• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6

Adapun pengertian IPA dan pembelajaran IPA di SD adalah sebagai berikut.

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam menurut Wahyana (dalam Trianto, 2010:136) adalah ”suatu kumpulan pengetahuan tersusun sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.” Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang tersusun sistematis dari kumpulan gejala alam dengan adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah berupa fakta.

Menurut Sapriati, dkk (2008:5.11) Ilmu pengetahuan Alam (IPA) adalah pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah yang menghasilkan suatu pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi secara logis sistematis tentang alam sekitar.

Menurut Rustaman, dkk (2008:1.5) IPA adalah ”produk, proses dan penerapannya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat di dalamnya. Produk IPA terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori dapat melalui proses sains, yaitu melalui metode-metode sains atau metode ilmiah (scientific methods), bekerja ilmiah (scientific inquiry).”Jadi, IPA adalah proses sains dengan metode dan bekerja ilmiah yang menghasilkan suatu produk berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

Ilmu pengetahuan Alam (IPA) dalam BNSP (2006:161) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi merupakan suatu penemuan. Jadi, berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah hasil kegiatan manusia yang berupa kumpulan pengetahuan, gagasan,

(2)

konsep yang sistematis melalui metode ilmiah dan bekerja ilmiah dan merupakan suatu penemuan dimana produk IPA terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori.

2.1.2 Pembelajaran IPA di SD

Menurut Hamalik (2011:70) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapi tujuan pembelajaran.

Menurut aliran behavioristik (dalam Hamdani, 2011:23) pembelajaran adalah usaha guru dalam membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Sedangkan aliran kognitif, pembelajaran adalah cara guru untuk memberikan kesempatan kepada anak didik dalam berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari.

Pembelajaran menurut Sanjaya (2006:101) adalah suatu proses penambahan informasi dan kemampuan/ kompetensi baru. Dimana ketika seorang guru dalam berpikir untuk menyampaikan kompetensi apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga seorang guru berpikir strategi apa yang harus dilakukan dalam kegiatan pembelajaran agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Jadi, pembelajaran dapat disimpulkan bahwa suatu proses untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan strategi apa yang tepat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari pada saat kegiatan belajar mengajar.

Hakikat pembelajaran IPA di SD menurut Trianto (2010:141) adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yaitu berupa tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori. Dimana IPA dipahami sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.

(3)

Pembelajaran IPA di SD dalam BNSP (2006:161) menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Dimana pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara Inquiry ilmiah (scientific Inquiry) untuk menumbuhkan kemapuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

Pembelajaran IPA di SD yang dikutip oleh Tisno Hadisubroto dalam (Samatowa, 2011: 5), Piaget mengatakan bahwa ”pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak. Pengalaman langsung anak yang terjadi secara spontan dari kecil (sejak lahir) sampai berumur 12 tahun. Efesiensi pengalaman langsung pada anak tergantung pada konsistensi antara hubungan metode dan objek dengan tingkat perkembangan kognitif anak.” Sedangkan menurut Alverman dalam (Samatowa: 2011: 9) pembelajaran IPA menjadi berarti bila IPA diajarkan sedemikian, sehingga anak menjalani suatu proses perubahan konsepsi. Jadi, dengan umur 12 tahun adalah masa dimana siswa mengalami tahap perkembangan kongkrit yaitu dari memperoleh pengalaman langsung apa yang telah dialami yang mendorong perkembangan kognitif pada anak.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA di SD adalah kegiatan pembelajaran yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah, untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah yang diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam BNSP (2006:162) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

(4)

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam BNSP (2006:162) ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan Interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis mengambil materi yang tercantum di dalam Silabus untuk mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam.

7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah.

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

(5)

2.2 Metode Discovery

Metode menurut Hamalik (2011: 26) adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan kurikulum yaitu terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.

Metode pembelajaran menurut Yamin (2010:145) adalah cara menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa dalam materi pelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Anitah (2008:5.4) metode pembelajaran adalah salah satu upaya yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran maupun dalam upaya membentuk kemampuan siswa dengan metode atau cara mengajar yang efektif.

Menurut Hamdani (2011:80) metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa, karena penyampaian pelajaran itu berlangsung dalam interaksi edukatif.

Jadi, dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang di gunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dimana dalam memilih suatu metode pembelajaran hendaknya sesuai dengan kemampuan siswa dan disesuaikan dengan bahan pengajaran yang akan diajarkan.

Menurut John M.Echol dan Hasan Sadili (dalam Illahi, 2012:29) discover berarti menemukan, sedangkan discovery adalah penemuan. Sedangkan menurut Hamalik (dalam Illahi, 2012:29) menyatakan bahwa metode discovery adalah suatu proses pembelajaran dimana anak didik diberikan suatu persoalan untuk di pecahkan yang menekankan pada mental intelektual, dimana siswa dapat menemukan suatu konsep yang dapat diterapkan di lapangan. Sedangkan menurut Siregar (dalam Illahi, 2012:30) metode discovery adalah proses pembelajaran dimana siswa diharapkan untuk menemukan sesuatu yang baru dalam kegiatan belajar mengajar.

Menurut Illahi (2012:33) metode discovery merupakan salah satu metode yang memungkinkan anak didik untuk terlibat langsung di dalam suatu proses

(6)

kegiatan pembelajaran sehingga anak didik mampu berpikir untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari.

Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:20) metode discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Sedangkan menurut Bruner (dalam Sapriati, 2008:1.27) di dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan metode discovery, tujuan pembelajaran penemuan ini bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja melainkan untuk memberikan motivasi kepada siswa, melatih kemapuan berfikir intelektual, dan merangsang keingintahuan siswa. Adapun tiga ciri utama pembelajaran penemuan ini adalah 1) Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. 2) Peran guru adalah sebagai seorang petunjuk (guide) dan pengaruh bagi siswanya yang mencari informasi. 3) Umumnya dalam proses pembelajaran digunakan barang-barang nyata.

Dari pengertian menurut beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode discovery adalah suatu metode penemuan yang melibatkan siswa di dalam proses belajar mengajar dimana siswa dapat termotivasi dan merangsang keingintahuan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan langsung dari apa yang siswa alami sendiri.

2.2.1 Langkah-langkah Metode Discovery

Menurut Sund (dalam Roestiyah, 2008:20) langkah metode discovery adalah berupa mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode discovery menurut Illahi (2012:83) adalah 1) Adanya suatu masalah yang harus dipecahkan. 2) Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik. 3) Konsep atau prinsip yang dikemukakan harus secara jelas. 4) Harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan suasana harus diatur sedemikian rupa. 5) Guru kelas memberi kesempatan anak didik untuk mengumpulkan data. 6) Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data yang diperlukan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode discovery menurut Gilstrap ( dalam Suryosubroto, 2009:183-184) adalah sebagai berikut.

(7)

1. Mengamati/menilai kebutuhan dan minat siswa untuk digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan yang nyata. 2. Seleksi pendahuluan atas dasar kebutuhan dan minat siswa,

prinsip-prinsip, generalisasi, pengertian dalam hubungannya dengan apa yang akan dipelajari.

3. Mengatur susunan kelas sedemikian rupa sehingga memudahkan terlibatnya arus bebas pikiran siswa.

4. Berkomunikasi dengan siswa untuk membantu menjelaskan peranan.

5. Menyiapkan suatu situasi yang mengandung masalah untuk dipecahkan.

6. Mengecek pengertian siswa tentang masalah untuk merangsang minat belajarnya.

7. Menyediakan berbagai alat peraga untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran.

8. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan dan bekerja dengan data.

9. Mempersilahkan siswa mengumpulkan dan mengatur data sesuai dengan kecepatannya sendiri.

10. Memberi kesempatan kepada siswa melanjutkan pengalaman belajarnya, walaupun sebagian atas tanggung jawabnya sendiri. 11. Memberi jawaban dengan cepat dan tepat sesuai dengan data dan informasi bila ditanya dan diperlukan siswa dalam kelangsungan kegiatannya.

12. Memimpin analisisnya sendiri melalui percakapan dan eksplorasinya sendiri dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

13. Mengajarkan ketrampilan untuk belajar dengan penemuan yang diidentifikasi oleh kebutuhan siswa.

14. Merangsang interaksi siswa dengan siswa, misalnya merundingkan strategi penemuan, mendiskusikan hipotesis dan data yang terkumpul.

15. Mengajukan pertanyaan tingkat tinggi maupun pertanyaan tingkat yang sederhana.

16. Bersikap membantu jawaban siswa, ide siswa, pandangan dan tafsiran yang berbeda. Bukan menilai secara kritis tetapi membantu menarik kesimpulan yang benar.

17. Membesarkan siswa untuk memperkuat pernyataannya dengan alasan dan fakta.

18. Memuji siswa yang giat dalam proses penemuan.

19. Membantu siswa menulis atau merumuskan prinsip, aturan ide, generalisasi atau pengertian yang menjadi pusat dari masalah semula dan yang telah ditemukan melalui strategi penemuan. 20. Mengecek apakah siswa menggunakan apa yang telah

(8)

berikutnya, yaitu situasi dimana siswa bebas menentukan pendekatannya.

Langkah-langkah metode discovery menurut Suchman,R (dalam Suryosubroto, 2009:184-185) adalah sebagai berikut.

1. Identifikasi kebutuhan siswa.

2. Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari.

3. Seleksi bahan dan probelama atau tugas-tugas. 4. Membantu memperjelas.

a. Tugas / problema yang akan dipelajar. b. Peranan masing-masing siswa.

5. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan. 6. Mencek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan

dipecahkan dan tugas-tugas siswa.

7. Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan. 8. Membantu siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh

siswa.

9. Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi proses.

10. Merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa. 11. Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses

penemuan.

12. Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Langkah-langkah metode discovery menurut Hamalik (2011: 132) adalah 1) Menyajikan kesempatan-kesempatan kepada siswa untuk melakukan tindakan/perbuatan dan mengamati konsekuensi dari tindakan tersebut. 2) Menguji pemahaman siswa mengenai hubungan sebab akibat dengan cara mempertanyakan atau mengamati reaksi-reaksi siswa, selanjutnya menyajikan kesempatan-kesempatan lainnya. 3) Mempertanyakan atau mengamati kegiatan selanjutnya, serta menguji susunan prinsip umum yang mendasari masalah yang disajikan itu. 4) Penyajian berbagai kesempatan baru guna menerapkan hal yang baru saja dipelajari ke dalam situasi atau masalah-masalah yang nyata.

Jadi, dari pendapat beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode discovery yaitu:

1. Memberikan masalah yang harus dipecahkan.

(9)

3. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk penemuan. 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi melakukan

penemuan.

5. Mengamati kegiatan penemuan dan membantu analisis dengan pertanyaan dengan mengarah pada proses penemuan.

6. Memuji siswa yang aktif dalam proses penemuan. 7. Membatu membuat kesimpulan.

2.2.2 Kelebihan Metode Discovery

Kelebihan metode discovery menurut Illahi (2012:70) adalah sebagai berikut.

1. Dalam penyampaian materi menggunakan kegiatan dengan pengalaman langsung.

2. Lebih realistis dan mempunyai makna. 3. Merupakan suatu model pemecahan masalah.

4. Dengan pengalaman langsung, maka kegiatan discovery akan lebih mudah diserap oleh anak didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

5. Banyak memberikan kesempatan bagi para anak didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar.

Kelebihan metode discovery menurut Hamdani (2011:267) adalah sebagai berikut.

1. Membangkitkan semangat belajar pada diri siswa.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan siswa.

3. Membantu siswa mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif.

(10)

Dari kelebihan di atas dapat disimpulkan bahwa metode discovery dalam kegiatan pembelajaran dapat pengalaman langsung, mudah di serap oleh siswa, menjadi bermakna, selain itu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi.

2.2.3 Kekurangan Metode Discovery

Kelemahan metode discovery menurut Illahi (2012:72) adalah sebagai berikut.

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama. 2. Kemampuan berfikir rasional masih terbatas.

3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami sesuatu yang berkenaan dengan pengajaran discovery.

4. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar discovery menurut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subyek.

Dengan kelemahan diatas maka cara yang dapat dilakukan dalam penelitian ini untuk mengatasi kelemahan di atas adalah dengan merencanakan kegiatan pembelajaran yang matang dengan metode discovery. Perencanaan tersebut seperti memperhatikan alokasi waktu yang lebih diperhitungkan lagi yaitu dengan memperhitungkan pembagian kegiatan dalam pembelajaran yaitu dengan memfokuskan kegiatan eksplorasi pada pertemuan pertama, kegiatan elaborasi untuk pertemuan kedua, dan yang terakhir adalah kegiatan evaluasi dimana setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Melakukan pemabagian kelompok terlebih dahulu sebelum pembelajaran itu masuk ke tahap elaborasi, supaya di dalam kegiatan inti lebih efektif. Pembagian kelompok ini dimaksudkan agar di dalam kelompok terjadi hubungan saling bekerja sama, melakukan pengamatan dan penemuan bersama-sama, sehingga anak akan menjalin hubungan yang positif di dalam kelompok tersebut dan mengurangi rasa individualis.

(11)

2.2.4 Sintaks Pembelajaran Metode Discovery

Pembelajaran dengan metode discovery ini terdiri dari 6 langkah utama yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran dimana guru memberikan simulasi sampai siswa dapat membuat kesimpulan sendiri. Berikut langkah-langkah dijelaskan dalam tabel ( Illahi, 2012:87-88).

Tabel 2.2

Sintaks Metode Discovery

Tahapan Keterangan

Simulasi Guru mengajukan persoalan atau meminta anak didik untuk membaca atau mendengarkan uraian yang memuat persoalan. Perumusan

masalah

Siswa diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan.

Pengumpulan data

Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, seperti membaca sumber bacaan, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba,dll.

Pengolahan data

Informasi-informasi yang diperoleh siswa dari kegiatan pengumpulan data diklasifikasikan, dihitung dan ditafsirkan. Pembuktian Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang

ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu, apakah bisa terjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan.

Generalisasi Dari semua kegiatan yang telah dilakukan, siswa diarahkan untuk belajar menarik kesimpulan mengenai permasalahan yang disajikan guru.

2.2.5 Penerapan Metode Discovery dalam Standar Proses (EEK)

Berdasarkan langkah-langkah di atas, penerapan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode discovery adalah sebagai berikut.

(12)

Tabel 2.3

Langkah-langkah Penerapan Metode Discovery

No. Tahap Kegiatan Keterangan

1. Pendahuluan 1. Guru menyampaikan salam.

2.Guru mengecek kehadiran siswa (absensi).

3.Apersepsi dan motivasi kepada siswa. 4. Menyampaikan tujuan pembelajaran

yang ingin disampaikan. 2. Inti:

Eksplorasi

1. Guru menyampaikan garis besar materi yang akan disampaikan.

2. Guru bertanya jawab kepada siswa tentang materi yang di ajarkan.

3. Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa tiap kelompok. Elaborasi 1. Memberikan masalah yang harus

dipecahkan (tentang topik yang akan dibahas tiap pertemuan dari salah satu seperti susunan tanah, jenis-jenis tanah, struktur bumi dan matahari).

2. Konsep atau prinsip yang dikemukakan harus secara jelas kepada siswa.

3. Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan untuk penemuan. 4. Memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berdiskusi melakukan penemuan. 5. Mengamati kegiatan penemuan dan

membantu analisis dengan pertanyaan dengan mengarah pada proses penemuan.

6. Memuji siswa yang aktif dalam proses penemuan

Konfirmasi 1. Mempresentasikan hasil jawaban tiap kelompok ke depan kelas.

2. Tanya jawab tentang materi yang belum dipahami.

3. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan.

(13)

2.3 Hasil Belajar

Adapun pengertian belajar dan hasil belajar adalah sebagai berikut. 2.3.1 Belajar

Belajar menurut Hamalik (2011:36) adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Menurut Anitah (2008:2.9) belajar adalah suatu proses menambah dan mengumpulkan pengetahuan yaitu berupa penguasaaan pengetahuan sebanyak-banyaknya untuk menjadi cerdas, sedangkan sikap dan keterampilan di abaikan.

Menurut Hilgard (dalam Sri Anitah, 2008:2.9) belajar adalah merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan. Perubahan tingkah laku ini disebabkan karena adanya suatu dukungan dari lingkungan yang positif yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif.

Menuurt Hamdani (2011: 21-22) belajar adalah suatu perubahan tingkah laku atau penampilan, yaitu dengan serangkaian kegiatan seperti dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru. Belajar akan lebih baik jika subjek atau anak didik belajar mengalami atau melakukannya sendiri.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh bukan hanya menghafal, akan tetapi mengalami sendiri apa yang telah dilihat, didengar, ditiru melalui interaksi dengan lingkungan.

2.3.2 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250) hasil belajar dapat dilihat dari sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan suatu perkembangan mental anak pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menjadi lebih baik dibandingkan sebelum siswa belajar. Pada sisi guru, hasil belajar merupakan terselesaikannya bahan pelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menurut Mulyasa (2008:212) merupakan suatu prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi tolok ukur

(14)

keberhasilan dan derajat perubahan perilaku yang belangsung selama proses pembelajaran.

Hasil belajar menurut Anitah,dkk (2008: 2.19) merupakan kumpulan dari suatu proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam belajar. Dimana hasil belajar berupa suatu perubahan tingkah laku, atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Romizoswki (dalam Anitah, (2008:2.19)) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berfikir logis; 2) keterampilan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perseptual; 3) keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan. Gagne (dalam Amalia,dkk, 2008:1.40) membagi hasil belajar menjadi lima macam yaitu informasi verbal ( verbal information),keterampilan intelektual (intellectual skills), strategi kognitif (cognitive strategies), sikap (attitudes), dan keterampilan motoris (motor skills).

Aspek perilaku menurut Bloom dalam (Suparman, 2012:133-145) dalam yang menunjukkan hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan berfikir. Aspek afektif berkenaan dengan sikap atau tingkah laku dan aspek prikomotorik berkenaan dengan otot, keterampilan motorik, atau gerak yang membutuhkan koordinasi otot.

Dari penjelasan beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar yang mempengaruhi perubahan tingkah laku dilihat dari tingkat perkembangan mental pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang lebih baik.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Anitah (2008:2.7) adalah:

(15)

a. Faktor dari dalam (intern) yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan siswa.

b. Faktor dari luar (ekstern) diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan non fisik ( termasuk suasanan kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (temasuk dukungan komite), guru, pelaksana pembelajaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, karena guru merupakan sutradara di dalam kelas.

2.3.4 Mengukur Hasil Belajar

Cara mengukur hasil belajar adalah dengan melakukan evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar menurut Hamalik (2011: 159) adalah keseluruhan kegiatan pengukuran dari pengumpulan dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan hasil belajar dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Prosedur yang dilakukan dalam mengukur hasil belajar menurut Hamalik (20011:163-170) adalah sebagai berikut.

a. Persiapan

Pada tahap ini, guru menyusun kisi-kisi. Melalui instrument evaluasi yang direvisi terus sesuai dengan kebutuhan proses belajar mengajar. Menurut Purwanto (2010:57) Instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur dalam rangka pengumpulan data. Dalam penyusunan kisi-kisi langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Menetapkan ruang lingkup materi pelajaran yang akan diujikan berdasarkan pokok bahasan.

2) Merumuskan tujuan pengajaran khusus sesuai dengan tujuan pembelajaran.

(16)

3) Menetapkan jumlah butir soal berdasarkan tujuan/ranah, yang disusun dan tersebar secara proporsional.

4) Mengidentifikasi bentuk-bentuk soal berupa tes objektif atau bentuk essay. 5) Menentapkan proporsi tingkat kesulitan butir-butir soal yang mencakup

keseluruhan perangkat instrument penelitian.

b. Penyusunan alat ukur yang dibagi menjadi dua jenis yaitu penilaian dengan tes dan non tes. Menurut Purwanto (2010: 56) Tes merupakan alat ukur pengumpulan data yang mendorong peserta memberikan penampilan maksimal. Sedangkan non tes merupakan alat ukur yang mendorong peserta untuk melaporkan keadaan dirinya dengan respon yang jujur sesuai dengan pikiran dan perasaan.

c. Pelaksanaan pengukuran, yaitu dirancang dengan model desain evaluasi adalah dengan evaluasi sumatif, evaluasi formatif, evaluasi reflektif, dan kombinasi ketiga model. Di dalam penelitian inti evaluasi yang digunakan adalah dengan evaluasi formatif yaitu suatu bentuk pelaksanaan evaluasi yang dilakukan selama berlangsungnya program dan kegiatan pembelajaran. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi balikan terhadap proses belajar mengajar.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk melihat hasil belajar siswa adalah dengan melakukan evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar merupakan alat untuk mengukur keberhasilan siswa dengan adanya evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan ketika berakhirnya kegiatan pembelajaran. Sebelum melakukan evaluasi formatif, guru membuat kisi-kisi soal yang digunakan untuk menguji tingkat keberhasilan dalam suatu pelajaran setelah di ajarkan. Tes penilaian yang digunakan ada dua macam yaitu tes dan non tes.

2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Lisa Saputri (2012) dalam studi eksperimental yaitu “Pengaruh Penggunaan Metode Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga semester II tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini, kelas IV B sebagai

(17)

kelas eksperimen dengan jumlah siswa 29 anak dan kelas IV A sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 28 anak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode discovery berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan pada hasil akhir nilai rata-rata sebesar 75,19. Sedangkan dengan menggunakan metode konvensional nilai rata-ratanya hanya sebesar 67,81. Jadi kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dengan menggunakan metode discovery pada mata pelajaran IPA berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Palajaran 2011/2012.

Dwijaya Putri Iriany (2012) dalam Penelitian Tindakan Kelas yaitu “ Penggunaan Media Gambar dalam Penerapan Metode Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa kelas III SD Negeri 3 Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012. Pada PTK ini dilakukan 2 siklus dengan subyek penelitian yang terdiri dari 46 siswa. Dapat dilihat dari meningkatnya ketuntasan klasikal hasil belajar siswa. Sebelum diberikannya tindakan ketuntasan belajar siswa dalam kelas tidak lebih dari 52% atau 24 siswa. Setelah diberikannya tindakan dengan penggunaan media gambar dalam penerapan metode discovery pada siklus I ketuntasan siswa meningkat menjadi 74 % atau 34 siswa, pada siklus II ketuntasan klasikal belajar siswa meningkat mencapai 89% atau 41 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

Dari kajian yang relevan di atas dapat diketahui bahwa di dalam penelitian dari Lisa Saputri dan Dwija Putri Iriany sama-sama menggunakan metode discovery seperti yang akan dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian Lisa Saputri di dalam pembelajaran dengan menggunakan metode discovery siswa melakukan percobaan tentang bunyi, sedangkan dari penelitian Dwija Putri Iriany dalam pembelajarannya menggunakan media gambar sebagai media dalam proses belajar mengajar dengan pokok bahasan pertumbuhan dan perubahan manusia. Dimana kegiatan pembelajarannya hanya sekedar mengamati dan menganalisis. Sedangkan dalam pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri adalah sama menggunakan metode discovery dalam pembelajarannya tetapi media yang

(18)

digunakan berbeda yaitu berupa tanah, telur rebus dan bola tiruan matahari. Pada pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mengerti apa yang yang sedang dipelajari yaitu dengan melakukan percobaan dan pengamatan langsung dari apa yang telah dipelajari. Sehingga, siswa dengan mengamati sendiri apa yang sedang dipelajari dengan menggunakan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 di SD Negeri Kradenan 01 seperti pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian dari Lisa Saputri dan Dwija Putri Iriany.

2.5 Kerangka Pikir

Dengan melihat hasil belajar siswa yang masih di bawah nilai KKM ≥ 70, peneliti menggunakan menggunakan metode discovery di dalam pembelajaran. Metode discovery bertujuan agar siswa terlibat langsung di dalam proses belajar mengajar dimana siswa dapat termotivasi dan merangsang keingintahuan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa dapat memperoleh pengetahuan langsung dari apa yang siswa alami sendiri. Karena pembelajaran IPA itu sendiri merupakan kegiatan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah untuk menumbuhkan kamampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah karena produk IPA terdiri dari fakta, konsep prinsip, hukum dan teori berupa kumpulan pengetahuan, gagasan, konsep dan merupakan suatu penemuan. Jadi, dari pengertian IPA dengan metode discovery merupakan suatu pembelajaran dimana siswa melakukan penemuan dari apa yang yang sedang dipelajarinya agar siswa ikut aktif dan termotivasi di dalam pembelajaran, yang mengakibatkan siswa tidak pasif, di dalam proses pembelajaran. Dengan siswa mengalami sendiri apa yang sedang dipelajari, siswa akan mudah mengingatnya. Untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami apa yang sedang dipelajari adalah dengan melakukan tes evaluasi yang diharapkan siswa mendapat hasil yang bagus yaitu mencapai nilai batas tuntas KKM yang telah ditentukan yaitu ≥ 70. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut.

(19)

Skema Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Kondisi Awal Hasil belajarnya rendah dalam mata pelajaran IPA dengan metode ceramah.

Penerapan metode discovery pada mata pelajaran IPA.

Tindakan

Hasil belajar meningkat pada mata pelajaran IPA.

Kondisi Akhir

Siswa diberikan masalah dan diberi kesempatan untuk mengumpulkan data atau informasi dimana siswa melakukan penemuan sendiri dan melakukan penyimpulan.

Siswa ikut aktif dan termotivasi di dalam proses belajar mengajar.

(20)

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka dirumuskan suatu hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Dengan menggunakan metode discovery pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kradenan 01 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun 2012/2013.

b. Dengan menerapkan langkah-langkah metode discovery pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kradenan 01 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun 2012/2013.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman kelapa dan jarak pagar sebagai tanaman penghasil bahan bakar nabati, potensinya lebih baik dibandingkan jenis tanaman perkebunan lainnya, terutama penggunaan minyak murninya

Sunnisasi dan Ba'athisasi panggung politik Baghdad oleh kelompok minoritas Arab Sunni, khususnya partai Ba'ath, lebih khusus lagi keluarga Saddam dan "klan"

Penelitian ini merupakan uji diagnos- tik untuk menentukan validitas foto polos sinus paranasal 3 posisi dan CT scan potongan koronal sebagai alat diagnosis pada pasien dengan

Penelitian Laksminy menjelaskan strategi transfer bahasa dari orang tua kepada anak, bahasa mana yang akan dipilih dalam lingkungan keluarganya, namun dalam

[r]

Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than

Setelah penulis melaksanakan penelitian di Dusun Turen RT 5 RW 2, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yakni teknik

Lampiran 17 Struktur File kode_pos Lampiran 18 Struktur File pemohon Lampiran 19 Struktur File jalur Lampiran 20 Struktur File kawasan Lampiran 21 Struktur File jenis_reklame