• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PSIKOLOGI KOMUNIKASI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

PSIKOLOGI

KOMUNIKASI

PERILAKU

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM MARCOM &

ADVERTISING

14

Muhammad Didi Ahmadi, S.Pd.,M.IKom.

Abstract

Kompetensi

Modul ini berisi materi mengenai perilaku yang dikaji dalam beberapa bagian, antara lain: pengertian

perilaku, hubungan sikap dan perilaku, pembentukan sikap dan pembentukan perilaku, dan proses komunikasi dan perubahan perilaku.

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat

memahami dan menjelaskan unsur dan proses pembentukan dan perubahan perilaku.

(2)

PENGERTIAN PERILAKU

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Perilaku dapat diartikan sebagai suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret).

Perilaku juga dapat didefinisikan sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU

Sikap yang dilakukan oleh setiap individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku individu. Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respon yang ditangkap ,kecenderungan individu untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh berbagai faktor bawaan dan lingkungan sehingga menimbulkan tingkah laku.

(3)

· Pembentukan perilaku

Pembentukan perilaku dengan konsidioning atau kebiasaan, Cara ini didasarkan atas teori belajar konsidioning yang dikemukakan oleh Pavlov, Thorndike dan Skinner. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akan terbentuklah perilaku tersebut.

Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight). Disamping pembentukan perilaku dengan kondisioning, pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian (insight). Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar yang disertai dengan adanya pengertian, seperti yang dikemukakan Kohler.

Pembentukan perilaku dengan menggunakan model atau contoh. Jadi, perilaku itu dibentuk dengan cara menggunakan model atau contoh yang kemudian perilaku dari model tersebut ditiru oleh individu. Hal ini didasarkan atas teori belajar sosial (sosial learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura

· Konsistensi Sikap dan Perilaku

Sikap dan perilaku sering dikatakan berkaitan erat, dan hasil penelitian juga memperlihatkan adanya hubungan yang kuat antara sikap dan perilaku. Salah satu teori yang bias menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen. Menurut mereka, antara sikap dan perilaku terdapat satu faktor psikologis yang harus ada agar keduanya konsisten, yaitu niat (intention). Worchel dan Cooper (1983) menyimpulkan sikap dan perilaku bias konsisten apabila ada kondisi sebagai berikut:

Spesifikasi sikap dan perilaku Relevansi sikap terhadap perilaku Tekanan normatif

Pengalaman

PEMBENTUKAN SIKAP DAN PEMBENTUKAN PERILAKU

Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini

(4)

adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya.

Para psikolog mengemukakan bahwa perilaku terbentuk dari adanya interaksi antara domain trikomponen sikap yakni interaktif antara komponen kognitif, afektif dan domain konatif. Namun masih terdapat kekeliruan yang menganggap komponen konatif salah satu komponen dalam trikomponent sikap sebagai perilaku (behaviour), sehingga perilaku dianggap sebagai salah satu komponen sikap (aptitude).

Para psikolog telah membedakan perilaku dan sikap sebagai dua gejala yang dapat berbeda satu sama lainnya. Lapiere ) telah meneliti dan menghasilkan poskulat variasi independent, intitemen yang dijelaskan dengan konsep adalah bahwa sikap dan perilaku merupakan dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.

Pemikiran ini didukung oleh Mueler yang berpendapat bahwa Komponen konatif dalam trikomponen sikap tidak disamakan dengan perilaku. Komponen konatif merupakan baru sebatas kecenderungan perilaku yang terkristalisasi dalam kata akan, mau dan hendak. Sedangkan perilaku merupakan suatu bentuk tidakan nyata dari individu yang dapat diukur dengan panca indera langsung. Dengan demikian, Mueler menegaskan bahwa makna behaviour adalah perilaku aktual sedangkan makna konatif adalah trikomponen sikap sebagai “kecendrungan ”perilaku. Pemikiran ini menunjukkan bahwa komponen konatif dalam trikomponen sikap hanyalah salah satu penyebab pembentukan perilaku aktual.

Ada tiga asumsi yang saling berkaitan mengenai perilaku manusia. Pertama, perilaku itu disebabkan; Kedua, perilaku itu digerakan; Ketiga, perilaku itu ditujukan pada sasaran / tujuan”. Dalam hal ini berarti proses perubahan perilaku mempunyai kesamaan untuk setiap individu, yakni perilaku itu ada penyebabnya, dan terjadinya tidak dengan spontan, dan mengarah kepada suatu sasaran baik secara ekslusif maupun inklusif.

“Perilaku pada dasarnya berorientasi tujuan (goal oriented)”. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu”. Senada dengan itu Ndraha, mendefinisikan perilaku sebagai : Operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap sesuatu (situasi atau kondisi) lingkungan (masyarakat, alam, teknologi atau organisasi). Pengaruh lingkungan dalam pembentukan perilaku adalah bentuk perilaku yang berdasarkan hak dan kewajiban, kebebasan dan tanggung jawab baik pribadi maupun

(5)

kelompok masyarakat. Perilaku mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan yang disadari dari dalam faktor intrinsik dan kondisi lingkungan dari luar / faktor ekstrinsik atau exciting condition. Oleh karena itu perilaku terbentuk atas pengaruh pendirian, lingkungan eksternal, keperntingan yang disadari, kepentingan responsif, ikut-ikutan atau yang tidak disadari serta rekayasa dari luar.

Lebih lanjut Kwick (dalam Notoatmodjo, “perilaku adalah "tindakan atau perbuatan organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari” Motif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi atau penyebab timbulnya perilaku dalam hal ini Winardi mengemukakan bahwa motif-motif merupakan “mengapa“ dan “perilaku” mereka muncul dan mempertahankan aktifitas dan determinasi arah umum perilaku seorang individu. Pada intinya dapat dikatakan bahwa motif-mitif atau kebutuhan merupakan penyebab terjadinya tindakan-tindakan“. Kekuatan motif merupakan alasan yang melandasi perilaku, kekuatan motif cenderung menyusut, apabila ia terpenuhi atau apabila terhalangi.

Sebelum terbentuknya suatu pola perilaku, seseorang memiliki bentuk sikap dari suatu rangsangan yang datang dari luar dalam bentuk aktifitas, kemudian dari sikap tersebut terbentuklah perilaku (Baron). Sikap individu tersebut dalam bentuk pikiran dan perasaan yang tidak kasat mata (intangible) membentuk pola perilaku masyarakat sebagai perilaku yang tampak (tangible) perilaku yang tidak tampak (innert, covert behaviour) dan perilaku yang tampak (overt behaviour). Sarwono menyebutkan aspek-aspek pikiran yang tidak kasat mata (covert behaviour intangible) dapat berupa pandangan, sikap, pendapat dan sebagainya. Bentuk kedua adalah perilaku yang tampak (overt behavior, tangiable) yang biasanya berupa aktifitas motoris seperti berpidato mendengar dan sebagainya.

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Populernya Behaviorisme memporakporandakan dalil-dalil McDougall. Orang melihat faktor situasilah yang penting. Suara Ross menjadi nyaring, terutama di negeri Paman Sam, kelahiran Behaviorisme. Anda boleh jadi orang yang sangat terbuka dan berterus terang terhadap isteri Anda, tetapi berjiwa tertutup ketika Anda menjadi manajer kantor. Anda orang lemah-lembut ketika meminjam uang kepada saya, tetapi berubah menjadi “binatang buas” ketika saya tagih. Di kantor Anda dominan, keras, kepala batu, dan galak; di rumah, Anda tunduk kepada isteri Anda seperti kerbau dicocok hidung. Ternyata, situasi atau lingkungannlah yang menentukan perilaku Anda.

(6)

Manakah diantara dua pendapat ini yang benar, dengan menggunakan istilah Edward E. Sampson (1976) – antara perspektif yang berpusat pada persona (persona-centeres perspective) dengan perspektif yang berpusat pada situasi (situation-centered perspective). Seperti juga konsepsi tentang manusia, yang bbenar tampaknya interaksi di antara keduanya. Karena itu, kita akan membahasnya satu per satu, dimulai dengan perspektif yang berpusat pada persona.

Perspektif yang berpusat pada persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa sikap, instink, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku manusia. Secara garis besar ada dua faktor: faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Kita mulai dengan faktor yang pertama.

Faktor Biologis

Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan hewan yang lain. Ia lapar kalau tidak makan selama dua puluh jam, kucing pun demikian. Ia memerlukan lawan jenis untuk kegiatan reproduktifnya, begitu pula kerbau. Ia melarikan diri kalau melihat musuh yang menakutkan, begitu pula monyet. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orangtuanya. Begitu besarnya pengaruh warisan biologis ini sampai muncul aliran baru, yang memandang segala kegiatan manusia, termasuk agama, kebudayaan, moral berasal dari struktur biologinya. Aliran ini menyebut dirinya sebagai aliran sosiobiologi (Wilson, 1975).

Menurut Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah diprogram secara genetis dalam jiwa manusia. Program ini, disebut sebagai “epigenetic rules,” mengatur perilaku manusia sejak kecenderungan menghindari incest, kemampuan memahami ekspresi wajah, sampai kepada persaingan politik. Walaupun banyak sarjana menolak sosiobiologis sebagai determinisme biologis dalam kehidupan sosial, tidak seorang pun yang menolak kenyataan bahwa struktur biologis manusia – genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal – sangat mempengaruhi perilaku manusia. Struktur genetis, misalnya, mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi. Sistem saraf mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia. Sistem hormonal bukan saja mempengaruhi mekanisme biologis, tetapi juga proses psikologis.

(7)

Faktor-faktor Sosiopsikologis

Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kogntif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Kita mulai dengan komponen afektif yang terdiri dari motif sosiogenis, sikap dan emosi.

Motif Sosiogenis

Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah. Abraham Maslow:

1. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs);

2. Kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs); 3. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs);

4. Kebutuhan untuk pemenuhan diri (self-actualization).

Sikap

Sikap adalah konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sherif, 1956:489). Ada pula yang melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat menyimpulkan beberapa hal.

Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menhhadapi objek, ide, sitausi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Jadi, pada kenyataannya tidak adaistilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap”, atau “pada” objek sikap. Bila ada orang yang berkata, “sikap saya positif,” kita harus mempertanyakan “Sikap terhadap apa atau siapa?” . Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Ketiga, sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif; arinya mengandung nilai menyenangkan atau

(8)

tidak menyenangkan, sehingga Bem memberikan definisi sederhana: “Attitudes are likes and dislike.” (1970:14). Kelima, sikap timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karen aitu sikap dapat diperteguh dan diubah.

Emosi

Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis. Bila orang yang Anda cintai mencemoohkan Anda, Anda akan bereaksi secara emosional karena Anda mengetahui makna cemoohan itu (kesadaran). Jantung Anda akan berdetak lebih cepat, kulit memberikan respons dengan mengeluarkan keringat, dan napas terengah-engah (proses fisiologis). Anda mungkin membalas cemoohan itu dengan kata-kata keras atau ketupat bangkahulu (keperilakuan).

Emosi tidak sellau jelek. Emosi memberikan bumbu kepada kehidupan; tanpa emosi hidup ini kering dan gersang. Paling tidak, ada empat fungsi emosi (Coleman dan Hammen, 1974:462). Pertama emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi, dan bertindak. Emosi membangkitkan dan memobilisasi energi kita; marah menggerakkan kita untuk menyerang; takut menggerakkan kita untuk lari; dan cinta mendorong kita untuk mendekat dan bermesraan. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat kita ketahui dari emosi kita. Jika kita marah, kita mengetahui kita dihambat atau diserang orang lain; sedih berarti kehilangan sesuatu yang kita senangi; bahagia berarti memperoleh sesuatu yang kita senangi, atau berhasil menghindari hal yang kita benci. Ketiga, emosi bukan saja pembawa informasi dalam komuniaksi interpersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Berbagai penelitian membuktikan bahwa ungkapan emosi dapat dipahami secara universal. Dalam retorika diketahui bahwa pembicara yang menyertakan seluruh emosinya dalam pidato dipandang lebih hidup, lebih dinamis, dan lebih meyakinkan. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengethuinya ketika kita merasa sehat wal afiat. Kita mencari keindahan dan mengetahui kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

Kepercayaan

Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah “keyakinan bahwa sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’ atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi” (Hohler, 1978:48). Jadi kepercayaan dapat bersifat rasional atau irrasional. Anda percaya bahwa bumi itu bulat, bahwa rokok itu penyebab kanker, atau bahwa kemiskinan itu karena

(9)

kemalasan. Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap.

Kebiasaan

Komponen konatif dari faktor sosiopsikologis, seperti telah disebutkan di atas terdiri dari kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak di rencanakan. Kebiasaan mungkin merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi seseorang berkali-kali. Setiap orang mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.

Kemauan

Kemauan jarang dibicarakan secara khusus dalam buku-buku pengantar psikologi, walaupun orang sering menggunakan istilah “kuat kemauan” atau “kurang kemauan.” “Den Menschen macht siner Wille gross undklein,” ujar Heinrich Heine. Kemauanlah yang membuat orang besar atau kecil. Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada yang mendefinisikan kemauan sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan. Menurut Richard Dewey dan W.J. Humber, kemauan merupakan: (1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang tidak sesaui dengan pencapaian tujuan; (2) berdasarkan pengetahuan tentang, cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan; (3) dipengaruhi oleh kecerdasan dan energi yang diperlukan untuk mencapai tujuan; plus (4) pengeluaran energi yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan.

FAKTOR-FAKTOR SITUASIONAL YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MANUSIA

Degado pernah melakukan beberapa eksperimen untuk mengubah kera-kera gibbon yang tenang menjadi agresif dengan merangsang salah satu bagian otaknya. Ketika dirangsang, seekor monyet menyerang monyet asing yang tinggal satu kandang, tetapi dengan rangsangan yang sama ia tidak menunjukkan sikap bermusuhan terhadap kawan betinanya. Reaksi agresif diungkapkan berlainan pada situasi yang berlainan sehingga Delgado menyimpulkan bahwa respons otak sangat dipengaruhi oleh “setting” atau suasana yang melingkupi organisme (Packard, 1978:45).

(10)

Kesimpulan Delgado membawa kita kepada pengaruh situasional terhadap perilaku manusia. Edward G. Sampson merangkumkan seluruh faktor situasional sebagai berikut:

I. Aspek-aspek objektif dari lingkungan a. Faktor ekologis

1. Faktor geografis

2. Faktor iklim dan metereologis b. Faktor desain dan arsitektural c. Faktor temporal

d. Analisis suasana perilaku e. Faktor teknologis f. Faktor sosial 1. Struktur organisasi 2. Sistem peranan 3. Struktur kelompok 4. Karakteristik populasi

II. Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita a. Iklim organisasi dan kelompok

b. Ethos dan iklim institusional dan kultural III. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku

a. Orang lain

b. Situasi pendorong perilaku (Sampson, 1976:13 – 14)

Faktor Ekologis

Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Banyak orang menghubungkan kemalasan bangsa Indonesia pada mata pencaharian bertani dan matahari yang selalu bersinar setiap hari. Sebagian pandangan mereka telah diuji dalam berbagai penelitian, seperti efek temperatur pada tindakan kekerasan, perilaku interpersonal, dan suasana emosional. Yang belum diteliti, antara lain pengaruh temperatur ruangan pada efektivitas komunikasi.

Faktor Rancangan dan Arsitektural

Dewasa ini telah tumbuh perhatian di kalangan para arsitek pada pengaruh lingkungan yang dibuat manusia terhadap perilaku penghuninya. Satu rancangan arsitektur dapat mempengaruhi pola komunikasi di anttara orang-orang yang hidup dalam naungan arsitektural tertentu. Osmond (1957) dan Sommer (1969) membedakan antara desain bangunan yang mendorong orang untuk berinteraksi (sociopetal) dan rancangan bangunan

(11)

yang menyebabkan orang menghindari interaksi (sociofougal). Pengaturan ruangan juga telah terbukti mempengaruhi pola-pola perilaku yang terjadi di tempat itu.

Faktor Temporal

Telah banyak diteliti pengaruh waktu terhadap bioritma manusia. misalnya, dari tengah malam sampai pukul 4 fungsi tubuh manusia berada pada tahap yang paling rendah, tetapi pendengaran sangat tajam; pada pukul 10, bila Anda orang introvert, konsentrasi dan daya ingat Anda mencapai puncaknya; pada pukul 3 sore orang-orang ekstrovert mencapai puncak dalam kemampuan analisis dan kreativitas (Panati, 1981:128). Tanpa mengetahui bioritma sekalipun banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu; makan, pergi ke sekolah, bekerja, beristirahat, berlibur, beribadat, dan sebagainya. Satu pesan komuniaksi yang disampaikan pada tengah malam. Jadi, yang mempengaruhi manusia bukan saja di mana mereka berada tetapi juga bilamana mereka berada.

Suasana Perilaku (Behavior Settings)

Selama bertahun-tahun, Roger Barker dan rekan-rekannya meneliti efek lingkungan terhadap individu. Lingkungan dibaginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yang disebut suasana perilaku. Pesta, ruangan kelas, toko, rumah ibadat, pemandian, bioskop, adalah contoh-contoh suasana perilaku. Pada setiap suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku orang-orang di dalamnya. Di masjid orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara ibadat. Dalam suatu kampanye di lapangan terbuka, komunikator akan menyusun dan menyampaikan pesan dengan cara yang berbeda daripada ketika ia berbicara di hadapan kelompok kecil di ruang rapat partainya.

Teknologi

Pengaruh teknologi terhadap perilaku manusia sudah sering dibicarakan orang. Revolusi teknologi sering disusul dengan revolusi dalam perilaku sosial. Alvin Tofler melukiskan tiga gelombang peradaban manusia yang terjadi sebagai akibat perubahan teknologi. Lingkungan tenologis (technosphere) yang meliputi sistem energi, sistem produksi, dan sistem distribusi, membentuk serangkaian perilaku sosial yang sesuai dengannya (sociosphere). Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi (infosphere). Bersamaan dengan itu tumbuhlah pola-pola penyebaran informasi (infosphere) yang mempengaruhi suasana kejiwaan (psychophere) setiap anggota masyarakat. Dalam ilmu komunikasi, Marshall McLuhan (1964) menunjukkn bahwa bentuk teknologi komunikasi lebih penting daripada isi media komunikasi. mislanya, kelahiran mesin cetak mengubah

(12)

masyarakat tribal menjadi masyarakat yang berpikir logis dan individualis; sedangkan kelahiran televisi membawa manusia kembali pada kehidupan neo-tribal.

Faktor-faktor Sosial

Sistem peranan yang diterapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi, karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. dalam organisasi, hubungan antara anggota dengan ketua diatur oleh sistem peranan dan norma-normakelompok. Besar-kecilnya organisasi akan mempengaruhi pola-pola perilaku anggota-anggota polpulasi itu. Kelompok orang tua melahirkan pola komunikasi, teori penyebaran inovasi (Rogers & Shoemaker, 1971)dan teori kritik (Habermas, 1979) memperlihatkan bagaimana sistem komunikasi sangat mempengaruhi oleh struktur sosial.

Lingkungan Psikososial

Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan mempengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut sebagai iklim (climate). Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan persepsi orang tentang kebebasan individual, keketatan pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat keakraban. Studi tentang komunikasi organisasional menunjukkan bagaimana iklim organisasi mempengaruhi hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan, atau di antara orang-orang yang menduduki posisi yang sama. Para antropolog telah memperluas istilah iklim ini ke dalam masyarakat secara keseluruhan. Pola-pola kebudayaan yang dominan atau ethos, ideologi dan nilai dalam persepsi anggota masyarakat, mempengaruhi seluruh perilaku sosial. Ruth Benedict (1970), misalnya, membedakan antara mesyarakat yang mempunyai synergy tinggi dengan masyarakat yang ber-sinergy rendah. Pada masyarakat yang pertama, orang belajar sejak kecil bahwa ganjaran yang diterimanya terpaut erat dengan ganjaran kolektif. Cita-cita perorangan dicapai melalui usaha bersama. Pada masyarakat seperti ini orang cenderung untuk mengurangi kepentingan dirinya, bersifat kompromistis. Perilaku sosial yang sebaliknya terjadi pada masyarakat yang ber-sinergy rendah. Margareth Mead (1928), walaupun belakangan dikritik orang, mewakili aliran determinisme budaya, yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai yang diserap anak pada waktu kecil mempengaruhi perilakunya di kemudian hari.

Stimuli yang Mendorong dan Memperteguh Perilaku

Beberapa peneliti psikologi sosial, seperti Fredericsen Price, dan Bouffard (1972), meneliti kendala sitausi yang mempengaruhi kelayakan melakukan perilaku tertentu. Ada situasi yang memberikan rentangan kelayakan perilaku (behavioral appopriateness), seperti situasi di taman, dan sitausi yang banyak memberikan kendala pada perilaku, seperti gereja.

(13)

Situasi yang permisif memungkinkan orang melakukan banyak hal tenpa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif menghambat orang untuk berperilaku sekehendak hatinya.

Faktor-faktor situasional yang diuraikan diatas tidaklah mengesampingkan faktor-faktor personal yang disebut sebelumnya. Kita mengakui besarnya pengaruh situasi dalam menentukan perilaku manusia. tetapi manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya, sesuai dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Perilaku manusia memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara keunikan individual dengan keumuman situasional.

PROSES KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN PERILAKU

Psikologi komunikasi berkaitan dengan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif itu tidak hanya sebatas pesan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan kemudian selesai pembicaraan. Lebih daripada itu, komunikasi efektif itu adalah serangkaian proses komunikasi yang dapat menimbulkan setidaknya 5 (lima) hal berikut (Stewart L. Tubbs & Sylvia Moss 1974 dalam Jalaluddin Rakhmat 2011: 13-16):

1. Pengertian

Penerimaan yang cermat dari isi stimulus seperti yang dimaksudkan oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer.

2. Kesenangan

Tidak semua komunikasi yang ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Terkadang ketika mengucapkan ‘Selamat pagi, apa kabar’ kita tidak benar-benar bermaksud untuk mengumpulkan informasi tentang kabar orang yang kita ajak bicara, namun lebih kepada tujuan menimbulkan kesenangan. 3. Memengaruhi sikap

Memengaruhi sikap ini adalah bagian dari tujuan komunikasi untuk tujuan membujuk atau persuasi. Komunikasi ini memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada diri komunikator dan menimbulkan efek pada komunikan.

4. Hubungan sosial yang baik

Komunikasi ditujukan juga untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik, di sini, manusia sebagai bagian dari kehidupan sosial dan makhluk sosial tidak mungkin jika tidak berkomunikasi. Untuk kelangsungan hidup, manusia akan membutuhkan orang

(14)

lain untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya; kebutuhan fisiologis, eksistensi dan lainnya. Oleh karena itu, menjalin hubungan yang baik amatlah penting demi kelangsungan hidup. Di sini komunikasi akan berperan sebagai alat untuk menjalin hubungan sosial yang baik tersebut.

5. Tindakan

Seperti juga komunikasi dengan tujuan persuasi, menumbuhkan pengertian pada lawan bicara bukanlah hal yang mudah. Namun ada lagi yang lebih sulit, yaitu memengaruhi sikap lawan bicara atau orang-orang di sekitar. Efektif atau tidaknya proses penyampaian pesan dapat dilihat dari tindakan nyata yang dilakukan oleh komunikan. Bagaimana komunikan tersebut kemudian terpengaruh atau tidak oleh pesan yang disampaikan. Apakah seorang calon pembeli kemudian membeli barang atau tidak. Apakah rakyat di wilayah A kemudian memilih calon legislatif X atau tidak. Tindakan dari komunikan bisa menjadi tolok ukur apakah proses penyampaian pesan itu efektif atau tidak.

Keefektifan komunikasi dapat diatasi dengan proses individu menjadi mindful terhadap proses komunikasi tersebut. Mindful adalah bahwa kita paham betul kita sedang melakukan apa, sehingga akan fokus terhadap apa yang kita lakukan. Dalam berkomunikasi, kita akan fokus pada penyampaian pesan, pada proses mendengarkan, proses mencerna pesan yang diterima, mengambil kesimpulan dan merumuskan persepsi hingga tahu bagaimana mengatasi konflik yang terjadi. Kita tahu pesan apa yang akan disampaikan, kepada siapa dan dalam situasi apa, sehingga kita tahu bagaimana menempatkan diri dan pesan secara benar. Bahasa apa yang harus kita gunakan, bagaimana cara menyampaikan pesan dengan mempertimbangkan siapa yang sedang diajak berbicara dan lain sebagainya.

Mindful ini berhubungan dengan bagaimana kita mempelajari pengalaman

berinteraksi dan berkomunikasi sebelumnya. Selain itu, mindful juga berhubungan dengan bagaimana kita mengkoordinasi stimulus dalam diri dan proses komunikasi dalam diri sebelum kita melakukan interaksi dengan dunia luar. Menjadi individu yang mindful bukanlah hal yang mudah, namun untuk mencapai target komunikasi yang efektif, ada baiknya kita belajar untuk menjadi komunikator dan komunikan yang mindful.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Jalaludin. (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka. Cipta.

Wirawan, Sarlito. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Benson Nigel C. (2002). Mengenal Psikologi. Bandung: Mizan.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan hasil belajar yang kooperatif pada siswa sangat baik, dimana diperoleh ketuntasan presentase hasil belajar siswa rata-rata 68,7% dari jumlah presentase

Berdasar- kan hasil pertumbuhan dan perhitungan jumlah koloni yang tumbuh pada permukaan media sabouroud dextrose agar dapat diten- tukan bahwa Konsentrasi Bunuh

Menimbang : a. Bahwa untuk mendukung keberhasilan pengobatan pasien perlu proses asesmen pasien yang harus segera dilakukan dan berkelanjutan serta pelayanan yang

2. Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus banyak memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan praktek atau percobaan, serta menemukan sesuatu melalui

Hasil analisis CHAID memberikan masukan bahwa merek facial wash yang sudah ada dapat meningkatkan kepuasan user-nya dengan cara memperbaiki kemampuan facial wash untuk

berarti bahwa ketidakpastian makroekonomi secara parsial tidak berpengaruh terhadap penyaluran kredit modal kerja UMKM di Bali periode 2002.I-2013.I. Hasil yang

Lampirkan dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Operasional (RENOP) yang memuat rencana pembukaan program studi baru yang diusulkan. 1.2.2 Berikan

Tujuan penelitian ini adalah unutk menganalisis pemikiran dua tokoh Indonesia masa revolusi kemerdekaan Indonesia yaitu Sutan Sjahrir dan Tan Malaka dalam usaha