• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA SOSIAL DALAM BUKU KUMPULAN SAJAK MAKAM KENANGAN KARYA H. KAMILUDDIN DM DAN ANDHIKA DAENG MAMMANGKA KAJIAN SEMIOTIKA MICHAEL RIFFATERRE SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKNA SOSIAL DALAM BUKU KUMPULAN SAJAK MAKAM KENANGAN KARYA H. KAMILUDDIN DM DAN ANDHIKA DAENG MAMMANGKA KAJIAN SEMIOTIKA MICHAEL RIFFATERRE SKRIPSI"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Skripsi Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Mutahar

10533794915

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Mutahar

Nim : 10533794915

Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : Makna Sosial dalam buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan

Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian Semiotika Michael Riffaterre.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain tau dibuatkan oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, September 2020 Yang Membuat Pernyataan

(5)

v

SURAT PERJANJIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Mutahar

Nim : 10533797915

Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut.

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan siapapun).

2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.

3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.

4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Makassar, Agustus 2020 Yang Membuat Perjanjian

(6)

vi

Dengan berbagai Bentuk Karakter yang unik. Sebab, Semesta berbicara lewat peristiwa tanpa kata.

Semesta bercerita tentang Jalan-Jalan yang tak mungkin Salah eja”.

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini buat : Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku, Atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis Mewujudkan harapan menjadi kenyataan

(7)

vii

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Tjodding S.B. dan Asis Nojeng.

Masalah utama dalam penelitian ini yaitu Apa isi kandungan makna Heuristik dan Hermeneutik serta Kritik Sosial pada Buku Kumpulan Sajak

Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng

Mammangka. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kajian Pustaka. Menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan pendekatan semiotik Michael Riffaterre yang mencakup tentang pembacaan heuristik dan hermeneutik. Data pada penelitian ini berupa data yang diperoleh dari hasil pembahasan Heuristik dan Hermeneutik dari tujuh sajak yang terdapat pada Kumpulan Sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka yaitu: “Tala Maqring”, “Papekang”, “Buruqneki Intu

Anaq”, “Panangkala”, “Neqneq Lalang pangnguqrangi”, “Pinisi kalengku”,

dan “Bangngi”. Kemudian mendeskripsikan Masalah Sosial apa sajak yang terdapat dalam sajak tersebut.

Berdasarkan Hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keempat sajak yang dikaji makna Heuristik dan Hermeneutiknya memiliki tema yang berbeda – beda, yaitu sajak “Tala Maqring” memiliki tema tentang Larangan, lalu pada sajak “Papekang” bertemakan tentang Kehidupan dan menantang maut dan sajak “Buruqneki Intu Anaq” memiliki tema tentang kehidupan dan Tanggung Jawab. Dan sajak “Panangkala” memiliki tema tentang kerja keras dan kesabaran sajak “Neqneq Lalang pangnguqrangi” memiliki tema tentang suapan orang dulu sajak “Pinisi kalengku” memiliki tema tentang kehidupan dan tanggung jawab dan sajak “Bangngi”memiliki tema tentang kerinduan di malam hari.

Permasalahan sosial yang terdapat dalam ketujuh sajak yaitu masalah sosial dalam ekonomi pada sajak Papekang dan sajak Panangkala, masalah sosial dalam Pendidikan pada sajak Tala Maqring, masalah sosial dalam kebudayaan pada sajak Buruqneki Intu Anaq, sajak Panangkala, Neqneq

Lalang pangnguqrangi, dan Pinisi kalengku masalah sosial dalam moral pada

sajak Tala Maqring dan masalah sosial dalam gender pada sajak Bangngi

Kata kunci: Sajak Makam Kenangan, makna heuristik, makna hermeneutik,

(8)

viii

Sebagai manusia ciptaan Allah Swt., sudah sepatutnya penulis memanjatkan kehadirat-Nya karena atas segala limpahan rahmat dan karunia serta kenikmatan yang diberikan kepada penulis. Nikmat Allah itu sangat banyak dan melimpah. Bahkan jika penulis ingin melukiskan nikmat Allah Swt., menggunakan semua ranting pohon yang ada di dunia sebagai penanya dan seluruh air laut sebagai tintanya, maka ranting-ranting pohon dan air laut akan habis dan belum cukup untuk menuliskan nikmat-Nya tersebut. Semoga nikmat Sang Pencipta selalu dilimpahkan kepada hamba-Nya yang senantiasa berbuat baik dan bermanfaat.

Tidak lupa penulis ucapkan kepada salawat serta salam Baginda Rasullulah Saw., Manusia yang telah membawa misi risalah Islam sehingga penulis dapat membedakan antara haq dan yang batil. Sehingga, Kejahiliyaan tidak dirasakan lagi oleh umat manusia di zaman yang serba digital ini.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelas sarjana (S-1), skripsi ini bersifat penelitian. Skripsi ini juga dibuat agar dapat memberi pengetahuan kepada pembaca mengenai Makna Sosial dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian Semiotika Michael Riffaterre.

(9)

ix

hingga saat ini. Terima kasih juga kepada keluarga yang selalu memberikan motivasi baik moral maupun material yang diberikan kepada penulis.

Penyelesaian skripsi ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya tanpa ada keterlibatan berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Drs. H. Tjoddin SB,M.Pd. dan Dr. Asis Nojeng, S.Pd,.M.Pd. selaku pembimbing yang selalu memberikan semangat dan membuka wawasan berpikir dalam memecahkan masalah dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Univeritas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan fasilitas sarana dan prasarana di dalam kampus, Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar, Ibu Dr. Munirah, M.Pd., Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Makassar, serta seluruh dosen dan para staf dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan skripsi dan telah meluangkan waktu dan

(10)

x

satu persatu dalam skripsi ini. Pihak-pihak yang telah memberikan semangat dan membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, baik konstribusi secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Kata sempurna tidak pantas penulis sandang karena tidak ada gading yang tidak retak. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan setitik ilmu dan manfaat bagi para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Makassar, September 2020

(11)

xi

HALAMAN PENGESAHAN...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

SURAT PERNYATAAN ...iv

SURAT PERJANJIAN ...v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii KATA PENGANTAR...viii DAFTAR ISI...ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penulisan... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIANPUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka...8

1. PenelitianRelevan...8

2. Hakikat Sastra ...10

3. Hakikat Puisi ...12

4. Struktur Puisi...14

(12)

xii

d. Menemukan Matriks, Model dan Variasi...19

e. Hipogram ...20

6. Masalah Sosial dalam Karya Sastra ...21

a. Masalah Sosial ...22

b. Masalah Sosial dalam Karya Sastra ...26

c. Jenis-Jenis Masalah Sosial ...28

B. Kerangka Pikir...46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48

B. Data dan Sumber Data Penelitian... 49

C. Teknik Pengumpulan Data ... 49

D. Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 52

1. Pembacaan Heuristik ... 52

B. Pembahasan Hasil Penelitian... 70

1. Pembacaaan Hermenutik ... 70

2. Temuan Penelitian ... 90

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 104

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ...111 A. Sajak H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka... 111 B. Klasifikasi Data ... 121

(14)

1

Karya Sastra berupa bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada dasarnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan kehidupan manusia. Sebuah karya sastra, umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Karya sastra muncul dengan latar belakang dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya (Sarjidu, 2004:2).

Karya sastra selain menyajikan estetika bentuk juga menyajikan gagasan pengarang yang mengandung nilai kemanusiaan, sehingga sastra dan tata nilai kehidupan manusia merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi untuk mewujudkan peradaban. Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan.

Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung unsur keindahan yang dapat menimbulkan perasaan senang, nikmat, haru, menarik perhatian dan menyegarkan penikmatnya. Endraswara (2011: 183) menyatakan bahwa banyak gagasan tentang nilai budi pekerti dalam karya sastra, di antaranya terdapat dalam puisi, dongeng, cerita rakyat, drama, dan bentuk karya sastra lainnya.

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra, Widijanto (2007: 31) menyatakan bahwa bentuk kata estetis lebih mengisyaratkan sebagai seseorang memahami keindahan, memahami nilai rasa serta bagaimana dapat

(15)

dimodifikasi seseorang yang tengah menikmati karya seni, serta bagaimana pengarang mengaktualisasi nilai itu dalam karyanya bersamaan dengan sikapnya disamping unsur-unsur yang menyertainya. Dengan demikian, akan dihasilkan puisi yang merupakan perwakilan perasaan penyair dan dokumentasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar penyair.

Puisi merupakan salah satu media dalam karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah sosial dalam masyarakat, puisi selalu diperbincangkan dalam riuh maupun sunyi. Selain itu puisi juga merupakan salah satu media dalam karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan mengangkat masalah sosial dalam masyarakat. Persoalan sosial tersebut merupakan tanggapan atau respon penulis terhadap fenomena permasalahan yang ada disekelilingnya, sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penyair tidak bisa lepas dari pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Latar sosial budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra(Pradopo, 2000: 254).

Makna sosial merupakan sesuatu yang berasal dari interaksi sosial berupa kelopok sosial yang terdiri dari mahluk sosial. Makna sosial dapat ditinjau dari masalah sosial yaitu lahan yang banyak memberikan inspirasi bagi para sastrawan Indonesia. Hal ini dapat dipahami sejalan dengan banyaknya masalah sosial yang muncul dalam puisi-puisi Indonesia sejak tahun 1950-an hingga saat ini. Pada tahun 1950-an, masalah sosial bisa kita lihat pada

(16)

puisi-puisi yang bertemakan protes sosial dengan menititikberatkan pada permasalahan umum (humanisme universal). Selanjutnya tahun 1960-an masalah sosial ditandai dengan munculnya puisi-puisi protes karya Rendra. Tahun 1980-2000 masalah sosial semakin keras diungkapkan dalam puisi karena kepincangan di dalam masyarakat terasa semakin besar dan keberanian memberikan kritik semakin kuat. Adapun masalah sosial pada tahun 2000 dan sesudahnya lebih mengetengahkan pada tindakan kesewenang-wenangan pemerintahan Orde Baru dan ketidakmenentuan situasi di tahun 2000-an .

Dengan demikian, jika kita cermati sebenarnya masalah sosial telah lama diungkapkan oleh para sastrawan Indonesia setidaknya mulai tahun 1950-an. Bahkan, jika ditarik mundur lagi, masalah sosial telah muncul ratusan tahun lalu ketika para dalang melakukan pementasan wayang pada adegan

goro-goro (Rendra, 2001:15).

masalah sosial merupakan sebuah sarana komunikasi dalam menyampaikan gagasan baru disamping menilai gagasan lama untuk menciptakan suatu perubahan sosial. Dalam konteks ini masalah sosial merupakan salah satu bagian penting dalam memelihara sistem sosial. Berbagai tindakan sosial maupun individu yang menyimpang secara sosial maupun nilai moral dalam masyarakat dapat dicegah dengan memfungsikan kritik sosial. Dengan kata lain, masalah sosial dalam hal ini berfungsi sebagai wahana untuk konservasi dan reproduksi sebuah sistem sosial. Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah sosial merupakan suatu masukan, sanggahan, sindiran, tanggapan, ataupun penilaian

(17)

terhadap sesuatu yang dinilai menyimpang atau melanggar nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Puisi Ibu Indonesia karya Sukmawati Soekarno Putri yang dibaca dalam acara 29 tahun Anne Avantie Berkarya Di Indonesia Fashion Week 2018 menjadi perdebatan yang kontroversial. Puisi tersebut dianggap mengandung unsur SARA oleh beberapa golongan masyarakat, namun anggapan seperti itu kiranya perlu ditinjau kembali dengan cara analisis melalui pendekatan yang relavan sebagai upaya untuk mengetahui makna puisi yang sebenarnya. Berangkat dari alasan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti kumpulan sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka.

Menurut pengamatan penulis di dalam puisi Makam Kenangan terdapat muatan kritik sosial. Kritik sosial merupakan bentuk komunikasi pengarang atau masyarakat dengan tujuan sebagai alat kontrol terhadap jalannya sebuah sistem (Oksinata, 2010:33).

Dasar utama menjadikan sajak Makam Kenangan menarik untuk diteliti karena: Pertama, sajak Makam Kenangan karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka, namun baru terbit tahun 2014; Kedua, di dalam sajak Makam Kenangan tentang masyarakat yang penuh pertentangan atau biasa disebut dengan pemasalahan sosial; Ketiga, sajak Makam Kenangan adalah yang paling relevan dengan kebutuhan penelitian yang akan penulis lakukan dari pada sajak-sajak lain yang terdapat di dalam buku karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka; Keempat, belum ada yang

(18)

meneliti sajak tersebut. Dikarenakan fokus kajian dalam penelitian ini adalah

Makam Kenangan (sajak) berbentuk teks, maka peneliti menggunakan

pendekatan penelitian yang menggunakan pendekatan teori semiotik Michael Riffaterre, dalam hal ini adalah pembacaan heuristik dan hermeneutik.

Fokus dalam penelitian ini bukan membongkar ideologi pengarang namun, penulis berusaha menafsirkan sajak sesuai dengan kebutuhan zamannya, yakni Makna Sosial dalam kumpulan sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka terbit Agustus tahun 2014 Penerbit Komunitas Rumah Cinta, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pendekatan yang dilakukan penulis adalah pendekatan dengan menggunakan teori semiotik Michael Riffaterre dalam hal ini pembacaan Heuristik dan Hermenutik dan selanjutnya akan dikaitkan kritik sosial yang terdapat dalam buku tersebut.

B. Rumasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, Rumusan Masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembacaan Heuristik dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre?

2. Pembacaan Hermenutik dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre?

(19)

C. Tujuan Penelitian

Sehubung dengan permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian rumusan masalah maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Menginterpretasikan Pembacaan Heuristik dalam Buku Kumpulan sajak

Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng

Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre.

2. Menginterpretasikan Pembacaan Hermeneutik dalam Buku Kumpulan Sajak Makam Kenangan Karya H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka Kajian semiotika Michael Riffaterre.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan atau rujukan dalam mengadakan penelitian ini lebih lanjut di bidang kebudayaan khususnya, budaya Makassar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian atau kajian ilmiah dalam bidang kesusastraan, khususnya karya sastra puisi berupa sajak.

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kemajuan dan perkembangan kajian sastra dengan pendekatan Teori Semiotik Michael Riffaterre dalam hal ini Heuristik dan Hermeneutika.

(20)

2. Manfaat Praktis

a. Dalam bidang pariwisata dan budaya, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelestarian asset budaya di Sulawesi Selatan.

b. Dalam kehidupan bermasyarakat, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi masyarakat bahwa di dalam tatana kehidupan, nilai moral harus dijunjung tinggi karena tanpa moral, kehidupan tidak akan dapat tertata secara harmonis. c. Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat bermanfaat

(21)

8

A. Kajian Pustaka

Usaha untuk mencapai tujuan yang di inginkan dalam membahas masalah yang diuraikan, diperlukan sejumlah teori yang menjadi kerangka landasan di dalam melakukan penelitian sebagai salah satu sistem berpikir ilmiah. Sehubungan dengan itu, maka penulis membahas beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus yang dikaji dalam penelitian ini:

1. Penelitian yang Relevan

Berkaitan dengan penelitian kritik sosial dalam buku kumpulan Sajak

Makam Kenangan karya H. Kamaluddin DM dan Andhika Daeng

Mamamangka dengan menggunakan pendekatan teori semiotika Michael

Riffaterre dalam hal ini pembacaan secara heuristik dan heurmeneutika yang akan dikaitkan dengan kritik sosial didalamnya. Meski demikian, ada beberapa bahan penelitian yang dijadikan kajian dalam penelitian adalah sebagai berikut.

Pertama, Skripsi oleh Silfiana tahun (2006) yang berjudul “Pembacaan Heuristik dan Heurmeneutika Kumpulan Sajak Le Cahier De Douai karya Arthur Rimbaud” ada pun metodologi penelitian yang dipakai mengarah pada

(22)

dan Heurmeneutika sebagai bentuk dari metode-metode dalam semiotik, dalam hal Antologi Douai karya Arthur Rimbaud.

Kedua, Skripsi Indriani (2007) dalam “Nilai-Nilai Nasionalisme dalam

kumpulan puisi Perjalanan Penyair (sajak-sajak kegelisahan hidup) Karya Putu Oka Sukanta. Tinjauan semiotika”. Berdasarkan analisis struktur, unsur-unsur puisi terbentuk secara utuh dan terpadu dalam mencapai totalitas makna. Adapun nilai-nilai nasionalisme yang terdapat dalam kumpulan puisi

perjalanan penyair (sajak-sajak kegelisahan hidup) adalah sikap bangga

menjadi bangsa Indonesia, rela berkorban demi ketuhanan, dan kemajuan bangsa dan Negara, cinta tanah air, menjunjung nilai sebuah persatuan dan kesatuan bangsa, menghargai jasa para pahlawan bangsa yang telah gugur demi menegakkan kebenaran serta keadilan bangsa, dan berani membela kebenaran dan keadilan demi terwujudnya cita-cita nasional bangsa.

Ketiga, Skiripsi Aliyah, 2010 UMS “Kritik sosial dalam kumpulan

sajak Terkenang Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Tinjauan Sosiologi Sastra” mendeskripsikan struktur puisi dalam kumpulan sajak Terkenang

Topeng Cirebon karya Ajib Rosidi dengan tinjauan sosiologi Sastra.

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal. Kritik Sosial terhadap bidang politik yaitu “Panorama tanah air”, “Kau yang berbicara”, “perumpamaan”, “pemandangan”, “tak tahu tempatku di mana”. Kritik social terhadap bidang hukum dan bidang ekonomi yaitu puisi “cari Muatan”. Kritik sosial terhadap budaya yaitu puisi “katakanlah” dan “sajak bunglon”. Kritik

(23)

sosial terhadap bidang pertahanan keamanan yaitu puisi “kusaksikan manusia” kesamaan penelitian Aliyah dengan penelitian ini adalah terletak pada acuan dan pendekatan yang digunakan, yaitu kritik sosial dengan menggunakan sajak

Terkenang Topeng Cirebon Karya Ajib Rosidi. Perbedaan penelitian terletak

pada pendekatan sosiologi sastra.

Adapun kesamaan penelitian Indriani (2007) dengan penelitian ini terletak pada acuannya. Perbedaan penelitian Septa Indriani dengan penelitian ini adalah aspek makna yang akan diungkap dalam puisi. Penelitian Septa Indriani mengungkap nilai-nilai nasionalisme sedangkan penelitian ini berupa kritik sosial.

2. Hakikat Sastra

Sastra adalah sebuah karya yang diciptakan atau dikarang oleh seseorang. Wiyatmi (2012: 80) menyatakan bahwa karya sastra adalah karya seni ciptaan sastrawan untuk mengkomunikasikan masalah sosial atau individu yang dialami oleh masyarakat atau pengarangnya. Wujud penciptaan karya sastra berbeda dengan penciptaan karya sastra lainnya seperti karya seni tari atau seni ukir. Sejatinya sastra adalah tuturan.

Sastra adalah alat yang dijadikan sebagai petunjuk, pedoman, wasiat tentang kehidupan. Dengan demikian, sastra juga dijadikan sebagai sarana, alat, atau sumber belajar khususnya belajar tentang kehidupan. Saryono (2009: 17), sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang

(24)

dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan.

Pradopo (2009: 124) menyatakan bahwa karya sastra merupakan bentuk ekspresi secara tidak langsung, menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak langsung tetapi dengan cara lain. Karya sastra sulit dipahami oleh masyarakat umum, kesulitan tersebut disebabkan oleh kata-kata yang digunakan pengarang seringkali berpeluang pada terjadinya penafsiran yang lebih beragam. Karya sastra seperti novel, cerpen atau teks drama yang biasanya menggunakan bahasa yang lebih naratif dan deskriptif, berbeda dengan bahasa puisi yang cenderung menggunakan bahasa padat dan ekspresif.

Wellek dan Werren (2016: 21) mengungkapkan bahwa sastra merupakan karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai unsur pembentukan dan tanggapan refleksi realitas sosial kehidupan bermasyarakat.

Sugihastuti (2007: 82) karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan gagasan-gagasan dan pengalamannya. Sebagai media, peran karya sastra sebagai media untuk menghubungkan pikiran-pikiran pengarang untuk disampaiakan kepada pembaca selain itu, karya sastra juga merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungannya. Realitas sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang pernah terjadi di masyarakat dan dihadirkan kembali

(25)

oleh pengarang dalam bentuk dan cara yang unik, yaitu menuliskannya dalam bentuk naratif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah karya seni artistik ciptaan manusia yang mengandalkan bahasa sebagai mediumnya, memanfaatkan pengalaman sensorik-motorik yang diubah dalam bentuk rekaan atau fiksi, serta berisi pengetahuan yang dapat memperkaya intelektual, batin, sosial. Dan moralitas.

3. Hakikat Puisi

Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima “membuat” atau “poeisis”, dan dalam bahasa Inggris tersebut poem atau

poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada

dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran singkat. Aminuddin (2009: 134) memberikan pengertian puisi sebagai berikut:

Puisi adalah salah satu genre sastra yang dapat dikaji dari beberapa aspek, seperti stuktur, bahasa, jenis-jenisnya, dan sebagainya. Puisi dapat dikaji dari segi struktur karena puisi merupakan sebuah struktur yang dibentuk dari banyak unsur. Dari segi bahasa, bahasa dalam puisi berbeda dengan bahasa karya sastra yang lain berbentuk prosa.

Puisi juga merupakan bentuk karya sastra yang paling padat dan terkonsentrasi. Kepadatan komposisi tersebut ditandai dengan pemakaian sedikit kata, namun mengungkapkan lebih banyak hal. Secara implisit puisi

(26)

sebagai bentuk sastra menggunakan bahasa sebagai media pengungkapnya. Hanya saja bahasa puisi memiliki ciri tersendiri yakni kemampuannya mengungkap lebih intensif dan lebih banyak ketimbang kemampuan yang dimiliki oleh bahasa biasa yang cenderung bersifat informative praktis (Siswantoro, 2010:23).

Menurut Aminuddin (2009: 136), jika ditinjau dari bentuk maupun isinya, ragam puisi itu bermacam-macam. Ragam puisi itu setidaknya akan dibedakan antara: (1) puisi epik, yaitu suatu puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah, (2) puisi naratif, yaitu puisi yang didalamnya mengandung suatu cerita, dengan pelaku perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita, (3) puisi lirik, yaitu puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya, (4) puisi dramatic, yaitu salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang baik lewat lakuan, dialog maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu, (5) puisi didaktik, yaitu puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya terampilan eksplisit, (6) puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik kehidupan suatu kelompok atau masyarakat, (7) romance, yaitu puisi berisi luapan rasa cinta seseorang

(27)

terhadap sang kekasih, (8) elegi, yaitu puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih seseorang, (9) ode, yaitu puisi yang berisi pujian terhadap tuhan. Dari teori di atas, puisi (sajak) Makam Kenangan termasuk dalam puisi lirik karena, H. Kamiluddin DM dan Andhika Daeng Mammangka sebagai pencipta puisi telah meluapkan perasaan pada saat itu melalui puisi tersebut.

Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan karya seni yang memiliki sifat dan ciri tersendiri. Salah satu cirinya terletak pada kepadatan bahasa yang digunakan.

4. Struktur Puisi

Menurut Waluyo (2003: 25) mengemukakan bahwa puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batin. Kata dalam puisi berdasarkan bentuk dan isi dapat dibedakan antara lain: (1) lambang, yaitu bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak merujuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna denotatif). (2) Simbol, yaitu bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif) sehingga untuk memahaminya seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat bagaimana

(28)

hubungan makna kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis kontekstual). (3) Utterance atau indice, yaitu kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian (Aminuddin, 2009: 140).

Kata sebagai suatu dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna, pada umumnya makna kata dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif. Makna denotatif adalah makna yang tidak merujuk pada berbagai macam kemungkinan lain (makna murni).

5. Semiotika Michael Riffaterre

Riffaterre (1979: 1) mengatakan dalam bukunya Semiotic of Poetry bahwa puisi selalu berubah oleh konsep estetik dan mengalami evolusi selera perkembangan zaman. Namun, satu hal yang tidak berubah adalah puisi menyampaikan pesan secara tidak langsung. Puisi merupakan sistem tanda yang mempunyai satuan-satuan tanda (yang minimal) yang mempunyai makna berdasarkan konvensi-konvensi (dalam) sastra (Pradopo, 2003: 122) Sehingga, dalam sistem tanda tersebut harus dianalisis untuk menentukan maknanya. Riffaterre mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui makna puisi secara utuh, yaitu pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, ketidaklangsungan ekspresi, mencari matriks, model dan variasi serta hipogram.

(29)

a. Pembabacaan Heuristik

Pembacaan heuristik merupakan langkah pertama dalam memaknai puisi secara semiotik. Menurut Pradopo (2008: 136) pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya. Untuk memperjelas arti, pembaca memberikan sisipan kata atau sinonim kata yang diletakkan dalam tanda kurung. Begitu juga, struktur kalimatnya sesuai dengan kalimat baku (berdasarkan tata bahasa normatif), sehingga perlu susunan kalimatnya dibalik untuk memperjelas arti. Dalam puisi sering kali ditemukan kata-kata yang tidak dipakai dalam bahasa sehari-hari dan “keanehan” struktur kata. Pada tahap pembacaan heuristik arti kata-kata dan sinonim-sinonim diterjemahkan atau diperjelas (Endraswara, 2011: 67). Pada pembacaan heuristik maka akan didapatkan “arti” dari sebuah teks “Arti” adalah semua informasi dalam tataran mimetik yang disajikan oleh teks kepada pembaca, bersifat tekstual dan bersifat referensial sesuai dengan bahasa.

Jadi, pembacaan heuristik adalah pembacaan semiotika tingkat pertama, yaitu berdasarkan struktur kebahasaan yang menerjemahkan “keanehan” kata-kata dan struktur bahasa agar sesuai dengan bahasa sehari-hari dan struktur kata berlaku. Pada tahap ini akan ditemukan arti puisi tersebut secara tektual.

(30)

b. Pembacaan Hermeneutik

Pembacaan hermeneutik dilakukan setelah pembacaan heuristik dan merupakan pembacaan sistem semiotic tingkat kedua. Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani “hermeutike”, akar kata hermeneutik berasal dan kata kerja “hermeneuien” yang berarti “menafsirkan” dan kata benda

“hermeneia” yang berarti “interpretasi”. Penjelasan dua kata ini dan tiga

bentuk dasar makna pemakaian aslinya, mengungkapkan, menjelaskan, menerjemahkan, membuka karakter dasar interpretasi dalam teologi dan sastra (Palmer, 2003: 14).

Hermeneutik sebagai salah satu aliran dalam telaah sastra mengharapkan kehadiran seluruh aspek yang kongruen menunjang terbentuknya teks sastra itu sebagai media utama dalam upaya memahami makna teks sastra. Unsur-unsur itu meliputi latar kesejarahan pengarang, unsur sosial budaya, proses kreatif penciptaan serta dunia yang diciptakan pengarang lewat teks sastra. Bagi hermeneutik, keseluruhannya itu merupakan suatu totalitas yang tidak mungkin dapat dipisah-pisahkan pada sisi lain, dunia yang diciptakan pengarang, seperti halnya dunia dalam kehidupan sehari-hari ini tidak selamanya dapat dianalisis secara rasional. Dalam hal seperti itulah unsur-unsur di luar teks sastra memegang peranan dalam interpretasi (Aminuddin, 2009: 119).

(31)

Menurut Riffaterre (Pradopo, 2008: 97) mengemukakan bahwa dalam pembacaan heremeneutik, sajak dibaca berdasarkan konvensi-konvensi sastra menurut sistem semiotik. Sebagai ilmu maupun metode mempunyai peran luas dan penting dalam filsafat. Sastra dan filsafat hermeneutik disejajarkan dengan metode analisis isi. Diantara metode-metode yang lain, hermeneutik adalah salah satu metode-metode yang dapat digunakan dalam penelitian teks sastra (Ratna, 2010: 44).

Jadi, Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya (Pradopo, 2003: 135). Pada tahap pembacaan ini, puisi dimaknai secara keseluruhan. Tanda-tanda yang ditemukan dalam pembacaan heuristik ditemukan makna yang sebenarnya.

c. Ketidaklangsungan Ekspresi

Karya sastra dalam hal ini puisi menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya dengan sastra disebut sebagai sistem semiotik tingkat pertama karena sudah memiliki sistem dan konvensi sendiri. Sedangkan, sastra disebut sebagai sistem semiotik tingkat kedua karena sastra memiliki sistem dan konvensi sendiri yang mempergunakan bahasa (Pradopo, 2003: 121). Seperti yang dikatakan Riffaterre bahwa puisi mengatakan sesuatu tetapi memiliki makna yang lain. Artinya, puisi menyampaikan sesuatu secara tidak langsung. Ketidaklangsungan ekspresi tersebut menurut Riffaterre

(32)

disebabkan oleh tiga hal, yaitu (1) pergantian arti (displacing of meaning), (2) penyimpangan arti (distorting of meaning), (3) penciptaan arti

(creating of meaning).

d. Menemukan Matriks, Model dan Variasi Puisi

Matriks merupakan sumber seluruh makna yang ada dalam puisi. Biasanya matriks tidak hadir dalam teks puisi. Menurut Pradopo (2008: 299), matriks adalah kata kunci untuk menafsirkan puisi yang dikonkretisasikan. Dalam memahami sebuah puisi, Riffaterre mengumpamakan sebuah donat. Bagian donat terbagi menjadi dua yaitu daging donat dan bulatan kosong di tengah donat. Kedua bagian tersebut merupakan komponen yang tak terpisahkan serta saling mendukung. Bagian ruang kosong donat tersebut justru memegang peranan penting sebagai penopang donat. Maka sama halnya dengan puisi, ruang kosong pada puisi, sesuatu yang tidak hadir dalam teks puisi tersebut pada hakikatnya adalah penopang adanya puisi dan menjadi pusat makna yang penting untuk ditemukan.

Ruang kosong tersebut adalah matriks. Matriks kemudian diaktualisasikan dalam bentuk model, sesuatu yang terlihat dalam teks puisi. Model dapat pula dikatakan sebagai aktualisasi pertama dari matriks. Model merupakan kata atau kalimat yang dapat mewakili bait dalam puisi. Bentuk penjabaran dari model dinyatakan dalam varian-varian yang terdapat dalam tiap baris atau bait. Matriks dan model

(33)

merupakan varian-varian dari struktur yang sama. Dengan kata lain, puisi merupakan perkembangan dari matriks menjadi model kemudian ditransformasikan menjadi varian-varian.

e. Hipogram

Riffaterre (1979: 39) menyatakan bahwa setiap karya sastra biasanya baru memiliki makna yang penuh jika dikaitkan dengan karya sastra yang lain baik itu bersifat mendukung atau bertentangan. Hubungan antara suatu karya sastra dengan karya yang lain disebut hipogram. Hipogram juga dapat ditemukan dengan melihat keterkaitan suatu karya sastra dengan sejarahnya. Pada dasarnya, hipogram adalah latar penciptaan suatu karya sastra yang dapat meliputi keadaan masyarakat, peristiwa dalam sejarah, atau alam dan kehidupan yang dialami oleh penyair. Seperti halnya matriks, hipogram adalah ruang kososng yang merupakan pusat makna suatu puisi yang harus ditemukan. Riffaterre membagi hipogram dalam dua jenis yaitu hipogram potensial dan hipogran aktual.

Hipogram potensial adalah hipogram yang tampak dalam karya sastra, segala bentuk implikasi dari makna kebahasaan yang telah dipahami dari suatu karya sastra. Hipogram ini dapat berupa presuposisi, sistem deskripsi dan makna konotasi yang terdapat dalam suatu karya sastra. Bentuk implikasi tersebut tidak terdapat dalam kamus namun sudah ada dalam pikiran kita sendiri. Hipogram aktual merupakan keterkaitan

(34)

teks dengan teks yang sudah ada sebelumnya. Analisis semiotika Riffaterre adalah analisis memaknai puisi dengan memperhatikan karakter dari puisi dan melalui langkah kerja yaitu pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, mencari ketidaklangsungan ekspresi, menemukan matriks, model, varian dan hipogram.

Berdasarkan uraian teori semiotika Michael Riffaterre di atas, penulis lebih memfokuskan pada pembacaan heuristik yaitu berdasarkan struktur kebahasaan yang menerjemahkan “keanehan” kata-kata dan struktur bahasa agar sesuai dengan bahasa sehari-hari dan struktur kata berlaku atau arti secara tekstual dan pembacaan hermeneutik yaitu pembacaan ulang (retroaktif) atau dimaknai secara keseluruhan. Tanda-tanda yang ditemukan dalam pembacaan heuristik ditemukan makna yang sebenarnya. Kemudian digunakan untuk mengemukakan kritik sosial yang terdapat dalam puisi tersebut.

6. Masalah Sosial dalam Karya Sastra

Karya sastra merupakan salah satu media yang dapat dijadikan sebagai sarana pengarang dalam menyampaikan gagasannya tentang suatu keadaan atau permasalahan sosial, sebagaimana diungkapkan oleh Ratna (2008: 243), bahwa karya seni, khususnya sastra merupakan alat atau media untuk menyatukan individu, kelompok, suku, dan bahkan antar bangsa. Seperti apa yang disampaikan Faruk (2015: 46) bahwa sebagai bahasa, karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial

(35)

tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat karya sastra itu hidup dan berlaku.

Karya sastra dapat juga dijadikan sebagai sarana aspirasi masyarakat dan dapat pula dikatakan sebagai perjuangan nonfisik, Dalam kaitannya dengan sastra, pengarang merupakan sosok sentral dalam menyisipkan pandangannya terhadap dunia melalui karyanya. Meskipun pengarang memiliki daya kreativitas yang tinggi, lingkungan sekitar (masyarakat) secara tidak langsung mempengaruhi bagaimana ia menyikapi kehidupannya.

a. Masalah Sosial

Dalam kehidupan sosial banyak permasalahan sosial yang tidak dapat dihindari oleh manusia, misalnya masalah ekonomi, kemiskinan, kejahatan, dan peperangan. Berbagai permasalahan tersebut mendorong manusia untuk melakukan kritik. Kritik yang menyangkut kehidupan bermasyarakat disebut kritik sosial. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk melakukan kritik adalah melalui karya sastra.

Kata kritik berasal dari kata krinein, bahasa Yunani, yang berarti menghakimi, membanding, atau menimbang. Kata krinein menjadi pangkal atau asal kata kreterion yang berarti dasar, pertimbangan, atau

penghakiman. Orang yang melakukan pertimbangan dan penghakiman itu

disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites itulah yang menjadi dasar kata kritik yang digunakan hingga sekarang (Semi, 1989: 7). Kata sosial dalam hal ini berhubungan dengan interaksi dengan masyarakat. Interaksi

(36)

yang dilakukan warga masyarakat mengacu pada permasalahan yang melibatkan banyak orang dan sering disebut dengan kepentingan umum,

manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat semestinya

mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan individu.

Maslah sosial merupakan suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk memberikan penilaian terhadap persoalan atau kenyataan sosial yang terjadi di masyarakat. Kenyataan sosial yang dikritik adalah kenyataan sosial yang dianggap menyimpang dalam suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat diungkapkan dengan cara mengamati, menyatakan kesalahan, memberi pertimbangan, dan sindiran guna menentukan nilai hakiki suatu masyarakat lewat pemahaman, penafsiran, dari kenyataan-kenyataan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengertian Masalah sosial tersebut memberi batasan masalah sosial selalu disertai dengan 1) penilaian yang dilakukan oleh seseorang, 2) masalah sosial digunakan untuk menentukan nilai hakiki suatu masyarakat, 3) masalah sosial didasarkan pada kenyataan sosial, 4) bentuk penyampaian masalah sosial dengan cara mengamati, menyatakan kesalahan, memberi pertimbangan, dan sindiran.

Istilah kritik seperti yang diketahui adalah usaha untuk membedakan pengalaman (jiwa) dan memberikan penilaian kepadanya. Jadi, masalah sosial lahir dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dalam sebuah kelompok masyarakat, termasuk hal-hal yang menyangkut persoalan

(37)

bangsa dan negara (Pardi, 2003: 185). Masalah sosial muncul karena adanya konflik sosial. Konflik sosial itu meliputi ketimpangan sistem sosial, kemiskinan, kebijakan pemerintah yang tidak merakyat, konflik antar etnik, dan peperangan. Dengan adanya konflik sosial, masyarakat menyuarakan pendapat, tanggapan, dan celaan terhadap hasil tindakan individu atau kelompok masyarakat. Hal ini terjadi komunikasi di dalam masyarakat yang berwujud kritik sosial. masalah sosial bertujuan untuk mewujudkan inovasi sosial sehingga tercapailah harmonisasi sosial. Persoalan-persoalan sosial yang menjadi bahan kritik, biasanya bersifat multipolitis, ekonomi, kemasyarakatan, kultural, bahkan juga religius.

Pengertian kritik juga dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia tahun 2008 adalah kecaman atau tanggapan untuk menilai baik

buruknya suatu pendapat, hasil karya, dan sebagaianya. Berdasarkan

Kamus Istilah Sastra, kritik adalah evaluasi dan analisis dari segi bentuk

dan isi melalui proses menimbang, menilai dan memutuskan. masalah yang ilmiah mempertimbangkan keburukan dan kebaikan, kebenaran dan kesalahan, serta memberikan penilaian yang masuk dan tidak mengobrol pujian atau cacian. Soekanto dan Sulistyowati (2015: 312), masalah sosial merupakan ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan dan masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menimbulkan kepincangan ikatan sosial.

(38)

Masalah sosial dalam sastra identik pula dengan dominannya masalah sosial dalam kehidupan di luar sastra (Abdullah, 2014:11). permasalahan dalam sastra tidak semata-mata merupakan permasalahan yang imajinatif. Permasalahan itu didasari permasalahan yang hidup di sekeliling sehingga sastra itu dilahirkan, karena bagaimanapun juga, pengarang adalah salah satu anggota masyarakat di dalam aktivitas sosial terjadi.

Kritik dapat diterapkan pada berbagai objek, salah satunya ialah masyarakat, atau sering disebut sebagai kritik sosial. kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya sebuah sistem sosial atau proses bermasyarakat (Abdullah, 2014: 11). Kritik sosial merupakan sebuah sarana komunikasi dalam menyampaikan gagasan baru disamping menilai gagasan lama untuk menciptakan suatu perubahan sosial. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kritik sosial merupakan suatu masukan, sanggahan, sindiran, tanggapan, ataupun penilaian terhadap sesuatu yang dinilai menyimpang atau melanggar nilai-nilai yang ada di dalam kehidupan masyarakat.

selanjutnya juga ditambahkan bahwa kritik sosial dalam sastra bisa disampaikan melalui sarana gaya bahasa, peribahasa, kiasan semboyan dan berbagai manifestasi metaforis dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kritik sosial dalam karya sastra merupakan upaya yang dilakukan seorang

(39)

pengarang, dengan cara memberikan suatu tanggapan terhadap persoalan-persoalan yang ia lihat pada masyarakat. Sedangkan, tanggapan tersebut biasanya disertai dengan pertimbangan atau pemikiran pengarang. Tanggapan atau ketimpangan-ketimpangan yang berbentuk kritik dalam karya sastra dapat pula berasal dari sebagian orang atau sebagian kelompok yang merasakan dampak dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi. Pada umumnya pengarang mencoba menyatakan kesalahan atau ketimpangan dalam masyarakat yang ia ketahui dan ia dengar melalui bentuk sindiran, ejekan, bahkan celaan dengan tujuan menyadarkan objek sasaran.

Adapun batasan masalah sosial yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah sosial yang berdasarkan pada kenyataan-kenyataan sosial. Kenyataan sosial yang dikritik adalah kenyataan sosial yang dianggap menyimpang dalam suatu masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu. Penulis bermaksud menganalisis masalah-masalah sosial yang muncul dalam budaya masyarakat tertentu, dikhususkan pada masyarakat Suku

Konjo dengan latar belakang waktu, tempat, dan budaya pengarang.

b. Masalah Sosial dalam Karya Sastra

Karya sastra melalui medium bahasa figuratif konotatif memiliki kemampuan yang jauh lebih luas dalam mengungkapkan masalah-masalah yang ada di masyarakat (Ratna, 2003: 23). Lebih lanjut menurut Ratna (2011:335) diantara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan

(40)

drama, genre puisilah, khususnya sajak yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan diantaranya: a) sajak menampilkan unsur-unsur cerita yang lebih lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalkah-masalah kemasyarakatan yang juga luas, b) bahasa sajak cenderung menggunakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa sajak merupakan genre yang sosiologis dan responsiv sebab sangat pekat terhadap fluktuasi sosiohistoris.

Sastrawan sebagai anggota masyarakat berusaha mengkomunikasikan masalah-masalah yang ada di masyarakat dengan cara menciptakan suatu karya sastra, yang mengandung kritik di dalamnya. Kedudukan sastrawan dalam menyampaikan kritik dapat berupa individu atau mewakili masyarakat.

Masalah sosial dalam karya sastra memiliki kesamaan dengan kritik sosial dalam pengertian umum atau kritik sosial dalam media massa. Kesamaan tersebut terletak pada kemampuannya untuk mengungkapkan segala problem sosial. Damono (1979: 25) berpendapat bahwa kritik sosial dalam karya sastra (dewasa ini) tidak lagi hanya menyangkut hubungan antara orang miskin dan orang kaya, kemiskinan dan kemewahan. Kritik sosial mencakup segala macam masalah sosial yang ada di masyarakat,

(41)

hubungan manusia dengan lingkungan, kelompok sosial, penguasa dan institusi-institusi yang ada.

Masalah sosial merupakan interpretasi sastra dalam aspek-aspek sosial dalam masyarakat. Melalui karya sastra, kritik sosial yang berpengaruh tidak langsung kepada masyarakat dapat disampaikan secara terbuka Maksudnya, masyarakat memiliki kebebasan untuk menilai atau mengkritik, setuju atau tidak, terhadap kritik sosial yang disampaikan dalam karya sastra. Keputusan untuk menerima atau menolak kritik sosial itu didasarkan pada interpretasi masing-masing individu dalam masyarakat, setelah itu masyarakat akan bereaksi terhadap kritik sosial yang disampaikan oleh karya sastra. Hal itulah yang dimaksud kritik sosial dalam karya sastra berpengaruh tidak langsung.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa karya sastra dapat berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan masalah-masalah dan kritik sosial, agar tercipta kondisi sosial yang lebih padu.

c. Jenis – Jenis Masalah Sosial

Penelitian Pada penelitian ini peneliti mengklasifikasikan jenis-jenis kritik sosial berlandaskan pada konsep sosiologi sastra Marx, dengan pengembangan konsep konflik sosial berdasarkan konsep lembaga-lembaga kemasyarakatan, sehingga peninjauan kritik dilakukan berdasarkan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.

(42)

Dalam konsep sosiologi sastra Marx dijelaskan bahwa eksistensi sastra sebagai produk pikiran dan perasaan manusia ditentukan oleh faktor di luar sastra, yaitu struktur material masyarakat (Kurniawan, 2011:46). Dalam menganalisis sastra dengan metodologi analisis sastra Marx, terdapat tiga paradigma yakni: pertama analisis terhadap aspek di luar sastra, yaitu struktur kelas ekonomi masyarakat yang menjadi faktor determinasi sastra, yang dilakukan dengan mengidentifikasi latar sosial yang menjadi konteks terjadinya peristiwa. Kedua, analisis terhadap relasi struktural sastra dengan struktur masyarakat, yang tinjauan akhirnya adalah mengidentifikasi fenomena sosial masyarakat yang menjadi acuan dari perspektif konflik sosial antar kelas. Ketiga, analisis fungsi sosial sastra.

Menurut Soekanto (2017:395) pada hakekatnya masalah-masalah sosial yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala-gejala yang tidak dikehendaki atau gejala patologis. Gejala-gejala tersebut akan menyebabkan kekecewaan dan penderitaan bagi warga masyarakat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah-masalah sosial yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.

Dalam keadaan normal terdapat integrasi yang sesuai antara lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini (Soekanto, 2017: 398-399).

(43)

Masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dikurangi atau bahkan diatasi dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengemukakan kritik. Hal ini sesuai dengan teori tindakan yang dikemukakan oleh (Beilharz, 2003: 293), bahwa tindakan adalah perilaku yang disertai aspek “upaya” subyektif dengan tujuan membawa kondisi-kondisi situasional atau “isi kenyataan”, lebih dekat dengan keadaan “ideal” atau yang ditetapkan secara normatif. Melalui kritik sosial, diharapkan dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat, sehingga keadaan yang ideal dan harmonis dapat terwujud.

Berdasarkan uraian di atas maka masalah sosial pada penelitian ini diklasifikasikan menjadi sembilan aspek, meliputi politik, ekonomi, kebiasaan, pendidikan, keluarga, moral, gender, agama, dan teknologi. Pembagian ini didasarkan pada pembagian lembaga-lembaga kemasyarakatan yang meliputi: politik, moral, pendidikan, agama, rumah tangga, ekonomi dan kebiasaan. Aspek-aspek ini kemudian dikembangkan lagi menjadi sembilan aspek dengan membagi aspek kebiasaan menjadi dua, yaitu aspek kebudayaan dan aspek gender, karena gender dan budaya merupakan aspek yang sama-sama berakar pada kebiasaan masyarakat. Aspek ekonomi dikembangkan menjadi dua, yakni ekonomi dan teknologi. Sebab teknologi terlahir seiring dengan perkembangan ekonomi dan industri. Masalah-masalah yang ada sebenarnya adalah bagian dari

(44)

lembaga-lembaga kemasyarakatan yang muncul karena ketidakstabilan kondisi baik itu individu maupun kelompok.

1) Permasalahan Sosial dalam Politik

Sistem politik adalah aspek masyarakat yang berfungsi untuk mempertahankan hukum dan keterlibatan di dalam masyarakat dan untuk menegetahui hubungan-hubungan eksternal di antara dan dikalangan masyarakat (Sanderson, 1993: 295). Sumaadmaja (1980: 42) mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk berpolitik karena manusia mempunyai kemampuan untuk mengatur kesejahteraan, keamanan, dan pemerintahan di dalam kelompoknya. Manusia adalah makhluk yang dapat mengatur pemerintahan dan kenegaraannya. Dalam usaha mengatur pemerintahannya, manusia harus menjalankan suatu mekanisme yang sesuai sehingga tidak terjadi ketimpampangan-ketimpangan yang akan merugikan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sanderson (1993: 295-296) yang membagi mekanisme politik menjadi tiga aspek, yaitu pengaruh, kekuasaan dan kewenangan (authority). Pengaruh merupakan suatu proses informal kontrol sosial yang ketat yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi sosial yang erat. Seorang pemimpin yang mempunyai pengaruh, tidak mempunyai kemampuan untuk memaksa orang lain untuk mematuhi perintahnya, melainkan hanya bisa menghimbau dan menganjurkan.

(45)

Mekanisme lain yang harus dijalankan dalam pemerintahan adalah kekuasaan (power). Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan orang lain, dalam hal ini kekuasaan memiliki unsur yang tidak dimiliki oleh pengaruh, yaitu kemampuan untuk memadamkan perlawanan dan menjamin tercapainya keinginan penguasa itu. Aspek terakhir yang dalam mekanisme politik adalah kekuasaan (authority). Kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan kekerasan. Kekuasaan dapat melawan keinginan orang dan membuatnya patuh pada peraturan atau kebijakan yang ditetapkan penguasa pemerintahan, walaupun dengan menggunakan jalan-jalan kekerasan.

Ketiga aspek dalam mekanisme politik tersebut harus dijalankan sesuai dengan porsi skala prioritas masing-masing aspek. Apabila ada satu aspek yang mendominasi, maka akan terjadi suatu ketimpangan. Misalnya, apabila aspek kekuasaan lebih mendominasi dari pada aspek lain, maka akan mengarah pada bentuk pemerintahan yang otoriter. Apabila dibiarkan terus-menerus, ketimpangan tersebut akan berkembang menjadi masalah-masalah sosial yang merugikan rakyat sebagai anggota masyarakat. Bentuk-bentuk penyimpangan dan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat dapat mendorong sastrawan untuk menciptakan karya sastra yang bermuatan kritik.

(46)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Sosial dalam politik merupakan masalah yang muncul seiring dengan terjadinya ketimpangan pada aspek-aspek politik yang meliputi pengaruh, kekuasaan, dan kewenangan. Ketimpangan bisa terjadi apabila mekanisme politik tidak dijalankan sesuai dengan porsi skala prioritas masing-masing aspek.

2) Permasalahan Sosial dalam Ekonomi

Menurut (Beilharz, 2003: 2), ekonomi merupakan instansi determinan yang paling berpengaruh terhadap masyarakat, meskipun sebagai determinan, namun ia tidak dominan. Ekonomi menjadi sangat pentingdalam masyarakat apabila tingkat ekonomi di masyarakat belum setara. Akan tetapi, ketika keadaan ekonomi dalam suatu masyarakat telah mapan, maka faktor yang menjadi prioritas bagi masyarakat bukan lagi faktor ekonomi, melainkan faktor lain, misalnya faktor budaya, moral, dan sebagainya.

Masalah-masalah ekonomi merupakan persoalan-persoalan yang menyangkut cara bagaimana manusia memenuhi kebutuhan materinya dari sumber daya yang terbatas jumlahnya, bahkan dari sumber daya yang langka adanya (Sumaadmadja, 1980: 77).

Soekanto (2017: 320) berpendapat bahwa salah satu masalah ekonomi adalah kemiskinan, yang merupakan suatu keadaan di mana seorang tidak sangup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf

(47)

kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan timbul nilai-nilai sosial yang baru. Dengan berkembangnya perdagangan ke seluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan muncul sebagai masalah sosial. Pada waktu itu individu sadar akan kedudukan ekonomisnya sehingga mereka mampu untuk mengatakan apakah dirinya kaya atau miskin. Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial apabila perbedaan kedudukan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas.

Pada masyarakat yang bersahaja susunan dan organisasinya, mungkin kemiskinan bukan merupakan masalah sosial karena mereka menganggap bahwa semuanya telah ditakdirkan sehingga tidak adanya usaha-usaha untuk mengatasinya. Mereka tidak akan terlalu memperhatikan keadaan tersebut kecuali apabila mereka betul-betul menderita karenanya. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka membenci kemiskinan adalah kesadaran bahwa mereka telah gagal untuk memperoleh lebih daripada apa yang telah dimilikinya dan perasaan akan adanya ketidakadilan (Soekanto, 2017: 320).

Dalam memenuhi kebutuhan materinya, masih banyak terdapat ketimpangan-ketimpangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat,

(48)

misalnya masalah pengangguran, kurangnya lapangan pekerjaan, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Sosial dalam ekonomi adalah masalah yang muncul akibat adanya ketimpangan ekonomi di masyarakat, misalnya pengangguran, kemiskinan, tingginya harga bahan pokok, dan kurangnya lapangan pekerjaan.

3) Permasalahan Sosial dalam Pendidikan

Pendidikan secara luas merupakan pembentukan kepribadian, kemajuan ilmu, kemajuan teknologi dan kemajuan kehidupan sosial pada umumnya (Sumaadmadja, 1980: 89). Definisi lain mengenai pendidikan dikemukakan oleh Ahmadi (2001: 70), bahwa pendidikan pada hakekatnya suatu kegiatan secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada anak, sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus-menerus.

Dengan pendidikan, manusia dapat menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada dirinya sendiri dan masyarakat. Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, sehingga pendidikan tidak dapat dipisahkan sama sekali dengan

(49)

kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, maupun dalam kehidupan bangsa dan negara (Ahmadi, 2001: 98).

Lebih lanjut dikemukakan mengenai masalah-masalah pendidikan yang terjadi dalam masyarakat. Masalah-masalah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pendidik, baik pendidik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat serta faktor masalah yang bersumber pada anak didik itu sendiri.

Masalah-masalah yang disebabkan oleh faktor pendidik antara lain: masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan pengalaman, kemampuan skill, kewibawaan, kepribadian, attitud (sikap), sifat, kebijaksanaan, kerajinan, tanggung jawab, kesehatan, dan sebagainya. Adapun permasalahan yang berasal dari faktor peserta didik sendiri meliputi: masalah kemampuan ekonomi keluarga, intelegensi, bakat dan minat, pertumbuhan dan perkembangan, kepribadian, sikap, sifat, kerajinan dan ketekunan, pergaulan, dan kesehatan (Ahmadi, 2001: 256). Dengan adanya karya sastra, diharapkan pesan dan kritik sosial yang disampaikan pengarang

melalui karyanya dapat mengurangi bahkan menghapus

kesenjangankesenjangan terutama masalah pendidikan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kritik sosial masalah pendidikan merupakan kritik yang disebabkan adanya masalah yang disebabkan oleh faktor pendidik dan anak didik itu

(50)

sendiri. Masalah dari faktor pendidik antara lain: masalah kemampuan ekonomi, kemampuan pengetahuan dan pengalaman, kemampuan (skill), kewibawaan, kepribadian, attitud (sikap), sifat, kebijaksanaan, kerajinan, tanggung jawab, kesehatan, dan sebagainya. Adapun permasalahan yang berasal dari faktor peserta didik sendiri meliputi: masalah kemampuan ekonomi keluarga, intelegensi, bakat dan minat, pertumbuhan dan perkembangan, kepribadian, sikap, sifat, kerajinan dan ketekunan, pergaulan, dan kesehatan.

4) Permasalahan Sosial dalam Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (2002: 180), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik bersama dengan belajar. Timbulnya kebudayaan disebabkan karena interaksi manusia sebagai anggota masyarakat dengan lingkungan sosialnya.

Charon (1992: 193) memberikan definisi lain tentang kebudayaan. Culture is a pattern that develops every time there is

ongoing Interaction (kebudayaan adalah sebuah pola yang

mengembangkan adanya interaksi setiap saat dan secara terus menerus). Selanjutnya dikemukakan mengenai empat unsur pokok kebudayaan, antara lain: 1) ide tentang kebenaran (truth), 2) ide tentang apa yang bernilai (values), 3) ide tentang apa yang dianggap khusus untuk mencapai tujuan tertentu (goals), 4) ide tentang

(51)

bagaimana manusia melakukan sesuatu yang berkaitan dengan norma (norm) (Charon, 1992: 196). Soekanto (2017: 153) berpendapat tentang teori fungsional dan membagi unsur pokok kebudayaan menjadi empat komponen, namun menggunakan arahan yang berbeda dengan pendapat Charon, antara lain: sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, serta organisasi kekuatan. Kebudayaan yang berkembang di dalam masyarakat dipengaruhi oleh unsurunsur kebudayaan seperti di atas, salah satunya unsur norma. Kebudayaan yang berkembang di suatu daerah tertentu akan berbeda dengan daerah lainnya, karena pengaruh unsur norma.

Misalnya, dalam budaya masyarakat barat, perilaku seks bebas dianggap suatu hal yang lazim. Akan tetapi tidak semua orang Barat setuju dengan pendapat tersebut. Masyarakat yang tinggal di pedesaan justru masih menganggap hal tersebut sebagi sesuatu yang tabu dan larangan. Hal ini dipengaruhi oleh norma-norma yang masih berlaku di daerah tersebut, termasuk norma agama. Berbagai pendapat, baik yang pro maupun kontra terhadap suatu hasil kebudayaan tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Sosial dalam budaya merupakan masalah yang muncul akibat adanya masalah-masalah yang terjadi akibat penyimpangan terhadap unsur-unsur kebudayaan.

(52)

5) Permasalahan Sosial dalam Moral

Moral adalah ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, susila (Poerwodarminto, 2003: 592). Penilaian terhadap baik dan buruk sesuatu bersifat relatif, artinya suatu hal yang dianggap benar seseorang, belum tentu dianggap benar juga olah orang lain atau bangsa lain (Nurgiyantoro, 2000: 321). Moral merupakan sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai tersebut terbentuk dari nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun menurun melalui agama dan kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup (Salam, 2005: 3).

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa moral pada prinsipnya mengacu pada penilaian baik dan buruk terhadap sesuatu. Ukuran dan penilaian tentang hal baik dan buruk tidak dapat ditentukan begitu saja. Penilaian tersebut juga dipengaruhi oleh etika yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Etika merupakan sikap kritis setiap pribadi dan kelompok masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu (Salam, 2005: 2).

Sikap etis yang berbeda antara satu orang dengan orang lain dalam masyarakat memungkinkan adanya perbedaan pendapat dalam memandang moral. Melalui karyanya, sastrawan atau pengarang ingin

(53)

menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang ada dalam masyarakat, selain itu juga mengkritik nilai-nilai moral yang tidak memperhatikan segi kemanusiaan dan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Penilaian terhadap masalah moral tersebut didasarkan pada etika yang dianut oleh pengarang sebagai anggota masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Sosial dalam moral adalah masalah yang bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai kebenaran dan mengkritik nilai-nilai moral yang tidak memperhatikan segi kemanusiaan, serta norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat.

6) Permasalahan Sosial dalam Keluarga

Keluarga adalah organisasi terkecil dalam masyarakat. Dalam interaksinya dengan sesama anggota keluarga, terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dihargai. Pendapat tersebut sesuai dengan definisi keluarga yang dikemukakan oleh John M. Charon (1992: 466). Family is a primary group living together in one

household, responsible for the socialization of children, and usually build around one man, one women, and one children (Keluarga adalah

kelompok primer yang hidup bersama dalam suatu rumah tangga, bertanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya dan biasanya terdiri dari seorang laki-laki, seorang perempuan dan anak-anak.

(54)

Charon (1992: 468) membagi peran keluarga menjadi empat fungsi pokok, antara lain: 1) reproduksi, 2) pengaturan dalam hubungan seksual, 3) kerja sama ekonomi dalam produksi dan konsumsi barang-barang dan pelayanan, 4) mendidik anak-anak. Apabila salah satu anggota keluarga tidak dapat memenuhi fungsi dan kewajibannya dengan baik, maka akan terjadi disorganisasi keluarganya.

Menurut Soekanto (2017: 44), disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggotanya gagal memenuhi kewajibannya sesuai dengan peranan sosialnya. Disorganisasi keluarga dapat terjadi dalam masyarakat kecil yaitu keluarga, ketika terjadi konflik sosial atas dasar perbedaan pandangan atau faktor ekonomi. Melalui kritik yang disampaikan dalam sebuah karya sastra, diharapkan konflik disorganisasi keluarga dapat teratasi dan tercipta keluarga yang serasi dan harmonis.

Permasalahan Sosial dalam keluarga adalah masalah yang muncul akibat adanya disorganisasi dalam keluarga. Disorganisasi dalam keluarga muncul akibat adanya konflik sosial akibat adanya perbedaan pandangan atau faktor ekonomi.

7) Permasalahan Sosial dalam Agama

Selain melakukan hubungan secara horizontal, yaitu hubungan dengan sesama manusia, manusia juga melakukan hubungan secara

(55)

vertikal, dalam hal ini adalah hubungan manusia dengan Tuhannya sebagai pencipta alam semesta. Hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk agama. Kata agama berasal dari bahasa Sansakerta, yaitu dari kata: a yang berarti tidak, dan gamae yang berarti kacau, tidak teratur. Dari dasar pengertian ini selanjutnya terjadi pengertian agama. Agama adalah suatu kepercayaan yang berisi norma-norma atau peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara manusia dengan Tuhannya. Norma tersebut bersifat kekal (Salam, 2005: 179). Agama berfungsi mengisi memperkaya, memperhalus, dan membina kebudayaan manusia, tetapi kebudayaan itu sendiri tidak dapat memberi pengaruh apa-apa terhadap pokokpokok ajaran yang telah ditetapkan oleh agama (Salam, 2005: 182). Maksudnya, agama sebagai norma yang abadi dapat berpengaruh terhadap perkembangan budaya dalam masyarakat, akan tetapi kebudayaan tidak dapat mempengaruhi ajaran agama. Ajaran agama digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan kebudayaan dan aspek kehidupan lainnya.

Pada dasarnya sifat dan sasaran agama adalah meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang tercela. Ajaran tersebut bersifat memberi peringatan dan tidak memaksa (Salam, 2005: 183). Secara ideal, manusia sebagai makhluk Tuhan harus senantiasa taat

(56)

dengan cara bertaqwa kepada-Nya. Namun pada kenyataannya masih banyak orang yang menyelewengkan agamanya, karena sifat agama yang tidak memaksa dan memberi kebebasan kepada umatnya untuk menentukan sikap.

Manusia atau umat yang memiliki pondasi iman yang kuat akan berusaha untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya manusia yang tidak memiliki pondasi iman yang cukup kuat akan melakukan penyelewengan terhadap ajaran agama tersebut.

Penyelewengan ini bisa menimbulkan masalah-masalah sosial. Upaya mengurangi masalah-masalah agama dapat dimanifestasikan pengarang dalam karyanya yang berupa kritik.

Permasalahan sosial dalam agama adalah masalah yang muncul akibat lemahnya pondasi iman manusia, sehingga manusia tidak mampu untuk menjalankan perintah tuhan dan menjauhi larangannya, ketidakmampuan ini dapat menimbulkan penyelewengan yang mengakibatkan masalah-masalah sosial.

8) Permasalahan Sosial dalam Gender

Perbedaan gender merupakan interpretasi sosial dan kultural terhadap perbedaan jenis kelamin. Jadi, gender mengacu pada peran dan kedudukan wanita di masyarakat dalam rangka bersosialisasi dengan masyarakat lain. Perbedaan gender tidaklah menjadi masalah

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait