• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. DATA DAN ANALISIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. DATA DAN ANALISIS"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

IV. DATA DAN ANALISIS

4.1 Aspek Sejarah

4.1.1 Sejarah Kawasan Cagar Budaya Kotagede

Kotagede terletak sekitar 6 km dari pusat kota dan berada di bagian selatan Kota Yogyakarta, berdekatan dengan Ring Road Selatan dan Ring Road Timur Kota Yogyakarta. Kotagede merupakan salah satu tempat yang mempunyai nilai sejarah bagi Kota Yogyakarta, karena pada kawasan ini pernah dijadikan pusat pemerintahan ketika zaman pemerintahan Kerajaan Mataram Islam pada abad XVI M sebelum pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Diceritakan dalam Saujana Budaya Kotagede (Greenmap) tentang Kotagede dari masa ke masa (Tabel 3) yang diawali ketika Ki Ageng Pemanahan mendirikan sebuah pemukiman di wilayah hutan Mentaok, hadiah dari Sultan Hadiwijaya dari Pajang, atas jasanya dalam menumpas musuh Pajang yang dipimpin oleh Arya Penangsang. Wilayah ini kemudian disebut Mataram, dengan pusat pemukiman Kotagede. Ki Ageng Pemanahan bergelar Ki Ageng Mataram hingga wafatnya pada tahun 1584.

Ketika pamor Pajang menurun, Sutawijaya, putra dan penggantinya, berkeinginan untuk memiliki kekuasaan sendiri dan menyusun kekuatan, lepas dari Pajang. Setelah Pajang dapat ditundukkan dengan bantuan Pangeran Banawa, Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram Islam dengan pusat pemerintahan di Kotagede. Ia bergelar Panembahan Senapati ing Alaga Sayidin Panatagama. Selain berusaha memperluas daerah kekuasaannya, Panembahan Senapati juga membangun Kotagede, antara lain benteng kota, jagang (parit keliling), masjid agung, dan makam kerajaan di sebelah masjid agung. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di kompleks tersebut, berdekatan dengan makam ayahnya.

Panembahan Senapati digantikan oleh salah satu putranya, Pangeran Anyakrawati atau Panembahan Sedang ing Krapyak. Selama masa pemerintahannya, beliau menyempurnakan pembangunan makam kerajaan, membangun Taman Danalaya di sebelah barat kraton, mendirikan lumbung Gading, menanam pohon-pohon lada, kemukus, dan kelapa, serta membuat krapyak (hutan perburuan) di Beringan.

(2)

24

Pangeran Anyakrawati jatuh sakit dan wafat di Krapyak pada tahun 1613. Panembahan Sedang ing Krapyak digantikan oleh salah satu putranya, Pangeran Rangsang yang bergelar Sultan Agung. Pada masa pemerintahannya, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kerta, tidak jauh dari Kotagede. Walaupun begitu, sifat kekotaan Kotagede tetap terpelihara. Profesi-profesi yang dulu menjadi bagian dari kehidupan istana seperti kerajinan, pertukangan, dan perdagangan berjalan terus. Jadi, fungsi politik Kotagede berubah menjadi fungsi pasar. Sejak saat itulah muncul sebutan Pasar Gede untuk menyebut Kotagede.

Kotagede dapat tetap bertahan karena mempunyai dua keistimewaan. Pertama, wilayah Kotagede dianggap sebagai tanah pusaka karena terdapat makam leluhur Kerajaan Mataram Islam. Sikap orang Jawa yang menghormati leluhur dan berorientasi pada lingkungan kerajaan menjadikan makam kerajaan tersebut selalu dijaga dan diziarahi, baik oleh pihak kraton maupun masyarakat umum. Kedua, Kotagede sendiri sejak menjadi ibukota Kerajaan Mataram Islam telah dikenal sebagai pusat industri dan perdagangan pribumi. Fungsi pasar ini tetap hidup setelah tidak lagi menjadi ibukota kerajaan.

Akibat perjanjian Giyanti 1755, separuh wilayah Kotagede timur dikuasai oleh Surakarta dan separuh wilayah barat dikuasai oleh Yogyakarta. Hanya wilayah makam kerajaan, masjid agung, dan pasar yang dikelola secara bersama-sama.

Pada sekitar tahun 1910, empat kerajaan Jawa bagian selatan, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegara, dan Pakualaman sepakat mengadakan pembaharuan terhadap sitem kepemilikan tanah dan sistem pemerintahan. Dalam sistem kepemilikan tanah, sistem kepatuhan diganti menjadi sistem kalurahan, dimana setiap penduduk desa memiliki hak atas tanah, sehingga secara bersama-sama masyarakat dapat membentuk desa. Kotagede yang semula merupakan tanah lungguh bagi abdi dalem Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta diubah menjadi enam kelurahan dan berubah masuk wilayah DI Yogyakarta pada 1950 dan pada 1990-an dibagi lagi antara Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

Pada tahun 1960-an, yaitu pada jaman PKI perokonomian Kotagede cukup merosot. Kehidupan masyarakat tidak lagi sebaik pada masa munculnya perindustrian, sampai Kotagede ini disebut sebagai kota miskin. Hal ini diperburuk dengan terjadinya inflasi mata uang yang semakin menurunkan tingkat

(3)

perekonomian Kotagede. Tetapi setelah pada 1990 industri perak mulai diminati kembali yang kemudian ikut meningkatkan kembali taraf kehidupan masyarakat setempat.

Sempat terjadi bencana gempa bumi pada tahun 2006. Banyak bangunan tua yang memang telah rapuh mengalami ambruk parah. Tetapi pemerintah dan masyarakat dapat kembali membenahi kerusakan yang terjadi. Terdapat beberapa bangunan tua yang tidak direhabilitasi kembali dikarenakan biaya yang dibutuhkan cukup besar, sehingga hanya dilakukan pembenahan sampai bangunan tersebut dapat ditinggali kembali, tidak sama dengan bentuk bangunan yang sebelumnya.

Sampai saat ini, Kotagede telah menjelma sebagai kawasan berkarakter urban dengan permasalahan yang umum dihadapi bersifat spasial-arsitektural, selain masalah sosial-budaya, terutama sejak akhir abad XIX M ketika mulai banyak pedagang bermodal besar menetap. Kenyataan yang muncul adalah bahwa banyak lahan yang mengandung potensi sejarah berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk yang padat, karena kebutuhan akan ruang. Selain itu, terjadi pula penurunan kualitas bangunan yang diasumsikan mengubah wajah arsitektur tradisional Kotagede. Faktor usia dan masalah biaya perawatan juga menjadi masalah dalam pelestarian bangunan-bangunan yang menjadi karakter Kotagede (Saujana Budaya Kotagede (Greenmap), 2005).

Tabel 3 Ringkasan perkembangan KCB Kotagede pada setiap periode

Periode Tahun Keterangan

Awal Periode Mataram

Islam

Periode

1577 Mataram didirikan oleh Ki Ageng Pemanahan

1584 Ki Ageng Pemanahan Mangkat, Panembahan Senapati

membangun tembok keliling kraton

1586 Kotagede dijadikan tempat kedudukan kraton

1587 Kotegede menjadi pusat Kerajaan Mataram

1592 Tembok keliling selesai dibangun

Tahun Keterangan

Awal Periode Mataram Islam

1606 Makam Kotagede selesai dibangun

1613-1645 Masa pemerintahan Sultan Agung, raja lebih banyak tinggal di Kerta, Kotagede tetap menjadi makam raja-raja 1618 Raja berkraton di Kerta, Ibusuri di Kotegede

Periode Zaman Penjajahan Belanda

1633 Diberlakukan sistem kalender baru (Hijriyah)

1755 Perjanjian Giyanti, terjadi pembagian kekuasaan, Kotagede dibagi menjadi Kotagede Surakarta (Ska) dan Kotagede Yogyakarta (Yk)

(4)

26

1903 Kotagede bergerak dari kota para abdi dalem

karya-tukang-kraton menjadi pusat industry dan perdagangan pribumi

<1910 Golongan Kalang terbagi 2 sub-kelompok, Yogyakarta

(Yk) dan Surakarta (Ska). Kalang Ska diberi gelar mantra Kalang bertugas menyediakan dan mengawasi pelayanan pekerjaan kayu. Kalang Yk mengurusi transportasi dengan kuda. Sub Kalang Ska memperoleh lisensi dari kraton untuk membuka rumah gadai di seluruh wilayah

1910-1920 Perubahan pemilikan tata guna lahan kerajaan, menjadikan wibawa kraton merosot

>1920 Muhammadiyah lahir sebagai pembaharuan Islam dan

tradisi Kotagede

1922 Jaman batik/periode batik awal industri rakyat

1920-1930 Jaman perak, Kotagede sebagai kota saudagar/pedagang

1925 Jaman keemasan umat Islam Kotagede-ekonomi rakyat

1934 Pembangunan makan Hastana Rangga oleh Hamengku

Buwono VIII

1935-1938 Masa perak telah mencapai puncaknya-ekonomi rakyat Masa

Kemerdekaan RI

1945 Kasultanan Yogayakarta bergabung dengan RI dan secara

resmi diakui tahun 1952, Kotagede Ska masuk Bantul, Kotagede Yk masuk Kota Yogyakarta

1942-1950 Jepang berkuasa, perak bangkit lagi namun tidak sejaya masa sebelumnya

1950-1960 Jaman PKI, Kotagede sebagai kota miskin 1960-1990 Inflasi mata uang, perekonomian memburuk

1990-2010 Perak mulai diminati kembali, Kotagede mulai tumbuh sebagai daerah wisata perpaduan kawasan komersial dan historis

2006 Terjadi bencana gempa bumi, telah merobohkan beberapa

bangunan tua yang ada di Kotagede dan telah dilakukan rehabilitasi pada sebagian bangunan yang memungkinkan untuk diperbaiki

(5)

4.1.2 Lanskap Sejarah

KCB Kotagede adalah salah satu kota kuno di Propinsi DI. Yogyakarta yang tetap hidup dan semakin berkembang, baik dalam segi kehidupan masyarakat maupun keruangannya. KCB Kotagede sebagai kota pusat pemerintahan meninggalkan warisan arkeologis berupa keraton atau kedhaton, alun-alun, baluwarti, jagang, cepuri, masjid, makam, dan pasar (Gambar 4). Komponen-komponen itu turut membentuk dan mencerminkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pendukungnya.

Sumber: Jogja Heritage Society, 2007 Gambar 4 Peta Wilayah Kerajaan Mataram

(6)

28

Komplek Kerajaan Mataram Islam dibangun sebagaimana komplek keraton kerajaan di Jawa pada umumnya, yaitu dengan menggunakan alun-alun sebagai pusat kota (Catur Gatra Tunggal). Komplek keraton ditempatkan sebelah selatan alun-alun dan Masjid Gede di sebelah barat alun-alun. Kemudian pasar yang digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi ditempatkan di sebelah utara alun-alun. Berikut adalah elemen sejarah yang terdapat pada komplek Kerajaan Mataram Islam dan masih dipelihara dan dilestraikan pada KCB Kotagede:

a. Kompleks Masjid Besar Mataram

Terletak di sebelah barat alun-alun dan dikelilingi oleh tembok setinggi 2.5 m. Dalam Babad Momana disebutkan bahwa masjid kerajaan ini selesai dibangun pada tahun 1511 Jawa (1589 M) atas perintah Panembahan Senopati. Pernah dipugar beberapa kali akibat gempa tahun 1867 dan kebakaran tahun 1919. Pemugaran terakhir dilakukan pada akhir tahun 2002 di bawah koordinasi Pemda DI Yogyakarta. Masjid ini memiliki bentuk arsitektur yang khas (beratap tajug tumpang), memiliki serambi dan pawestren, serta dikelilingi kolam (Gambar 5). Pada dinding tembok keliling di sebelah selatan terdapat gapura yang menghubungkan kompleks masjid dengan kompleks makam kerajaan. Kompleks makam kerajaan ini juga dibangun bersamaan dengan pembangunan kompleks masjid.

(7)

b. Komplek makam kerajaan

Kompleks makam kerajaan berada di belakang masjid dan untuk mencapainya harus melewati beberapa halaman (Gambar 8). Di sini dimakamkan para peletak dasar Kerajaan Mataram Islam, diantaranya Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senapati, dan Panembahan Sedang ing Krapyak. Selain itu juga terdapat makam Sri Sultan Hamengku Buwono II, Pangeran Adipati Pakualaman I, serta sejumlah besar makam keluarga raja Mataram lainnya (Gambar 6). Terdapat pula jirat makam Ki Ageng Mangir Wanabaya yang berada separuh di dalam dan di luar kompleks makam sebagai tanda bahwa dia adalah menantu sekaligus musuh Panembahan Senapati.

Gambar 6 Denah Komplek Makam

Pada tembok kelir menuju halaman makam terdapat beberapa buah prasasti yang menjelaskan bahwa Bangsal Duda di halaman itu dibangun pada masa Sultan Agung (1644 M) dan penjelasan mengenai perbaikan makam akibat gempa bumi pada tahun 1867. Adapun kegiatan pada tempat ini adalah berziarah yang dilakukan oleh pengunjung yang harus mengikuti ritual khusus dan menggunakan pakaian khusus (Gambar 7).

Keterangan makam:

1. Nyai Ageng Nis

2. Kanjeng pangeran Jayaprana (Inggih Mijil Ing Kadilangu, Putranipun Kanjeng Sunan Kalijaga)

3. Sinuwun Datuk Palembang (Sultan Pajang, Ingkang Kala Taksih Timur Asma Jaka Tingkir)

4. Kyai Ageng Mataram, Inggih Kyai Ageng Pamanahan

5. Nyai Ageng Mataram 6. Nyai Ageng Pati

7. Kyai Ageng Jurumartani, Inggih Kyai Ageng Mandaraka

8. Kanjeng Panembahan Senapati 9. Kanjeng Pangeran Gagakbani

47. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I

76. Nyai Wirakerta, Mangir

80. Kyai Ageng Wanabaya, Mangir Anggota keluarga kerajaan lainnya

(8)

30

Gambar 7 Wistawan yang Gambar 8 Gerbang masuk akan melakukan ziarah makam Raja-Raja Mataram c. Kompleks pemandian (sendang)

Terdapat dua kompleks sendang di tempat ini, yaitu kompleks Sendang Saliran dan kompleks Sendang Kemuning. Sendang Saliran memiliki empat buah kolam, masing-masing dua kolam untuk pria/kakung (utara) (Gambar 9) dan wanita/putri (selatan). Air di kolam pria dipercaya berasal dari makam Panembahan Senapati. Di kolam mini dipercaya terdapat beberapa ikan lele dan kura-kura putih kekuning-kuningan bernama Kyai Duda, Kyai Joko, dan Mbok Rara Kuning. Sendang ini disebut saliran karena berasal dari makam (badan=salira) panembahan Senapati. Pada kedua kolam terdapat sengkalan berangka tahun 1867. Kompleks Sendang Kemuning berada di sebelah barat luar tembok makam. Sendang ini dipercaya dibuat oleh Sunan Kalijaga.

(9)

d. Keraton

Di sebelah selatan kompleks Masjid Agung dan Kampung Alun-alun terdapat kampung bernama Kedhaton dan Dalem yang berada di dalam lingkupan reruntuhan cepuri. Dugaan kuat, Keraton Mataram dulu berada di tempat ini. Di tengah-tengah lokasi ini terdapat sebuah bangunan kecil yang di dalamnya terdapat Watu Gilang dan Watu Gatheng yang dikeramatkan dan dipercaya berasal dari masa Panembahan Senopati (Gambar 10). Hingga awal abad XX M tidak ada yang berani menempati tanah yang dahulu dikenal dengan nama siti sangar. Pada tahun 1934, atas perintah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, dibangunlah kompleks makam bernama Hastorenggo yang digunakan sebagai tempat untuk memakamkan keluarga raja yang tidak biasa dimakamkan di Imogiri.

Gambar 10 Suasana Kampung Dalem e. Watu Gilang dan Watu Gatheng

Watu Gilang adalah lempengan batu andesit yang dipercaya sebagai bekas singgasana Panembahan Senapati (Gambar 11). Pada permukaannya terdapat prasati berhuruf cetak dalam bahasa latin, Perancis, Belanda dan Italia. Pada salah satu sisinya terdapat cekungan yang dipercaya sebagai bekas benturan kepala Ki Ageng Mangir Wanabaya, musuh sekaligus menantu Panembahan Senapati. Watu Gatheng sendiri berupa tiga buah batu kalsit bulat berdiameter 31 cm, 27 cm dan 15 cm (Gambar 12). Ketiga batu tersebut dipercaya sebagai alat permainan Raden Rangga, putra Panembahan Senapati. Selain itu, masih terdapat tempayan (gentong) dari batu andesit. Seluruh benda

(10)

32

itu saat ini berada dalam sebuah bangunan kecil tertutup yang berada di tengah tanah lapang dengan dinaungi beberapa pohon beringin besar.

Gambar 11 Watu Gilang Gambar 12 Watu Gatheng f. Cepuri (benteng keraton)

Cepuri adalah tembok benteng yang dibuat mengelilingi kompleks kraton. Cepuri Kotagede ini dibangun oleh panembahan Senapati dan selesai pada tahun 1592/1593 M. Keseluruhan cepuri sudah tidak utuh lagi dan hanya berupa reruntuhan yang ada di beberapa tempat. Tembok yang tersusun atas bata dan batu putih ini tebalnya mencapai 120 cm dan pada beberapa tempat

(a) (b)

Gambar 13 Sisa-sisa benteng keraton (a) utara, (b) selatan.

ada yang tingginya mencapai 2 m. Cepuri ini sangat spesifik karena ternyata denahnya tidak simetris. Tembok keliling ini melengkung di sudut tenggara, sehingga masyarakat menyebutnya Bokong Semar (Gambar 13b). Daya tarik lainnya, pada sisi utara terdapat lubang selebar 1 m yang dipercaya masyarakat sebagai Bobolan Raden Rangga (Gambar 13a). Situs ini erat

(11)

kaitannya dengan legenda raden Rangga yang dihempaskan oleh ayahnya, Panembahan Senapati, hingga tubuhnya menjebol dinding cepuri.

g. Baluwarti (benteng kota)

Baluwarti adalah benteng yang mengelilingi kota, dibangun dengan mempertimbangkan kondisi alam Kotagede, antara lain tampak pada sisi barat dan timur yang masing-masing dibangun mengikuti alur Sungai Gajah Wong dan Sungai Manggisan. Saat ini, keberadaannya secara keseluruhan hanya bisa diketahui dari sumber sekunder. Sisa benteng hanya terdapat beberapa tempat dalam bentuk reruntuhan (Gambar 14). Beberapa sisa batu putih penyusun baluwarti ada yang dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai bahan bangunan rumah mereka.

Gambar 14 Sisa-sisa benteng kota (baluwarti) h. Parit keliling (jagang)

Kotagede dilengkapi pula dengan jagang (parit keliling), di sekeliling cepuri dan baluwarti yang dibangun pertama. Jagang dalam yang mengelilingi cepuri dibuat selebar 20-30 cm dengan dalam sekitar 1-3 m. Sisa jagang dalam hanya tampak di beberapa tempat, antara lain di sisi barat dan selatan. Jagang luar dibuat mengikuti alur baluwarti dengan ukuran yang hampir sama dengan jagang dalam. Khusus untuk baluwarti sisi barat dan timur tidak memiliki jagang buatan karena sudah memanfaatkan jagang alami berupa aliran Sungai Gajah Wong dan Sungai Manggisan. Sisa jagang saat ini hanya bisa dilihat di beberapa tempat dan sebagian besar telah berubah wajah menjadi persawahan dan pemukiman penduduk di sebelah timur Kompleks Masjid Agung dan mengisyaratkan bahwa di lokasi kampung itu berada dahulu merupakan sebuah alun-alun Kraton Kotagede (Gambar 15). Namun, tidak ada

(12)

tanda-34

tanda fisik lagi yang tersisa dan berganti dengan pemukiman penduduk yang cukup padat.

Gambar 15 Jagang yang telah direnovasi menjadi saluran drainase i. Pasar Gede

Pasar Kotagede ini sudah ada sejak wilayah ini dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan pada abad XVI M dan diduga kuat masih berada di tempatnya yang asli sejak dulu. Pasar Kotagede adalah salah satu wilayah yang diurus bersama-sama oleh pihak Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta sejak Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Pasar ini telah mengalami beberapa kali renovasi, sehingga wajahnya telah berubah menjadi seperti pasar pada umumnya (Gambar 16a dan 16b). Pasar Kotagede dibuka setiap hari dan puncaknya pada hari pasaran Legi. Pada hari pasaran Legi, situasi di pasar macet total, karena banyaknya pedagang dari beberapa tempat yang berjualan hingga ke badan jalan, terutama pedagang burung.

(a) (b) Gambar 16 Suasana Pasar (a) timur, (b) barat

(13)

4.1.3. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pelestarian

Hasil analisis secara skoring (Tabel 4) menilai setiap elemen sejarah menurut beberapa kriteria yang dapat menunjukkan nilai kepentingan elemen tersebut untuk dilestarikan. Kriteria tersebut terdiri dari keaslian, keunikan/kelangkaan, nilai sejarah, keutuhan, estetika, kejamakan dan keistimewaan.

Hasil analisis secara spasial (Gambar 17) mencari pembagian kawasan untuk pelestarian berdasarkan hasil overlay antara peta KCB Kotagede dengan peta kawasan Kerajaan Mataram Islam.

Dari hasil kedua analisis di atas maka kesesuaian kawasan untuk kegiatan pelestarian dibagi menjadi tiga zona yaitu kawasan yang bernilai tinggi, sedang dan rendah (Gambar 18). Pembagian zona ini didasarkan pada letak keberadaan elemen sejarah. Zona yang bernilai tinggi adalah kawasan yang di dalamnya terdapat elemen utama kerajaan yang disebut Catur Gatra Tunggal, yaitu Komplek Makam Raja-Raja Mataram, Pasar Gede, Kampung Alun-Alun dan Kampung Dalem (tapak yang dahulu pernah didirikan keraton). Zona yang bernilai sedang merupakan kawasan yang dahulunya adalah kawasan kerajaan yang dikelilingi oleh baluwarti (benteng kota). Sedangkan zona yang bernilai rendah merupakan kawasan yang dahulunya bukan termasuk pada kawasan kerajaan (di luar baluwarti).

(14)

36

(15)
(16)

38 Gambar 18 Kesesuian lahan untuk pelestarian 

(17)

4.2 Aspek Fisik 4.2.1 Letak Geografis

Kotagede merupakan sebuah kecamatan yang memiliki tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Rejowinangun, Kelurahan Purbayan, dan Kelurahan Prenggan. Secara administratif batas wilayah Kecamatan Kotagede adalah sebagai berikut;

• Utara : Banguntapan Kabupaten Bantul • Timur : Banguntapan Kabupaten Bantul • Selatan : Banguntapan Kabupaten Bantul • Barat : Umbulharjo Kota Yogyakarta

Kecamatan Kotagede terletak sekitar 6 kilometer di daerah pinggir sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Wilayah ini juga berbatasan langsung dengan Kabupaten Bantul. Jarak dengan pusat kota dapat dikatakan dekat karena luas wilayah Kota Yogyakarta relatif kecil (Gambar 19).

Kawasan yang menjadi batas penelitian ini mempunyai luasan wilayah sekitar 209 ha. Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang terdiri dari dua kelurahan pada Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta dan satu desa pada Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, yaitu Kelurahan Prenggan, Kelurahan Purbayan, dan Desa Jagalan (Saujana Budaya Kotagede (Greenmap)). Adapun batas wilayah dari Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini adalah:

• Utara : Kelurahan Rejowinangun/Kec. Kotegede • Timur : Kelurahan Singosaren/Kec. Banguntapan • Selatan : Kelurahan Singosaren/Kec. Banguntapan • Barat : Kelurahan Giwangan/Kec. Umbulharjo

Kawasan Cagar Budaya Kotagede sudah cukup dikenal oleh wisatawan lokal maupun mancanegara sebagai pusat kerajinan perak. Selain itu pada kawasan ini terdapat banyak bangunan kuno dan beberapa Benda Cagar Budaya.

(18)

40 Gambar 19 Peta sekitar kawasan lokasi penelitian 

(19)

4.2.2 Aksesbilitas

Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini mempunyai tiga akses masuk utama, yaitu melalui gerbang pada Jalan Kemasan (Gambar 20), Jalan Tegalgendu (Gambar 21), dan Jalan Karanglo. Tetapi untuk intensitas pemakaian, Jalan Kemasan merupakan jalan yang memiliki intensitas pemakaian yang cukup tinggi. Karena selain digunakan oleh wisatawan, jalan ini juga digunakan sebagai jalan utama oleh masyarakat setempat.

Gambar 20 Gerbang masuk melalui Gambar 21 Gerbang masuk melalui Jalan Kemasan Jalan Tegalgendu

Jika akan masuk melalui gerbang Jalan Kemasan maka alat transportasi yang dapat digunakan adalah bis kota Jalur 9 yang memakan waktu sekitar 20 menit dari pusat kota. Untuk memasuki gerbang Jalan Tegalgendu dapat menggunakan alat tranportasi Trans Jogja Jalur 3A (sekitar 10 menit dari Terminal Giwangan). dan untuk menuju Jalan Karanglo dapat digunakan bis kota Jalur 4 yang melewati Ring Road Timur dan memakan waktu sekitar 30 menit dari pusat kota. Ketiga bis tersebut dapat dinaiki di Terminal Giwangan, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kawasan KCB Kotagede ini.

4.2.3 Topografi dan Jenis Tanah

Kawasan KCB Kotagede terletak pada ketinggian 110-115 m dpl dan memiliki kemiringan lereng 0-4 % ke arah selatan dengan garis kontur melintang dari arah timur ke barat. Pada kawasan ini tidak terlalu banyak memiliki kelas kelerengan, maka dapat dikatakan sebagian besar kawasan ini memiliki topografi yang datar.

(20)

42

Jenis tanah yang terdapat pada kawasan KCB Kotagede ini adalah regosol kelabu dari abu intermedir dan tuff serta regosol coklat kelabu dari abu intermedir. Berikut adalah tabel sifat fisik dan kimia untuk kawasan KCB Kotagede

Tabel 5 Sifat fisik dan kimia tanah Kotagede

Uraian Sifat

Jenis Regosol kelabu sampai dengan coklat keabuan (bahan

induknya merupakan abu vulkan dan Regosol kelabu sampai dengan coklat keabuan (bahan induknya merupakan abu vulkan dan tuff vulkanik dari Gunung Merapi yang berada di sebelah utara Yogyakarta)

Warna Kelabu coklat

Tekstur Pasir Struktur Remah

Konsistensi Lemah hingga teguh

Permeabilitas Sedang sampai dengan tinggi

Porositas Kecil

Daya menahan air Kecil

Derajat erosi Peka terhadap erosi

Ketebalan solum Tipis

pH 6-7

Kandungan unsur hara Cukup akan unsur P dan K yang masih segar dan belum siap diserap tanaman, akan tetapi kekurangan unsur N, sehingga produktivitasnya sedang hingga tinggi

Sumber: Soeroso, 2000 4.2.4 Hidrologi

Pemanfaatan aliran air sungai Gajah Wong telah dilakukan sejak dulu. Aliran sungai ini oleh masyarakat digunakan untuk mengairi areal pertanian mereka. Sempat juga dibangun sebuah dam yang diberi nama dam Gajah Wong untuk mempermudah pengairan, tetapi pada tahun 2001 dam ini jebol akibat banjir dan direnovasi pada tahun 2004. Sekarang ini di tepian sungai banyak terdapat sampah akibat pencemaran lingkungan.

Pada areal pemukiman, sumber air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yaitu berasal dari sumur yang umumnya terletak di area pribadi. Sumber air bersih dari PDAM juga dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, terutama yang rumahnya terletak di pinggir jalan utama.

Aliran air kotor yang berasal dari limbah dari kamar mandi, dapur, dan air cucian disalurkan ke bak control dan langsung dibuang ke sumur resapan. Untuk air kotor yang berasal dari WC disalurkan ke tangki septic tank dan selanjutnya juga dialirkan ke sumur resapan.

(21)

4.2.5 Iklim

Salah satu faktor alam atau lingkungan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan suatu kawasan adalah iklim. Data iklim diperlukan untuk dapat memperhitungkan tingkat kenyamanan pengguna dalam kawasan tersebut. Adapun unsur-unsur iklim yang dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna adalah suhu udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari, dan pergerakan angin.

Secara umum, pada Kecamatan Kotagede rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2008 terjadi pada bulan Desember, yaitu sebanyak 524 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli (20 mm). Rata-rata hari hujan per bulan adalah 7,67 hari.

Tabel 6 Nilai rata-rata unsur iklim Kota Yogyakarta tahun 2000-2008

Sumber: Kota Yogyakarta dalam Angka Tahun 2000-2008

Jumlah curah hujan tertinggi pada kawasan terjadi pada bulan Maret, yaitu sebanyak 219,44 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli (20 mm). Untuk kelembaban udara rata-rata cukup tinggi, terjadi pada bulan Maret sebesar 85,44% dan terendah pada bulan Agustus sebesar 73,22% (Tabel 6). Sedangkan tekanan udara yang terjadi pada kawasan ini rata 1010,4 mb dengan suhu udara rata-rata 26oC. Untuk suhu rata-rata tertinggi terjadi pada siang hari yaitu sekitar 32 oC dan suhu rata-rata terendah terjadi pada malam hari yaitu sekitar 22oC.

Dari faktor suhu rata-rata dan kelembaban udara, maka dapat dihitung besarnya kenyamanan thermal (Temperature Humidity Index), yaitu dengan menggunakan rumus :

THI = 0,8 T + (RH x T)/500 RH : kelembaban nisbi udara (%) T : suhu udara (oC)

Curah hujan Kecepatan angin

(mm) min max rata‐rata min max rata‐rata min max rata‐rata (knot)

Januari 135.44 60.33 96.11 84.56 1007.16 1012.09 1009.62 23.77 31.19 26.63 5.22 Februari 169.63 58.11 96.44 85.11 1006.72 1011.87 1009.28 23.42 31.32 26.08 5 Maret 219.44 69.11 93.67 85.44 1006.28 1012.13 1009.28 23.31 30.6 26.48 4.89 April 92.22 64.78 93.33 82.78 1007.37 1011.99 1009.64 23.5 31.19 26.93 4.11 Mei 54.33 54.67 92.22 80.11 1007.94 1012.6 1010.53 22.96 32.46 26.69 3.78 Juni 27.67 52.78 93.56 79 1008.41 1013.41 1010.92 22.03 31.72 26.01 3.92 Juli 20 58 88 76.22 1009.8 1012.84 1011.71 20.27 32.13 25.3 3.67 Agustus 52.89 86 73.22 1010.63 1013.34 1012.32 22.34 32.57 26.67 4.67 September 49 84.11 74.56 1011.23 1014.08 1012.64 22.01 32.52 26.49 5.04 Oktober 30.43 55.56 87.44 75 1009.11 1014.61 1011.72 22.86 34.31 28.46 4.73 November 85.2 83 94 81.22 1008.38 1012.59 1010.26 24.52 32.52 27.73 4.67 Desember 164 65 92.22 81.78 1007.76 1012.6 1009.92 23.83 31.94 26.96 5.33

Bulan Kelembaban udara (%) Tekanan udara (mb) Suhu udara (

o

(22)

44

Dari hasil perhitungan tersebut, jika didapatkan nilai THI < 27, maka dapat dikatakan tempat tersebut nyaman bagi pengguna dan sebaliknya, jika nilai THI > 27 maka dapat dikatakan tempat tersebut kurang nyaman bagi pengguna. Sedangkan dari hasil perhitungan didapatkan nilai sebesar 25,63 dimana nilai kelembaban nisbi yang digunakan sebesar 79,9% (rata-rata dari bulan Januari-Desember pada tahun 2000-2008) dan suhu udara sekitar 26,7 oC (rata-rata dari bulan Januari-Desember pada tahun 2000-2008). Dengan demikian kawasan KCB Kotagede dapat dikategorikan nyaman. Tetapi untuk meningkatkan kenyamanan pada kawasan diperlukan upaya penanaman vegetasi yang dapat menurunkan suhu pada kawasan.

4.2.6 Penggunaan Lahan

Lahan di kawasan KCB Kotagede adalah pemukiman, penggunaan campuran (mixed use), perdagangan, sarana peribadatan, sekolah dan fasilitas umum, seperti poliklinik, jembatan dan jalan (Gambar 26). Penggunaan lahan pada kawasan sebagian besar merupakan pemukiman penduduk lokal. Ruang tata hijau pada kawasan sangat sedikit bahkan dapat dikatakan kurang. Area persawahan hanya terdapat pada perbatasan sebelah timur, sedangkan perbatasan sebelah barat merupakan sungai Gajah Wong yang juga merupakan salah satu elemen pembatas pada masa kerajaan.

Pengembangan pembangunan pada kawasan ini belum terlalu dibatasi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penambahan bangunan rumah maupun toko pada zona yang termasuk mintakat inti. Maka diperlukan peraturan dari pihak pemerintah yang dapat menindak tegas bagi masyarakat yang melakukan perluasan area bangunan mereka sehingga akan mengganggu ataupun mengurangi nilai sejarah yang ada.

4.2.7 Vegetasi dan Satwa

Jenis tanaman yang terdapat pada KCB Kotagede cukup beragam. Sebagian besar jenis tanaman termasuk pada tanaman budidaya yang sengaja ditanam oleh masyarakat setempat. Selain tanaman budidaya, terdapat juga jenis tanaman yang memiliki nilai sejarah, yaitu tanaman yang telah tumbuh sejak masa lampau dan juga telah menjadi tanaman ciri khas pada kawasan ini. Berikut adalah tabel nama-nama tanaman yang terdapat pada KCB Kotagede :

(23)

Tabel 7 Daftar vegetasi pada KCB Kotagede

No Nama lokal Nama latin

1 Sawo kecik Manilkara kauki Dup.

2 Sawo manila Achras zapota

3 Jeruk nipis Citrus sp.

4 Melinjo Gnetum gnemon

5 Belimbing wuluh Averrhoa bilimbi

6 Pisang Musa domestica

7 Tanjung Mimusoph elengi L.

8 Cempaka Michelia champaca L.

9 Beringin Ficus benjamina L.

10 Nagasari Mesua fernea L.

11 Asem Tamarindus indica L.

12 Kapuk randu Ceiba petandra

13 Kelapa gading Cocos nucifera

14 Kepel Stelechocarpus burahol

15 Mundu Garcinia dulcis

16 Mindi Melia azedarach L.

17 Pace Morinda citrifolia L.

18 Jambu biji Psidium guajava

19 Mangga Mangifera indica L.

20 Nangka Arthocarpus integra

21 Pacar cina Impatiens sp.

22 Melati Jasminum sp.

23 Soka Ixora sp.

24 Ceplok piring Gardenia jasminoides

25 Sri rejeki Aglaonema sp.

26 Teh-tehan Acalypha macrophylla

27 Bunga sepatu Hibiscus sp.

28 Beluntas Pluchea indica

29 Puring Codiaeum sp.

30 Mangkokan Nothopanax scutellarium

31 Mahkota dewa Phaleria macrocarpa

32 Sirih merah Piper Betle L. Var rubrum

33 Pohon gayam Inocarpus edulis

Sumber: Survei dan Pedoman Pelestarian bagi Pemilik Rumah Kawasan Pusaka Kotagede

Satwa liar yang terdapat pada KCB Kotagede ini antara lain burung Derkuku (Streptopelia chinensis) dan Throtokan (Picnonotus griafier). Selain itu terdapat juga beberapa jenis serangga. Sedangkan untuk satwa yang dibudidayakan masyarakat adalah satwa jenis ternak seperti ayam bekisar, ayam negeri, ayam hutan hijau jantan, itik, kambing, sapi biasa, sapi perah, dan kuda.

(24)

46

4.2.8 Fasilitas dan Utilitas

Fasilitas yang tersedia pada KCB Kotagede ini cukup memadai. Pada kawasan ini terdapat sarana pendidikan, sarana ibadah, sarana olahraga, dan pelayanan kesehatan (Gambar 30) .

Sarana pendidikan umum yang tersedia, yaitu 14 Taman Kanak-kanak, 15 Sekolah Dasar, 3 SMP/SLTP, 2 SMA/SLTA. Semua sarana pendidikan tersebut ada yang terdaftar sebagai sekolah negeri dan ada juga yang terdaftar sebagai sekolah swasta. Untuk sarana pendidikan khusus terdapat 3 Pondok pesantren dan 5 Madrasah.

Sebagian besar masyarakat di kawasan ini menganut agama Islam. Fasilitas ibadah yang tersedia adalah masjid sebanyak 30 buah dan musholla sebanyak 36 buah. Bagi masyarakat yang menganut agama Kristen terdapat fasilitas gereja sebanyak satu buah. Selain itu, terdapat juga masyarakat yang menganut agama Hindu, tetapi bagi mereka belum tersedia fasilitas untuk ibadah di kawasan ini.

Gambar 22 Lapang Karang Gambar 23 RS PKU Muhammadiyah Sarana olahraga yang terdapat pada kawasan ini terdiri dari beberapa fasilitas untuk berbagai bidang olahraga. Fasilitas tersebut adalah lapangan sepak bola satu buah (Gambar 22), lapangan basket 3 buah, lapangan voli 8 buah, lapangan bulutangkis 36 buah, lapangan tenis meja 11 buah, lapangan tenis 2 buah, dan sanggar senam sebanyak satu buah.

Pelayanan kesehatan yang tersedia berupa Poliklinik Balai Pelayanan Masyarakat (Gambar 23), Rumah Sakit Bersalin, Laboratorium, dan beberapa buah apotek. Pelayanan yang diberikan oleh poliklinik sudah cukup memadai, karena poliklinik tersebut menyediakan dokter dalam berbagai bidang spesialis.

(25)

Terdapat beberapa jenis sarana komunikasi pada kawasan ini. Sebagian besar masyarakat menggunakan pesawat telepon untuk saling berkomunikasi. Tetapi masyarakat juga masih menggunakan alat lain untuk berkomunikasi, seperti ORARI dan INTERCOM. Untuk fasilitas komunikasi umum terdapat pemancar radio, telepon umum, dan TV umum.

Jaringan listrik pertama kali masuk KCB Kotagede pada tahun 1923. Pemanfaatan listrik oleh masyarakat digunakan untuk penerangan juga untuk penunjang fasilitas yang ada. Pelayanan listrik saat ini telah ditangani oleh PLN. Selain itu, terdapat beberapa sisa jaringan listrik kuno berupa gardu distribusi listrik kuno yang berada di pojok barat laut Pasar Kotagede dan beberapa tiang listrik kuno yang terbuat dari batang kayu. Gardu listrik kuno (Gambar 24) tersebut dibangun pada tahun 1922 dan dikenal dengan sebutan Babon Aniem oleh masyarakat setempat. Sedangkan untuk tiang listrik kayu (Gambar 25) masih dapat dijumpai di wilayah Selokraman, Celenan, Toprayan, dan Jalan Mondorokan.

Gambar 24 Gardu listrik kuno Gambar 25 Tiang listrik kayu Saluran drainase pada kawasan KCB Kotagede berupa gorong-gorong maupun selokan. Semua aliran selokan diarahkan ke Sungai Gajah Wong. Namun, beberapa selokan tersebut kondisinya dalam keadaan buruk, sehingga selalu menjadi penyebab banjir pada beberapa ruas jalan.

(26)

48

4.3 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Keadaan Sosial Ekonomi

Kawasan Pasar Gede dahulu belum seluas seperti sekarang dan aktivitas jual beli dilakukan di bawah pohon-pohon yang rindang. Komoditi yang diperdagangkan adalah hasil pertanian yang berasal dari pedesaan.

Selain bertani, mereka juga berprofesi sebagai abdi dalem karya, pengrajin kerajaan atau tukang kraton. Para pengrajin ini didatangkan dari Gunung Kidul dan Bantul. Pada awalnya mereka dikumpulkan untuk melayani kebutuhan istana dan para pejabat. Hingga pertengahan abad XIX M, produksi dan distribusi barang-barang itu tidak diutamakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen umum. Setelah perang Diponegoro berakhir, ekonomi lokal Kotagede mulai tumbuh dengan munculnya kelompok pedagang yang mengkhususkan produksi dan distribusi kebutuhan pokok kaum tani, sebagai salah satu usaha untuk menyelamatkan pedagang lokal dari serbuan pengusaha asing. Selain kerajinan emas dan perak, ada juga kerajinan tembaga dan tekstil.

Kerajinan tembaga di Kotagede sangat terbatas jumlahnya dan hanya memproduksi alat-alat rumah tangga. Sementara kerajinan tenun di Kelurahan Jagalan dan Kampung Alun-Alun memproduksi kain lurik yang ditenun manual. Industri tekstil yang berkembang adalah industri batik. Pada tahun 1920-an disebut zaman batik karena jaringan perdagangannya hingga seluruh pelosok Jawa. Untuk saat ini hanya beberapa kerajinan yang masih bertahan, terutama pengrajin perak dan untuk persebaran dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 27.

Pasar Gede pada hari-hari biasa menjual hasil pertanian dan kebutuhan pangan. Ketika pasaran Legi tiba, kain cap (batik), barang-barang besi dan tembaga, kayu arang, gamping, burung, hingga bunga untuk ziarah turut dijual. Para pedagang dari seluruh penjuru Jawa berkunjung kesana setiap hari. Industri Kotagede, terutama reputasi barang-barang emas dan peraknya terkenal di seluruh penjuru Jawa.

Salah satu pendukung ekonomi Kotagede adalah keberadaan orang-orang Kalang yang berpusat di Tegalgendu. Mereka adalah penyedia kayu dan ahli

(27)

bangunan kraton. Kelompok ini sangat eksklusif, hal ini dapat dilihat dari ciri rumah mereka yang berarsitektur campuran antara Jawa dan Eropa dengan interior yang mewah.

Kotagede juga mempunyai industri makanan kecil, yaitu yangko dan kipa (baca: kipo). Keduanya merupakan industri rumah tangga yang cukup populer di berbagai kota di Jawa. Persebaran usahanya industri makanan ini pun cukup banyak dalam kawasan (Gambar 29). Namun usaha kipa tidak begitu berkembang karena makanannya yang cepat basi. Kemerosotan ekonomi akibat situasi politik yang tidak stabil pada 1950-1960-an membuat perindustrian di Kotagede menggantungkan hidupnya pada usaha pakaian jadi dan perhiasan emas imitasi yang tidak banyak memerlukan keahlian dan pengalaman.

Saat ini, aktivitas perekonomian di Kotagede tidak seramai dulu, kebanyakan hanya untuk kepentingan pariwisata dan kebutuhan sehari-hari. Industri perak yang menjadi kekhasan Kotagede saat ini lebih banyak berbentuk industri kecil dan artshop.

4.3.2 Keadaan Sosial Budaya

Jumlah penduduk pada KCB Kotagede ini adalah 24462 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 7039. Jika dibandingkan dengan luas kawasan, rata-rata dalam satu ha terdapat jumlah penduduk sebanyak 117 jiwa (Tabel 8). Kelurahan yang paling padat peduduknya adalah pada Kelurahan Purbayan, dimana dalam luasan satu ha rata-rata terdapat jumlah penduduk sebanyak 116 jiwa.

Tabel 8 Luas wilayah dan jumlah penduduk KCB Kotagede

Uraian Prenggan Purbayan Jagalan Total

Luas wilayah (ha) 98,7 83,456 26,822 209

Jumlah penduduk 11.402 9.663 3.397 24.462

Rerata jumlah

penduduk (jiwa/ha) 115,52

115,79 126,67 117,05

Sumber: Data Monografi Kelurahan Prenggan, Purbayan dan Jagalan

Mata pencaharian penduduk KCB Kotagede sebagian besar adalah karyawan PNS. Pekerjaan sebagai petani pada kawasan ini tidak terlalu banyak, hal ini dikarenakan areal pertanian yang terpadat pada kawasan ini tidak terlalu luas, sebagian besar kawasan digunakan penduduk untuk areal pemukiman dan perdagangan (Tabel 9).

(28)

50

Tabel 9 Jenis mata pencaharian masyarakat KCB Kotagede

Uraian Prenggan Purbayan Jagalan Total

Karyawan PNS 700 297 116 1113 Karyawan ABRI 47 32 14 93 Karyawan Swasta 2.278 4.097 136 6.511 Pedagang 1.788 354 405 2.547 Petani 12 18 0 30 Pertukangan 60 142 24 226 Buruh tani 15 10 0 25 Pensiunan 249 107 36 392 Pemulung 2 2 0 4 Jasa 4 76 44 124 Total 5.155 5.135 775 11.065

Sumber: Data Monografi Kelurahan Prenggan, Purbayan dan Jagalan

Tingkat pendidikan penduduk pada KCB Kotagede ini cukup tinggi. Sebanyak 74.82% dari jumlah penduduk telah sempat lulus pendidikan, baik itu melalui pendidikan umum maupun pendidikan khusus. Lulusan SMA/SLTA merupakan jumlah penduduk yang terbanyak pada kawasan ini (Tabel 10).

Tabel 10 Tingkat pendidikan masyarakat KCB Kotagede

Status pendidikan Prenggan Purbayan Jagalan Total

Taman kanak-kanak 596 1.293 106 1.995 Sekolah Dasar 1.351 1.754 298 3.403 SMP/SLTP 1.468 1.395 345 3.208 SMA/SLTA 1.256 2.587 547 4.390 Akademi/D1-D3 620 374 60 1.054 Sarjana (S1-S3) 1.910 1.057 288 3.255 Pondok Pesantren 59 0 0 59 Madrasah 162 278 0 440 Pendidikan Keagamaan 285 167 0 452

Sekolah Luar Biasa 2 0 0 2

Kursus/Keterampilan 26 19 0 45

Total 7.735 8.924 1.644 18.303

(29)

51

(30)

52 Gambar 27 Persebaran kerajinan KCB Kotagede 

(31)

53 Gambar 28 Persebaran kesenian KCB Kotagede 

(32)

54 Gambar 29 Persebaran pengolahan makanan tradisional KCB Kotagede 

(33)

55 Gambar 30 Persebaran fasilitas umum KCB Kotagede 

(34)

56

4.4 Aspek Wisata 4.4.1 Objek Wisata

Objek wisata yang terdapat pada KCB Kotagede berupa wisata sejarah dan wisata belanja (Tabel 10). Kedua jenis wisata inilah yang saat ini dilakukan oleh wisatawan yang datang berkunjung. Untuk wisata sejarah, objek wisata yang selalu dikunjungi adalah Komplek Makam Raja-Raja Mataram yang di dalamnya terdapat Masjid Besar Mataram, Komplek Makam Raja Mataram, dan komplek pemandian (sendang) serta Situs Watu Gilang dan Watu Gatheng. Sedangkan untuk wisata belanja, lokasi yang dikunjungi adalah komplek pertokoan kerajinan perak, yang memang sudah terkenal di berbagai daerah. Adapun beberapa objek sejarah-budaya dan objek lainnya yang terdapat pada KCB Kotagede berpotensi untuk dijadikan objek wisata, diantaranya adalah:

a. Cepuri

Tembok batas kraton ini sudah tidak utuh sepenuhnya. Tetapi masih ada pada beberapa lokasi yang masih tersisa, walaupun itu tidak sesuai dengan yang aslinya. Benteng yang tersisa tersebut berupa tumpukan batu yang dulu merupakan bahan untuk membangun benteng tersebut, ada juga yang oleh pemerintah telah direkonstruksi tapi hanya pada beberapa sudut saja. Dengan menggunakan cepuri sebagai objek wisata, diharapkan wisatawan dapat menginterpretasikan batasan wilayah komplek kraton pada masa lalu.

b. Gang rukunan

Gang rukunan adalah tipe pemukiman yang bersifat kolektif. Pada lokasi ini terdapat rumah yang dikelilingi oleh tembok dan menghasilkan jalan yang terbentuk dari ruang yang memisahkan antara dalem dan pendapa (pringgitan) atau terbentuk dari emperan rumah. Gang rukunan yang tersisa terdapat di Kampung Alun-Alun yang dikenal dengan Between Two Gates, terdiri dari Sembilan rumah yang berderet dari barat ke timur milik saudagar Atmosoeprobo (Gambar 31). Rata-rata rumah tersebut dibangun pada pertengahan abad XIX M. Tata ruangnya masih terjaga dengan deretan rumah menghadap selatan juga terdapat ornament yang berbeda masing-masing Jawa-Hindu, Jawa-Islam dan Kolonial. Tempat ini dapat menginformasikan

(35)

kepada wisatawan bagaimana model bangunan asli rumah penduduk Kotagede yang masih dipertahankan oleh pemiliknya juga dapat menikmati keunikan perpaduan gaya arsitektur dan ornament Jawa-Hindu-Islam-Kolonial.

Gambar 31 Pintu Gerbang Gang Rukunan c. Rumah Kalang

Masyarakat Kalang sejak lama dikenal sebagai kelompok minoritas yang hidup di tepi-tepi hutan di seluruh wilayah Jawa sebagai tukang kayu. Pada masa Mataram Islam, masyarakat Kalang muncul dalam beberapa pemberitaan. Pada tahun 1640, Sultan Agung mengumpulkan beberapa orang Kalang untuk menetap karena kemahiran mereka dalam bidang pertukangan sangat diperlukan oleh kerajaan. Di Kotagede, masyarakat Kalang bertempat tinggal di Tegalgendu. Peran mereka semakin meningkat pada akhir abab XIX M dan awal abad XX M ketika berhasil menjadi pengusaha dan pedagang yang sukses.

(a) (b) Gambar 32 Kondisi rumah (a) tidak terawat, (b) terawat

(36)

58

Rumah-rumah mereka yang mirip istana dibangun selama awal abad XX M (Gambar 32b). Rumah-rumah tersebut menitipkan kisah masyarakat Kalang pada masa itu yang secara berlebihan memamerkan kekayaan mereka. Mereka hidup secara eksklusif, anti politik, serta mengabaikan pendidikan, agama, dan kehidupan sosial. Seiring berjalannya waktu, saat ini masyarakat Kalang telah membaur dengan masyarakat umum. Beberapa rumah Kalang sempat ada yang tidak terurus dan rusak sia-sia karena mahalnya biaya perawatan yang diperlukan (Gambar 32a). Ada pula beberapa rumah yang kemudian dimanfaatkan oleh warga untuk berbagai aktivitas.

d. Langgar tua dan rumah Prof. Kahar Muzakkir

Langgar tua ini salah satu bangunan tua khas yang tersisa di Kotagede. Konsep bangunan ini berorientasi pada arsitektur Jawa-Hindu (Gambar 33). Langgar merupakan bagian yang tersuci dari keseluruhan bangunan rumah, maka diletakkan di bagian depan-atas. Wisatawan dapat menikmati keunikan dari gaya arsitektur langgar ini dan mendapatkan interpretasi tentang kehidupan masyarakat Kotagede yang cukup taat beragama sejak dulu.

Gambar 33 Langgar Tua Gambar 34 Reruntuhan Rumah Prof. Kahar Muzakkir

Prof. Kahar Muzakkir merupakan salah satu tokoh utama Muhammadiyah Kotagede yang pernah menjadi Wakil Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta dan kemudian mengabdikan diri untuk mendirikan sebuah Universitas Islam serta menjadi salah satu tokoh penanda tangan Piagam Jakarta. Bung Hatta dan Syahrir pernah datang ke rumah ini. Tetapi sekarang rumah ini hanya berupa reruntuhan saja karena tidak mendapatkan perhatian apapun (Gambar 34), baik dari keluarga Prof. Kahar Muzakkir maupun dari pemerintah, juga disebabkan oleh bencana gempa bumi pada tahun 2006. Rumah ini dapat direkonstruksi ulang oleh pihak pemerintah yang dapat

(37)

bekerja sama dengan pihak keluarga. Karena jika dilihat dari nilai sejarahnya, pada rumah ini dapat menggambarkan dan menginformasikan kepada wisatawan perjuangan seorang Prof. Kahar Muzakkir pada masanya yang patut untuk dikenang.

e. Pedagang Makanan khas Kotagede di sekitar Lapang Karang

Sepanjang pinggiran Lapang Karang ini terdapat deretan penjual makanan khas Kotagede, yaitu sate karang, yangko, kipo, dan makanan khas lainnya. Tempat ini biasa dikunjungi pembeli karena jenis makanan yang dijual serta lokasinya yang di pinggir lapang, dimana selain dapat menikmati makanannya pembeli juga dapat melihat pertandingan bola juga bermain-main di lapang tersebut. Lokasi ini biasanya mulai ramai ketika sore hari hingga malam hari. Potensi dari lokasi ini adalah sebagai tempat wisata kuliner yang menyediakan berbagai macam makanan khas Kotagede maupun makanan tradisional jawa lainnya.

f. Home industry (handycraft)

Terdapat beberapa tempat pada KCB Kotagede ini yang digunakan oleh masyarakat sebagai rumah industri hasil kerajinan tangan. Kerajinan tangan tersebut dibuat dari berbagai macam bahan baku, seperti logam (tembaga, perak, kuningan, dsb), kulit, tanduk, dan penyu. Pada lokasi ini wisatawan dapat menyaksikan penbuatan kerajinan tersebut secara langsung, dapat juga diadakan atraksi pelatihan pembuatan kerajinan tangan untuk menambah pengalaman bagi wisatawan.

(38)

60

Tabel 11 Objek dan Atraksi Wisata Berdasarkan Periode Pembangunannya Objek dan Daya

Tarik

Kondisi Eksisting Keterangan Awal periode Mataram Islam

Masjid Besar Mataram (BCB)

Masjid ini memiliki nilai sejarah yang tinggi, karena keberadaan masjid ini telah ada sejak jaman pemerintahan Kerajaan Mataram Islam.

Makam Raja-Raja Mataram (BCB)

Komplek makam ini adalah tempat

dimakamkannya para raja Mataram

terdahulu. Keberadaannya masih dalam satu komplek dengan Masjid Besar Mataram Komplek pemandian (sendang) (BCB) Tempat pemandian keluarga kerajaan pada masanya. Konon sendang ini dipercaya telah dibuat oleh Sunan Kalijaga

Watu Gatheng (BCB)

Tiga buah batu kalsit yang berbentuk bulat, dipercaya digunakan Raden Rangga sebagai alat permainannya

(39)

Objek dan Daya Tarik

Kondisi Eksisting Keterangan

Watu Gilang (BCB) Lempengan batu

andesit ini adalah bekas singgasana Panembahan Senopati (Raja Mataram pertama)

Cepuri Cepuri ini

merupakan benteng dalam yang

mengelilingi kraton. Sudah tidak utuh lagi, hanya ada pada spot tertentu saja.

Pasar Gede Pasar Gede ini telah

menjadi pusat kegiatan perekonomian masyarakat Kotagede sejak Kerajaan Mataram Islam sampai sekarang.

Periode jaman penjajahan Belanda

Rumah Kalang Rumah orang Kalang

dengan gaya arsitektur Jawa-Eropa. Kemegahannya menunjukkan tingkat ekonomi pemiliknya.

Langgar Dhuwur Langgar Dhuwur

merupakan langgar tertua yang masih bertahan sampai sekarang. Merupakan bagian tersuci dari keseluruhan bangunan.

(40)

62

Objek dan Daya Tarik

Kondisi Eksisting Keterangan Rumah Prof. Kahar

Muzakkir

Pada rumah ini perlu dilakukan

rekonstruksi sehingga dapat dijadikan salah satu objek wisata sejarah yang dapat

menceritakan seorang tokoh yang bernama Prof. Kahar Muzakkir.

Gang Rukunan Suatu kawasan yang

terkenal dengan sebutan ‘Between Two Gates’ dengan deretan tipe rumah yang berbeda gaya ornamentnya.

Periode setelah Kemerdekaan RI

Toko kerajinan perak Toko kerajinan perak

yang merupakan ciri khas Kotagede, sampai terkenal ke mancanegara karena kualitasnya yang bagus Home Industry/(handycraft) Keberadaan rumah industri kerajinan tangan ini menunjukkan ciri khas kegiatan perekonomian masyarakat Kotagede yaitu sebagai pengrajin berbagai bahan baku (logam, kulit, tanduk).

(41)

4.4.2 Atraksi Wisata Kesenian dan Budaya

Kotagede sejak dulu merupakan salah satu pusat kebudayaan Jawa. Kesenian sebagai salah satu unsur dari budaya masyarakat tumbuh dengan baik. Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai kesenian yang pernah berkembang tidak luput dari pergeseran orientasi budaya. Akibatnya, hanya ada beberapa kesenian tradisional yang masih bertahan hidup di Kotagede yang sebagian besar hanya bersifat musiman. Kesenian tradisional yang dihidupkan oleh masyarakat ini pada akhirnya menjelma sebagai atraksi budaya Kotagede yang sangat potensial dalam mendukung perkembangan Kotagede sebagai salah satu kawasan wisata budaya (Tabel 12). Berikut adalah beberapa macam kesenian yang masih bertahan di Kotagede :

a. Karawitan

Atraksi kesenian ini dapat dijumpai di beberapa tempat di Kotagede dan para pemainnya biasanya tergabung dalam paguyuban kesenian. Dalam kegiatan karawitan, kadang-kadang juga memainkan tari tradisional, macapatan, hingga ketoprak atau srandul. Karawitan bisa disaksikan di Gedung Kesenian Kotagede pada setiap hari Selasa dan Jumat malam atau datang ke Kampung Bumen, Kelurahan Purbayan yang memiliki banyak potensi kesenian tradisional.

b. Macapatan

Macapatan adalah seni membaca syair berbahasa Jawa. Selain dapat dijumpai di kelompok-kelompok karawitan, macapatan juga dapat dinikmati di Kampung Basen, Kelurahan Purbayan.

c. Shalawatan

Kesenian bernafaskan Islam ini menampilkan puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW yang dilagukan oleh sekitar 20 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jenis nada yang dikuasai.

d. Srandul

Srandul adalah seni tradisi semacam ketoprak yang tidak memiliki pakem cerita tertentu, misalnya memainkan lakon yang berlatar belakang kiah seribu satu malam atau kisah para nabi. Kesenian ini sekarang agak sulit

(42)

64

dijumpai dan biasanya tampil pada acara-acara tertentu, seperti di Festival Kotagede atau di acara peringatan Kemerdekaan RI.

e. Paguyuban Seni Gejog Lesung Ngudi Wirama Kotagede

Gejog Lesung adalah atraksi kesenian yang memakai lesung (tempat untuk menumbuk padi) sebagai alat musik yang dimainkan oleh 20 orang yang sudah lanjut usia selama 15-20 menit dengan memainkan lagu-lagu dolanan yang dirangkai dengan sekar macapatan.

f. Keroncong

Terdapat banyak grup keroncong yang aktif di Kotagede, terutama di Desa Jagalan. Mereka biasanya tampil dalam acara-acara tertentu, seperti di Festival Kesenian Kotagede dan peringatan kemerdekaan RI.

g. Wayang Thingklung

Awalnya wayang yang digunakan berbahan dari kertas karton, tapi sekarang ada yang memakai wayang kulit. Tokoh-tokohnya memakai tokoh pada kisah wayang kulit purwa. Pertunjukan ini tidak diiringi oleh gamelan melainkan bunyi mulut dalang. Jadi, dalang wayang thingklung dituntut memiliki keahlian ganda, yaitu keahlian memerankan tokoh wayang dan keahlian menirukan bunyi gamelan pengiring pertunjukan.

Tabel 12 Atraksi Seni Budaya pada KCB Kotagede

No. Atraksi Budaya Waktu Tempat Keterangan 1 Karawitan Selasa dan

Jum’at malam Panggung kesenian Kotagede dan kampung Bumen Atraksi kesenian yang terdirib dari tari tradisional, macapatan, srandul. 2 Macapatan Acara-acara

khusus dan saat Karawitan Panggung kesenian Kotagede dan kampung Basen. Seni membaca syair dalam bahasa Jawa. 3 Shalawatan Acara-acara khusus Kampung Bumen, Basen, Pilahan, Sayangan. Seni yang menampilkan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW

(43)

No. Atr 4 Sran 5 Gejo 6 Ker 7 Way Thin 4.4.3 Peng Se sisanya m wisatawan terjadi pad terjadi pad raksi Buda ndul og Lesung oncong yang ngklung gunjung bagian besa merupakan n cukup ba da bulan De da bulan Ag Gamba ya W Festiva Kotage acara H Acara-khusus Festiva Kotage HUT R acara-a khusus Acara-khusus ar pengunju wisatawan anyak. Pada esember, te gustus. ar 36 Grafik Waktu al ede dan HUT RI -acara s al kesenian ede, acara RI, dan acara s -acara s ung yang da mancanega a tahun 20 tapi pada 2 jumlah peng Tem Kampung Basen. Kampung Hampir se kampung a Kampung Duren atang merup ara. Pada s 008 (Gamba 2009 (Gamb gunjung pada pat Bumen, T k ti c te Tinatan A y le a s m o la tiap ada A m tr K Karang A k ir m m pakan wisat setiap bulan ar 36) kunj bar 37) kun a tahun 2008 Keterang Tradisi sema kethoprak ya idak memil cerita pakem ertentu. Atraksi seni yang memak esung sebag alat music selama 15-2 menit oleh 2 orang yang t anjut usia. Atraksi kese musik radisional k Kotagede Atraksi way kulit tanpa ringan gam melainkan b mulut dalang tawan lokal nnya kunju njungan tert njungan tert 8  gan acam ang iki m kai gai 0 20 telah enian khas yang elan, bunyi g. l, dan ungan tinggi tinggi

(44)

Un meningkat sebanyak Da mancaneg kawasan i Malioboro berkunjun Kotagede dan bagi memiliki m Se yaitu mem memang peraknya, tertentu y kemauan Raja-Raja biasanya m Senapati, y Gamb ntuk rata-ra t. Seperti d 15.513 wisa ari kedua ga gara pada K ini agak jau o yang sela ng ke Kota yang mem yang telah minat untuk bagian besa mbeli berba telah lama dibandingk ang menget untuk berk a Mataram. memang m yaitu pendir bar 37 Grafik ata jumlah apat dilihat atawan dan ambar grafik KCB Kotag uh dari pus alu menjadi Yogyakarta mpunyai nila h mengeta k berkunjun ar aktivitas y agai kerajin a kawasan kan dengan tahui tentan kunjung pad Adapun pe memiliki tuj ri sekaligus k jumlah pen h pengunju t dari grafik pada tahun k dapat dilih ede ini. Ha sat kawasan tujuan uta a. Selain itu ai sejarah k ahui pun, m ng pada kaw yang dilaku nan, terutam KCB Kot nilai sejarah ng sejarah da objek wi ngunjung y uan utama s Raja Matar gunjung pad ung, tiap t k, pada tahu n 2009 seban hat begitu m al ini dapat n wisata Ko ama para w u, informas kurang diso mungkin h wasan ini. ukan pengun ma yang be agede ini h yang dim berdirinya isata sejara yang mengu untuk berz ram Islam p da tahun 2009 tahunnya d un 2008 jum nyak 18.709 minimnya ju t terjadi dik ota Yogyak wisatawan m si tentang k sialisasikan hanya sebag njung adala erbahan dar terkenal d milikinya. Ha Kotagede i h seperti K unjungi kom ziarah kepa pertama. 9 dapat dika mlah pengun 9 wisatawan umlah wisat karenakan l karta, yaitu mancanegara keberadaan n kepada m gian kecil ah wisata be ri perak. K engan kera anya pengun ini dan mem Komplek M mplek maka ada Panemb 66 atakan njung n. tawan lokasi Jalan a jika KCB mereka yang lanja, Karena ajinan njung miliki Makam am ini bahan

(45)

4.4.4 Fasilitas Pendukung Wisata

Kegiatan pariwisata pada Kawasan Cagar Budaya Kotagede sudah cukup meningkat. Untuk mendukung kegiatan pariwisata tersebut diperlukan beberapa fasilitas yang dapat mendukung segala aktivitas wisata yang dilakukan oleh pengunjung. Hal ini diperlukan agar pariwisata pada kawasan ini dapat tetap berlanjut tanpa ada penurunan pengunjung, dan diharapkan dengan adanya fasilitas wisata yang dapat menunjang akan lebih mendorong masyarakat setempat untuk lebih kreatif lagi dalam menciptakan atraksi wisata yang baru. Adapun beberapa fasilitas pendukung wisata yang terdapat pada KCB Kotagede ini adalah sebagai berikut:

a. Jalur Sirkulasi

Terdapat berbagi jenis jalur sirkulasi pada kawasan KCB Kotagede ini, yaitu jalur utama, jalur rukunan, jalur setapak, dan jalur privat. Bentuk jalur yang ada sampai sekarang masih tidak banyak berubah sejak saat pertama kali dibangun. Adapun bentuk jalur tersebut adalah berbentuk bujur sangkar (grid) yang saling memotong. Bagi pejalan kaki terdapat pedestrian di sepanjang pinggiran jalur utama. Kekurangan dari jalur sirkulasi yang ada adalah terlalu sempit, karena yang memakai jalur ini tidak hanya wisatawan, tetapi masyarakat setempat juga sibuk hilir mudik untuk melakukan kegiatan mereka sehari-hari. Jika terdapat wisatawan yang datang secara rombongan memakai bus besar maka akan terjadi kemacetan. Tetapi jika akan dilakukan pelebaran jalan maka akan terjadi penggusuran terhadap bangunan-bangunan kuno yang berada sepanjang jalur utama.

b. Sarana interpretasi

Dalam kawasan wisata diperlukan petunjuk yang dapat mengarahkan wisatawan menjangkau objek wisata yang ada. Keberadaan sarana interpretasi merupakan salah satu fasilitas wisata yang termasuk penting. Dengan begitu dalam kegiatan wisatanya wisatawan akan terarahkan sesuai dengan konsep wisata yang telah dibuat. Sarana interpretasi pada kawasan KCB Kotagede masih belum memadai untuk sebuah kawasan wisata. Sarana tersebut hanya berupa gapura pada setiap jalur akses masuk utama dan name sign pada setiap objek wisata. Main sign maupun peta kawasan belum ada sama sekali.

(46)

68

c. Restoran dan kios makanan

Restoran maupun kios makanan dapat dengan mudah ditemukan pada beberapa tempat sepanjang jalur utama. Jenis makanan yang disediakan bermacam-macam, mulai dari makanan yang umumnya dijual di tempat lain sampai dengan makanan khas Yogyakarta maupun Kotagede. Makanan khas Yogyakarta yang tersedia seperti gudeg, bakpia, angkringan, dan lainnya. Biasanya makanan tersebut dijual di kios-kios khusus yang hanya menjual makanan jenis tersebut saja. Sedangkan makanan khas Kotagede yaitu berupa kipo, sate karang, roti Mba Waru, dan yangko. Semua jenis makanan tersebut dapat dijadikan sebagai oleh-oleh bagi wisatawan.

d. Transportasi

Jenis transportasi umum yang tersedia dalam KCB Kotagede ini berupa becak dan andong. Biasanya para pemilik transportasi tersebut menawarkan jasa secara paket. Jadi bagi wisatawan tidak memakai kendaraan pribadi dan juga baru pertama kali datang berkunjung dapat memanfaatkan jasa ini. Karena selain mengantarkan ke tempat-tempat objek wisata, mereka juga bersedia untuk menjadi guide yang siap untuk memberikan informasi tentang objek wisata yang dikunjungi.

e. Gedung kesenian

Gedung kesenian Kotagede ini mewadahi segala aktivitas seni budaya masyarakat Kotegede. Gedung ini sering dipakai untuk berbagai kegiatan seni, seperti pentas seni yang diadakan setiap penyelenggaraan Festival Kotegede pada bulan Desember. Kegiatan seni yang juga sering memakai gedung ini adalah latihan karawitan dan wayang kulit yang rutin diadakan pada setiap hari Selasa dan Jumat malam. Tetapi ketika terjadi bencana gempa pada tahun 2006, gedung ini roboh dan kemudian oleh masyarakat setempat pada lahan bekas Gedung Kesenian ini dibangunlah sebuah panggung kesenian sebagai pengganti untuk tempat mereka latihan.

f. Toko cinderamata

Cinderamata yang paling terkenal dari Kotagede adalah kerajinan perak. Toko kerajinan perak terdapat pada sepanjang jalur utama. Dapat dikatakan

(47)

toko y perak. untuk benda juga to kulit. U dicipta Se masyaraka Kotagede setempat menjadi k mereka pu aktif dalam Gamba 4.4.5 An An kawasan u menilai ka dan lingku Be yang terdap Bentuk ke perhiasan, maupun ba oko yang m Untuk jenis akan oleh pa lain keters at setempat ini sebaga sebagian be kawasan wi un akan be m pengelola ar 38 Presen nalisis Kese nalisis seca untuk dikem awasan berd ungan pada erdasarkan pat di KCB erajinan per hiasan din angunan dan menyediakan s bentuk pro ara pengraji sediaan ber t pun perlu ai kawasan esar mengin isata buday erpartisipasi aan maupun ntase keingin esuaian lah ara skoring mbangkan s dasarkan ke setiap kelur hasil analis Kotagede rak yang di nding, hias n sebagainy n cinderam oduksinya t in perak. rbagai fasi u dipertimb wisata. Be nginkan KC ya dan wis i dalam keg n menjadi ob nan masyar han untuk W pada kawa ebagai lans etersediaan rahan (Tabe sis tersebut sebagian b itawarkan s an berupa ya. Selain ke mata yang te idak jauh b ilitas di at bangkan da rdasarkan h CB Kotaged sata sejarah giatan wisa byek wisata rakat dalam Wisata asan dilaku skap wisata. sarana dan el 13 dan 14 t terdapat t besar adalah sangat bera figure, min erajinan dar erbuat dari berbeda den tas, dukun alam penge hasil kuisio de ini untuk h (Gambar ata tersebut a itu sendiri pengemban ukan untuk . Analisis d prasarana ju 4, Gambar 3 tiga pemba h toko kera agam, mulai niature ber ri perak, ter bahan kayu gan bentuk ngan dari p embangan oner, masya k dikemban 38). Selain sebagai te . ngan kawas melihat po dilakukan de uga kondisi 39). agian zona ajinan i dari rbagai rdapat u dan yang pihak KCB arakat ngkan n itu, erlibat san otensi engan i fisik pada

(48)

70

kawasan yaitu zona tinggi, zona sedang dan zona rendah. Zona tinggi merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang sangat mendukung. Zona sedang adalah kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang mendukung. Sedangkan zona rendah merupakan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan untuk kegiatan wisata yang tidak mendukung (Gambar 40).

Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang sangat mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana yang menunjang kegiatan wisata, memiliki fasilitas khusus, sikap mata pencaharian masyarakat yang mendukung, menyediakan variasi kegiatan wisata dan memiliki keindahan. Kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang sangat mendukung kegiatan wisata. Sedangkan kelurahan yang memiliki fasilitas dan kondisi fisik-lingkungan yang kurang mendukung adalah kelurahan yang memiliki sarana-prasarana dan kondisi fisik kurang lengkap daripada kelurahan yang mendukung kegiatan wisata.

(49)
(50)
(51)

73 Gambar 40 Kesesuaian lahan untuk wisata 

(52)

74

(53)

4.5 Aspek Pengelolaan dan Kebijakan 4.5.1 Pengelolaan KCB Kotagede

Pengelolaan KCB Kotagede ini dari pihak pemerintah dipegang oleh Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, dan BP3 tingkat Provinsi DI Yogyakarta. Hal ini dikarenakan KCB Kotagede berada dalam dua wilayah yang berbeda, yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pengelolaan yang dilakukan adalah melakukan penyuluhan pada masyarakat setempat tentang pentingnya nilai-nilai sejarah dan budaya lingkungan mereka. Selain itu dilakukan restorasi maupun konservasi pada bangunan tua atau kuno untuk mempertahankan keberadaan bangunan tersebut tanpa harus menghilangkannya. Usaha tersebut dilakukan dengan cara melakukan pengendalian pembangunan disertai rekomendasi bentuk pembangunan atau renovasi yang seharusnya diterapkan pada bangunan tua tersebut. Dalam hal pariwisata pihak pemerintah telah memfasilitasi kawasan dengan penempatan papan informasi tentang KCB Kotagede dalam ruangan maupun luar ruangan.

Pengelolaan dari pihak swasta terdapat dua yayasan, yaitu Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok. Yayasan Kanthil dalam pengelolaan KCB Kotagede berperan sebagai penampung aspirasi masyarakat yang kemudian disampaikan kepada pihak pemerintah. Selain itu juga yayasan ini ikut berperan dalam pelestarian kawasan ini seperti pengawasan perombakan bangunan tua yang dilakukan dari pihak pemerintah. Pengawasan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan pada bahan-bahan bangunan yang digunakan, karena pengurus yayasan ini merupakan penduduk asli kawasan ini.

Metode dan cara pendekatan yang dilakukan Yayasan Kanthil kepada masyarakat pun tampak memiliki karakter sendiri. Pegiat Kanthil tidak terbiasa mengumpulkan warga secara khusus untuk menerima presentasi program-program lembaga. Pegiatnya justru langsung masuk ke masyarakat, dengan mendatangi kelompok-kelompok perajin atau kelompok kesenian ketika Kanthil akan menggelar event tertentu. Kadang mereka masuk ke pertemuan-pertemuan warga. Begitu cair memang karena pegiat yayasan itu adalah warga lokal sendiri, saudara, atau tetangga mereka yang biasa mereka temui sehari-hari.

(54)

76

Sejak tahun 1999, Yayasan Kanthil mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pariwisata Kodya Yogyakarta dengan didapatkannya dana subsidi penyelenggaraan Festival Kotagede. Yayasan Kanthil juga telah menjadi mitra dekat beberapa lembaga pelestarian pusaka, seperti Jogja Heritage Society (JHS), Center for Heritage Conservation (CHC) Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Universitas Gadjah Mada, pegiat Green Map Yogyakarta, dan beberapa lainnya. Kanthil pun juga dipercaya oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) sebagai salah satu perintis berdirinya Organisasi Pengelola Kawasan Pusaka (OPKP) Kotagede pada tanggal 17 Agustus 2006.

Yayasan Kanthil dan Yayasan Pusdok bekerjasama dalam mengadakan program wisata yang diberi nama Rambling Trough Kotagede (Tlusap-Tlusup Kotagede) yang didalamnya terdapat kegiatan wisata:

1. Wisata Spiritual yaitu mengunjungi makam raja Kotagede I yang merupakan pendiri kerajaan mataram Islam Kotagede (ada keharusan memakai pakaian traditional Jawa berupa kemben untuk perempuan dan beskap untuk laki-laki). Dalam waktu-waktu tertentu dapat juga mengikuti upacara caos, yaitu persembahan doa kepada penghuni makam yang merupakan raja dan keturunannya yang dipercayai dapat mengabulkan segala permohonan kemakmuran dan kekayaan.

2. Wisata Lorong dimana kita diajak untuk menyusuri lorong-lorong sempit yang ada ditengah perkampungan Kotagede. Akan banyak ditemui rumah-rumah traditional Kotagede yang berumur sekitar abad ke 18 dengan nuansa kekunoannya. Juga bisa dilihat reruntuhan kerajaan Mataram Islam pada abad ke 16 yang masih tersisa hingga sekarang. Seperti apa yang pernah kita mendengar Rumah Kalang yang melegenda karena dasar lantainya adalah mata uang. Kita akan melihat dan mendengar cerita tersebut langsung di area yang masih menjadi selimut tebal pada cerita-cerita mistis dan keanehan lainnya.

Untuk kawasan Makam Raja-Raja Mataram terdapat pengelola khusus, yaitu para Abdi Dalem yang ditunjuk langsung dari pihak kraton. Abdi Dalem yang bertugas dalam kawasan ini berasal dari dua kraton, yaitu Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta. Dari pihak Kraton Yogyakarta menugaskan lima orang Abdi Dalem per harinya, jika dari pihak Kraton Surakarta biasanya

(55)

menugaskan 3 orang Abdi Dalem per harinya. Setiap Abdi Dalem mengalami pergiliran dalam bertugas, jika dari pihak Kraton Yogyakarta mereka bertugas enam hari sekali, sedangkan dari pihak Kraton Surakarta para Abdi Dalem ditugaskan setiap empat hari sekali.

Komplek Makam Raja-Raja Mataram ini telah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya sesuai dengan Peraturan Menbudpar No PM.25/PW.007/MKP/2007 dan dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1992. Untuk objek sejarah peninggalan lainnya masih dalam proses pengajuan untuk ditetapkan sebagai BCB. Begitu juga dengan sebutan Kawasan Cagar Budaya Kotagede, sebutan ini belum ada penetapan secara resmi dari pihak pemerintah, seperti halnya Komplek Makam Raja-Raja Mataram. Tapi sebutan ini telah lazim digunakan sampai wisatawan mancanegara pun mengetahuinya.

Kebudayaan yang berkembang di KCB Kotagede merupakan warisan kebudayaan Mataram, tetapi setelah terjadi palihan negari (pembagian Kerajaan Mataram menjadi Surakarta Hadiningrat dan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti), terjadi perkembangan budaya khas Yogyakarta baik yang menyangkut perilaku, sosial-ekonomi, kesenian, bahasa, dan tradisi. Kawasan Kotagede menjadi masih menjaga warisan kebudayaan Mataram tersebut. Di kawasan ini banyak dijumpai berbagai peninggalan bernilai sejarah dan budaya Mataram Islam yang masih terjaga dan terpelihara dengan baik.

Tata kehidupan masyarakat Kotagede yang non-agraris yakni mengandalkan usaha kerajinan, pertukangan dan usaha sejenis yang dahulu memang menjadi bagian dari kehidupan istana masih tetap terpelihara sampai kini dan memberikan atmosfer kehidupan budaya (living culture) yang unik serta memberikan warna khas bagi kebudayaan Yogyakarta. Karena semua potensi tersebutlah maka Kotagede ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya.

4.5.2 Rencana dan Kebijakan Pengembangan

Menurut BAPPEDA Kota Yogyakarta, Kotagede merupakan kawasan tua peninggalan sejarah Kraton Mataram hingga kini mempunyai entitas dan peran spasial spesifik kawasan sendiri dan pada skala kota. Untuk mempertahankan kondisi tersebut dibutuhkan kebijakan juga tindakan pengembangan yang dapat

(56)

78

melindungi dan melestarikan berbagai BCB yang ada serta mendukung kehidupan masyarakat pada kawasan tersebut.  

Pengembangan yang dilakukan oleh BAPPEDA pada KCB Kotagede ini berorientasi pada ketentuan spasial yang terdapat pada Perda 6/1994 mengenai Rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta dan sudah ditetapkan sebagai Perda baru tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Kepwal 41/2002 yang mengatur tentang penjabaran status kawasan pemanfaatan lahan dan intensitas pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan tatanan fisik bangunan. Kemudian jika dari segi implementasi tata ruang, pihak BAPPEDA memiliki beberapa kendala, diantaranya yaitu : 

1. Perda tata ruang sangat sulit diterapkan di kota secara ideal sesuai ketentuan yang diharapkan seperti masalah peruntukan kawasan sulit terwujud karena pada kenyataannya fungsi mixed land use yang akhirnya terjadi sebagai upaya kompromi di lapangan. Juga ketentuan baku normatif dimensi spasial sulit dipedomani karena berkaitan dengan hak milik persil pribadi, misal ketentuan tentang sempadan bangunan pada luasan lahan yang terbatas.

2. Perda tentang kawasan lindung di daerah sesuai amanat Keppres No.32/1990 belum ada, sehingga pemerintah kota mengalami hambatan dalam mengatur dan mengelola kawasan lindung tertentu tersebut apakah melalui kebijakan budidaya, preservasi, ataukah konservasi.

3. Ketentuan tentang zoning regulation sangat sulit diterapkan karena dinamika ruang suatu kota yang keberadaannya telah lama, utamanya menggunakan pola arah dominasi pemanfaatan ruang kawasan. Artinya kawasan tidak seutuhnya peruntukkannya untuk fungsi tertentu, tetapi arah pengembangan kawasan disesuaikan dengan fungsi utama yang merupakan dominasi fungsi pada area tersebut.

Tindakan pengembangan yang telah direncanakan oleh BAPPEDA terhadap KCB Kotegede ini secara umum, yaitu melakukan rekayasa dan pengembangan seluruh aspek sosial, ekonomi, budaya, fisik dan spasial agar tetap mampu menjadi entitas spesifik yang optimal bagi kawasan sendiri maupun skala kota. Selain itu, pihak BAPPEDA (dalam Lokakarya Temu Pemangku

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan nilai rerata tertinggi (Tabel 5), perlakuan MP (pupuk pome), gulma dominan yang muncul pada petak percobaan adalah golongan gulma berdaun lebar

Karena untuk mendapatkan portofolio yang efisien adalah dengan cara membandingkan portofolio-portofolio yang memiliki nilai resiko yang sama atau membandingkan

“ Beta telah diberi kata dua dengan mulut dan masa yang dihadkan dan jikalau beta menolak daripada turun tandatangan… pengganti beta yang akan menurun tandatangannya akan dilantik.”

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Peran Guru Dalam

Metode ini belum dapat memprediksi kapan berakhirnya pandemi di Pulau Jawa disebabkan data aktual memiki pola eksponensial yang kenaikannya bertahap terus menerus secara

running dari 4 penelitian model fisik baik data dari nilai koefisien kekasaran hasil eksperimen maupun hasil estimasi menunjukkan jika nilai Fr&gt;1 pada kondisi aliran

Dari Ibnu 'Abbas berkata: Nabi Õ΃ðéJÊ«éÊË@úΓ berkata: &#34;Aku diperintah untuk bersujud (dalam riwayat lain; Kami diperintah untuk bersujud) dengan tujuh (7) anggota

soal pretest, selanjutnya melaksanakan pembelajaran dengan membagi kelompok siswa terdiri dari 4-5 siswa per kelompok; merancang alat pengumpul data yang berupa tes