• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi dalam Bahasa inggrisnya disebut dengan communication,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi dalam Bahasa inggrisnya disebut dengan communication,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Komunikasi

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi dalam Bahasa inggrisnya disebut dengan communication, berasal dari kata communication atau dari kata communis yang berarti sama atau sama maknanya atau pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan komunikator.6

Chery dalam Stuart (1983) mendefinisikan komunikasi berpangkal pada perkataan lain communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam Bahasa latin communico yang artinya membagi.7

Pakar komunikasi Joseph A. Devito juga memberikan pandangannya soal definisi komunikasi. Menurutnya, komunikasi merupakan suatu kegiatan penyampaian atau penerimaan pesan yang dilakukan seseorang atau lebih yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimnulkan efek dan kesempatan untuk arus balik. Devito menilai komunikasi meliputi beberapa komponen yang terdiri dari konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian pesan atau encoding,

6 A.W.Widjaya, Komunikasi dan Hubungan Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002. hal 8 7 H. Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. hal 18

(2)

proses penerimaan atau decoding, serta efek. Menurut Devito, komponen-komponen tersebut merupakan inti dari komunikasi, yang menilai bahwa komponen itu sangat berpengaruh dalam menentukan berlangsungnya sebuah proses yang bernama komunikasi.

Pengertian komunikasi menurut Berelson dan Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain.

Komunikasi mempunyai banyak makna dari sekian banyak definisi, dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung.

2.1.2 Tujuan Komunikasi

Dalam kehidupan manusia tidak mungkin lepas dari proses serta tindakan komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Setiap proses komunikasi tersebut berlangsung, terdapat suatu tujuan tertentu. Secara umum tujuan-tujuan dari komunikasi adalah sebagai berikut:

1. Megubah sikap

Perubahan sikap ini bisa terjadi pada komunikator atau komunikan. Hal ini tergantung dengan isi dari pesan yang dikomunikasikan. Perubahan sikap dapat berupa sikap menerima, benci, marah dan yang lainnya.

(3)

2. Mengubah pendapat

Hal ini tergantung dari bagaimana cara mereka melihat dan menyikapi pesan yang diterimanya. Perubahan pendapat bisa berbentuk penolakan, persetujuan, dan yang lainnya.

3. Mengubah perilaku

Hal ini didasari atas isi pesan yang terkandung didalamnya sehingga mampu merubah perilaku penerima pesan tersebut. Perubahan perilaku ini kearah yang lebih baik namun bisa juga kearah yang tidak baik atau menyimpang.

4. Mengubah masyarakat

Masyarakat yang jumlahnya besar belum tentu terpengaruh untuk merubah kehidupan sosial mereka berdasarkan pesan atau informasi yang mereka terima. Tapi bukan hal yang tidak mungkin komunikasi dapat merubah kehidupan sosial suatu masyarakat dalam jumlah luas.

2.1.3 Fungsi Komunikasi

Salah satu definisi dari fungsi komunikasi dikemukakan oleh William I. Gorden. Menurut Gorden, fungsi komunikasi dibagi menjadi empat kategori, yaitu :

1. Sebagai komunikasi sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial adalah bersosialisasi. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain bisa dipastikan akan tersesat karena ia tidak menata dirinya didalam suatu lingkungan sosial.

(4)

2. Sebagai komunikasi ekspresif

Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah, dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan lebih ekspresif lewat perilaku nonverbal.

3. Sebagai komunikasi ritual

Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritual lain seperti berdoa, membaca kitab suci, perayaan hari-hari besar (idul fitri dan natal) juga termasuk komunikasi ritual.

4. Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan dan juga menghibur. Sebagai instrument, komunikasi tidak saja digunakan untuk menciptakan dan

(5)

membangun hubungan namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.8

2.2 Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial secara umum adalah setiap orang yang hidup dalam masyarakat senantiasa terlibat dalam komunikasi yang terdiri dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan satu sama lain dan hubungannya menimbulkan interaksi sosial.

Menurut Muzafer Sheriff komunikasi sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu.9

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan antara lain melalui komunikasi yang menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain melalui. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, Rt dan Rw, serta negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

8 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. hal 5 9 Slamet Santoso, Dinamika Kelompok. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006. hal 36

(6)

1. Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai, anda mempercayai diri anda bila anda telah dipercayai, anda berpikir anda cerdas bila orang-orang disekitar anda menganggap anda cerdas, anda merasa anda tampan atau cantik bila orang-orang disekitar anda juga mengatakan demikian.

Aspek-aspek konsep diri seperti jenis kelamin, agama, kesukuan, pendidikan, pengalaman, rupa fisik kita, dan sebagainya kita internalisasikan lewat pernyataan (umpan balik) orang lain yang menegaskan aspek-aspek tersebut kepada kita, yang pada gilirannya menuntut kita berperilaku sebagaimana orang lain memandang kita. Identitas etnik khususnya merupakan unsur penting konsep diri. Howard F. Stein dan Robert F. Hill menyebutnya inti diri (the core of one’s self). Sedangkan George De Vos melukiskannya dalam arti sempit sebagai “perasaan kontinuitas dengan masa lalu, perasaan yang dipupuk sebagai bagian penting definisi diri”. George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi.

(7)

2. Pernyataan Eksistensi Diri

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepatnya lagi pernyataan eksistensi diri. Bila kita berdiam diri, orang lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun ketika kita berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri terlihat jelas misalnya pada para penanya dalam acara seminar. Meskipun mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan langsung kepada pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang lebar dengan argumen-argumen yang terkadang tidak relavan.

3. Untuk Kelangsungan Hidup, Memupuk Hubungan, dan Memperoleh Kebahagiaan

Kebutuhan utama manusia dan untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik dengan orang lain. Melalui komunikasi kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan iri hati, dan kebencian. Melalui komunikasi dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya antara perasaan satu dengan lainnya. Karena itu tidak mungkin kita dapat mengenal cinta bila kitapun tidak mengenal benci.

(8)

Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk pemenuhan diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tenteram dengan diri sendiri dan juga orang lain.

2.3 Teori Konvergensi Simbolik

Kemunculan Symbolic Convergence Theory (SCT) atau di terjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Teori Konvergensi Simbolik (TKS) diilhami dari hasil riset Robet Bales mengenai komunikasi yang berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil. Pada penelitian yang dilakukan tahun 1950-an tersebut, Bales sebenarnya memfokuskan penyelidikannya pada perilaku anggota kelompok yang terkait dengan cara mereka mengakomodasikan informasi yang diterima dan menggunakannya untuk membuat suatu keputusan dalam kelompok. Namun dalam proses tersebut Bales menemukan kenyataan lain yang juga menarik minatnya yakni adanya kecenderungan anggota-anggota kelompok menjadi dramatis dan kemudian berbagi cerita ketika kelompok mengalami ketegangan. Menurut Bales, cerita-cerita tersebut yang diantaranya meliputi lelucon, kisah, ritual, perumpamaan atau permainan kata-kata, ternyata memiliki fungsi yang penting dalam mengurangi ketegangan kelompok (tension release) bahkan mampu meningkatkan kesolidan kelompok. Bales menyebut fenomena ini sebagai Fantasy Theme. Ernest Borman kemudian meminjam gagasan tersebut untuk direplekasikan kedalam tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi dalam kelompok kecil.

(9)

Symbolic Convergence Theory untuk pertama kalinya diuraikan oleh Bormann dalam tulisannya yang bertajuk “Fantasies and Rhetorical Vision: The Rhetorical Criticism of Docial Reality” yang diterbitkan dalam quarterly journal of Speech tahun 1972. Sejak itu Bormann menulis puluhan artikel dan laporan penelitian yang menggunakan Symbolic Convergence Theory sebagai landasan teoritisnya dan Fantasy Theme Analysis (FTA) sebagai metodenya dengan fokus pada kohesivitas dan budaya kelompok, pengambilan keputusan dalam kelompok, penyanderaan, kartun politik hingga kampanye politik. Meski teori ini diaplikasikan pada berbagai konteks komunikasi, namun sebagaimana dikemukakan diatas penilitian-penelitian awal yang kemudian memunculkan teori ini berlangsung dalam konteks komunikasi kelompok. Dengan demikian tidak mengherankan bila kemudian para pakar komunikasi seperti Griffin (2003), Salwen & Stacks (1996), Hirokawa & Poole (1986), dan Miller (2002) menempatkan teori ini dalam konteks komunikasi kelompok.

Dalam teori ini, Bormann mengartikan istilah konvergensi (convergence) sebagai suatu cara dimana dunia simbolik pribadi dari dua atau lebih individu menjadi saling bertemu, saling mendekati satu sama lain atau kemudian saling berhimpitan (the way in which the private symbolic worlds of two or more people begin come together or overlap). Sedangkan istilah simbolik sendiri terkait dengan kecenderungan manusia untuk memberikan penafsiran dan menanamkan makna kepada berbagai lambang, tanda, kejadian yang tengah dialami, atau bahkan tindakan yang dilakukan manusia. Dalam kaitan ini Bormann juga menyatakan bahwa manusia adalah symbol-users dalam arti

(10)

bahwa manusia menggunakan simbol dalam komunikasi secara umum dan dalam storytelling (bercerita). Lewat simbol-simbol inilah manusia saling mempertemukan pikiran mereka.

Teori ini mengemukakan bahwa gambaran (image) individu terhadap realitas dipandu atau dibimbing oleh cerita-cerita yang menunjukkan bagaimana suatu objek harus dipercaya. Cerita-cerita tersebut tercipta melalui interaksi simbolis didalam kelompok-kelompok kecil, dan kemudian disebarluaskan dari satu orang kepada orang lainnya dan dari satu kelompok ke kelompok lainnya.10

Bormann juga menyebutkan dua asumsi pokok yang mendasari teori Konvergensi Simbolik. Pertama, realitas diciptakan melalui komunikasi. Dalam hal ini komunikasi menciptakan realitas melalui pengaitan antara kata-kata yang digunakan dengan pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh. Sedangkan asumsi kedua menyatakan bahwa makna individual terhadap simbol dapat mengalami konvergensi (penyatuan) sehingga menjadi realitas bersama. Realitas dalam teori ini dipandang sebagai susunan narasi atau cerita-cerita yang terlibat didalamnya. Cerita tersebut semula dibincangkan dalam kelompok dan kemudian disebarkan kelingkungan masyarakat yang lebih luas. Teori Konvergensi Simbolik dibanun dengan melandaskan pada gagasan bahwa anggota-anggota kelompok harus bertukar fantasi. Dalam teori ini fantasi diartikan sebagai interpretasi yang kreatif dan imajinatif terhadap

(11)

berbagai peristiwa yang memenuhi kebutuhan psikologis dan retoris (Bormann, 1990). Jadi istilah fantasi tersebut bukan merujuk pada cerita fiksi, hal-hal yang tidak nyata seperti dalam film kartun, atau kisah tentang peri, atau juga hasrat-hasrat yang bersifat erotik. Fantasi lebih diartikan sebagai cerita, perumpamaan, kenangan masa lalu, atau lelucon yang memiliki muatan emosi.

Tema fantasi adalah bagian dari drama atau cerita besar yang lebih panjang dan lebih rumit dinamakan “visi retorik” (rhetorical vision) yaitu suatu pandangan bagaimana sesuatu itu terjadi atau menjadi pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Pandangan ini membentuk pemikiran atau asumsi yang menjadi dasar bagi pengetahuan suatu kelompok manusia yang mengatur rasa terhadap realitas (sense of reality).11 Fantasi mencakup peristiwa-peristiwa masa lalu anggota kelompok, atau kejadian yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Fantasi-fantasi tersebut tidak termasuk apa yang sedang terjadi dalam kelompok “saat ini dan disini”.

Sebagai contoh anton adalah anggota tim kreatif dalam biro iklan dan bercerita tentang gagasan yang telah ia buat untuk diiklankan pada koran edisi minggu. Disini anton tidak dianggap mengemukakan fantasi, karena ia hanya mendiskusikan pekerjaan yang tengah dilakukan. Lain halnya kalua ia bercerita bahwa dua hari yang lalu ia membaca artikel dimajalah lainnya yang menceritakan sepuluh iklan makanan yang paling populer di Indonesia dan banyak diminati oleh orang-orang, iklan tersebut menghasilkan bonus besar bagi para pembuatnya, disini anton telah menyampaikan fantasinya.

(12)

Bormann menyebut metode untuk mengoperasionalkan teorinya dengan istilah Fantasy Theme Analysis (FTA), sebagaimana konsep “Fantasi” menjadi kata kunci dalam teori ini. Untuk memahami teori ini perlu kita pahami istilah kunci dalam Analisis Tema Fantasi, yaitu:

1. Tema Fantasi (Fantasy Theme)

Borman mendefinisikan tema fantasi sebagai isi pesan yang didramatisasi yang dapat memicu rantai fantasi.

Menurut Miller tema fantasi yang diartikan sebagai dramatisasi pesan yang dapat berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita dan sebagainya yang menompa semangat berinteraksi. Perbincangan peristiwa yang terjadi diluar kelompok, atau membicarakan peristiwa yang dialami anggota kelompok pada masa lalu, atau berbicara tentang sesuatu yang berkaitan dengan masa depan, maka itu dapat dikategorikan sebagai fantasi.

2. Rantai Fantasi (Fantasi Chain)

Pesan yang didramatisasi berhasil mendapat tanggapan dari pertisipan komunikasi dan akhirnya meningkatkan intensitas dan kegairahan partisipan dalam berbagai fantasi yang berkembang maka terjadilah rantai fantasi. Ketika rantai fantasi tercipta tempo percakapan menjadi meningkat, antusiasme partisipan muncul, dan terjadi peningkatan rasa empati dan umpan balik diantara partisipan komunikasi. Rantai fantasi membawa partisipan yang saling berbagi cerita kedalam konvergensi

(13)

simbolik dan menciptakan landasan pengertian bersama dan memampukan kelompok mencapai komunikasi empati.

3. Jenis Fantasi (Fantasy Type)

Bormann mengartikan konsep ini sebagai tema-tema fantasi yang berulang dan dibicarakan pada situasi lain, dengan karakter lain dan latar yang lain, namun dengan alur cerita yang sama. Jika kerangka narasinya sama namun tokohnya, karakternya atau settingnya berbeda maka itu dapat dikelompokkan dalam satu jenis fantasi yang sama. Sementara bila terdapat beberapa tema fantasi atau kerangka narasi yang berbeda maka berarti terdapat beberapa jenis fantasi.

4. Visi Retoris (Rhetorical Visions)

Disini tema-tema fantasi telah berkembang dengan melebar keluar dari kelompok yang mengembangkan fantasi tersebut. Karena perkembangan tersebut maka tema-tema fantasi itu menjadi fantasi masyarakat luas dan membentuk secara Rhetorical Community (komunitas retoris).

Dalam masa Orde Baru kita melihat betapa pemerintahan Soeharto secara efektif dan sistematis berhasil menciptakan tema-tema fantasi yang kemudian menjadi visi retoris pada masa itu seperti “Supersemar”,”Pancasila Sakti”, atau visi retoris “Tinggal Landas” yang kemudian di plesetkan menjadi “Tinggal Kandas” oleh kelompok masyarakat yang tidak tergabung dalam komunitas retoris.

(14)

2.4 Komunitas

Berkaitan dengan kehidupan sosial, ada banyak definisi yang menjelaskan tentang arti komunitas. Definisi komunitas dapat diketahui melalui: pertama, terbentuk dari sekelompok orang, kedua, saling berinteraksi secara sosial diantara anggota kelompok itu, ketiga, berdasarkan adanya kesamaan kebutuhan atau tujuan dalam diri mereka atau diantara anggota kelompok yang lain, keempat, adanya wilayah-wilayah individu yang terbuka untuk anggota kelompok lain, misalnya waktu.12

Pada dasarnya setiap komunitas yang ada itu terbentuk dengan sendirinya, tidak ada paksaan dari pihak manapun, karena komunitas terbangun memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan setiap individu yang memiliki hobi dan minat yang sama, tempat tinggal yang sama dan memiliki keterkaitan yang sama dalam beberapa hal.

Merujuk pada penjelasan Tonnies dalam bukunya Community and Asociation yang terbit tahun 1955 bahwa komunitas terbagi menjadi

Gemeinschaft dan Gesellschaft.13 Gemeinschaft merujuk pada jenis komunitas

yang berkarakter dimana setiap individu maupun aspek sosial yang ada pada komunitas tersebut berinteraksi secara vertikal dan horizontal, berjalan stabil dalam waktu yang lama, adalah hasil dari adanya pertukaran ritual maupun simbol-simbol sebagaimana yang terjadi dalam interaksi sosial secara nyata yang dibangun face-to-face interaction. Inilah yang disebut Tonnies komunitas

(15)

(dalam pengertian) tradisional, dimana setiap individu membantu individu yang lain, setiap individu mengenal identitas atau informasi individu yang lain, dan ikatan yang terjalin antar individu sangat kuat serta menjelma dalam berbagai wujud.

Gesellschaft adalah kebalikan dari kondisi gemeinschaft, disebabkan oleh semakin banyaknya urbanisasi di kota-kota besar. Tonnies menjelaskan bahwa jenis komunitas itu terbentuk dari berbagai aspek yang berbeda-beda, komitmen yang berbeda-beda, dan tidak adanya ikatan antar individu begitu juga dengan norma dan nilai-nilai yang menjadi pengikatnya. Hubungan yang terjadi antar individu dalam komunitas ini terjadi sangat dangkal dan lebih bersifat instrument formal belaka. Dalam gesellschaft, komunitas tidak berkembang secara simultan dan tidak membesar, meski anggota komunitas yang ada didalamnya secara kuantitas berjumlah besar, sebagaimana penduduk ibukota, dan setiap individu akan bertemu dengan individu lainnya setiap waktu namun hubungan yang terjalin hanyalah parsial dan sementara.

Komunitas dapat didefinisikan sebagai kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sadar sebagai satu kesatuan, dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka dalam mencapai tujuan.14

(16)

Koentjaraningrat berpendapat bahwa suatu komunitas kecil apabila:

1. Komunitas kecil adalah kelompok-kelompok dimana warga-warganya masih saling kenal mengenal dan saling bergaul dalam frekuensi kurang atau lebih besar.

2. Karena sifatnya kecil itu juga, maka antara bagian-bagian dan kelompok-kelompok khusus didalamnya tidak ada aneka warna yang besar.

3. Komunitas kecil adalah kelompok dimana manusia dapat menghayati sebagian besar dari lapangan kehidupan secara bulat.15

2.5 Indigo

Secara harfiah indigo adalah nama warna biru dan ungu, yang kerap pula disebut nila. Indigo berasal dari Bahasa spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu.

Indigo adalah istilah yang diberikan kepada anak yang menunjukkan perilaku lebih dewasa dibandingkan usianya dan memiliki kemampuan intuisi yang sangat tinggi. Biasanya mereka tidak mau diperlakukan sebagai anak-anak.16

15 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial; Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan. Jakarta: Rajawali, 1984. hal 60.

16 Yunix Ayu Nia Bara. Indigo Ciri-Ciri dan Definisi

(17)

Anak indigo adalah anak yang mempunyai karakteristik perilaku yang unik, yaitu memiliki intuisi yang kuat, cenderung hiperaktif menarik diri dari lingkungan sosial, dan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang sistematis saat berbicara.17

Anak indigo memiliki rasa sensitif dalam segala jenis kebohongan atau kurangnya integritas pada diri seseorang. Kepekaan ini berkaitan dengan kemampuan psikis anak indigo. Anak indigo memiliki kesadaran terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Anak indigo juga memiliki penilaian langsung terhadap suatu hal, misalnya ketika mereka nonton televisi, mereka mengganti saluran televisi dengan cepat seolah dapat mengetahui inti setiap acara yang dilihat. Penilaian langsung ini berkaitan dengan intuisi. Intuisi adalah sebuah kemampuan ntuk menangkap inti dari situasi secara langsung. Anak indigo sensitif terhadap situasi dan orang yang ada disekitarnya.18

Anak indigo memiliki pengalaman psikis yang lebih dari pada anak normal pada kelompok usia yang sama. Hal tersebut dikarenakan anak indigo memiliki tingkat stress dan kekhawatiran lebih rendah dibandingkan dengan anak normal.19 Meskipun demikian elemen penting dari kemampuan psikis anak indigo adalah penolakan mereka untuk mempersoalkan apakah pengaruh psikis mereka nyata atau khayalan. Anak indigo mempercayai dan mengikuti naluri mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya.

17 Lee Carrol, The Indigo Children. (Alih Bahasa: Tanto Hendy). Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2006. hal 2

18 Doreen Virtuee, Indigo Challenge. Jakarta: BIP, 2011 hal 85.

(18)

2.5.1 Karakteristik Anak Indigo

A. Kondisi Fisik

Secara umum kondisi fisik anak indigo sama seperti anak normal lainnya. Mereka mengalami proses perkembangan dan pertumbuhan yang sama, akan tetapi, sebagian besar anak indigo yang dilahirkan biasanya mereka menunjukkan proses perkembangan lebih cepat dibandingkan dengan anak normal. Anak indigo yang melakukan kegiatan fisik yang banyak dan terlalu kuat akan mengalami gangguan karena tubuh mereka sensitif. Beberapa anak indigo menunjukkan kemampuan yang lebih dalam bidang seni untuk mengekspresikan kreativitasnya, seperti menari, melukis, menulis, atau keterampilan lain dengan usaha besar.

B. Kondisi Emosi

Virtue mengatakan bahwa anak indigo mengolah emosi mereka dengan cara yang berbeda karena mereka memiliki harga diri yang tinggi dan integritas yang kuat. Secara emosi, anak indigo mudah bereaksi, sehingga terkadang mereka memiliki permasalahan dengan kemarahan. Anak indigo memiliki keinginan yang kuat dan mandiri dengan melakukan apa yang ada di pikirannya dari pada mematuhi kehendak orang tua.

C. Kehidupan Sosial Anak Indigo

Virtue menjelaskan beberapa karakteristik kehidupan sosial anak indigo, diantaranya anak indigo seringkali tidak merasa cocok

(19)

dengan anak seumuran dan lebih cocok dengan sesama anak indigo atau teman yang lebih dewasa. Anak indigo juga ada yang memperlihatkan kecenderungan ingin menarik diri dengan berbagai pemikirannya. Anak indigo mendapat kesulitan dengan kedisiplinan otoritas, menolak mengikuti perintah, mudah bosan dengan pekerjaan rumah, dan mudah frustasi dengan sistem ritual.

Referensi

Dokumen terkait

Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam keadaan flexi dalam keadaan tertentu

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Komunikasi visual merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa visual dimana unsur dasar bahasa visualnya adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dapat dipakai untuk

Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan-komunikasi, yakni sebesar 11,4 persen, kemudian diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar 7,4 persen, sektor

Pandangan filosofis tentang hakikat sekolah itu sendiri dan hakikat masyarakat, dan bagaimana hubungan antara keduanya. a) Sekolah adalah bagian yang integral

Selanjutnya, Devito juga menjelaskan bahwa keterbukaan adalah kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat