• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecenderungan ketergantungan petani pada penggunaan pupuk dan pestisida anorganik sejak diterapkannya revolusi hijau (1970-2005) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan dengan degradasi lingkungan. Subsidi harga dari pemerintah dan pengaruh pupuk serta pestisida anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman ikut mendorong preferensi petani terhadap pupuk anorganik sehingga penggunaan bahan organik sebagai komponen pembentuk kesuburan tanah semakin ditinggalkan (Herniawati dan Nappu,2011).

Bahan organik dalam tanah memiliki peranan penting sebagai sumber karbon, dan sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan berkembangbiaknya berbagai jenis mikroba tanah (Sisworo, 2006 dalam Herniawati dan Nappu, 2011).Penurunan kandungan bahan organik tanah menyebabkan mikroba dalam tanah mengalami defisiensi karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan aktivitasnya terhambat. Hal ini mengakibatkan proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman akan terhambat. Tanah yang mengalami defisiensi sumber energi bagi mikroba menjadi berstatus lelah atau fatigue (Pirngadi, 2009 dalam

Herniawati dan Nappu 2011). Kondisi ini jika tidak diatasi maka dalam jangka waktu singkat lahan pertanian di Indonesia tidak mampu lagi berproduksi secara berkelanjutan.

Permasalahan diatas menimbulkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan suatu sistem pertanian yang ramah lingkungan.Penerapan sistem pertanian organik merupakan pilihan yang bijaksana untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan.Pupuk organik merupakan salah satu produk pertanian yang mendukung program pertanian organik yang selaras dengan kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan dan pendayagunaan sumber daya alam.

(2)

Penggunaan pupuk organik yang berasal dari bahan organik, seperti limbah rumah tangga, limbah persawahan, limbah kotoran ternak,limbah sampah perkotaan sudah mulai berkembang.Proporsi sampah organik merupakan proporsi terbesar dari sampah perkotaan.Oleh karenanya diperlukan metode pengelolaan sampah organik yang efisien dan ramah lingkungan seperti pengomposan.Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan hidup yang sampai saat ini belum dapat ditangani secara baik.Sampah sebenarnya adalah suatu yang memiliki nilai jika bisa dilakukan pengolahannya menjadi sesuatu yang berguna.Sampah dalam hal ini bisa jadi merupakan suatu anugerah bagi masyarakat.Akibat dari aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari diberbagai tempat, seperti di pasar, rumah tangga, industri pengelolaan hasil pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan hortikultura terdapat banyak sekali sampah, khususnya sampah organik(Agustina,2007).Sampah sebenarnya adalah suatu yang memiliki nilai jika bisa dilakukan pengolahannya menjadi sesuatu yang berguna.Dalam suatu pola pikir masyarakat, sampah dianggap sebagai suatu yang terpinggirkan dan menjadi posisi tersudut atau marginal.Sampah dalam hal ini bisa jadi merupakan suatu anugerah pula bagi masyarakat, seperti sampah upacara agama Hindu di Bali.

Umat Hindu di Bali tidak dapat lepas dari pelaksanaan upacara yadnya, terbukti pascahari raya seperti Galungan volume sampah di Denpasar mengalami peningkatan hingga 60 persen, atau berkisar 5.000 meter kubik per hari (Gunada,2013). Setiap pelaksanaan upacara yadnya, tentu tidak bisa terlepas dengan bekas atau sisa upakara tersebut.Pada era global seperti sekarang sampah organik tentunya dapat diolah dengan berbagai kemajuan teknologi.Sisa upacara yadnya di Bali yang menghasilkan sampah organik dapat diolah menjadi pupuk.

(3)

Sampah upacara pada dasarnya dapat digolongkan sebagai sampah organik dan sedikit pula terdiri dari sampah yang anorganik.Sampah organik pasca upacara adalah bunga, janur, buah, dupa, serta bagian yang bisa membusuk lainnya. Pemanfaatan sisa upacara yadnya menjadi kompos adalah suatu tindakan untuk melestarikan palemahan (lingkungan), sebagaimana pula jika dilakukan secara profesional, maka akan menambah atau membantu perekonomian selain membantu pemerintah dalam mewujudkan lingkungan yang asri.

Fenomena semakin besarnya timbunan sampah setelah kegiatan upacara keagamaan menjadi menarik untuk dicarikan jalan keluarnya karena berkaitan dengan budaya masyarakat Bali beryadnya. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang terpadu dalam mengatasi dampak dari timbulan sampah sisa upacara sehingga tidak menjadi kontra produktif dengan keyakinan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan yadnya. Fenomena sampah sisa upacara tidak harus merugikan, karena apapun bentuknya sisa upacara tersebut diperlakukan dengan baik dengan mengolahnya menjadi sesuatu yang tetap berguna, salah satunya adalah dijadikan kompos (Putra, 2010).

Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri melalui penghancuran bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain yang dibantu pula oleh suhu dan air. Hasil terpenting dari penguraian bahan-bahan itu adalah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang sukar larut diubah menjadi senyawa anorganik yang larut sehingga berguna bagi tanaman. Selain itu, pengomposan juga bermaksud menurunkan rasio C/N yang ada pada sisa tanaman yang masih segar sehingga perbandingan rasio C/Nnya mendekati rasio C/N tanah.

Pembuatan kompos bukan merupakan hal yang baru,namun hasil dari pengomposan mempunyai kualitas yang berbeda-beda tergantung dari metode pembuatan dan bahan

(4)

bakunya.Salah satu hal yang penting untuk diteliti adalah memperoleh metode pengomposan yang cepat.Metode pengomposan yang cepat sangat dibutuhkan oleh petani karena kompos yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Pemberian inokulan mikroorganisme dapat mempercepat proses pengomposan dan meningkatkan kandungan unsur hara kompos (Sutanto,2002).

Mikroorganisme dalam proses dekomposisi berperan sebagai aktivator. Jumlah dan jenis mikroorganime turut menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Di dalam ekosistem, mikroorganisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk hara mineral N, P, K, Ca, Mg, dan atau dalam bentuk gas yang dilepas ke atmosfer berupa CH atau CO. Pengomposan dapat berlangsung dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikroorganisme (Saptoadi, 2003 dalam Subandriyo 2013). EM4 merupakan salah satu aktivator yang dapat membantu mempercepat proses pengomposan dan bermanfaat meningkatkan unsur hara kompos (Suwastika dkk., 2013). Sumber bahan organik lain yang dapat digunakan sebagai bahan kompos yaitu berasal dari kotoran sapi dan dedak. Penambahan kombinasi kotoran sapi dan dedak menghasilkan kualitas kompos yang lebih baik dibandingkan dengan penambahan kotoran sapi atau dedak saja.(Suwastika, 2005).

EM4 4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), bakteri fotosintetik (Rhodopsedumonas sp., Actinomycetes sp., Streptomycetes sp. dan yeast (ragi)). Keuntungan dan manfaat penggunaan EM 4 adalah mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos (Rahayu danNurhayati,2005).

Kotoran sapi merupakan sumber hara makro dan mikro yang lengkap. Untuk memperoleh manfaat yang lebih besar,bahan kompos dapat diperkaya dengan kotoran sapi. Kadar rata-rata

(5)

komposisi kotoran sapi adalah C-organik 8,58%; N-total 0,73%; P-total 0,93%; K-total 0,73%; bahan organik 14,48%; dan rasio C/N sebesar 12,0 (Sutanto,2002 ).

Dedak padi mengandung 62% selulosa dan 10.9 % hemiselulosa. Kandungan selulosa yang tinggi disebabkan karena dedak padi tersusun dari dinding sel yang tebal (Marpaung ,1998 dalam

Kharisma 2006). Dedak padi mengandung 13.5 % protein, 1630 kkal kg-1 energi, 13 % lemak, 0.12 % serat kasar, 0.12 % Ca, 1.5 % phospor, 417.8 mg kg-1 Mn, 29.9 mg kg-1 Zn, 0.29 % methionin, 0.4 % sistine, 0.8 % lysin, 0.1 % tritofan, dan 1.4 % arginin (Anggorodi, 1985 dalam Kharisma 2006).

Berdasarkan hal tersebut, maka timbul gagasan adanya penelitian pengomposan limbah upacara agama Hindu di Denpasar dengan mempergunakan EM4 guna mengetahui pengaruh EM4 terhadap kualitas kompos yang dihasilkan. Melalui pengomposan limbah upacara agama Hindu di Denpasar dengan menggunakan EM4 diharapkan dapat menjadi alternatif dalam mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA, meningkatkan kualitas produk kompos sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan memberikan nilai ekonomis sampah organik rumah tangga melalui penjualan kompos yang dihasilkan.

1.1 Rumusan Masalah

Masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan uraian di atas, yaitu apakah limbah upacara agama Hindu di Denpasar dengan EM4 sebagai dekomposer dapat menghasilkan kompos yang berkualitas baik ?

(6)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kompos limbah upacara agama Hindu terbaik dengan EM4 sebagai dekomposer.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan limbah upacara agama di Denpasar sebagai bahan dasar kompos dengan EM4 sebagai dekomposer.

Referensi

Dokumen terkait

Pasien refrakter (±25%-30% pada ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapikortikosteroid dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena ATyang rendah

Berlandaskan pada model James Rest (1986) mengenai 4 komponen seseorang dalam menghadapi dilema etis tersebut digunakan faktor-faktor individual berupa persepsi

Sebagai salah satu instalasi yang memberikan pelayanan pembedahan, selayaknya memiliki sebuah pedoman yang dapat memandu atau sebagai acuan dalam

Berkembangnya geografi di dunia Islam dimulai ketika Khalifah Al-Ma'mun yang berkuasa dari tahun 813 hingga 833 M memerintahkan para geografer Muslim untuk mengukur kembali jarak

2) Sampai saat ini setelah 3 tahun berjalannya program penanggulangan pengangguran, dari pihak Karang Taruna “Eka Taruna Bhakti” belum dilakukan pemberian kredit

Abbreviations 1 first person 2 second person abil abilitative abl ablative adv adverbial ben benefactive caus causative circ circumstantial cmp comparative cond conditional cop

menumbuhkan mengelola dan memberikan ketrampilan 16 dalam penyelesaian masalah ( skill coping). Program ini juga akan peningkatan pengetahuan, mengatasi, perawatan diri,

Bab ini memaparkan hal-hal yang meliputi: latar belakang penelitian yang diawali dengan fenomena perubahan dari Telkom Learning Center menjadi Telkom Corporate