PERAN NEGARA
DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI
Universitas Airlangga 20 Juni, 2013
Purbaya Yudhi Sadewa
Anggota Komite Ekonomi Nasional Ekonom Danareksa Research Institute
Pemerintah: Pusat & Daerah (Provinsi, Kab/Kota)
1
BUMN & BUMD
2
Bank Indonesia
Jepang dan Korea Keluar dari Middle Income Trap
Setelah Mengalami Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Sebelum menjadi high-income countries, Jepang dan Korea memiliki periode dimana pertumbuhan ekonominya amat cepat (hingga di atas 10%).
Perekonomian China yang tumbuh cepat dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan perkiraan China akan dapat menghindari middle income trap.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 -15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Ma r-58 Ma r-60 Ma r-62 Ma r-64 Ma r-66 Ma r-68 Ma r-70 Ma r-72 Ma r-74 Ma r-76 Ma r-78 Ma r-80 Ma r-82 Ma r-84 Ma r-86 Ma r-88 Ma r-90 Mar-92 Ma r-94 Ma r-96 Ma r-98 Ma r-00 Mar-02 Ma r-04 Ma r-06 Ma r-08 Ma r-10 Ma r-12 Japan GDP (% YoY)
Japan Lending Rate (%)- Kanan
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 (10.00) (5.00) 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Ma r-71 Ma r-73 Ma r-75 Ma r-77 Mar-79 Mar-81 Ma r-83 Ma r-85 Ma r-87 Ma r-89 Ma r-91 Ma r-93 Ma r-95 Mar-97 Ma r-99 Ma r-01 Ma r-03 Ma r-05 Ma r-07 Ma r-09 Ma r-11 Korea GDP (% YoY)
Korea Lending Rate (%) - Kanan
- 4 -
Transformasi Ekonomi Korea
26.5 2.4 0 5 10 15 20 25 30 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
%GDP Korea: Pangsa Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
16.9 28.1 10 14 18 22 26 30 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
%GDP Korea: Pangsa Sektor Manufaktur
Struktur perekonomian Korea mengalami
perubahan yang serupa dengan Jepang.
Pangsa sektor Pertanian terus mengalami
penurunan. Sementara sektor Manufaktur terus mengalami kenaikan. Kinerja sektor
Manufaktur yang tetap baik membuat laju pertumbuhan Korea relatif lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan Jepang ketika negara-negara tersebut sudah Maju.
Pelajaran dari Jepang dan Korea
Untuk menjadi negara high income country diperlukan periode dengan laju
pertumbuhan ekonomi amat tinggi selama beberapa tahun. Di Jepang
dan Korea ada masa dimana ekonomi kedua negara tersebut tumbuh dengan laju di atas 10% (untuk Jepang hingga 15 tahun).
Sektor Manufaktur tidak boleh diabaikan. Perlu modal pendidikan (dasar) yang cukup.
Ada kebijakan Industri yang jelas dan kebijakan yang jelas dari pemerintah untuk sektor Manufaktur (termasuk dukungan sektor finansialnya).
Hal yang perlu dilakukan Indonesia, antara lain:
Harus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Kondisi infrastruktur kita harus diperbaiki untuk meningkatkan daya saing sektor manufaktur, maupun daya saing perekonomian secara keseluruhan.
KONDISI ANGGARAN
APBN selalu defisit, sehingga membuat APBN menjadi rentan bila ada perubahan kondisi makro ekonomi.
Pendapatan harus ditingkatkan lagi. Efisiensi pengumpulan pajak harus ditingkatkan bila kita ingin APBN yang berkesinambungan.
Tax Collection Rate hasus ditingkatkan hiingga di atas 14.5% dari PDB (Malaysia sekitar 14.3, Brasil 15.6, China 18,4%).
Anggaran selalu defisit
Tax collection rate ditingkatkan
Surplus anggaran
Postur Pengeluaran Harus Diubah
Porsi Belanja Pegawai terus membesar (Belanja rutin mendominasi).
Belanja Barang dan Modal (total) turun
Subsidi energi secara bertahap harus
dikurangi, dana untuk program yang produktif, termasuk pembangunan infrastruktur.
Alokasi untuk daerah semakin besar.
Implementasi harus lebih efektif.
BELANJA BARANG DAN MODAL
Indonesia sudah berupaya meningkatkan belanja modal. Namun, secara total belanja barang dan modal di 2013 turun.
Pertumbuhan belanja modal di 2013 juga menurun. Dampak terhadap perekonomianakan
relatif lebih rendah di 2013.
Pertumbuhan belanja modal (termasuk rasio terhadap PDB) harus diperhatikan.
Total Belanja Barang dan Modal Turun (% PDB) Pertumbuhan Belanja modal Melambat di 2013.
BELANJA INFRASTRUKTUR
Belanja Infrastruktur terus mengalami kenaikan. Namun masih belum cukup untuk ukuran
ekonomi Indonesia. Pada tahun 2013, belanja infrastruktur baru mencapai sekitar 2 persen dari PDB (idealnya 5% dari PDB).
Gap belanja infrastruktur
sekitar 275 triliun rupiah
Gap pembiayaan infrastruktur di 2013 (sekitar 275 triliun rupiah) hampir sama besar
dengan subsidi energi di 2013. Harus dilakukan realokasi secara bertahap ke depan untuk meningkatkan belanja infrastruktur.
2011 2012 Q1 12 Q1 13 2011 2012 Q1 12 Q1 13 2011 2012 Q1 12 Q1 13
1. Consumption Expenditures: Household 54.6 54.6 54.3 55.6 4.7 5.3 4.9 5.2 2.7 2.9 2.8 2.9 2. Consumption Expenditures: Government 9.0 8.9 7.0 6.8 3.2 1.2 6.4 0.4 0.3 0.1 0.4 0.0 3. Gross Fixed Capital Formation 32.0 33.2 31.9 32.0 8.8 9.8 10.0 5.9 2.1 2.4 2.3 1.4 4. Export of Goods and Services 26.3 24.3 24.9 23.3 13.6 2.0 8.2 3.4 6.3 1.0 3.9 1.6 5. Import of Goods and Services 24.9 25.8 24.7 24.4 13.3 6.6 8.9 -0.4 4.8 2.5 3.3 -0.2
GROSS DOMESTIC PRODUCT 100.0 100.0 100.0 100.0 6.5 6.2 6.3 6.0 6.5 6.2 6.3 6.0
6. Change in Stock & statistical discrepancies 3.0 5.0 6.7 6.6 n.m n.m n.m n.m n.m n.m n.m n.m 7. Total Consumption 63.6 63.4 61.3 62.5 4.5 4.8 5.1 4.7 2.9 3.0 3.2 2.9 8. Domestic Demand 95.6 96.6 93.1 94.5 5.7 6.2 6.4 5.0 5.0 5.4 5.5 4.3
Share, % Pertumbuhan, %YoY Kontribusi, %
Expenditures
IMPLEMENTASI ANGGARAN HARUS DIPERBAIKI
APBN yang ada pun belum dapat diimplementasikan secara optimal, sehingga kontribusi
belanja pemerintah terhadap perekonomian cenderung lemah.
Pemerintah mengalami masalah penyerapan anggaran sejak tahun 2008.
Tanpa perbaikan implementasi anggaran, rencana kebijakan fiskal menjadi tidak optimal.
Kebijakan fiskal adalah instrumen kebijakan pembangunan. Karena itu, alokasi APBN/APBD harus sesuai dengan strategi pembangunan yang sedang diimplemetnasikan.
Untuk membuat APBN lebih berkesinambungan, sisi pendapatan APBN harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan:
Peningkatan efisiensi pengumpulan pajak dengan:
o Koordinasi antar instansi terkait untuk memastikan seluruh warga negara yang mempunyai pendapatan di atas PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) membayar pajak dengan benar sesuai
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
o Pengenaan pajak yang lebih tinggi atau harga yang lebih tinggi untuk energi, sumber daya alam, atau polusi, yang juga akan mendorong terjadinya konservasi sumber daya alam.
Penerimaan dari komoditas SDA dipakai untuk investasi SDM, infrastruktur dan modal sosial untuk memfasilitasi diversifikasi dan meng-upgrade industri (perubahan struktur industri)
Dalam pembiayaan:
Memonetize cadangan sumber daya alam.
Deepening pasar surat utang negara dalam negeri. Hal ini akan
memudahkan pemerintah dalam membiayai program pembangunan. Pinjaman pemerintah: untuk pembiayaan investasi, dan bukan
untuk pengeluaran rutin Dalam hal belanja:
Pemerintah berperan penting dalam mendorong industri melalui penyediaan infrastruktur utama. Anggaran infrastruktur harus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 5% dari PDB. Subsidi dikembalikan sebagai instrumen perlindungan sosial
dengan mengubah secara bertahap subsidi harus dirubah menjadi subsidi ke orang.
Kelebihan anggaran dapat digunakan untuk meningkatkan belanja infrastruktur (dalam jangka panjang), maupun pendidikan.
Alokasi belanja modal (dan barang) harus ditingkatkan.
Dalam hal implementasi anggaran, penyerapan anggaran harus ditingkatkan, melalui:
o Meningkatkan koordinasi antar departemen.
o Membuat sistem monitoring pencairan APBN (dan APBD) yang lebih rutin.
o Menciptakan sistem disinsentif bagi departemen atau daerah yang lambat mencairkan anggarannya.
o Pengelolaan APBN dan APBD dikaitkan dengan kinerja, dan dilakukan berdasarkan indikator yang jelas dan terukur.
o Pemeringkatan daerah dapat digunakan untuk memacu para
pemimpin di daerah untuk menerapkan kebijakan fiskal yang baik dan prudent.
Dengan kondisi APBN yang lebih baik, maka pemerintah dapat dengan lebih leluasa menjalankan kebijakan Fiskal counter cyclica
l (ekspansi
pada saat resesi, dan kontraksi pada saat ekonomi memanas) bila
diperlukan.
Kebijakan Countercyclical
Kebijakan fiskal harus ekspansif ketika perekonomian menurun.
Kegagalan melakukan hal tersebut membuat ekonomi kita terpuruk ke dalam resesi yang dalam di tahun 1997/1998.
Kebijakan ekspansif di tahun 2008/2009 turut membantu mencegah keterpurukan.
72 80 88 96 104 112 120 128 136 144 Ja n -9 0 Oc t-9 0 Ju l-9 1 Ap r-9 2 Ja n -9 3 Oc t-9 3 Ju l-9 4 Ap r-9 5 Ja n -9 6 Oc t-9 6 Ju l-9 7 Ap r-9 8 Ja n -9 9 Oc t-9 9 Ju l-0 0 Ap r-0 1 Ja n -0 2 Oc t-0 2 Ju l-0 3 Ap r-0 4 Ja n -0 5 Oc t-0 5 Ju l-0 6 Ap r-0 7 Ja n -0 8 Oc t-0 8 Ju l-0 9 Ap r-1 0 Ja n -1 1 Oc t-1 1 Ju l-1 2 80 86 91 97 102 108 113 119 124 130 LEI (LHS) CEI (RHS) Periode Resesi Periode ekspansi Periode ekspansi Periode ekspansi Periode ekspansi Periode Resesi Periode ekspansi Periode ekspansi Periode ekspansi Periode ekspansi Indonesia melakukan kebijakan countercyclical Indonesia melakukan kebijakan Procyclycical Sumber: KEN
- 15 -
Meningkatkan Pelaksanaan Otonomi dengan Sistem Pemeringkatan
Sistem peratingan ini harus dapat memberikan reward kepada daerah yang telah berusaha menciptakan iklim investasi yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada saat yang bersamaan sistem peratingan ini harus juga dapat memberikan kesempatan kepada daerah yang tertinggal untuk memperbaiki kinerjanya. Kriteria yang digunakan dalam peratingan ini
Pemerintah: Pusat & Daerah (Provinsi, Kab/Kota)
1
BUMN & BUMD
2
Bank Indonesia
Dominasi BUMN Amat Signifikan
BUMN PENJUALAN (Rp Juta) LABA BERSIH TERATRIBUSI (Rp Juta) 2010 2011 2012 RKAP 2010 2011 2012 RKAP
PT Pertamina 438,011,566 589,765,881 527,128,069 16,775,554 21,192,302 23,500,568
PT PLN 102,973,531 208,017,823 214,187,411 10,086,686 7,193,870 12,499,671
Sub total (PT Pertamina & PT PLN) 540,985,097 797,783,704 741,315,480 26,862,240 28,386,172 36,000,239 BUMN Terbuka- Perbankan 73,810,253 119,460,370 146,121,123 16,748,933 33,934,918 39,410,959 BUMN Terbuka- Non Perbankan 132,657,793 212,522,376 244,185,652 24,674,541 30,884,444 35,522,978 BUMN Terbuka 206,468,046 331,982,746 390,306,775 41,423,474 64,819,362 74,933,937 BUMN Lainnya 216,958,788 247,985,804 309,423,706 20,162,159 22,323,409 26,940,727 Total 964,411,931 1,377,752,254 1,441,045,961 88,447,873 115,528,943 137,874,902
% terhadap PDB 15.03 18.61 16.90 1.38 1.56 1.62
Kontribusi BUMN Indonesia terhadap perekonomian cukupt signifikan. Pada tahun 2011:
Penjualan mencapai 1337 triliun rupiah (18,61% dari PDB). Laba mencapai 116 triliun rupiah (1,56% dari PDB).
KINERJA BUMN INDONESIA
BUMN dan Middle Income Trap Country
Pangsa BUMN dalam SepuluhPerusahaan Terbesar (%)
Contoh negara yang sukses keluar dari middle income trap adalah Jepang dan Korea. Besarnya peran BUMN tidak menjamin lebih cepat keluar dari middle income trap. BUMN Singapura hanya menyumbang 23 persen dalam sepuluh besar perusahaan di
sana.
BUMN memiliki peran penting pada perekonomian Indoesia.
BUMN dapat digunakan sebagai perpajangan tangan pemerintah untuk mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan tertentu/belum diminati oleh perusahaan swasta. Fungsi ini sebaiknya tetap dipertahankan ke depan.
Namun, untuk bertransformasi menjadi negara maju, Indonesia tidak dapat hanya bertumpu pada BUMN (sedikit negara maju yang ekonominya didominasi oleh BUMN), Indonesia perlu dukungan pelaku usaha swasta.
Dunia usaha secara keseluruhan (baik swasta maupun BUMN secara berimbang) harus menjadi driver dari pertumbuhan ekonomi
Perlu diciptakan iklim usaha yang kompetitif agar BUMN dan pelaku usaha swasta dapat saling melengkapi dalam menciptakan kemakmuran bersama.
Konglomerasi BUMN harus diwaspadai. BUMN tidak boleh berperilaku sebagai oligopolis, karena pada akhirnya akan cenderung menciptakan inefisiensi.
Perlu ada pemisahan yang tegas antara peran regulator (kementrian yang mengawasi BUMN tertentu) dengan peran pengusaha (BUMN).
Iklim kompetitif bagi dunia usaha secara keseluruhan (BUMN maupun swasta) harus terus dijaga. Peran KPPU harus ditingkatkan lagi ke depan, antara lain dengan:
Membuat stadar kompetensi yang baik bagi anggota KPPU.
Dalam hal BUMN: KPU harus mengawasi peran regulator di dalam BUMN (harus ada pemisahan yang tegas).
Pemerintah: Pusat & Daerah (Provinsi, Kab/Kota)
1
BUMN & BUMD
2
Bank Indonesia
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga (berkorelasi negatif).
Suku bunga yang relatif rendah akan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Tingkat bunga sangat tergantung pada laju inflasi di dalam negeri.
Pertumbuhan Ekonomi dan Suku Bunga
6 .1 1 6 .1 6 6 .3 6 6 .2 9 6 .0 2 2 3 4 5 6 7 8 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 3 5 7 9 11 13
Pertumbuhan Ekonomi TD 3M Inflasi tahunan
PDB(YoY%) Inflasi/suku b unga (%)
Kebijakan Moneter Tidak Optimal
Suku bunga pinjaman lebih tinggi dari negara tetangga kita Spread bunga yang tinggi
Perbankan diduga
berperilaku Oligopolistik: Suku bunga pinjaman sulit
turun (Oligopolistik di sistem perbankan).
Spread antara suku bunga pinjaman dan deposito tertinggi di dunia. 0 3 6 9 12 15 18 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia Malaysia Philippines Thailand Suku Bunga Pinjaman (%)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indonesia Malaysia Philippines Thailand Selisih Bunga Pinjaman-Deposito(%)
...Kebijakan Moneter Tidak Optimal
Terlalu fokus terhadap inflasi terkadang tidak baik (Inflation targeting yang terlalu ketat harus dihindari)
87 93 99 105 111 117 123 129 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 CEI P1 P2 P3 Bi sempat menaikkan bunga dari bulan Mei –
Oktober 2008
Tugas dari Bank Indonesia bukan hanya menjaga stabilitas harga,
tetapi juga bertanggung jawab terhadap pertumbuhan, dan
penyerapan tenaga kerja.
Suku bunga dipakai sebagai kebijakan counter cyclical, untuk
mendorong pembangunan infratruktur dan meng-upgrade industri
pada saat resesi.
Sequencing kebijakan liberalisasi keuangan domestik maupun
perdagangan internasional untuk menjaga stabilitas dan
pertumbuhan selama masa transisi. Tidak ada one-size fits all policy
(satu kebijakan untuk semua).
Mengoptimalkan Kebijakan Moneter
Kendalikan inflasi (Efektifkan TPI dan TPID).
Menjalankan kebijakan moneter yang konsisten.
Kurangi perilaku oligolistik di sistem finansial:
Tingkatkan persaingan antar bank.
Tingkatkan persaingan dalam sistem finansial (Hindari
sistem perbankan yang terlalu dominan).
KETERBATASAN UMK
Kemampuan Sumber Daya Manusia
Jejaring dan jangkauan pemasaran
Kemampuan teknologi
Terbatasnya UMKMK dalam mengakses
kredit/pembiayaan dari Perbankan
Terbatasnya kemampuan UMKMK dalam
menyediakan agunan.
Specialized Bank for SMEs
* Industrial Bank of Korea
Government
Korea Credit Guarantee
Small and medium-sized enterprises
Private Financial Institutions *Commercial banks
•Local Banks •Merchant Banks
•Investment finance companies •Mutual savings and finance companies
Venture capital companies
Small and Medium Industry promotion
•Managerial and technical advisory services
•Training •Leasing
•Loans through the industrial Bank of Korea
Bank of Korea Leasing Companies
Korea Technology Credit •Equity •Conditional Financial assistance loans •Guarantee •investment
•Loans and equity •Managerial and technical advisory service leasing Contribution •Investment capital • Fiscal funds