43 Penguatan Partisipasi Anak dalam Pengurangan Risiko Bencana
(Studi Kasus Pendidikan Sadar Lingkungan di Sekolah Alam)
Sudrajat Priyo Tamtomo, Andhika Ahmanto, Ratna Widyawati, Tiyas Nur Haryani Universitas Sebelas Maret
tiyasnur@gmail.com
Abstrak
Artikel ini merupakan hasil penelitian dengan metode kualitatif yang mendeskripsikan penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana melalui pendidikan formal di sekolah alam. Anak merupakan stakeholders yang menjadi bagian dalam pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko bencana. Anak sekaligus menjadi kelompok yang rentan saat bencana terjadi. Peningkatan partisipasi anak dapat dikembangkan mulai dari lingkungan primer hingga ke lingkungan sekunder, salah satunya sekolah. Dunia pendidikan dapat memberikan manfaat dalam pengenalan dan pemantauan risiko bencana, pengembangan budaya sadar bencana, dan peningkatan komitmen masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan. Program Sekolah Siaga Bencana merupakan satu contoh integrasi penanggulangan bencana di sekolah. Akan tetapi, pada cakupan yang lebih luas kurikulum di sekolah belum pro terhadap pelibatan anak dalam pengurangan risiko bencana. Penelitian dilakukan di Sekolah Alam Bengawan Solo (SABS) yang berlokasi di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Data yang digunakan dari penelitian ini diperoleh dari wawancara langsung dari pendiri dan stakeholder Sekolah Alam Bengawan Solo dan observasi kegiatan belajar mengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo. Hasil analisa menunjukkan bahwa di Sekolah Alam Bengawan Solo dengan model pembelajaran fun learning, spider web dan LENTERA memacu kesadaran anak akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai wujud pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Penerapan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam Bengawan Solo sangat beragam, diantaranya melalui pelaksanaan bank sampah bagi anak, tabungan tanaman, bersih sungai bengawan solo dan outing class.
Kata Kunci : Partisipasi Anak, Pendidikan, Pengurangan Risiko Bencana, Sekolah Alam
A. Pendahuluan
Krisis lingkungan hidup dewasa ini semakin mencemaskan. Pembangunan tidak berbanding lurus dengan kelestarian lingkungan. Pembangunan infrastruktur dan industri meminggirkan ruang terbuka hijau. Kondisi kelestarian lingkungan juga semakin terancam
dengan maraknya pertambangan dan pembukaan lahan yang merusak keseimbangan ekosistem dan tidak bersifat berkelanjutan. Dikutip dari National Geographic (20012) data terakhir dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia di tahun 2012 sudah ada 300 kasus lingkungan hidup seperti
44 kebakaran hutan, pencemaran
lingkungan, pelanggaran hukum, dan pertambangan, sehingga ada penurunan kualitas lingkungan 59,79 persen di tahun 2009, 61,7 persen di tahun 2010, dan sebesar 60,84 persen di tahun 2011. Kondisi hutan Indonesia hanya memiliki luas tutupan hutan 48,7 persen (National Geographic, 2012).
Berkurangnya kawasan hijau atau hutan berdampak pada jumlah karbondioksida yang tidak mampu untuk diserap. Akibatnya kadar karbondioksida atau CO2 di udara menjadi berlebih. Dengan jumlah kadar CO2 yang berlebih ini mengakibatkan terjadinya Gas Rumah Kaca. Efek Gas Rumah Kaca menyebabkan pemanasan global, menimbulkan efek domino terjadinya perubahan iklim dan memicu peningkatan risiko bencana. Pemanasan global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup mahluk hidup di bumi sebagai konsekuensi terjadi kerusakan alam. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2014 dari jumlah kejadian bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%) (Kementerian Kesehatan, 2014). Campur tangan manusia ikut andil dalam terjadinya perubahan iklim. Menanggapi hal tersebut, dunia global memformulasikan kebijakan internasional Sustainable Development Goals (SDGs) yang fokus
pada isu lingkungan dan kesejahteraan manusia yang adil dan setara.
Paradigma pembangunan saat ini mengarah pada terminologi pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan manusia dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara bijaksana, efisien dan memperhatikan pemanfaatan untuk masa kini dan generasi yang akan datang. Dalam tujuan pembangunan yang berkelanjutan dibutuhkan pengurangan risiko bencana dalam baik sebelum dan dalam masa tanggap bencana. Pengurangan risiko bencana pada tahapan prabencana terdiri atas pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif
penanggulangan bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana, dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Perempuan, anak, lansia dan kelompok minoritas memiliki potensi rentan saat terjadi bencana. Namun, Badan Nasional Penanggulangan Bencana belum memilah data anak dan kelompok rentan lainnya dalam Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI). Padahal Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015-2030 telah mengamatkan integrasi kelompok minoritas anak, perempuan, lansia dan disabilitas dalam pengurangan risiko bencana. Tingginya risiko bencana yang berdampak terhadap anak-anak, perempuan, disabilitas dan lansia dipicu oleh faktor keterbatasan pemahaman tentang
risiko-45 risiko bencana yang berada di sekeliling
mereka. Padahal sudah menjadi hal mendasar bagi pembangunan di suatu negara, dengan menempatkan anak-anak sebagai investasi harapan bagi masa depan suatu bangsa. Anak sebagai generasi penerus perlu memahami pentingnya kelestarian lingkungan dan terlibat di dalamnya sejak dini. Dunia pendidikan sebagai lingkungan sekunder anak dapat menjembatani pemenuhan pendidikan lingkungan sejak dini pada anak. Integrasi perubahan iklim dalam pendidikan dapat memperbaiki kesadaran dan kapasitas terhadap mitigasi, pengurangan dampak, dan peringatan dini. Sekolah menjadi institusi pembelajaran yang dirasa efektif dan efisien dimana anak-anak akan diperkenalkan dengan nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama, pengetahuan-pengetahuan tradisional-modern, sampai dengan pengetahuan tentang lingkungan dan kebencanaan.
Sebuah inovasi dirancang dengan hadirnya sekolah alam di beberapa daerah untuk mendekatkan kembali anak-anak pada alam dan belajar dari alam dan di dalam lingkungan terbuka. Interaksi anak-anak langsung kepada alam diharapkan dapat meningkatkan empati mereka pada kelesterian lingkungan. Pendidikan di sekolah alam dirasa dapat menjadi alternatif model untuk penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana. Oleh karena itu menarik untuk melihat penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di sekolah
alam sebagai studi kasus dalam kajian ini.
Prinsip pengelolaan lingkungan suatu wilayah dapat dilakukan dengan menggunakan empat indikator POAC;
Planning, Organizing, Actuating dan Controlling (Asdak, 2004). Planning
berarti perencanaan terpadu untuk pengelolaan lingkungan, organizing
menekankan tanggungjawab semua
stakeholders dan efektifitas serta
efisiensi dalam pengelolaan lingkungan,
actuating berarti adanya
optimatimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan kolaborasi antar stakeholders dan
controlling sebagai evaluasi
pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Selain itu kajian ini melihat sisi peningkatan partisipasi anak dalam pegurangan risiko bencana. Menurut Murbyanto (1984) partisipasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan diri sendiri. Batasan operasional partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan aktifitas melalui suatu proses kegiatan bersama mencapai tujuan bersama. Cohen (1977) membagi partisipasi ke dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap evaluasi.Tahap perencanaan terjadi dalam pengambilan keputusan dan terdapat keterlibatan masyarakat di dalamnya. Tahap pelaksanaan, melibatkan masyarakat dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk
46 sumbangan materi, dan bentuk tindakan
sebagai anggota program. Tahap menikmati hasil, melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahap evaluasi, dilihat pada umpan balik yang diberikan dari
stakeholders. Indikator POAC dan
tahapan partisipasi menjadi fokus kajian dalam artikel ini.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif didukung data kualitataif untuk menggambarkan fakta penguatan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana dengan studi kasus di sekolah alam. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dan observasi yang diolah dengan triangulasi sumber data. Hasil analisis dinarasikan oleh peneliti dalam artikel ini sebagai upaya publikasi dan penyebarluasan hasil penelitian. Sekolah Alam Bengawan Solo yang beralamatkan di Panjangan 01/1 Desa Gondangsari, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah dipilih karena SABS merupakan inovasi sekolah formal berbasis pendidikan lingkungan dan kearifan lokal di Karisidenan Kota Surakarta dan lokasinya yang terletak di ruang terbuka hijau dan wilayah pedesaan. Kekuatan dari Sekolah Alam Bengawan Solo tersebut menarik untuk diteliti dalam hal implemetasi pelibatan anak dalam pengurangan risiko bencana, khususnya dalam bidang pendidikan. Data Primer dalam penelitian ini adalah semua data utama
yang digunakan sebagai bahan analisis antara lain diperoleh dari hasil wawancara menyoal bentuk penerapan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam dengan informan penyelenggara Sekolah Alam Bengawan Solo.
C. Hasil dan Pembahasan
Sekolah Alam Bengawan Solo adalah sekolah yang menawarkan pengenalan lingkungan terhadap siswa didiknya, hal tersebut dimaksudkan untuk mengakrabkan para siswa agar lebih dekat dengan alam. Sesuai basis yang diusung sekolah tersebut yaitu sekolah yang benar-benar memanfaatkan alam dan sekitarnya sebagai salah satu media kegiatan belajar mengajar. Secara tidak langsung kegiatan belajar ini mengajarkan kepada anak-anak bahwa belajar bisa dimana saja. Sekolah Alam Bengawan Solo (SABS) yang beralamatkan di Panjangan 01/1 Desa Gondangsari, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu sekolah dengan konsep pembelajaran akrab dengan lingkungan yang menjadi sebuah solusi atau alternatif untuk memenuhi kebutuhan anak dalam pengenalan lingkungan dan melibatkan anak dalam setiap pembelajaran yang ada.
Prinsip pengelolaan lingkungan di Sekolah Alam Bengawan Solo dilakukan dengan menggunakan empat indikator POAC yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.
Dalam kegiatan kegiatan planning Sekolah Alam Bengawan Solo
47 memperhitungkan kondisi lingkungan
sekitar sebagai media pembelajaran dan pengenalan lingkungan. Organizing
dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan di Sekolah Alam Bengawan Solo dilakukan oleh pengeutus sekolah dan pengajar untuk memenuhi kebutuhan peserta didik anak didik dimana masing-masing
stakeholders terlibat dan dapat
menjalankan kegiatan yang diadakan dengan baik. Actuating dilaksanakan dengan mengimplemntasikan program kerja yang mendukung optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, dorongan pelaksanaan konservasi sumber daya alam, meningkatnya peran stakeholders. Controlling dilakukan melalui proses
pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin seluruh kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan ini dilakukan oleh anak didik dan pengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo. Efektivitas kegiatan belajar mengajar di Sekolah Alam Bengawan Solo tidak hanya berorientasi terhadap hasil saja melainkan berorientasi pada proses bagaimana para siswa Sekolah Alam Bengawan Solo mempelajari materi pelajaran yang didapat. Pembelajaran di Sekolah Alam Bengawan Solo diadakan dari pukul 07.00 – 15.30 yang terdiri dari dua model pembelajaran, yaitu belajar materi dan praktik lapangan. Adapun bentuk Pengurangan risiko bencana pada tahapan prabencana yang dilaksanakan di Sekolah Alam Bengawan Soloyang terdiri atas pertama melalui pengenalan dan pemantauan
risiko bencana dengan mengenalkan tentang lingkungan serta para pengajar di SABS juga mengajak anak didik dalam pemantauan risiko bencana di ingkungan sekitar yang berada dipinggiran Sungai Bengawan Solo. Kedua, perencanaan partisipatif penanggulangan bencana dibangun dengan program Proyek Siswa SABS mengajak anak dalam perencanaan partisipatif penanggulanan bencana. Dimana anak diberi kebebasan untuk merencanakan kegiatan apa yang akan mereka lakukan dibawah bimbingan pengajar.
Ketiga, melalui pengembangan budaya sadar bencana. Dalam kegiatan tersebut setelah anak diberikan pemaparan materi di dalam kelas, kemudian anak di bimbing untuk mengamati kondisi lingkungannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan budaya sadar bencana kepada anak sejak dini. Keempat, melaui peningkatan
komitmen terhadap pelaku
penanggulangan bencana. Pada kegiatan ini anak-anak peserta didik diajak untuk berkomitmen dalam penanggulangan bencana dengan cara sederhana yaitu, menjaga kebersihan dan menjaga kelesatarian lingkungannya.
Mengingat partisipasi anak dalam mengikuti setiap kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh Sekolah Alam Bengawan Solo selalu bersingungan dengan alam sehingga memacu kesadaran anak untuk lebih peduli dengan alam dan pengurangan risiko bencana. Adapun bentuk partisipasi anak dalam pengurangan
48 risiko bencana antara lain dibagi dalam
empat tahap yakni tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi diantaranya:
1. Tahap perencanaan
Sekolah Alam Bengawan Solo dengan model pembelajaran spider
web, dimana anak terlibat dalam
setiap aktivitas pembelajaran untuk belajar menemukan, merumuskan dan merencanakan setiap kegiatan pengelolaan lingkungan apa saja yang akan dilaksanakan. Jadi anak diikutsertakan dalam setiap pengambilan keputusan dalam kegiatan pembelajaran pengelolaan lingkungan.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahapan ini anak berpartisipasi melalui sumbangan pemikirannya yaitu anak dengan daya pikirnya memutuskan kegiatan pengelolaan lingkungan apa saja yang akan dilaksanakan dan pelaksanaannya, sumbangan materi yaitu dengan keputusan yang diambil tadi anak terlibat langsung dalam pelaksanaannya dengan turut menyumbangkan materi, selain itu bisa dengan bentuk tindakan sebagai anggota program yaitu dimana anak berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program pengelolaan lingungan atau kegiatan yang telah disetujui bersama.
3. Tahap menikmati hasil
Pada tahapan ini dijadikan sebagai indikator keberhasilan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana. Yang terjadi di Sekolah
Alam Bengawan Solo, sebagai contoh adanya tabungan tanaman. Setelah mereka merencanakan kegiatan apa saja yang harus dilakukan guna menjunjang program tabung tanaman serta melaksanakan program tersebut. Pada tahap ini anak akan menikmati hasilnya, dimana tabungan tanaman yang mereka laksanakan sebelumnya bisa dipanen selain itu juga tabungan tanaman juga berguna untuk mengurangi kerusakan lingkungan seperti erosi di pinggir sungai Bengawan Solo.
4. Tahap evaluasi
Pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Sekolah Alam Bengawan Solo setiap akhir pembelajaran selalu melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini tak hanya dilakukan oleh pihak pengajar, namun juga melibatkan anak didalamnya. Dimana mereka dilibatkan untuk mengevaluasi kegiatan yang telah mereka lakukan.
Kerentanan anak terhadap bencana dapat diminimalisir, karena anak telah dikenalkan mengenai lingkungan dan potensi lingkungannya termasuk potensi bencana yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Pengenalan lingkungan dengan model pembelajaran fun learning, membuat anak lebih mudah
dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan.
49 D. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana dapat diwujudkan melalui pelibatan anak pada tahap prabencana. Pada tahapan ini anak diajarkan mengenai pengenalan risiko bencana, perencanaan partisipatif penanggulangan, pengembangan budaya sadar bencana, sampai pada tahapan peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana yang secara tidak langsung telah memacu kesadaran dan keterlibatan anak dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Bentuk penerapan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana di Sekolah Alam bengawan Solo sangat beragam, diantaranya dengan adanya bank sampah, tabungan tanaman, bersih sungai bengawan solo dan outing class. Model pelibatan anak dalam pengurangan risiko bencana sangatlah penting, mengingat anak menjadi kelompok rentan dalam bencana. Dengan pembelajaran dan pengenalan lingkungan sejak dini diharapkan mampu meminimalisir tingkat kerentanan anak terhadap bencana serta anak dapat menghadapi dan mengatasi
permasalahan yang ada
dilingkungannya.
Hasil kajian kami menyarankan kepada instansi pendidikan, Dinas Lingkungan Hidup, Badan nasional Penanggulangan Becana agar dapat berkolaborasi bersama dalam meningkatkan partisipasi anak dlam pengurangan risiko bencana melalui pendidikan.
Sekolah Alam dapat menjadi sebagai media pengenalan lingkungan guna meningkatkan partisipasi anak dalam pengurangan risiko bencana, sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat. Pengembangan pengenalan lingkungan dan pengurangan risiko bencana pada anak di Sekolah Alam Bengawan Solo melalui pendidikan dengan model fun
learning dapat direplikasi oleh sekolah
formal lainnya.
Daftar Pustaka
Asdak, C., 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada University.
BNPB, 2015. Kerangka Kerja Sendai
untuk Pengurangan Risiko
Bencana 2015-2030.
s.l.:BNPB.
Cohen, J. d. U. N., 1977. Rural
Development Participation.
New York: Cornel University RDCCIS.
National Geographic, 2012. National
Geographic. [Online] Available at: http://nationalgeographic.co.id/ berita/2012/10/potret- lingkungan-indonesia-kian-memprihatinkan. [Accessed 10 Agustus 2016]. Hidayati, N., 2013. Perilaku Warga
Sekolah dalam
mengimplementasikan Program Adiwiyata( Studi Kasus SMK
Negeri 2 Semarang).
Semarang: s.n.
Infid, 2015. Infid. [Online]
Available at:
http://infid.org/wp-50 content/uploads/2016/01/Outco me-Document-SDGs-Bahasa-Indonesia.pdf [Accessed 8 Agust 2016]. Kementerian Kesehatan, 2014. Kementerian Kesehatan. [Online] Available at: http://www.penanggulangankris is.depkes.go.id/statistik-kejadian-bencana-tahun-2014 [Accessed 8 Agustus 2016]. Murbyanto, 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta:
P3PK UGM.
Sutopo, H., 2002. Metodelogi Penelitian
Kualitatif. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Press.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup