentasikan sudut

penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih dapat diterima dan terpandu pada inti fiber optik. NA dapat ditentukan dari perbedaan nilai antara inti dan selubung. Pada Gambar 2.3 cahaya yang masuk dari medium luar (udara) menuju inti dengan sudut datang i mengalami pembiasan sedemikian rupa sehingga menjadikan sudut datang pada bidang batas kedua lebih besar dari sudut kritis. Hal tersebut menyebabkan cahaya terperangkap di dalam inti serat. Cahaya yang

(26)

10

dibiaskan membentuk sudut terhadap sumbu z. Dengan asumsi indeks bias medium luar adalah n0, maka pada bidang batas pertama berlaku:

= (2.5)

Cahaya yang mengalami pemantulan internal total pada bidang batas kedua berlaku kondisi,

sin = cos > (2.6)

sin < 1 − (2.7)

sin < 1 − = ( ) (2.8) dengan asumsi indeks bias udara n0= 1, maka nilai maksimum sin i adalah

sin = −

1 (2.9)

Nilai sin im disebut sebagai tingkat numeris atau numerical aperture (NA).

Cahaya tidak dapat melewati fiber optik jika sudut datang lebih besar dari . Dalam praktiknya pada persamaan (2. 9) berlaku kurang dari + 1, sehingga NA dari serat didefinisikan oleh persamaan (2. 10) (Ghatak, 2010) :

= − (2.10)

2.1.5 Polymer Optical Fiber (POF)

POF merupakan salah satu jenis fiber optik yang terbuat dari bahan polimer yang mempunyai indeks bias 1,49. POF banyak diterapkan dalam komunikasi jaringan jarak pendek terutama untuk otomotif, komunikasi private kantor dan rumah, dan untuk sistem sensor (Prajzler et al., 2013).

POF terdiri dari berbagai jenis yang dikategorikan berdasarkan material penyusunnya. Material penyusun yang sering digunakan antara lain poly(methyl

methacrylate) (PMMA), polycarbonates (PC), polystyrene (PS), dan cyclic olefin copolymer (COC) (Luo et al., 2017; Zhang, 2013). Karakteristik dari jenis bahan

(27)

plastik pada POF ditunjukkan pada Tabel 2.1. dimana n adalah indeks bias inti, a adalah koefisien termal ekspansi dan dn/dT adalah koefisien termo-optik.

Pada penelitian ini digunakan material PMMA dengan struktur kimia yang meliputi sifat glass transition temperature ( = 104 ℃), titik lebur ( =

160 ℃), koefisien muai-termal ( = 0,68 × 10 ° ), koefisien thermo-optic ( = −1,2 × 10 ° ), koefisien stress-optik ( = (−4,5~ − 1,5) ×

10 ° ), dan moisture absorption mendekati2,0 % (Luo et al., 2017). 2.2 Sensor Fiber Optik

Sensor fiber optik merupakan aplikasi lain dari teknologi fiber optik yang awalnya diterapkan dalam sistem komunikasi optik untuk mengirimkan cahaya yang membawa sinyal optik (Yulianti et al., 2017). Sensor fiber optik memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sensor elektrik konvensional, seperti tahan terhadap gangguan gelombang elektromagnetik, ketahanan terhadap erosi, kepekaan tinggi dan kemampuan penginderaan jarak jauh (Li et al., 2012).

Sensor fiber optik telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti dalam bidang kesehatan untuk memantau kondisi pernapasan (Suana et al., 2012) dan pengukuran kandungan glukosa dalam tubuh (Larin et al., 2003), dalam bidang fisika untuk pengukuran kekentalan (Anggita & Harmadi, 2015), dan dalam bidang kimia untuk pengukuran pH (Islam et al., 2014). Selain itu sensor fiber optik dapat digunakan untuk mengukur indeks bias dan regangan (Jasim et al., 2014), suhu (Geng et al., 2014), tekanan (Xu et al., 2014) dan medan magnet(Chen et al., 2018). 2.2.1 Klasifikasi Sensor Optik Fiber Optik

Sensor fiber optik diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu berdasarkan lokasi pendeteksian dan prinsip kerja, dan aplikasi (Ghetia et al., 2013).

Berdasarkan prinsip kerjanya, sensor fiber optik diklasifikasikan sebagai sensor berbasis modulasi intensitas, sensor berbasis modulasi panjang gelombang, dan sensor berbasis modulasi fase.

(28)

12

1. Sensor fiber optik berbasis modulasi intensitas

Sensor fiber optik berbasis intensitas mendeteteksi variasi intensitas cahaya yang sebanding dengan lingkungan yang mengganggu. Konsep yang terkair dengan modulasi intensitas meliputi transmisi, refleksi, dan mikrobending. Untuk itu, target reflektif atau transmisif dapat dimasukkan dalam fiber. Mekanisme lain yang bisa digunakan secara independen dengan tiga konsep utama di antaranya absorbsi, hamburan, fluoresensi, dan polarisasi. (Castrellon-Uribe, 2012).

2. Sensor fiber optik berbasis modulasi panjang gelombang

Sensor fiber optik berbasis modulasi panjang gelombang ini memanfaatkan perubahan panjang gelombang dalam proses pendeteksian. Jenis sensor yang diterapkan misalnya bragg grating sensors (Yulianti et al., 2013).

3. Sensor fiber optik berbasis modulasi fase

Sensor jenis ini membandingkan fase cahaya dalam bagian sensing dan

reference dalam perangkat yang dikenal dengan interferometer. Pada umumnya

sensor ini menggunakan sumber cahaya laser yang koheren dan dua fiber

single-mode. Cahaya yang masuk akan terbelah ke bagian sensing dan reference. Jika

cahaya dalam bagian sensing terkena lingkungan yang mengganggu, maka akan terjadi pergeseran fase. Kemudian pergeseran fase akan terdeteksi oleh interferometer. Ada empat konfigurasi interferometrik yang digunakan dalam sensor fiber optik, yaitu Michelson, Fabry Perot, Sagnac, dan Mach-Zehnder (Castrellon-Uribe, 2012).

Berdasarkan aplikasinya, sensor fiber optik terbagi menjadi sensor kimia, sensor fisika, dan sensor bio-medik.

a. Sensor fisika

Sensor fisika digunakan untuk pengukuran sifat-sifat fisika, seperti suhu (Wang et al., 2017), tekanan (Xu et al., 2014), indeks bias dan regangan (Jasim et

al., 2014), medan magnet (Chen et al., 2018), dan kekentalan (Anggita & Harmadi,

(29)

b. Sensor kimia

Sensor ini digunakan untuk pengukuran pH (Yulianti et al., 2012), deteksi gas (Mishra et al., 2015), dan pengukuran konsentrasi (Hu et al., 2016).

c. Sensor bio-medik

Sensor ini digunakan dalam aplikasi bio-medik, seperti pengukuran kandungan glukosa dalam tubuh (Sari et al., 2012), sebagai sensor napas (Suana et

al., 2012), dan sensor imun terhadap bakteri Escherichia coli (Rodrigues et al.,

2017).

2.3 Mach-Zehnder Interferometer (MZI)

Mach-Zehnder Interferometer merupakan sensor modulasi fasa yang

menggunakan two-beam interferometer. Pada sensor ini, sumber cahaya yang masuk dipisahkan menjadi dua bagian, sebagian masuk ke jalur reference dan yang lainnya masuk ke jalur sensing (Herdiyanto, 2007). Jalur reference merupakan jalur yang dilapisi dengan pelindung yang terisolasi. Sedangkan jalur sensing merupakan daerah penginderaan yang digunakan untuk variasi eksternal seperti indeks bias, dan lain-lain. Pada jalur ini cahaya yang melaluinya akan mengalami proses modulasi fasa. Setelah cahaya melewati kedua jalur tersebut, cahaya akan menyatu kembali (Huda et al., 2015).

Salah satu bentuk pengembangan teknologi untuk memperoleh konfigurasi MZI adalah dengan struktur taper yang memanfaatkan teknik heat-and-pull untuk mengurangi diameter POF. Konfigurasi MZI diperoleh dengan membentuk dua

taper pada POF. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Jasim et al

(2014) konfigurasi MZI menggunakan POF graded index (GI-POF) masih memiliki kekurangan yaitu membutuhkan ketelitian dalam fabrikasi serta mudah patah Oleh karena itu, pada penelitian ini konfigurasi MZI dengan struktur taper diperoleh menggunakan POF step index (SI-POF) yang mudah untuk dibentuk karena memiliki diameter inti yang lebih besar dibandingkan dengan GI-POF. Selain itu dengan menggunakan SI-POF untuk mendeteksi sinyal output menjadi lebih murah karena hanya membutuhkan LED dan spektrometer.

(30)

14

Diagram sensor optik MZI menggunakan SI-POF multimode ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut:

Gambar 2.4. Skematik MZI POF

Dua buah taper dipisahkan sejauh L. Bagian POF dipanaskan dan direntangkan sehingga bagian core dan cladding akan tertarik dan membentuk lekukan ke dalam. Sumber cahaya sebagai input sensor merambat pada mode inti, ketika melewati taper pertama, cahaya yang merambat memiliki sudut datang kurang dari sudut kritis, sehingga cahaya ada yang tidak dipantulkan kembali di dalam inti melainkan dibiaskan keluar dari inti (ke selubung) dan sisanya merambat pada inti. Ketika cahaya merambat di dalam cladding menuju bidang batas antarmuka inti-selubung dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang batas inti-selubung) ke dalam inti. Bagian cahaya yang bergerak di dalam selubung digabungkan kembali dengan cahaya di inti pada taper kedua. MZI terbentuk karena perbedaan fasa antara cahaya di inti dan mode selubung. Perbedaan fasa menyebabkan terbentuknya spektrum interferensi. Cahaya interferensi mengalami transmisi sebagai mode output melewati inti. Spektrum interferensi diamati menggunakan detektor (Wang et al., 2016).

= + + 2 cos ∆ (2.11) karena I ≈ E2, maka intensitas interferensi antara mode inti dan mode selubung

dinyatakan sebagai:

(31)

dimana , adalah intensitas cahaya pada mode inti dan mode selubung, ∅ adalah perbedaan fasa antara dua mode.

Besarnya fasa untuk bidang gelombang = cos( − ) dimana = untuk lintasan L adalah

= = = =

= (2.13)

L adalah panjang lengan interferensi, sedangkan adalah panjang gelombang saat melewati medium yang dipengaruhi oleh indeks bias medium dan adalah panjang gelombang di ruang hampa. Perbedaan fasa pada saat melewati inti dan selubung diperoleh:

∆ = − =2 −

= (2.14)

dimana adalah indeks bias efektif mode inti dan adalah indeks bias efektif mode selubung.Δ adalah perbedaan indeks bias efektif antara mode inti dan selubung. Ketika perbedaan fasa memenuhi kondisi ∆ = (2 + 1) , m= 0,1,2,... intensitas cahaya interferensi mencapai nilai minimum (Wang et al., 2016). 2.4 Suhu

Terdapat dua parameter yang mencirikan pengaruh suhu pada fiber optik yaitu Coefficient of Thermal Expansion (CTE) dan Thermo-Optic Coefficient (TOC) (Ariani & Prajitno, 2016). CTE mencirikan ekspansi fisik atau kontraksi volume suatu material, sedangkan TOC mencirikan perubahan indeks bias sebagai respon dari perubahan suhu. Dengan menggunakan CTE dan TOC, maka perubahan

(32)

16

panjang fiber optik (∆ ), perubahan jari-jari inti (∆ ), dan perubahan indeks bias (∆ ) akibat dari perubahan suhu (∆ ), masing-masing dapat dinyatakan sebagai

∆ = ∆ (2.15)

∆ = ∆ (2.16)

∆ = ∆ (2.17)

dimana adalah koefisien muai termal dan adalah koefisien termo-optik. Adanya variasi suhu membawa tegangan termal yang datang dari perbedaan koefisien muai termal antara fiber dan struktur luar termasuk jaket.

TOC yang dimiliki oleh suatu bahan menunjukkan bagaimana bahan tersebut sensitif terhadap panas. Ketika suhu lingkungan berubah, indeks bias serat optik juga ikut berubah. POF jenis PMMA memiliki TOC bernilai negatif, yaitu -1,2 × 10-4/ ˚C (Luo et al., 2017), sehingga pada saat suhu lingkungan mengalami kenaikan, indeks bias efektif selubung dan inti akan turun (Li et al., 2012).

(33)

17

Penelitian ini telah dilakukan dengan beberapa tahapan yang diilustrasikan dalam diagram alur seperti pada Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1. Diagram alur penelitian Karakterisasi sensor : 1. Indeks bias

2. Suhu

Analisis data

Selesai

Persiapan alat dan bahan

Fabrikasi sensor: Sensor fiber optik

Mach-Zehnder Interferometer

(34)

18

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika D-9 Lantai 3, Jurusan Fisika, Universitas Negeri Semarang, pada bulan Januari-Mei 2019.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Digital ABBE Refractometer, digunakan untuk mengukur indeks bias larutan glukosa. Alat tersebut berada di Laboratorium Kimia Organik Universitas Gadjah Mada. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Digital ABBE Refractometer

2. Fiber optic stripper three hole (H-119CC), digunakan untuk mengupas jaket

fiber optik. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3.

(35)

3. Spektrometer Ocean Optic USB4000, digunakan sebagai detektor intensitas cahaya yang keluar dari POF pada saat karakterisasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Spektrometer Ocean Optic USB4000

4. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD), digunakan untuk melihat diameter MZI-POF, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Mikroskop Charge Coupled Device (CCD)

5. Temperature Chamber, digunakan untuk memberikan pengaruh suhu pada

MZI-POF seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6.

(36)

20

6. Konektor SMA 905, untuk menghubungkan POF ke Spektrometer Ocean

Optic USB4000

7. Solder, untuk memanaskan fiber optik agar terbentuk struktur MZI, 8. Cutter, digunakan untuk melepaskan jaket fiber optik,

9. Gunting, digunakan untuk memotong fiber optik,

10. Penggaris, digunakan untuk mengukur panjang fiber optik yang akan dikupas bagian jaketnya,

11. LED biru, digunakan sebagai sumber cahaya pada karakterisasi sensor MZI-POF,

12. Timbangan digital dengan kapasitas 300 g dan ketelitian 0,01 g, digunakan untuk menimbang glukosa,

13. Gelas ukur 100 ml, untuk mengukur volume larutan,

14. Gelas beker, digunakan sebagai wadah saat membuat larutan glukosa, 15. Magnetic stirer, digunakan untuk melarutkan glukosa dengan aquades,

16. Gelas plastik, sebagai tempat larutan sampel yang akan diujikan, Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Polymer Optical Fiber (POF) multimode PMMA, digunakan untuk bahan

sensor MZI-POF, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7.

(37)

2. Glukosa, digunakan sebagai bahan untuk karakterisasi sensor, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Glukosa 3. Aquades, digunakan untuk pengenceran larutan. 3.3 Tahap fabrikasi

Tahap fabrikasi dilakukan melalui dua tahapan yaitu fabrikasi sensor MZI dan pembuatan larutan uji.

3.3.1 Tahap Fabrikasi sensor MZI

Fabrikasi sensor MZI dilakukan melalui beberapa tahapan berikut: 1. Memotong kabel fiber optik dengan sepanjang 70 cm.

2. Melepaskan bagian jacket sepanjang 5 cm menggunakan fiber optic stripper

three hole dan Cutter pada bagian tengah kabel fiber optik pastik (POF).

3. Memanaskan fiber optik dengan menggunakan solder pada suhu 100°C pada dua titik yang dipisahkan sejauh 1 cm agar terbentuk struktur MZI, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.

(38)

22

4. Mengukur diameter MZI-POF menggunakan mikroskop CCD.

5. Melakukan karakterisasi MZI-POF menggunakan LED biru dengan panjang gelombang 430 nm sebagai sumber cahaya dan spektrometer untuk melihat spektrum keluaran pada MZI-POF.

3.3.2 Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan uji dilakukan dengan melarutkan serbuk glukosa dengan aquades dengan perbandingan seperti pada Tabel 3.1 berdasarkan persamaan berikut :

(%) = ( )× 100% (3.1) Tabel 3.1. Perbandingan konsentrasi serbuk glukosa dan aquades

Konsentrasi larutan Massa glukosa (g) Aquades (ml)

0% 0 250 2% 5 245 4% 10 240 6% 15 235 8% 20 230 10% 25 225 12% 30 220

(39)

3.4 Karakterisasi sensor

Karakterisasi sensor dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam beberapa larutan glukosa dengan konsentrasi yang bervariasi yaitu 0% hingga 12% dengan kenaikan 2% pada suhu ruang, seperti pada Gambar 3.10.

2. Menghubungkan salah satu ujung MZI-POF dengan sumber cahaya LED biru dengan panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm. Spesifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Menghubungkan ujung MZI-POF yang lain dengan spektrometer Ocean

Optic USB4000.

4. Untuk variasi konsentrasi larutan glukosa, dilakukan dengan mengganti larutan secara berurutan dari konsentrasi 0% – 12% dan dijaga selama 5 menit untuk setiap konsentrasi larutan.

Gambar 3.10. Set-up alat karakterisasi sensor MZI 3.5 Karakterisasi sensor terhadap perubahan suhu

Karakterisasi sensor dilakukan dengan menggunakan sebuah Temperature

chamber yang berfungsi untuk memanaskan MZI-POF, dengan langkah sebagai

berikut:

1. Meletakkan MZI-POF yang dicelupkan dalam larutan glukosa dengan konsentrasi 8% ke dalam temperature chamber, seperti pada Gambar 3.11. 2. Menghubungkan salah satu ujung MZI-POF dengan sumber cahaya LED biru

(40)

24

3. Menghubungkan ujung MZI-POF yang lain dengan spektrometer Ocean

Optic USB4000.

4. Untuk variasi suhu, dilakukan dengan mengatur suhu pada temperature

chamber yang dinaikkan secara berkala dari 35 °C – 85 °C dengan

peningkatan 10°C dan dijaga selama 5 menit untuk setiap kenaikan suhu.

Gambar 3.11. Set-up alat karakterisasi sensor MZI terhadap perubahan suhu 3.6 Analisis data

1. Sensitivitas

Sensitivitas sensor MZI-POF diperoleh dengan memasukkan data keluaran dari spektrometer yang berupa perubahan intensitas cahaya terhadap indeks bias dan suhu. Selanjutnya diperoleh gradien grafik yang merupakan nilai sensitivitas. 2. Histeresis

Histeresis sensor MZI diperoleh dari plot grafik perubahan intensitas cahaya terhadap indeks bias dan suhu naik dan turun.

3. Waktu respon

Waktu respon diperoleh dengan membuat plot perubahan intensitas cahaya terhadap waktu untuk setiap kenaikan indeks bias dan kenaikan suhu.

(41)

25

Sensor MZI-POF telah dikembangkan dengan mengacu pada struktur MZI yang dibentuk menggunakan dua taper pada POF. Penelitian ini dilakukan dengan tahapan fabrikasi MZI-POF dan karakterisasi MZI-POF. Spesifikasi POF yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Spesifikasi parameter fisis POF

Parameter Nilai

POF

Material inti Polymethyl Methacrylate (PMMA)

Indeks bias inti 1,49 Indeks bias selubung 1,41

Jenis indeks Step indeks Diameter inti 980 µm Diameter selubung 1000 µm Panjang fiber optik 70 cm

4.1

Fabrikasi MZI

Fabrikasi sensor POF dilakukan dengan memanfaatkan teknik heat-and-pull untuk mengurangi diameter POF agar terbentuk struktur taper pada bagian pengindera. Pengaruh struktur taper dikaji untuk mendapatkan sensor POF yang optimal dengan sensitivitas tinggi dan waktu respon yang cukup singkat.

Fabrikasi MZI dilakukan dengan memotong POF sepanjang 70 cm menggunakan fiber optic stripper three hole. Pada bagian tengah POF sepanjang 5 cm dilakukan pengupasan jaket pelindung menggunakan cutter, sehingga tersisa

(42)

26

bagian inti dan selubung saja. Bagian POF yang telah dikupas merupakan bagian penginderaan yang selanjutnya disebut sebagai sensor head. Selanjutnya, sensor

head yang telah dikupas bagian jaket pelindungnya direntangkan dan dipanaskan

menggunakan solder dengan suhu 100°C pada dua titik sehingga bagian inti dan selubung tertarik dan membentuk taper. Dua taper dipisahkan sejauh 1 cm.

Gambar 4.1. Struktur MZI-POF dengan dua taper

Diameter pada dua taper MZI-POF diukur melalui citra POF yang diambil menggunakan mikroskop CCD dengan perbesaran 50 kali. Citra CCD dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(a) (b)

Gambar 4.2. Hasil pengamatan diameter MZI-POF pada taper (a) pertama (b) kedua

Gambar 4.2 (a) memperlihatkan pada taper pertama memiliki diameter

616,857 μm. Gambar 4.2 (b) yang memiliki diameter 573,573 μm merupakan citra taper kedua.

(43)

Sebelum melakukan karakterisasi, larutan glukosa yang akan digunakan untuk karakterisasi sensor MZI-POF terlebih dahulu diuji nilai indeks biasnya menggunakan digital ABBE refractometer. Hasil yang diperoleh dari uji nilai indeks bias yaitu sebesar 1,3397 hingga 1,3547. Hasil uji indeks bias larutan glukosa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Setelah fabrikasi, MZI selanjutnya dikarakterisasi. LED biru dengan panjang gelombang 430 nm dan bandwidth 80 nm digunakan sebagai sumber cahaya yang ditransmisikan ke dalam POF. Karakterisasi dilakukan pada suhu ruang, dimana indeks bias ruang sama dengan indeks bias udara yaitu 1,0003. Hasil karakterisasi MZI ditunjukkan pada Gambar 4.3. Kemudian dilakukan normalisasi dengan membandingkan intensitas keluaran terhadap intensitas input. Normalisasi didapatkan dengan membandingkan intensitas output dengan intensitas input menggunakan persamaan sebagai berikut :

( ) = 10 log(( )) (4.1)

(44)

28

(b)

Gambar 4.3. (a) Hasil karakterisasi POF polos dan MZI pada suhu ruang dan (b) spektrum keluaran MZI pada suhu ruang (setelah normalisasi)

4.2

Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Indeks Bias

Karakterisasi sensor dilakukan untuk mengetahui respon MZI-POF terhadap perubahan indeks bias. LED biru digunakan sebagai sumber cahaya yang ditransmisikan ke dalam POF, kemudian untuk mendeteksi spektrum keluaran sensor digunakan spektrometer Ocean Optics USB4000. Untuk memperoleh pengaruh perubahan indeks bias, sensor MZI-POF diletakkan di dalam tempat larutan uji. Larutan glukosa dengan indeks bias 1,3330 dituangkan pada gelas hingga bagian sensor terendam di dalam larutan. Pengambilan data di lakukan setiap 15 detik hingga keadaannya stabil. Waktu yang dibutuhkan sensor untuk mencapai nilai stabil dicatat sebagai waktu respon sensor. Dengan cara yang sama dilakukan pengukuran untuk larutan glukosa dengan indeks bias 1,3397 – 1,3547. Karakterisasi sensor dilakukan pada indeks bias naik yaitu 1,3330 – 1,3547 dan pada indeks bias turun yaitu 1,3547 – 1,3330 untuk mendapatkan nilai reversibility

(45)

sensor. Spektrum keluaran sensor MZI-POF pada indeks bias 1,3330 – 1,3547 ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Spektrum keluaran sensor MZI-POF

Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa ada tiga lembah dan dua puncak yang terletak pada panjang gelombang 423,57 nm (λ ), 435,23 nm (λ ), 462,85 nm (λ ), 478,14 nm (λ ) dan 517,63 nm (λ ). Sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias dapat diperoleh dengan membuat rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda (Tapetado et al., 2014).

4.2.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias

Sensitivitas sensor diperoleh dengan membuat plot perubahan intensitas cahaya terhadap indeks bias. Sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias dapat diperoleh dengan membuat rasio transmitansi rata-rata pada dua panjang gelombang yang berbeda. Sebelumnya telah dibuat beberapa grafik hubungan rasio transmitansi rata-rata terhadap perubahan indeks bias yang dapat dilihat pada Lampiran 3, namun rasio transmitansi untuk / dan / memiliki linearitas dan sensitivitas paling tinggi. Hubungan rasio transmitansi terhadap indeks bias untuk / dan / ditunjukkan pada Gambar 4.5.

(46)

30

(a)

(b)

Gambar 4.5. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan indeks bias (a) pada / (b) pada /

Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa sensor MZI-POF memiliki respon linear untuk perubahan indeks bias terhadap intensitas cahaya. Rasio transmitansi / memiliki nilai sensitivitas sebesar 4,2986 /RIU dengan koefisien

(47)

korelasi 97,16%. Sedangkan untuk rasio transmitansi / memiliki nilai sensitivitas sebesar 2,8793 /RIU dengan koefisien korelasi 97,64%. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa semakin besar pengaruh indeks bias maka rasio transmitansi yang dihasilkan semakin meningkat. Sensitivitas rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda meningkat karena intensitas cahaya pada mengalami penurunan intensitas cahaya lebih besar dibandingkan dengan penurunan intensitas cahaya pada dan .

Jika dibandingkan dengan sensor fiber optik dengan struktur lain yaitu

Michelson Interferometer (MI) dengan modifikasi core-offset pada rentang indeks

bias 1,30-1,43 yang mempunyai sensitivitas -202,46 dB/RIU (Wang et al., 2015), sensor MZI-POF yang ditinjau pada λ atau pada panjang gelombang 517,63 nm (Gambar 4.6) mempunyai nilai sensitivitas sebesar -5,9764 dB/RIU, hal ini menunjukkan bahwa nilai sensitivitas sensor MZI-POF lebih rendah daripada struktur sensor tersebut. Meskipun mempunyai nilai sensitivitas yang tidak terlalu tinggi, sensor MZI-POF mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya proses fabrikasi yang dilakukan sederhana, mudah, dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi.

Gambar 4.6. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan indeks bias pada

(48)

32

Pada penurunan indeks bias dari 1,3547 – 1,3330, grafik respon yang diperoleh tidak sama dengan grafik respon pada kenaikan indeks bias. Untuk mengevaluasi sensor, dapat dilakukan dengan menghitung nilai histeresis menggunakan persamaan berikut (Garcia et al., 2018) :

= (4.2)

dimana adalah intensitas pada pengukuran meningkat dan adalah intensitas pada pengukuran menurun. Sedangkan adalah intensitas tertinggi dalam kurva dan adalah intensitas terendah dalam kurva. Histeresis yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 4.7. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar 0,4137. Sedangkan pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar 0,2501.

(49)

(b)

Gambar 4.7. Reversibility respon indeks bias MZI-POF (a) pada / (b) pada /

4.2.2 Waktu Respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Indeks Bias Waktu respon sensor adalah waktu yang diperlukan suatu sensor untuk mencapai keadaan stabil. Grafik hubungan pengaruh indeks bias terhadap waktu respon ditunjukkan pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias Waktu respon yang diperlukan untuk mencapai keadaan stabil yang pertama yaitu indeks bias 1,3330 membutuhkan waktu yang cukup singkat yaitu 15 detik.

(50)

34

Untuk mencapai keadaan stabil berikutnya sensor ini menunjukkan kecepatan respon yang hampir sama besarnya. Sedangkan waktu respon sensor untuk indeks bias 1,3427 membutuhkan waktu selama 45 detik. Sementara itu, untuk perubahan ke arah konsentrasi yang lebih tinggi, waktu respon sensor semakin lama. Hal ini ditunjukkan pada daerah yang berfluktuasi pada kurva intensitas pada indeks bias 1,3454 hingga 1,3547.

4.3

Karakterisasi MZI terhadap Perubahan Suhu

Untuk memperoleh pengaruh suhu, sensor MZI-POF yang terendam larutan glukosa diletakkan di dalam temperature chamber. Karakterisasi sensor dilakukan pada suhu naik yaitu 35 °C - 85 °C dan pada suhu turun yaitu 85 °C - 35 °C untuk mendapatkan nilai reversibility sensor. Rentang kenaikan dan penurunan suhu yang digunakan sebesar 10 °C. Pengambilan data dilakukan setiap 30 detik, kemudian mengamati perubahan intensitas cahaya pada bagian puncak dan lembah untuk setiap perubahan suhu.

4.3.1 Sensitivitas Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu

Respon sensor MZI-POF tehadap variasi suhu ditunjukkan oleh Gambar 4.9 berupa perubahan nilai rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda.

(51)

(b)

Gambar 4.9. Grafik hubungan rasio transmitansi terhadap perubahan suhu (a) pada / (b) pada /

Berdasarkan Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa sensor MZI-POF memiliki respon linear untuk perubahan suhu terhadap intensitas cahaya. Nilai sensitivitas sensor MZI-POF pada nilai rasio / dan / adalah 2,6 × 10 /°C dan

1,4 × 10 /°C dengan koefisien korelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Hal

ini menunjukkan perubahan sebesar 2,6 × 10 dan 1,4 × 10 untuk setiap perubahan suhu 1 °C. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin besar pengaruh suhu maka rasio transmitansi yang dihasilkan semakin meningkat. Sensitivitas rasio transmitansi pada dua panjang gelombang yang berbeda meningkat karena intensitas cahaya pada mengalami penurunan intensitas cahaya lebih besar dibandingkan dengan penurunan intensitas cahaya pada dan .

Ketika fiber optik mengalami pemanasan, intensitas cahaya akan menurun karena hamburan, pembiasan dan penyerapan meningkat. Dengan meningkatnya suhu dalam larutan glukosa, intensitas cahaya keluaran mengalami penurunan. Struktur bagian dalam fiber optik berubah karena perubahan orientasi rantai polimer dengan meningkatnya suhu, sehingga mengakibatkan suhu pada lapisan POF meningkat, dan cahaya dapat dilemahkan oleh larutan glukosa. Transmisi

(52)

36

spektral dan intensitas cahaya yang ditransmisikan pada MZI-POF yang diberi perlakuan panas mengalami pelemahan karena molekul glukosa yang diserap sehingga dapat mengubah mode inti dan cladding (Zhong et al., 2016).

Sensor MZI-POF terhadap pengaruh suhu yang ditinjau pada λ atau pada panjang gelombang 517,63 nm (Gambar 4.10) memiliki sensitivitas sebesar

−4,2 × 10 dB/°C. Jika dibandingkan dengan sensitivitas sensor terhadap

perubahan indeks bias pada Gambar 4.6, sensitivitas sensor MZI-POF terhadap pengaruh suhu sangatlah kecil. Oleh karena itu, MZI-POF dapat digunakan untuk sensor indeks bias yang bebas dari pengaruh suhu sehingga dapat memberikan pengukuran yang cukup akurat.

Gambar 4. 10. Grafik hubungan transmitansi terhadap perubahan suhu pada

Jika dilakukan pengujian pada suhu yang menurun, maka grafik respon terhadap perubahan suhu yang diperoleh memiliki histeresis yang ditunjukkan pada Gambar 4.11. Untuk mengevaluasi sensor, dapat dilakukan dengan menghitung nilai histeresis menggunakan persamaan 4.2. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada suhu 55 °C yaitu sebesar 0,1850. Pada rasio transmitansi

/ terjadi histeresis tertinggi pada suhu 35 °C yaitu sebesar 0,1045. Histeresis

terjadi karena adanya fluktuasi suhu pada temperature chamber selama proses karakterisasi. Untuk memperkecil nilai histeresis sensor perlu menggunakan

(53)

temperature chamber yang lebih akurat dengan tingkat fluktuasi suhu yang lebih

kecil.

(a)

(b)

Gambar 4.11. Reversibility respon suhu sensor MZI-POF (a) pada / (b) pada /

4.3.2 Waktu respon Sensor MZI-POF terhadap Perubahan Suhu

Waktu respon sensor terhadap perubahan suhu ditunjukkan pada Gambar 4.12. Waktu yang digunakan pada setiap perubahan suhu adalah 3 menit.

(54)

38

Gambar 4.12. Waktu respon sensor MZI-POF terhadap perubahan suhu Sensor terhadap perubahan suhu membutuhkan waktu paling panjang untuk mencapai keadaan stabil yang pertama, waktu yang dibutuhkan adalah 330 detik. Untuk waktu respon selanjutnya, rata-rata membutuhkkan 30 detik untuk mencapai keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

4.4 Pengukuran Indeks Bias dengan Kompensasi Suhu

Berdasarkan sub bab 4.3.1 sensor MZI-POF terhadap perubahan indeks bias juga dipengaruhi oleh suhu, namun pengaruh tersebut sangat kecil, hal ini dapat dilihat dari nilai sensitivitas sensor MZI-POF terhadap suhu yang bernilai

−4,2 × 10 dB/°C. Pengukuran indeks bias tanpa mempertimbangkan efek suhu

akan menyebabkan error/ kesalahan. Oleh karena itu, diperlukan teknik kompensasi. Teknik kompensasi dapat dilakukan dengan menggabungkan nilai sensitivitas terhadap indeks bias dan suhu dalam perhitungan matriks. Perhitungan matriks dapat dieliminasi sehingga dapat digunakan untuk menentukan salah satu nilai antara indeks bias atau suhu. Tabel 4.2 menampilkan sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias dan suhu berdasarkan rasio transmitansi pada / dan / yang digunakan untuk perhitungan matriks.

(55)

Tabel 4.2. Sensitivitas sensor terhadap perubahan indeks bias dan suhu. Indikator Rasio transmitansi / R2 Rasio transmitansi / R2

Indeks bias 4,2986 / RIU 97,16 % 2,8793 / RIU 97,64 % Suhu 0,0026 / ˚C 97,20 % 0,0014 / ˚C 97,72 % Perubahan rasio transmitansi akibat indeks bias dan suhu disajikan secara matematis dalam bentuk matriks sebagai:

∆ = KK ,, KK ,,

∆ (4.3)

dimana ∆ dan ∆ adalah perubahan intensitas cahaya keluaran pada / dan

/ . K , dan K , merupakan sensitivitas sensor terhadap indeks bias pada

/ dan / , sedangkan K , dan K , adalah sensitivitas sensor terhadap

suhu pada / dan / , sehingga dengan memasukkan nilai sensitivitas sensor persamaan (4. 3) menjadi:

∆ = 4,2986 0,00262,8793 0,0014 ∆∆ (4.4) ∆

∆ = −0,00260,0014 −2,87934,2986 ∆∆ (4.5)

Besarnya nilai D diperoleh D = (4,2986)(0,0014) – (0,0026)(2,8793) = -0,00147 sehingga persamaan (4.4) menjadi:

∆ = −0,95241,7687 −2924,2181958,707 ∆∆ (4.6)

Dari persamaan (4. 6) maka∆ dan ∆ adalah:

∆ = −0,9524 ∆ + 1958,707 ∆ (4.7)

∆ = 1,7687 ∆ − 2924,218 ∆ (4.8) Dengan menggunakan persamaan (4.6) maka nilai indeks bias dapat ditentukan dengan menghilangkan efek suhu.

(56)

40

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

MZI-POF dengan struktur taper untuk sensor indeks bias dengan kompensasi suhu telah berhasil difabrikasi. Fabrikasi dilakukan dengan memanfaatkan teknik

heat and pull sehingga terbentuk struktur taper. Karakterisasi MZI-POF telah

dilakukan dengan memberikan perlakuan secara fisis terhadap material fiber optik. Hasil pengolahan data karakterisasi menunjukkan bahwa MZI-POF memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap indeks bias dan suhu. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap indeks bias pada nilai rasio transmitansi / memiliki nilai sensitivitas sebesar 4,2986 /RIU dan koefisien korelasi 97,16 %. Sedangkan untuk / memiliki sensitivitas sebesar 2,8793 /RIU dan koefisien korelasi 97,64%. Pada rasio transmitansi

/ terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3330 yaitu sebesar 0,4137. Sedangkan pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada indeks bias 1,3454 yaitu sebesar 0,2501. Pada nilai indeks bias 1,3330 membutuhkan waktu 15 detik untuk mencapai keadaan stabil. Semakin besar nilai indeks bias maka semakin lama waktu respon sensor mencapai keadaan stabilnya.

2. Sensitivitas sensor POF-MZI terhadap suhu pada nilai rasio / dan / adalah2,6 × 10 /°C dan 1,4 × 10 /°C dengan koefisien korelasi berturut-turut 97,20 % dan 97,72 %. Hal ini menunjukkan perubahan sebesar

2,6 × 10 dan 1,4 × 10 untuk setiap perubahan suhu 1 °C. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada suhu 55 °C yaitu sebesar 0,1850. Pada rasio transmitansi / terjadi histeresis tertinggi pada suhu 35 °C yaitu sebesar 0,1045. Waktu respon sensor rata-rata membutuhkkan 30 detik untuk mencapai keadaan stabil setiap kenaikan suhu.

(57)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk penelitian lebih lanjut tentang MZI-POF sebagai sensor indeks bias dengan kompensasi suhu, untuk memperoleh sensitivitas sensor yang lebih baik perlu dilakukan optimasi sensor yaitu dapat dilakukan dengan variasi diameter taper, memodifikasi sensor dengan bentuk lain, dan melapisi bagian selubung dengan material yang lebih sensitif.

(58)

42

DAFTAR PUSTAKA

Anam, M. K., Narindra, R., & Abraha, K. (2013). Deteksi Formalin Menggunakan

Surface Plasmon Resonance ( SPR ) Berbasis Nanopartikel Perak sebagai Pengembangan Awal Teknologi Food Safety. 3(2), 201–208.

Anggita, A. W., & Harmadi. (2015). Aplikasi Serat Optik sebagai Sensor Kekentalan Oli Mesran SAE 20W-50 Berbasis Perubahan Temperatur. Jurnal

Fisika Unand, 4(3), 239–246.

Ariani, P. F., & Prajitno, G. (2016). Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan Perubahan Suhu terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Platik Multimode Tipe FD 620-10. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 103–107. Avila-Garcia, M. S., Bianchetti, M., Corre, R. Le, & Guevel, A. (2018). High

sensitivity strain sensors based on single-mode-fiber core-offset Mach-Zehnder interferometers.pdf (pp. 202–206). pp. 202–206. Optics and Lasers in

Engineering.

Bhardwaj, V., & Singh, V. K. (2016). Fabrication and characterization of cascaded tapered Mach-Zehnder interferometer for refractive index sensing. Sensors

and Actuators, A: Physical, 244, 30–34. https://doi.org/10.1016/j.sna.2016.04.008

Binu, S., Pillai, V. P. M., Pradeepkumar, V., Padhy, B. B., Joseph, C. S., & Chandrasekaran, N. (2009). Fibre optic glucose sensor. Materials Science &

Engineering C, 29(1), 183–186. https://doi.org/10.1016/j.msec.2008.06.007

Castrellon-Uribe, J. (2012). Optical Fiber Sensors : An Overview (M. Yasin, Ed.). https://doi.org/10.5772/28529

Chen, H., Shao, Z., Zhang, X., Hao, Y., & Rong, Q. (2018). Highly sensitive magnetic field sensor using tapered Mach–Zehnder interferometer. Optics and

Lasers in Engineering, 107(March), 78–82. https://doi.org/10.1016/j.optlaseng.2018.03.016

(59)

Firdausi, S., K, S., & Budi, W. S. (2008). Studi Kualitas Minyak Goreng Dengan Parameter Viskositas Dan Indeks Bias. Berkala Fisika, 11(2), 54–57. https://doi.org/10.1139/Z07-001

Ghatak, A. (2010). OPTICS (1st ed.). New York: McGraw-Hill.

Ghetia, S., Gajjar, R., & Trivedi, P. (2013). Classification of Fiber Optical Sensors.

International Journal of Electronics Communication and Computer Technology (IJECCT), 3(4), 442–445.

https://doi.org/10.1007/978-90-481-8831-4

Harris, J., Lu, P., Larocque, H., Chen, L., & Bao, X. (2014). In-fiber Mach-Zehnder

interferometric refractive index sensors with guided and leaky modes.pdf.

https://doi.org/http://dx.doi.org/doi:10.1016/j.snb.2014.09.062 SNB

Herdiyanto. (2007). Interferometer Mach-Zehnder sebagai Sensor Serat Optik.

Techne Jurnal Ilmiah Elektroteknika, 6(1), 17–30.

Hu, X., Chuan, T. S., Wang, Y., & Fang, T. (2016). Mach-Zehnder interferometer sensor based on the U-shaped probe for concentration sensing. Optik, 127(4), 2183–2186. https://doi.org/10.1016/j.ijleo.2015.11.136

Huda, N., Mahmudin, D., Hasanah, L., & Wijayanto, Y. N. (2015). Analisa Sudut Persimpangan dan Indeks Bias Pada Mach Zehnder Interferometer Optik.

Prosiding Seminas Nasional Fisika SNF2015, 4, 57–60.

Islam, S., Rahman, R. A., Othaman, Z. Bin, Riaz, S., & Naseem, S. (2014). Synthesis and characterization of multilayered sol-gel based plastic-clad fiber optic pH sensor. Journal of Industrial and Engineering Chemistry, 1–5. https://doi.org/10.1016/j.jiec.2014.08.007

Island, R., & Daly, J. C. (2018). Fiber Optics.

Jasim, A. A., Hayashi, N., Harun, S. W., Ahmad, H., Penny, R., Mizuno, Y., & Nakamura, K. (2014). Refractive index and strain sensing using inline Mach-Zehnder interferometer comprising perfluorinated graded-index plastic optical

(60)

44

fiber. Sensors and Actuators, A: Physical, 219, 94–99. https://doi.org/10.1016/j.sna.2014.07.018

Jiang, L., Yang, J., Wang, S., Li, B., & Wang, M. (2011). Fiber Mach–Zehnder interferometer based on microcavities for high-temperature sensing with high

sensitivity. Optics Letters, 36(19), 3753.

https://doi.org/10.1364/OL.36.003753

Larin, K. V, Motamedi, M., & Ashitkov, T. V. (2003). Specificity of noninvasive

blood glucose sensing using optical coherence tomography technique : A pilot study Specificity of noninvasive blood glucose sensing using optical coherence tomography technique : a pilot study. (May 2014). https://doi.org/10.1088/0031-9155/48/10/310

Li, B., Jiang, L., Wang, S., Chen, Q., Wang, M., & Yang, J. (2012). A new Mach-Zehnder interferometer in a thinned-cladding fiber fabricated by electric arc for high sensitivity refractive index sensing. Optics and Lasers in Engineering,

50(6), 829–832. https://doi.org/10.1016/j.optlaseng.2012.01.024

Liu, Y., Hering, P., & Scully, M. O. (1992). An Integrated Optical Sensor for

Measuring Glucose Concentration. 23, 18–23.

Luo, Y., Yan, B., Zhang, Q., Peng, G.-D., Wen, J., & Zhang, J. (2017). Fabrication of Polymer Optical Fibre (POF) Gratings. Sensors, 17(3), 511.

https://doi.org/10.3390/s17030511

Ma, Y., Qiao, X., Guo, T., Wang, R., Zhang, J., & Weng, Y. (2012). Mach

Zehnder Interferometer Based on a Sandwich Fiber Structure for Refractive Index Measurement. 12(6), 2081–2085.

Maddu, A., Sardy, S., Arif, A.,& Zain, H. (2007). Pengembangan Sensor Uap Amonia Berbasis Serat Optik Dengan Cladding Termodifikasi Nanoserat Polianilin. Sains Teknologi, 12(3), 137–142.

Gambar

Gambar 2.1. Struktur fiber optik (Castrellon-Uribe, 2012).
Gambar 2.2. Jenis fiber optik berdasarkan indeks bias (Island &amp; Daly, 2018).
Gambar 2.3. Perambatan cahaya dalam fiber optik (Ghatak, 2010).
Diagram  sensor  optik  MZI menggunakan  SI-POF multimode ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut:
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

布拉克( Bulak )台の領催 Joo ioi boo 、鄂多勒図( Odortu )台の哨甲 Cangšeo らは、 「我らの 2 台の輩は乾隆元(

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa perubahan prilaku juga berpengaruh dengan faktor pendorong mahasiswa untuk menggunkan jilbab, seperti yang menggunakan jilbab

Pengembangan desa sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan dan komprehensif yang selalu menjadi salah satu perhatian utama bagi pembangunan masing-masing negara dan dianggap

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa Semakin inklusif suatu peraturan, semakin efektif penerapannya di masyarakat. Pendapat Ibn al-Muqaffa

Berdasarkan landasan teori dan kerangka konsep pada penelitian ini, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : Spread Tingkat Suku Bunga Bank, Capital Adequacy

Untuk mencapai pendidikan yang baik individu harus mempunyai motivasi yang dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki oleh individu.Pada beberapa penelitian

Tujuh komponen instructional leadership yang akan dikombinasi dengan Theory Planned Behavior yaitu mencakup 3 hal yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan

Selain itu media video merupakan salah satu dari media audio-visual, dimana media ini menggabungkan dari beberapa indera manusia, siswa tidak hanya mendengarkan