• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota Berkelanjutan

Menurut King, Ross dan Yuen (1999) yang disitir oleh Uniaty (2008), kota berkelanjutan atau Eco-city adalah kota yang memiliki konsep berkelanjutan yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari suatu kota. Saat ini konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam konsep perencanaan lanskap permukiman baru. Hal tersebut membuktikan para pengembang kawasan permukiman mulai menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan dengan mengutamakan perencanaan lanskap yang berbasis ekologi.

Perencanaan lanskap yang berbasis ekologi memiliki pengertian yang berbeda pada setiap orang. Thompson dan Steiner (1997) mendefinisikan perencanaan sebagai integrasi dari pengetahuan ilmiah dan teknik yang menyediakan pilihan untuk membuat keputusan tentang alternatif masa depan. Perencanaan tidak hanya terfokus kepada pengetahuan ilmiah atau pengambilan keputusan saja, tetapi telaah dari integritas keduanya. Definisi perencanaan dalam konteks lanskap adalah keputusan tentang alternatif masa depan yang terfokus pada kebijakan dan keberlanjutan penggunaan dari suatu lanskap dalam mengakomodasi kebutuhan manusia. Hal ini berarti sumberdaya alam yang tersedia pada suatu lanskap tetap terlindungi. Dengan terlindunginya suatu sumberdaya alam, berarti juga menjaga sumberdaya alam tersebut untuk generasi yang akan datang.

Kota berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan Kota Hijau atau Green City. Kota Hijau adalah kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan dan penunjang bagi warganya, termasuk unsur-unsur lainnya baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan satwa liar, maupun tanah, air dan udara (Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti., 2008). Dalam tulisan lain yang berjudul Community Participatory Based Toward Green City, Arifin (2009) menjelaskan Kota Hijau sebagai sebuah konsep kota sehat dan ekologis. Kota yang ekologis mengedepankan pembangunan yang ramah

(2)

lingkungan. Pembangunan yang ramah lingkungan salah satunya dapat dicapai dengan menambah jumlah area hijau untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

Pembangunan yang ramah lingkungan harus memperhatikan aliran energi sehingga diperlukan teknologi untuk mendaur ulang energi. Selain itu pembangunan yang ramah lingkungan juga dapat dicapai dengan pemilihan material yang akan digunakan dalam pembangunan permukiman. Material yang digunakan dipilih dengan spesifikasi yang dapat meminimalkan terbuangnya aliran energi. Hal ini bertujuan agar energi yang ada di lingkungan tidak terbuang percuma, tetapi dapat dimanfaatkan.

Konsep pembangunan yang ramah lingkungan saat ini telah banyak diterapkan pada konsep perancangan bangunan dan dikenal dengan bangunan ramah lingkungan atau Green Building (Gambar 2). Konsep ini idealnya dapat meminimalkan penggunaan energi dan lebih memanfaatkan energi alami dari alam.

Gambar 2. Ilustrasi Konsep Desain Green Building

(3)

2.2 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan, adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas (Sulaiman, 2007). Ruang terbuka hijau memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu kota sebagai penyuplai jasa lingkungan.

RTH dapat dijumpai dalam berbagai penggunaan, seperti taman kota, hutan kota, greenbelt, area persawahan dan perkebunan, dan area lain yang juga didominasi vegetasi. RTH menjadi salah satu syarat dalam mengembangkan kota yang berbasiskan lingkungan.

2.2.1 Fungsi RTH

RTH yang bersifat publik maupun privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis RTH antara lain peningkatan kualitas air tanah, pencegah banjir, ameliorasi iklim mikro, sebagai penyedia udara bersih, dan penyerap polusi udara. Fungsi ekonomi, sosial, dan arsitektural dari RTH antara lain sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan landmark serta keindahan kota (Departemen ARL IPB, 2005).

RTH ekologis yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH ini berperan dalam perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

(4)

2.2.2 Elemen Pengisi RTH

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Lokasi yang berbeda, seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, dan sempadan badan-badan air, juga akan memiliki permasalahan yang berbeda (Departemen ARL IPB, 2005). Kemudian hal tersebut akan berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis tanaman yang akan ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: a. disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota;

b. mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar);

c. tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme); d. perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang;

e. tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural; f. dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota; g. bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh

masyarakat;

h. prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal; i. keanekaragaman hayati.

Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota dan menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota, merupakan jenis tanaman yang akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. Dengan demikian penggunaan tanaman atau vegetasi endemik lebih diutamakan dalam mewujudkan RTH yang ideal.

(5)

2.3 Perubahan Iklim

Planet Bumi mengalami pemanasan dan perubahan yang berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan (Braasch, 2007). Dalam sepuluh tahun terakhir, bumi yang telah menjadi tempat hidup dan berkembang manusia seolah menjadi tidak ramah dengan meningkatnya suhu di berbagai belahan dunia. Setiap orang, di setiap negara telah merasakan efek dari perubahan iklim ini. Perubahan iklim pada skala global disebabkan pemanfaaatan energi yang kurang tepat oleh manusia. Oleh karena itu, manusia harus lebih teliti dalam memanfaatkan energi demi mencegah perubahan iklim yang sangat cepat.

Pemanasan global akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang sangat cepat sejak dimulainya era pra-industri telah menimbulkan dampak negatif pada sistem iklim global (Salinger, 2005). Dampak ini tidak mungkin dapat dihentikan lagi walaupun laju peningkatan gas rumah kaca dapat diturunkan atau bahkan dihentikan saat ini. Perubahan iklim yang sedang terjadi ini merupakan dampak jangka panjang dari pemanasan global.

Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, seperti kegiatan industri yang menyuplai gas-gas rumah kaca seperti CO2, asam nitrat, metan dan chlorofluorocarbon. Karbon

dioksida (CO2) umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas

dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, dan asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Laut dan vegetasi yang dapat menangkap banyak CO2, masih

kurang untuk mengatasi emisi gas rumah kaca yang sangat besar. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.

Untuk mengatasi masalah resiko perubahan iklim saat ini dan mendatang, dalam jangka pendek ialah bagaimana masyarakat dan berbagai pihak terkait dapat memanfaatkan informasi iklim secara efektif sehingga dampak negatif perubahan iklim dapat diminimalkan, sedangkan untuk dampak positifnya dapat

(6)

dimaksimalkan. Dalam jangka panjang ialah bagaimana perencanaan pembangunan dapat disesuaikan dengan perubahan iklim sehingga dapat menciptakan sistem pembangunan yang tahan terhadap perubahan iklim.

Efek atau pengaruh perubahan iklim tentunya dapat diarasakan oleh manusia baik dalam lingkup makro maupun mikro. Efek perubahan iklim ini secara umum mempengaruhi aspek kehidupan manusia khususnya dari aspek kenyamanan. Kualitas kenyamanan yang semakin menurun menyebabkan manusia harus semakin pandai dalam mengatasi perubahan iklim tersebut. Manusia akan mengaplikasikan ilmu pengetahuannya untuk melawan perubahan iklim. Salah satu aplikasi nyata untuk membantu mengurangi efek perubahan iklim adalah dengan menambah jumlah RTH.

Saat ini konsep pembangunan kota yang diiringi dengan penambahan jumlah RTH sudah menjadi hal yang umum. RTH yang didominasi oleh vegetasi diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan, khususnya sebagai fungsi ameliorasi iklim. Pada lingkungan permukiman konsep RTH untuk memperbaiki kualitas iklim mikro juga banyak diaplikasikan. Untuk permukiman dengan lahan yang terbatas, konsep RTH dapat diterapkan dalam bentuk taman vertikal.

2.4 Desain Klimatis

Desain klimatis merupakan desain yang berdasarkan pada analisis iklim dan energi seperti energi matahari, angin, temperatur dan kelembaban yang bertujuan untuk memanfaatkan energi dan sumberdaya lingkungan (Watson dan Labs, 2003). Dengan kata lain desain yang dihasilkan merupakan hasil dari analisis iklim yang mendalam, sehingga kondisi iklim dapat termanfaatkan dan termodifikasi untuk mendapatkan kenyaman. Hasilnya berupa bentuk-bentuk atau pola desain yang dapat memanfaatkan sumberdaya lingkungan sekitar.

Menurut Grey dan Deneke (1978), elemen utama dari iklim adalah radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembaban. Keempat elemen tersebut mempengaruhi tingkat kenyamanan lingkungan. Suatu zona dapat terasa sangat nyaman atau sangat tidak nyaman, bergantung pada elemen iklim mikro yang terdapat pada zona tersebut. Untuk mendapatkan zona yang memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi, elemen-elemen iklim tersebut dapat dimodifikasi.

(7)

Peningkatan tingkat kenyamanan dengan memperbaiki kondisi iklim ini disebut juga dengan ameliorasi iklim.

Ameliorasi iklim atau perbaikan kondisi iklim ini dapat dicapai dengan menambah jumlah vegetasi. Menurut Laurie (1984) vegetasi berperan sebagai bahan penyerap pada suatu kawasan, salah satunya yaitu penyerap radiasi matahari atau kontrol radiasi. Peningkatan terhadap penyerapan radiasi matahari ini menyebabkan sinar matahari yang diterima berkurang. Hal ini mengakibatkan suhu lingkungan menurun sehingga kenyamanan meningkat. Selain dengan vegetasi, radiasi matahari juga dapat dikurangi dengan penambahan struktur yang dapat menghalangi cahaya matahari secara langsung.

Menurut Watson dan Labs (2003) modifikasi iklim dapat diupayakan dengan beberapa konsep, seperti pemecah angin, pengontrol cahaya matahari, ventilasi alami serta penambahan elemen tanaman dan air. Konsep-konsep ini merupakan gagasan yang dapat digunakan dalam memodifikasi iklim dalam skala mikro. Konsep ini sesuai dengan konsep Green-Building yang telah diterapkan pada banyak bangunan.

2.4.1 Pemecah Angin

Konsep pemecah angin digunakan untuk mengurangi kecepatan angin (Gambar 3). Pergerakan udara atau angin berpengaruh terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Pengaruhnya bisa bersifat positif atau negatif bergantung pada besarnya hembusan angin tersebut. Angin dapat mendinginkan suatu zona. Pendinginan dapat dirasakan berbeda bergantung pada lingkungan dan kecepatan angin. Angin dengan kecepatan tinggi dapat mengganggu kehidupan manusia.

Gambar 3. Konsep Pemecah Angin (Watson dan Labs, 2003)

Angin

(8)

Upaya untuk mengontrol kecepatan angin sudah banyak diterapkan dan dikenal dengan konsep pemecah angin (windbreak). Pemecah angin dapat dibuat dengan menempatkan bermacam vegetasi pada tempat datangnya angin atau dengan menggunakan struktur (hardscape) yang dapat memecah angin. Pemecah angin dapat bersifat masif sehingga angin yang datang akan dibelokkan (Gambar 4). Pemecah angin yang semi massif (transparan) akan meneruskan angin dengan mengurangi kecepatan angin (Gambar 5).

Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin

Gambar 5. Kecepatan Angin Direduksi oleh Sruktur Pemecah Angin Pemecah angin

Dibelokkan

Tampak samping Tampak atas

Tampak samping Tampak atas Pemecah angin

(9)

2.4.2 Pengontrol Cahaya Matahari

Konsep pengontrol cahaya matahari adalah konsep untuk menghalangi datangnya cahaya matahari (Gambar 6) dan mengontrol intensitas cahaya matahari yang datang. Pada negara 4 musim konsep ini bertujuan untuk memanfaatkan cahaya matahari agar suatu lingkungan tidak terlalu banyak mendapatkan sinar matahari pada musim panas dan mendapatkan sinar matahari yang cukup pada musim dingin (Gambar 7). Konsep ini diaplikasikan pada bentuk bangunan atau lanskap.

Gambar 6. Vegetasi Penghalang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003)

Gambar 7. Kontrol Arah Datang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003)

2.4.3 Pengadaan Ventilasi atau Bukaan

Pengadaan ventilasi atau bukaan pada suatu bangunan bertujuan sebagai akses masuknya udara bersih dari lingkungan luar ke dalam bangunan. Masuknya udara bersih tersebut menyebabkan terjadinya sirkulasi udara sehingga udara di dalam bangunan terus tergantikan. Hal tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kualitas kesehatan, tetapi juga dapat menghemat penggunaan AC karena masuknya udara bersih dari luar juga dapat menurunkan suhu dalam bangunan.

Musim dingin Musim panas

(10)

Udara yang masuk ke dalam bangunan dapat dikontrol kecepatannya dengan menambahkan elemen tertentu seperti tananam yang diletakkan pada akses masuk udara (Gambar 8).

Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan) (Watson dan

Labs, 2003)

2.5 Taman Vertikal

Pada wilayah perkotaan, terutama pada pusat-pusat kegiatan masyarakat perkotaan maupun pemukiman, cenderung sulit untuk menemukan lahan yang dapat dikembangkan untuk pertamanan maupun untuk lahan penanaman. Lahan yang tersedia biasanya lahan sisa yang luasnya terbatas dan kondisinya bermasalah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam melakukan penanaman pada area tersebut. Salah satu cara untuk menanam pada kondisi tersebut adalah taman vertikal (Arifin dkk, 2008).

Penanaman taman vertikal ini dilakukan pada struktur vertikal seperti tanggul atau dinding penahan (retaining wall) yang pada umumnya dibangun untuk menahan lereng. Penanaman atau penghijauan pada area ini selain membantu meningkatkan kestabilan lereng, juga menjadikan dinding lebih menarik dan bahkan dapat menciptakan habitat satwa.

Taman vertikal sebenarnya sudah diterapkan sejak dulu dan merupakan perkembangan dari konsep vertikultur. Vertikultur sendiri biasanya lebih dikenal dalam istilah pertanian sebagai salah satu teknik menanam pada media vertikal. Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam

(11)

bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat (Widarto, 1994).

Taman vertikal menjadi solusi di lingkungan permukiman sebagai pengganti RTH karena fungsi taman vertikal dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro. Beberapa fungsi RTH yang dapat disubtitusi taman vertikal secara mikro antara lain, sebagai penyedia udara bersih, ameliorasi iklim mikro, pereduksi cahaya dan bising serta dapat peningkat kenyamanan.

2.5.1 Jenis Taman Vertikal

Berikut merupakan jenis-jenis taman vertikal yang dibedakan berdasarkan medianya (Arifin dkk, 2008) :

a. Dinding rambat

Dinding rambat berupa elemen beton atau kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan tanaman merambat atau tumbuh menempel pada dinding.

b. Bronjong

Bronjong berupa batu kali dengan diameter sekitar 15-30 cm yang dibentuk blok dengan bantuan kawat baja. Bronjong biasanya sudah tersedia di pasar dengan ukuran blok tertentu. Bronjong memungkinkan tanaman (terutama tanaman-tanaman pionir dan tanaman merambat atau menempel) tumbuh.

c. Bronjong halus

Bronjong halus berbentuk seperti bronjong, hanya batu yang dibuat blok berukuran lebih kecil dengan ukuran kawat (kawat ayam) dan blok yang lebih kecil pula.

d. Teknik vertikultur

Teknik vertikultur sebenarnya merupakan teknik menanam pada wadah atau pot yang disusun vertikal membentuk dinding hijau yang berfungsi memperkuat permukaan lereng. Pada skala pekarangan, teknik vertikultur merupakan cara menanam dalam pot berjenjang vertikal.

(12)

e. Sel sarang lebah

Berbentuk seperti sarang lebah yang terdiri dari beberapa lapis sel sehingga dapat diisi tanah untuk media tumbuh tanaman. Struktur sejenis sel yang dapat digunakan untuk pengganti sel yaitu paving grass-block.

f. Kantong pasir

Kantong pasir berupa karung-karung yang nantinya diisi tanah, terbuat dari bahan geotextile, yang memungkinkan tanaman tumbuh diantara serat-serat geotextile.

g. Rangka besi

Rangka besi merupakan struktur taman vertikal yang terdiri dari rangkaian besi dengan pola tertentu dan menempel pada dinding sehingga dapat dijadikan media tumbuh bagi tanaman pada taman vertikal. Pembentukan pola tumbuh tanaman mengikuti pola besi. Tanaman seolah diarahkan untuk tumbuh mengikuti bentuk tertentu (Gambar 9).

Gambar 9. Taman Vertikal Model Rangka Besi (www.southernaccents.com)

Konsep mengarahkan pertumbuhan tanaman untuk mendapatkan pola tertentu disebut juga espalier. Espalier mirip dengan rangka besi, hanya saja konsep espalier tidak hanya menggunakan besi sebagai media tumbuhnya. Media tumbuh espalier dapat berupa elemen lain selain besi. h. Vertical Greening Module (VGM)

Vertical Greening Module (VGM) adalah sistem modular untuk membuat taman vertikal yang berbentuk kotak (Gambar 10). Kotak VGM terbuat dari bahan plastik daur ulang (polypropylene recycled) dan akan diisi dengan media tanam non-tanah yang terbungkus oleh filter

(13)

fabrics/geotextile, rangka pendukung dari bahan metal yang digalvanis atau stainless steel dan pilaster.

Bentuknya seperti keranjang plastik tempat menampung media tanam. Modul ini sangat praktis dan awet untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama (10 tahun). Ukuran kotak ini 50 cm x 55 cm dengan ketebalan 12,5-25 cm. Karena berbentuk modul maka kita mudah mencopot dan menggantinya dengan tanaman lain jika sudah bosan. Modul ini sangat berat sehingga kurang praktis digunakan pada taman vertikal yang tinggi.

Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM) (trisigma.co.id)

VGM dapat dikaitkan pada dinding karena struktur ini memiliki pengait pada bagian sudutnya. VGM juga dapat disusun dalam jumlah masal sehingga menghasilkan struktur yang lebih besar. Kotak-kotak ini dipasangkan pada sebuah rangka besi yang lebih besar dan menghasilkan susunan VGM yang lebih besar (Gambar 11).

Gambar 11. Pengait pada VGM (kiri) dan Penyusunan VGM (kanan) (trisigma.co.id)

(14)

2.5.2 Tanaman untuk Taman Vertikal

Tanaman menjadi salah satu elemen utama yang digunakan pada taman vertikal. Tanaman berfungsi sebagai elemen yang dapat menambah estetika sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan sekitar. Tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal diseleksi berdasarkan karakteristik tanaman tersebut. Beberapa karakteristik yang dapat menjadi pertimbangan antara lain jenis tanaman, kerapatan daun, pola perakaran dan pemeliharaan.

Tanaman yang digunakan pada taman vertikal salah satunya memiliki pola tumbuh merambat sehingga sesuai digunakan pada taman vertikal terutama model rangka besi. Berikut merupakan beberapa jenis tanaman merambat yang biasa digunakan pada Taman vertikal: 1). Tendrils (sulur); 2) Clinging (bergantung); 3) Twinning; 4) Climbing (memanjat).

Tendrils (sulur) memiliki sulur yang berbentuk seperti jari dan dapat mengikat pada media tumbuh jenis besi/teralis. Contoh dari tanaman ini adalah Anggur balon (Cardiospernum halicacabum) dan Ivy (Hedera helix). Clinging (tanaman bergantung) merupakan tipe tanaman merambat yang dapat menempelkan diri pada permukaan yang kasar. Tanaman ini dapat merusak cat dan kayu pada dinding.

Twinning merupakan tipe tanaman merambat yang tipe rambatannya mengelilingi struktur atau media tumbuh. Struktur yang kuat diperlukan untuk membentuk pola pertumbuhan tanaman tipe ini. Contoh tanaman tipe ini adalah Thunbergia alata dan morning glory (Ipomea sp.). Climbing (tanaman memanjat) merupakan tipe tanaman merambat yang memerlukan media untuk menopang/mendukung tubuhnya.

Taman vertikal dengan media tumbuh tertentu misalnya VGM, dapat menggunakan tanaman yang lebih beragam. Tanaman yang digunakan pada taman vertikal dengan tipe ini meliputi berbagai jenis rumput dan tanaman penutup tanah dengan warna yang menarik. Beberapa kriteria umum untuk mendapatkan tanaman yang sesuai untuk tumbuh pada VGM misalnya memiliki kerapatan daun yang tinggi, tanaman semi naungan, tanaman penutup tanah berdaun menarik atau

(15)

berbunga, perakaran di dalam media tanam pada vertical garden module dan perawatannya mudah.

2.5.3 Media tanam

Menurut Blanck (2010), pada dasarnya, tanaman tidak membutuhkan tanah untuk proses hidupnya. Tanah hanyalah merupakan media mekanis untuk mengangkut material mineral dari akar sampai ke daun melalui proses kapilaritas, serta media untuk pijakan tempat tumbuh tanaman tersebut. Tanaman dapat tumbuh dengan baik, dan melaksanakan proses fotosintesis dengan air, bahan mineral yang dibutuhkan, karbondioksida, sinar matahari dan nutrisi lain yang penting.

Berikut ini merupakan ciri-ciri dari media tanam yang dapat digunakan pada taman vertikal:

1. Mampu menopang tanaman secara kokoh, sehingga tanaman mampu berdiri tegak dan tidak mudah goyah. Untuk memenuhi syarat ini, maka harus dipilih media tanam yang tidak mudah lapuk dan bisa bertahan dalam jangka waktu lama.

2. Bersifat porous, sehingga mampu mengalirkan kelebihan air yang tidak dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah media tanam menjadi becek dan lembab secara berlebihan, yang berakibat pada resiko kebusukan atau serangan jamur pada tanaman. Untuk itu harus dipilih media tanam yang tidak bersifat padat dan mampu menciptakan “rongga” di dalam wadah media tanam, sehingga proses drainase dan aerasi berjalan dengan baik.

3. Mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik itu unsur hara makro maupun mikro, sehingga kebutuhan tanaman akan zat-zat makanan selalu terpenuhi. Untuk memenuhi syarat ini, bisa dilakukan dengan memasukkan unsur pupuk kandang kedalam ramuan media tanam, atau dengan menambahkan pupuk kimia yang umumnya berbentuk butiran.

4. Bersifat steril, bebas dari serangan serangga, jamur, virus dan mikroorganisma merugikan lainnya. Hal yang biasa dilakukan dalam mensterilisasi media tanam adalah dengan mengukus media tanam. Cara

(16)

ini efektif apabila media tanam yang dipakai sedikit. Apabila media tanam yang digunakan dalam jumlah banyak, maka media tanam bisa dijemur di bawah terik sinar matahari selama kurang lebih dua hari, lalu membungkusnya kedalam wadah plastic yang tertutup rapat. Cara lain yang sering pula digunakan dan lebih praktis adalah dengan cara kimia dengan aplikasi Furadan G sesuai takaran yang dianjurkan.

5. Sesuai dengan jenis tanaman hias yang dipilih. Hal ini perlu dilakukan, karena masing-masing jenis tanaman hias mempunyai karakterisktik berbeda-beda, sehingga membutuhkan media tanam yang berbeda pula. Media tanam yang digunakan pada vertical garden dibedakan menjadi dua berdasarkan bahan pembentuknya. Jenis media tanam yang pertama adalah media tanam yang berasal dari bahan organik. Media tanam ini contohnya arang, batang pakis, kompos, moss, pupuk kandang, sabut kelapa (coco peat), sekam padi, humus, rumput laut, felt dan lain-lain. Jenis media tanam yang kedua adalah media tanam yang tidak berasal dari bahan organik melainkan bahan anorganik. Media tanam ini contohnya gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit dan perlite, gabus, rockwool, zeolit, red lava dan lain-lain.

Pemilihan media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman pada taman vertikal memperhatikan bobot media tanam itu sendiri. Bobot media tanam mempengaruhi berat total dari tanam vertikal. Oleh karena itu untuk taman vertikal yang media tanamnya juga ikut disusun secara vertikal, sebaiknya dipilih media tanam dengan bobot yang relatif ringan.

Gambar

Gambar 2. Ilustrasi Konsep Desain Green Building  ( manajemenproyekindonesia.com, 2011)
Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin
Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara  (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan) (Watson dan
Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM) (trisigma.co.id)

Referensi

Dokumen terkait

Menciptakan gerakan literasi nasional yang membuat anak kerasan sekolah dan belajar dengan tenang. Perlu adanya dukungan dari Pihak pihak dalam literasi, lembaga

Analisis data yang digunakan adalah (i) analisis komoditas berbasis wilayah dengan metode Location Quotient (LQ); (ii) analisis evaluasi lahan yang meliputi

11, “Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing”, untuk tujuan akuntansi investasi anak perusahaan di luar negeri dan penghitungan bagian laba (rugi) anak perusahaan,

Jika dari sisi negatif banyak hal tercatat antaranya buntut dari kasus pencurian pulsa yang masih mengambang, teknologi wimax atau LTe yang belum bisa juga dikomersialkan,

pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatanpembangunan/ pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam criteria belanja modal

Sementara flokulasi adalah penyatuan partikel sedangkan koalesen adalah penggabungan aglomerat menjadi tetesan yang lebih besar atau tetesan-tetesan.Koalesen biasanya

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencoba memecahkan permasalahan ini adalah dengan menerapkan metode pengukuran jarak pada deteksi gambar bagian belakang mobil

suara tidak sah dari seluruh PPK dalam wilayah kerja KPU Kabupaten/Kota. Mencatat keberatan dari saksi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan kejadian khusus;. 3.