• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAWITAN. Apa itu KARAWITAN?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAWITAN. Apa itu KARAWITAN?"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

KARAWITAN

Apa itu KARAWITAN?

Karawitan merupakan kata benda yang terbentuk dari etimologi kata “rawit” yang berarti sesuatu yang halus, berbelit-belit, dikerjakan dengan proses yang cermat, mendetail dan bisa dikatakan rumit.1

Istilah Karawitan digunakan untuk menyebut suatu bentuk kesenian istana di pulau Jawa yang mengarah pada nuansa “tradisional”.2 Di Indonesia, karawitan dianggap sebagai salah satu bentuk tinggi dari kesenian Jawa tradisional. Kata “karawitan” khususnya lebih mengacu atau familiar kepada musik gamelan. Karawitan juga digolongkan dalam kelompok cabang seni suara dengan media gamelan. Dengan begitu, Karawitan dalam pengertian yang lebih sempit dalam hubungannya dengan tata gending adalah salah satu cabang seni suara yang menggunakan laras slendro dan pelog, baik suara manusia maupun suara gamelan sebagai instrumennya.3

Seni karawitan merupakan salah satu seni yang tumbuh subur di kalangan masyarakat Jawa dan sering dikaitkan dengan ranah lingkup seni pertunjukan yang lain, seperti tari, wayang (kulit dan orang), ketoprak, dan lain-lain. Di Indonesia, khususnya pulau Jawa, beragam gaya dikenal dalam karawitan. Gaya ini berhubungan dengan wilayah di mana karawitan berkembang. Adapun di antaranya adalah karawitan gaya Yogyakarta, gaya Surakarta, gaya Banyumas, gaya Surabayan (Jawa Timuran), gaya Sunda, gaya Bali, dan sebagainya. Berbagai macam gaya tadi mempunyai karakteristik atau ciri-ciri yang khusus, baik dalam jenis gendhing, gamelan, maupun cara memainkannya. Untuk gaya Yogyakarta, akan lebih difokuskan dan dipelajari lebih lanjut dalam catatan ini.

1 Istilah ini diinterpretasikan sebagai suatu hal yang rumit dan berbelit-belit. Poerwadarminta dan Roorda berpendapat bahwa kata “rawit” atau “krawit” selain berarti nama sejenis cabai kecil yang pedas, juga berarti ‘halus dan cantik, berliku-liku, dan enak’. Periksa J.F.C. Gericke en T. Roorda, Javaansch-Nederlandssch

Handwoordenboek (Leiden: Boekhandel en Drukkerij voorheen E.J. Brill, 1901), 346. Periksa pula W.J.S.

Poerwadarminta, Baoesastra Djawa, (Batavia: Groeningen, 1939), 249 dan 522 2

Periksa Jeniffer Lindsay, Klasik, Kitsch, dan Kontemporer Sebuah Studi Tentang Seni Pertunjukan

Jawa. Terjemahan Nin Bakdi Sumanto (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), 195.

3

Dikembangkan dari Martopangrawit, Pengetahuan Karawitan I (Surakarta: Akademi Seni Karawitan Indonesia, 1975), 1.

(2)

Gamelan merupakan alat musik atau instrumen yang digunakan dalam bermain karawitan. Gamelan terbagi menjadi dua, 1) gamelan Pakurmatan; 2) gamelan Ageng.

Gamelan Pakurmatan dibagi menjadi empat jenis, yakni: 1. Gamelan Kodhok Ngorek (terdiri dari 4 nada) 2. Gamelan Monggang (terdiri dari 3 nada) 3. Gamelan Carabalen (terdiri dari 4 nada) 4. Gamelan Sekaten (terdiri dari 5 nada)

Gamelan Ageng adalah gamelan yang paling lengkap dan sering dijumpai dalam masyarakat. Gamelan Ageng yang paling baik terbuat dari bahan dasar perunggu, yaitu campuran antara timah putih dan tembaga dengan takaran 3:10/ tiga:sedasa (disingkat dua suku kata akhir menjadi “gasa”). Istilah “gasa” ini kemudian sering diucapkan “gangsa” dan juga digunakan untuk menyebut istilah lain dari gamelan (Gamelan=Gangsa)4. Selain dari bahan baku perunggu, dapat juga dibuat dari bahan singen (perunggu cor), kuningan, dan besi.5

Gb.1. Seperangkat gamelan Ageng

4

Istilah Gangsa digunakan untuk menyebut gamelan dalam tingkat tutur bahasa Jawa yang lebih tinggi/halus (krama/krama inggil). Dalam tradisi istana, istilah gangsa jauh lebih sering diucapkan. Sebagai contoh untuk menyebut gamelan milik raja biasa disebut dengan “Kagungan Dalem Gangsa....”.

5

Gamelan ada pula yang terbuat dari bambu , biasa dikenal dengan sebutan gamelan Krumpyung yang berkembang di wilayah kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Gamelan bambu juga terdapat dalam gamelan gaya Banyumas yang disebut Calung. Begitu pula di daerah Banyuwangi dan Bali. Beberapa eksperimen telah menemukan gamelan yang terbuat dari gerabah (tanah liat) dan keramik di daerah Kasongan, Bantul Yogyakarta.

(3)

Dalam karawitan terdapat dua laras6, yaitu laras slendro dan laras pelog.

Slendro adalah laras dalam karawitan di mana dalam satu gembyangan (oktaf) dibagi menjadi lima nada dengan interval yang sama rata. Sedangkan pelog merupakan laras dalam karawitan di mana dalam satu gembyangan (oktaf) terdapat tujuh nada dengan interval yang berbeda-beda. Penyebutan nada-nada tersebut dalam praktek permainan gamelan menggunakan istilah bahasa Jawa.

Penyebutan nada untuk Slendro adalah :

1 (ji) siji / barang ; 2 (ro) loro / jangga ; 3 (lu) telu / dhadha ; 5 (ma) lima / lima ; 6 (nem) enem.

Penyebutan nada untuk Pelog adalah :

1 (ji) siji / bem ; 2 (ro) loro / jangga ; 3 (lu) telu / dhadha ; 4 (pat) papat ; 5 (ma) lima / lima ; 6 (nem) enem ; 7 (pi) pitu / barang pelog.

Berikut ini adalah gambaran jarak nada dalam karawitan. Slendro 1 2 3 5 6 ! 1 gembyangan (oktaf) Pelog 1 2 3 4 5 6 7 ! 1 gembyangan (oktaf)

Pengenalan Instrumen Gamelan Ageng

Seperangkat gamelan Ageng terdiri dari beberapa instrumen, di antaranya:

6

(4)

1. Kendhang

Kendhang terdiri dari tiga buah, yaitu a) Kendhang Bem/ Ageng (besar); b) Kendhang Batangan/ Ciblon (sedang); c) Kendhang Ketipung (kecil). Kendhang terbuat dari kayu bulat yang tengahnya berlubang dengan ujung besar dan kecil. Kedua ujung yang berlubang dilapisi dengan membran yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi.

Gb.2. Kendhang. Seseorang mempraktekkan cara bermain kendhang. Paling depan apadah 1)kendhang batangan/ciblon; 2)kendhang ketipung (kecil); 3)kendhang Ageng/Bem (besar).

2. Bonang; terdiri dari dua macam, yaitu Bonang Barung (besar) dan Bonang Penerus (kecil). Bonang terbuat dari perunggu berbentuk bulat berongga (seperti mangkuk tertelungkup) dengan pencon pada pucuknya (atas bagian tengah). Bonang ditata dengan cara dua jajar. Untuk Bonang berlaras Slendro bagian atas/depan berjumlah 5 buah pencon dan bagian bawah/belakang 5 buah pencon. Bonang berlaras Pelog ditata dua jajar pula, atas/depan berjumlah 7 buah pencon, sedangkan bagian bawah/ belakang 7 buah pencon. Pencon bonang deretan atas disebut dengan bonang ndhuwur, cilik, brunjung, atau lanang. Adapun pencon bonang deretan bawah disebut bonang ngisor, gedhe, dhempok, atau wadon/wedok. Susunan nada bonang slendro dari kiri ke kanan; (atas) 6 5 3 2 1 ; (bawah) q w e t y. Susunan untuk nada bonang pelog dari kiri ke kanan (atas) 4 6 5 3 2 1 7 ; (bawah) u q w e t y r. Perlu diketahui bahwa untuk bonang penerus, susunan nada sama dengan susunan nada pada bonang

(5)

barung, dengan nada satu oktaf lebih tinggi dari bonang barung. Ukuran bonang penerus juga lebih kecil dari bonang barung.

Gb.2. Bonang. Dari kiri Bonang Barung laras pelog, Depan: bonang barung laras slendro. Kanan: bonang penerus laras pelog; Belakang: bonang penerus laras slendro.

Susunan nada bonang barung maupun bonang penerus Slendro

6 5 3 2 1

q w e t y

Susunan nada bonang barung maupun bonang penerus laras Pelog

4

6

5

3

2

1

7

u

q

w

e

t

y

r

3. Demung. Demung adalah jenis instrumen gamelan yang terbuat dari perunggu yang berbentuk bilah persegi panjang yang ditata berderet. Demung laras Slendro berjumlah 6 bilah7, sedangkan pelog berjumlah 7

7 Demung, saron, peking, slenthem laras slendro gaya Surakarta biasanya berjumlah 7 bilah dengan menambahkan laras 6 ageng (y). Sedangkan dalam gaya Yogyakarta biasanya hanya slenthem yang terdapat 7

(6)

bilah. Seperangkat gamelan Ageng biasanya terdapat 1 atau 2 buah demung (satu demung ada dua, yakni nada slendro dan pelog. Dengan begitu semua berjumlah 2 atau 4). Susunan nada demung slendro dari kiri ke kanan 1 2 3 5 6 !. Susunan nada demung pelog dari kiri ke kanan 1 2 3 4 5 6 7.

Gb.4. Demung. Di hadapan peraga adalah Demung laras Slendro, sedangkan di sebelah kiri peraga adalah Demung laras Pelog

4. Saron. Saron adalah jenis instrumen gamelan terbuat dari perunggu yang berbentuk bilah persegi panjang yang ditata berderet dengan ukuran dan nada lebih kecil dari demung. Saron laras Slendro berjumlah 6 bilah dan pelog berjumlah 7 bilah. Seperangkat gamelan Ageng biasanya terdapat 2 atau 4 buah saron (1 saron ada 2, pelog dan slendro; sehingga semuanya berjumlah 4 atau 8 buah). Susunan nada saron slendro dari kiri ke kanan; 1 2 3 5 6 !. Susunan nada saron pelog dari kiri ke kanan 1 2 3 4 5 6 7.

Gb. 5. Saron. Dilakukan oleh peraga adalah saron laras slendro dan di samping kanan merupakan saron laras pelog

bilah. Instrumen demung, saron, peking, dan slenthem selanjutnya diklasifikasikan sebagai kelompok

(7)

5. Peking. Peking adalah jenis instrumen gamelan yang terbuat dari perunggu berbentuk bilah persegi panjang yang ditata berderet dengan ukuran dan nada yang lebih kecil dari saron. Peking laras Slendro berjumlah 6 bilah, sedangkan pelog berjumlah 7 bilah. Seperangkat gamelan Ageng pasti terdapat instrumen peking (1 peking ada dua, pelog dan slendro, jadi semua berjumlah 2 buah). Susunan nada peking slendro dari kiri ke kanan: 1 2 3 5 6 !. Susunan nada peking pelog dari kiri ke kanan 1 2 3 4 5 6 7.

Gb.6. Peking. Di depan peraga adalah peking berlaras Slendro dan di sebelah kanan peking laras pelog

6. Kenong. Kenong terbuat dari perunggu berbentuk bulat berongga (tertelungkup) dengan pencon (benjolan) di atas bagian tengah. Ukuran kenong lebih besar dari bonang dan ditata berjajar satu, membentuk kotak.

Gb. 7. Kenong yang berderet serta instrumen kethuk

7. Kethuk dan Kempyang. Kethuk terbuat dari perunggu berbentuk bulat berongga (tertelungkup) dengan pencon (benjolan) di atas bagian tengah. Ukuran kethuk lebih besar/ hampir sama dengan bonang dan lebih kecil dari kenong. Kethuk berjumlah 2 (1 untuk laras slendro dan 1 untuk laras pelog). Nada kethuk adalah 2, baik slendro maupun pelog8. Kempyang

8

(8)

terbuat dari perunggu berbentuk bulat berongga (tertelungkup) dengan pencon (benjolan) di atas bagian tengah. Kempyang berjumlah 2 pencon dan hanya digunakan dalam gendhing berlaras pelog dengan nada 7 dan 6.9

Gb.8. Kempyang 8. Gong, Suwukan (Siyem), dan Kempul

Gong terbuat dari perunggu berbentuk bulat berongga dengan pencon (benjolan) di tengah. Gong ditata dengan cara digantung pada rancakan yang disebut gayor. Seperangkat gamelan biasanya hanya terdapat satu buah gong. Gong biasanya bernada 5 atau 3. Suwukan (siyem) lebih kecil dari gong, namun lebih besar dibandingkan kempul. Seperangkat gamelan biasanya minimal terdapat dua buah suwukan. Suwukan biasanya bernada 2 dan 1 slendro. Pada seperangkat gamelan yang sangat lengkap terdapat penambahan suwukan yaitu nada 6 slendro, nada 2 pelog, nada 1 pelog, dan 7 pelog. Kempul ditata dengan cara digantung pula pada rancakan/ gayor. Ukuran kempul lebih kecil dari gong maupun suwukan. Seperangkat gamelan biasanya terdapat 5 buah kempul laras slendro dengan nada 1, 2, 3, 5, 6. Kempul laras pelog berjumlah 5 atau 6 buah dengan nada 1, 2, 3, 5, 6, 7.10

9

Kempyang gaya Surakarta untuk laras slendro 1 buah dengan nada 1; untuk laras pelog 1 buah dengan nada 6.

10

Dalam karawitan dikenal dengan istilah tumbuk/ wayuh, yaitu nada yang sama. Pada umumnya gamelan adalah tumbuk 6, artinya nada 6 slendro sama dengan nada 6 pelog, sehingga kempul nada 6 slendro digunakan juga dalam laras pelog. Sedangkan untuk nada 4 digunakan kempul nada 5 slendro. Hal tersebut berlaku pada instrumen kenong. Kondisi tersebut dapat juga terjadi karena alasan efisiensi tempat dan biaya (harga beli gamelan).

(9)

Gb.9. Gong (hitam), suwukan, dan kempul

9. Slenthem. Slenthem adalah jenis instrumen gamelan terbuat dari perunggu yang berbentuk bilah persegi panjang pipih (lebih tipis dari demung, saron, dan peking) yang ditata berderet. Slenthem laras slendro berjumlah 6-7 bilah. Sedangkan pada laras pelog berjumlah 7 bilah. Seperangkat gamelan ageng pasti terdapat 1 set slenthem (1 slenthem ada 2, pelog dan slendro, jadi semua berjumlah 2 buah).

Gb.10. Slenthem. Peraga memainkan Slenthem laras Slendro

10. Gender; Gender adalah jenis instrumen gamelan terbuat dari perunggu yang berbentuk bilah persegi panjang pipih (lebih tipis dari demung, saron,

(10)

dan peking) yang ditata berderet. Gender dibagi menjadi 2, yaitu gender barung dan gender penerus. Ukuran gender barung lebih kecil dari slenthem, namun lebih besar dari gender penerus. Gender barung laras slendro maupun pelog berjumlah 13-14 bilah. Seperangkat gamelan ageng pasti terdapat 3 buah gender barung (1 gender barung slendro, 2 gender barung pelog; yaitu pelog nem/bem dan pelog barang). Ukuran gender penerus lebih kecil dari gender barung dengan jumlah bilah dan susunan nada yang sama dengan gender barung. Susunan nada gender barung maupun penerus untuk nada slendro adalah 6 q w e t y 1 2 3 5 6 ! @ #. Pelog nem/ bem: 6 q w e t y 1 2 3 5 6 ! @ #. Sedangkan pelog barang 6 u w e t y 7 2 3 5 6 & @ #.

Gb.10.1. Gender Barung. Peraga memainkan gender barung laras slendro. Sebelah kanan adalah gender barung laras pelog barang dan sebelah kiri gender barung

(11)

Gb.10.2. Gender penerus. Peraga memainkan gender penerus laras pelog barang. Adapun di sebelah kiri adalah gender penerus laras slendro, sedangkan di belakang

adalah gender penerus laras pelog bem.

11. Gambang. Gambang merupakan jenis instrumen gamelan berupa bilah persegi panjang yang terbuat dari kayu ditata berderet. Gambang terdiri dari dua laras, yaitu slendro dan pelog. Pada seperangkat gamelan ageng terdapat tiga buah gambang, yakni gambang slendro, gambang pelog bem, dan gambang pelog barang. Akan tetapi, tidak sedikit yang terdiri hanya dua instrumen saja. Pada fungsi pemakaiannya, khususnya untuk gambang pelog, nada 1 dan 7 dapat disesuaikan dengan gendhing yang akan dimainkan. Sebagai contoh apabila akan memainkan gendhing dengan nada pelog barang (7), maka tidak menggunakan nada pelog bem (1). Begitu pula sebaliknya.

Gb.11. Gambang. Peraga sedang memainkan instrumen gambang berlaras pelog. Sedangkan di sebelah kiri adalah gambang laras slendro.

(12)

12. Rebab. Rebab merupakan jenis instrumen yang terbuat dari kayu. Dilapisi dengan membran dari kulit hewan dan dilengkapi dengan dua kawat dawai. Cara memainkannya adalah dengan digesek. Nada dawai pada rebab adalah nem (y) dan ro (2). Alat untuk menggesek dawai disebut sènggrèng.

Gb.12. Rebab. Peraga sedang memainkan instrumen rebab dengan cara menggesekkan sènggrèng pada dawai dengan teknik tersendiri sehingga

menghasilkan nada.

13. Siter. Siter merupakan instrumen yang terbuat dari kayu berbentuk kotak berongga yang berdawai. Pada umumnya siter mempunyai duabelas nada, yaitu dari kiri ke kanan w e t y 1 2 3 5 6 ! @ # (untuk siter bernada slendro).

(13)

14. Suling. Instrumen gamelan yang terbuat dari batang bambu berlubang dengan diameter sekitar 2 sentimeter dengan panjang sekitar 40 sentimeter. Lubang suling berjumlah enam buah dengan jarak yang hampir sama11

Gb.14. Suling dan tempat peletakannya

15. Di samping beberapa instrumen yang telah disebut di atas, juga terdapat beberapa instrumen lain seperti kemanak, clempung, bedhug, kecèr, rojèh, gambang gangsa, dan bonang penembung. Akan tetapi dalam bahan ajar kali ini beberapa instrumen tersebut akan dibicarakan pada bagian yang lain.

PATHET

Pada bahasan terdahulu diketahui bahwa dalam karawitan terdapat dua laras, yaitu slendro dan pelog. Setiap laras tersebut mempunyai beberapa pathet. Laras slendro mempunyai tiga pathet, yaitu pathet nem, pathet sanga, dan pathet manyura. Sedangkan untuk laras pelog mempunyai tiga pathet yaitu pathet lima, pathet nem, dan pathet barang. Sebenarnya sampai saat ini belum ada definisi tentang pathet yang memuaskan. Kata pathet masih didefinisikan dalam berbagai sudut pandang.

Hubungan dengan tata gendhing, pathet adalah tugas nada dalam setiap gembyangan (oktaf). 12 Bagi masyarakat umum, definisi pathet belum dapat

11

Untuk suling gamelan bergaya Surakarta, pada suling slendro mempunyai jumlah empat buah lubang yang hampir sama jaraknnya. Untuk suling pelog mempunyai lima buah lubang dengan jarak yang berbeda-beda.

12

Periksa Martopangrawit, Pengetahuan Karawitan I (Surakarta: Akademi Seni Karawitan Indonesia, 1975), 7.

(14)

memuaskan juga. Lain halnya dengan dunia pedalangan, seorang dalang memandang pathet sebagai “pembagian waktu”. Sebagai contoh, slendro pathet nem dibunyikan pada bagian awal pertunjukan wayang (antara pukul 21.00-24.00), slendro pathet sanga dibunyikan antara pukul 24.00-03.00, slendro pathet manyura dibunyikan antara pukul 03.00-06.00. bagi seorang yang suka nembang (bernyanyi dengan lagu Jawa), pathet adalah tinggi rendah nada. Contoh, apabila dalam pathet sanga nada terasa terlalu besar, maka dapat diubah menjadi pathet manyura. Semoga penjelasan tentang pathet dapat memberi gambaran bagi kita, walaupun dapat ditafsirkan bermacam-macam.

BENTUK GENDHING

Menurut istilah Jawa, gendhing merupakan jalinan nada-nada yang membentuk sebuah lagu. Dalam karawitan terdapat beberapa bentuk gendhing, yaitu dari bentuk sederhana sampai pada bentuk yang rumit.13

Untuk perkuliahan selama satu semester ini yang akan dipelajari adalah kategori Gendhing Alit. Sebelum dibahas lebih lanjut tentang bentuk gendhing, maka akan disajikan pedoman penulisan notasi maupun istilah yang akan digunakan. Gendhing biasanya ditulis dengan notasi kepatihan atau notasi angka. Notasi ditulis dalam beberapa kelompok sesuai dengan panjang dan pendek gendhing. Setiap kelompok terdiri dari empat angka. Selanjutnya, tiap kelompok angka ini disebut gatra. Contoh: 2 1 2 6 2 1 6 5 6 5 2 1 3 2 1 6.

13 Periksa Raden Lurah Wulan Karahinan, Gendhing-Gendhing Mataraman Gaya Yogyakarta dan Cara

Menabuh (Yogyakarta: Kawedanan Hageng Punakawan Kridha Mardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat),

(15)

Gendhing dalam Karawitan dibagi menjadi dua, yakni Gendhing Alit dan Gendhing Ageng.

Jenis Gendhing Alit terbagi dalam bentuk : 1. Gangsaran 2. Lancaran 3. Playon 4. Bubaran 5. Ladrang 6. Ketawang 7. Lala 8. Jineman 9. Dolanan 10. Srepegan

Jenis Gendhing Ageng terbagi dalam bentuk : 1. Candra dan Sarayuda

2. Jangga 3. Semang 4. Mawur 5. Pengrawit

Dalam perkuliahan karawitan ini yang akan dikenalkan adalah beberapa bentuk Gendhing Alit sebagai bekal pemahaman dan dasar pengetahuan karawitan, di antaranya:

1. Gangsaran

Gangsaran adalah bentuk gendhing yang paling sederhana. Gendhing ini berfungsi sebagai awal atau akhir baik setiap pertunjukan karawitan maupun wayang. Gangsaran juga berfungsi untuk mengiringi pertunjukan tari, seperti tari Lawung. Ciri-ciri gendhing Gangsaran adalah:

- Buka dilakukan oleh kendhang

- Nada yang dimainkan hanya satu nada

- Gendhing dimainkan dengan keras atau soran - Gendhing diakhiri dengan cepat (gropak)

- Karakter gendhing biasanya gagah/ bersemangat. - Setiap 2 gatra ditandai dengan bunyi suwukan

(16)

- Letak permainan kenong dan kempul selalu bergantian dalam waktu yang tidak terlalu lama (antara 0,5 – 1 detik)

2. Lancaran

Lancaran termasuk bentuk gendhing yang sederhana. Gendhing ini berfungsi sebagai repertoire karawitan mandiri atau untuk mengiringi pertunjukan tari maupun wayangan. Ciri-ciri lancaran adalah:

- Buka dilakukan oleh bonang barung

- Nada yang dimainkan bermacam-macam, meskipun sederhana (biasanya terdiri dari 2-12 gatra)

- Setiap 2 gatra ditandai dengan bunyi suwukan

- Gendhing dapat dimainkan dengan keras (soran), sedang, maupun lembut, tergantung keinginan pemain kendhang.

- Gendhing dapat diakhiri dengan cepat (gropak) maupun pelan - Beberapa jenis lancaran dapat diisi dengan vokal

- Letak permainan kenong dan kempul selalu bergantian dalam waktu yang tidak terlalu lama (antara 0,5 – 1 detik).

3. Bubaran

Bubaran termasuk bentuk gendhing yang cukup sederhana. Gendhing ini berfungsi sebagai repertoar karawitan mandiri dan sebagai penanda bahwa sebuah pertunjukan telah selesai. Ciri-ciri bubaran adalah:

- Buka dilakukan oleh bonang barung - Nada yang dimainkan bermacam-macam

- Gendhing dapat dimainkan dengan keras (soran), sedang, maupun lembut/pelan tergantung keinginan pemain kendhang

- Setiap 4 gatra ditandai dengan bunyi suwukan - Gendhing diakhiri dengan pelan

- Karakter gendhing dapat bersifat riang, gagah, dan semangat

- Letak permainan kenong dan kempul selalu bergantian dalam waktu yang agak lama (antara 1-3 detik)

- Gendhing ini mirip dengan lancaran, namun jarak pukulan kenong dan kempul agak lama

(17)

4. Ladrang

Ladrang termasuk bentuk gendhing yang sederhana menuju tingkat yang sedikit rumit. Gendhing ini berfungsi sebagai repertoar karawitan mandiri maupun untuk mengiringi pertunjukan wayang atau tari. Ciri-ciri ladrang adalah:

- Buka dilakukan oleh bonang barung atau biasanya dimulai dengan gender barung

- Nada yang dimainkan bermacam-macam

- Gendhing dapat atau sering dimainkan dengan keras (soran), sedang, maupun lembut tergantung keinginan pemain kendhang

- Setiap 2 gatra ditandai dengan bunyi kenong

- Bunyi kenong dipukul terlambat (nggandhul) jadi tidak tepat pada jatuhnya angka pada pukulan balungan

- Setiap nada ke-2 dan ke-6 ditandai dengan bunyi kethuk - Kempul terdapat pada bagian nada ke -4 baris kedua. - Beberapa ladrang diisi juga dengan vokal

- Karakter gendhing biasanya gagah, bersemangat, megah

5. Playon

Playon termasuk bentuk gendhing yang cukup sederhana. Gendhing ini berfungsi sebagai repertoar karawitan mandiri maupun untuk mengiringi pertunjukan tari maupun wayang. Ciri-ciri playon adalah:

- Buka dilakukan oleh kendhang

- Nada yang dimainkan bermacam-macam

- Gendhing dapat dimainkan dengan keras (soran), sedang maupun lembut, tergantung keinginan pemain kendhang

- Gendhing dapat diakhiri dengan cepat (gropak) maupun pelan - Karakter gendhing dapat bersifat riang, gagah, semangat, dan sedih - Beberapa jenis playon dapat diisi dengan vokal.

(18)

Dalam memainkan sebuah gendhing, pasti akan menemui istilah musikal berbahasa Jawa yang digunakan dan terasa asing. Untuk memudahkan permainan gendhing, berikut adalah daftar istilah:

1. Buka adalah jalinan nada-nada yang membentuk lagu tertentu dan digunakan sebagai tanda awal akan dimulainya sebuah gendhing. Buka biasa dilakukan oleh bonang barung, kendhang, rebab, siter, atau gender barung.

2. Suwuk adalah proses berhentinya suatu gendhing (selesai)

3. Soran adalah penyajian suatu gendhing secara keras (volume suara) 4. Lirih adalah penyajian suatu gendhing secara lembut (volume suara)

5. Umpak adalah bagian dari gendhing yang merupakan lagu pokok. Untuk gendhing tertentu dimainkan secara soran/ instrumental

6. Lagu adalah bagian dari gendhing. Merupakan tambahan (bagian dari lagu pokok). Gendhing tertentu dimainkan secara lirih/ memakai vokal.

7. Gongan/ ulihan adalah istilah putaran dari gong berbunyi sampai gong berbunyi berikutnya.

8. Seseg adalah cepat (konteks dalam irama gendhing)

9. Tamban/ Kendho adalah perlahan (konteks dalam irama gendhing)

10. Mathet atau Mekak adalah teknik permainan (biasanya balungan) yang dilakukan dengan cara memegang bilah bertujuan untuk membatasi gema suara gamelan.

11. Ngracik adalah penyajian instrumen secara cepat

12. Lamba adalah penyajian suatu instrumen secara lambat

13. Ngayati adalah proses perubahan irama dari pelan ke cepat atau sebaliknya. Ngayati biasa dilakukan oleh kendhang

14. Nggandhul adalah teknik permainan suatu instrumen gamelan yang tidak sesuai dengan irama yang seharusnya (terlambat). Teknik ini biasa dilakukan oleh gong atau suwukan.

15. Ajak-ajak atau Cecala adalah bunyi salah satu instrumen yang bertugas melakukan buka dan berfungsi sebagai peringatan bagi pemain instrumen yang lain untuk siap memainkan suatu gendhing.

SIMBOL INSTRUMEN

(19)

....) untuk suwukan, sebagai contoh 6521 2165)

G untuk gong, sebagai contoh 2323 653G2

n atau N untuk kenong, sebagai contoh 6n52n1 atau 6 5n 2 1n

+ atau + untuk kethuk, sebagai contoh 2 =1 2 6 2 =1 6 5

- Untuk kempyang, sebagai contoh -2 =3 -2 1 -3 =5 -3 2

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)

Buku pustaka:

Becker, Judith. Traditional Music in Modern Java: Gamelan in a Changing Society. Honolulu: University Press of Hawaii, 1980.

Hood, Mantle. The Nuclear Theme as a Determinant of Patet in Javanese Music. Groningen dan Djakarta: J.B. Wolters, 1954.

---. The Evolution of Javanese Gamelan, Book I: Music of the Roaring Sea. New York: Heinrichshofen, 1980.

---. The Evolution of Javanese Gamelan, Book II: The Legacy of the Roaring Sea. New York: Heinrichshofen, 1984.

Kunst, Jaap. Music in Java. Its History, Its Theory, and Its Technique Vol 1-2. Edisi Ketiga yang diperluas oleh E.L. Heins. The Hague: Martinus Nijhoff, 1973.

Lindsay, Jennifer. Klasik, Kitsch, Kontemporer Sebuah Studi Tentang Seni Pertunjukan Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.

Martopangrawit. Pengetahuan Karawitan I. Surakarta: Akademi Seni Karawitan Indonesia, 1975.

Murhadi, R.M. Kumpulan Gendhing Pakurmatan Tuwin Beksan ing Pura Pakualaman Jilid I. Ngayogyakarta: Lembaga Studi Jawa, 1996.

Pradjapangrawit, R.Ng. Wedhapradangga (Serat Saking Gotek). Serat Sujarah Utawi Riwayating Gamelan. Surakarta: STSI Surakarta dengan The Ford Foundation, 1990.

Probohardjono, Samsudin. Gending Djawi. Solo: Sadu Budi, 1957.

Sumanto dan R. Bima Slamet Raharja. Pengenalan Seni Karawitan Jawa. Sebagai Pegangan untuk Mata Kuliah Karawitan. Yogyakarta: Jurusan Sastra Nusantara Program Studi Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (handout tidak diterbitkan), 2008.

Sumarto, I. Dan C. Sri Suyuti. Karawitan Gaya Baru Jilid 1-2. Solo: Tiga Serangkai, 1978. Surjodiningrat, R.M. Wasisto. An Introduction to Javanese Gamelan Music. Gadjah Mada

University Press, 1996.

Tjokro, Ki dan Pak Ar. Tjatetan Not Gending Slendro-Pelog. Jogjakarta: Tanpa penerbit, 1960. Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta. Kumpulan Notasi Gending Jawa. Yogyakarta: Unit

Kesenian Jawa Gaya Surakarta, Univesitas Gadjah Mada. tt. (tidak diterbitkan) Widodo, Mateus Anwar. Not asi 202 Gendhing Yogyakarta Mataraman. Yogyakarta: UKM

Swagayugama, Gelanggang Mahasiswa, Universitas Gadjah Mada, 2004 (tidak diterbitkan).

Audio dan Video pembelajaran Materi kuliah

Audio dan Video Gendhing Gangsaran Laras Slendro Pathet Manyura Audio dan Video Gendhing Lancaran Bindri Laras Slendro Pathet Sanga

Audio dan Video Gendhing Lancaran Gugur Gunung Laras Pelog Pathet Barang Audio dan Video Gendhing Ladrang Ayun-Ayun Laras Pelog Pathet Nem Audio dan Video Gendhing Bubaran Udan Mas Laras Pelog Pathet Barang

Referensi

Dokumen terkait

Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

BAB IV KONFLIK KEPENTINGAN NEGARA SEBAGAI PEMEGANG SAHAM BUMN DALAM KEJAHATAN PERDAGANGAN ORANG DALAM.. Bentuk Kejahatan Perdagangan Orang Dalam

Belum memiliki NIDN/NIDK atau telah memiliki NIDN/NIDK dari program studi lain di PTN/PTS yang akan membuka prodi dengan tetap mempertahankan nisbah dosen dan mahasiswa

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik

Sumber daya manusia atau biasa disingkat menjadi SDM merupakan potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk sosial yang adaptif

Fungsi tabel masing-masing adalah tabel password digunakan untuk mengatur siapa saja yang boleh mengakses sistem ini; tabel Daerah berguna untuk menampung data

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa peranan kepolisian dalam pelaksanaan tugas penertiban lalu lintas di wilayah hukum Poltabes Banda Aceh secara umum

Penelitian ini menghasilkan media permainan monopoli sebagai media pembelajaran untuk siswa SMA kelas XI IPA pada materi sel yang telah mendapatkan kategori sangat layak