• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Buwana II. Sang Raja tidak memiliki kebebasan sama sekali. Bahkan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Buwana II. Sang Raja tidak memiliki kebebasan sama sekali. Bahkan dalam"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siapa pun mengetahui bahwa hidup dalam penjajahan itu selain terhina, tidak memiliki kebebasan juga sengsara. Kiranya demikianlah yang dialami oleh Raja Keraton Kasunanan di Kartasura, Sri Susuhunan Paku Buwana II. Sang Raja tidak memiliki kebebasan sama sekali. Bahkan dalam memilih calon putra mahkota, raja harus lebih dulu meminta persetujuan dari pemerintah penjajah, VOC Belanda. Setiap tindakan, kebijaksanaan dari raja, harus minta izin dari pimpinan kompeni VOC Belanda. Pemerintah penjajahan Belanda dan juga VOC Belanda dengan politik “pecah belah” terhadap Keraton Mataram itu berhasil menguasai seluruh kekuasaan raja jajahannya.

Sementara intrik perebutan kekuasaan kerajaan melanda Keraton Kasunanan, yang dilakukan dari dalam keluarga keraton keturunan Mataram, telah menimbulkan kemelut berkepanjangan dan permusuhan. Di sisi lain pelarian orang-orang Cina yang tertindas oleh Kompeni VOC Belanda di Jakarta dan sekitarnya, mereka melarikan diri ke Jawa Tengah. Kemarahan orang-orang Cina tertindas itu ditumpahkannya dalam bentuk pemberontakan bersenjata terhadap penguasa Keraton Kartasura yang didukung oleh Kompeni VOC Belanda. Pemberontakan orang-orang Cina yang dipimpin oleh Sunan Kuning alias Mas Garendi di tahun 1742 itu juga memperoleh dukungan dari

(2)

commit to user

2

Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said yang memanfaatkan momentum itu. Raden Mas Said merasa amat kecewa dan marah terhadap kebijaksanaan Keraton Kasunanan di Kartasura yang memangkas daerah Sukowati yang dulu diberikan oleh Keraton Kartasura kepada Ayahanda Pangeran Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa.

Serangan gencar prajurit pemberontak Cina berhasil menjebol benteng pertahanan Keraton Kasunanan di Kartasura dengan menimbulkan banyak korban jiwa. Menghadapi ancaman bahaya besar itu, maka Sri Susuhunan Paku Buwana II memerintahkan kerabat keraton dan para abdi dalem untuk segera mengungsi ke wilayah Jawa Timur bagian barat daya, yaitu ke Pacitan hingga ke Ponorogo. Sementara itu prajurit pemberontak Cina menghancurkan Keraton Kasunanan di Kartasura dan menjarah kekayaan keraton yang tertinggal.

Pemberontakan orang-orang Cina akhirnya berhasil ditumpas oleh prjaurit gabungan dari Kadipaten Ponorogo, Madura bersama prajurit Keraton Kasunanan yang dibantu prajurit Kompeni Belanda. Setelah tertumpasnya pemberontakan orang-orang Cina itu maka Pangeran Sambernyawa alias Raden Mas Said berjuang sendirian bersama prajuritnya untuk melawan kekuasaan Kompeni VOC Belanda dan Keraton Kasunanan di Kartasuara dengan basis wilayah perjuangan di Wonogiri dan sekitarnya. Suatu perjuangan yang panjang bagi Raden Mas Said, putra Mangkunagara, untuk mewujudkan impiannya mendirikan kekuasaan yang mandiri, terlepas dari Keraton Kartasura.

(3)

commit to user

3

Setelah pemberontakan, Keraton Kartasura hancur dan Sri Susuhan Paku Buwana II memerintahkan kepada para abdi dalem keraton untuk membangun keraton yang baru, kemudian mengutus petinggi keraton yang terdiri dari Tumenggung Tirtowiguna, Pangeran Wijil, Tumenggung Honggowongso dan abdi dalem lainnya untuk mencari tempat baru untuk lokasi pembangunan Keraton Kasunanan tersebut. Mereka memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk mohon petunjuk-Nya.

Beberapa lokasi sempat menjadi pilihan diantaranya Desa Talawangi Kadipolo yang sebenarnya cocok untuk lokasi pembangunan baru, akan tetapi tanahnya banyak bukit. Kemudian Desa Sonosewu sebelah timur Sungai Bengawan Sala, namun dalam penelitian secara spiritual nampaknya Desa Sonosewu banyak dihuni setan prayangan sehingga tidak baik untuk tempat pembangunan keraton baru. Yang terakhir Desa Sala, lokasi yang didapatkan berdasarkan petunjuk secara spriritual ketika memanjatkan doa.

Tumenggung Tirtowiguna danPangeran Wijil kemudian menemui Kepala Dusun, bernama Kyai Sala. Saat pertemuan itu Kyai Sala bercerita, kalau ia mimpi ada utusan keraton yang mencari tempat untuk membangun keraton. Ia juga menerima wisik bahwa dusun itu, baik untuk tempat pembangunan keraton. Herannya, kenapa ada persamaan mimpi. Maka Tumenggung Tirtawiguna dan Pangeran Wijik segera melaporkan penemuan Desa Sala untuk lokasi pembangunan keraton pindahan dari Katasura dan ternyata Sang Raja menyetujuinya.

(4)

commit to user

4

Sri Susuhunan Paku Buwana II merasa sudah cocok bila Desa Sala yang penuh rawa tersebut menjadi ibukota keraton. Maka disuruhnya para bupati pesisir agar menimbuni rawa itu dengan tanaman lumbu, dengan maksud untuk menyumbat sumber air besar yang terus mengalir. Kepala Dusun Kyai Sala menyampaikan usul agar dapat menyumbat sumber air besar di daerah rawa, dengan Gong Sekar Delima. Ini merupakan bentuk tawar-menawar atau negosiasi dalam peralihan hak tanah. Semua menggunakan bahasa isyarat. Sebagai raja yang bijaksana maka prinsipnya beliau tidak ingin merugikan rakyatnya. Meski berkuasa mutlak namun hak milik orang lain harus dihargai.

Ketika Sang Raja dilapori tentang „wisik‟ gaib dari Kyai Sala yang bunyinya: “Untuk menghentikan mengalirnya sumber air, Engkau harus menutupnya dengan Gong Merah Delima dan kepala penari serta daun lumbu”. Maka oleh Sri Sunan diartikan bahwa gong itu suara paling seru dalam karawitan; maknanya adalah Kyai Sala si kepala dusun yang menghendaki, sedangkan kepala penari terkait dengan wayang atau ringgit (bahasa Jawa) yang berarti uang. Jelaslah sudah bahwa Kyai Sala menghendaki uang atas tanah hak miliknya, yang akan digunakan untuk keraton. Maka Sri Sunan Paku Buwana II memberikan uang sebanyak 10.000 gulden Belanda (waktu itu tahun 1744) untuk tanah milik Kyai Sala yang akan digunakan untuk mendirikan bangunan keraton baru.

Suatu hal yang perlu diperhatikan, dalam hal memilih tanah untuk tempat pembangunan rumah atau keraton, tradisi yang sudah menjadi

(5)

commit to user

5

kebiasaan dimulai dengan melakukan tirakat memanjatkan doa mohon petunjuk dari Allah SWT. di samping kondisi pengadaan sumber airnya, rata tidaknya tanah, adanya sarana untuk lalu-lintas (misalnya adanya sungai besar), masalah keamanan dan proyeksi jauh ke depan untuk pengembangan kota itu kemungkinan menampung lebih banyak penduduk di kemudian hari. Begitulah nenek moyang sedemikian cermatnya menentukan cocok tidaknya tempat bagi pembangunan rumah atau keraton agar membawa kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan lahir dan batin selama-lamanya. Jangan sampai tanah yang dipilih nantinya kekurangan air, atau airnya kotor seperti air comberan di musim kemarau yang akan menyengsarakan penghuninya.

Pindahnya Keraton Kasunanan warisan Mataram dari Kartasura ke Desa Sala itu merupakan bedhol keraton secara total atau menyeluruh. Perpindahan itu dilakukan dalam suasana sedih, karena Keraton Kartasura dirusak oleh pemberontak Cina. Untuk pindahnya keraton itu terlebih dahulu para abdi dalem Keraton Kasunanan harus membabat hutan belukar, menimbuni rawa di Kedung Lumbu dengan tanah galian dari Talawangi di Kadipolo. Lubang tanah bekas galian itu membentuk danau kecil yang setelah ratusan tahun dijadikan Balaikambang, Sriwedari.

Seluruh bangunan inti Keraton Kasunanan Kartasura diboyong pindah untuk didirikan kembali di Desa Sala. Untuk sementara pagar kompleks keraton terbuat dari bambu, secara bertahap bagian-bagian keraton lainnya seperti Masjid Agung di Alun-alun Utara pun dibangun. Karena keberadaan

(6)

commit to user

6

bangunan Masjid Agung sangat erat kaitannya dengan kehidupan Keraton Surakarta.

Keraton bukan saja sebagai pusat pemerintahan, melainkan juga menjadi pusat pembinaan dan pengembangan seni budaya dengan ciri khasnya. Karena keraton Surakarta memiliki banyak ahli dalam bidang seni budaya, seperti seni karawitan, seni tarim seni pewayangan, seni ukir, seni sastra Jawa, seni lukis (sungging), falsafah dan sebagainya. Maka fungsi keraton yang semula sebagai tempat hunian raja atau ratu, sekaligus urat nadi kegiatan kehidupan kerajaan.

Berdasarkan Piagam Penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Daerah Swapraja Kota Surakarta memperoleh perlakuan istimewa dari Pemerintah Republik Indonesia dengan menempatkan Sri Paduka Paku Buwana XII dan Sri Paduka Mangkunagara VIII pada kedudukan masing-masing, dengan kepercayaan bahwa beliau-beliau akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga untuk keselamatan daerahnya sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia.

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan sistem pemerintahan di Negara Republik Indonesia, maka Pemerintah Daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri di Kota Surakarta secara de facto terbentuk pada tanggal 16 Juni 1946 dengan daerah meliputi bekas Swapraja Kasunanan dan Mangkunagaran, yang secara tidak langsung menghapus kekuasaan Keraton Kasunanan dan Mangkunagaran. Namun secara yuridis Kota Surakarta baru terbentuk berdasarkan penetapan

(7)

commit to user

7

Pemerintah tahun 1946 nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli 1946. Dengan berbagai pertimbangan historis yang mendahului sebelumnya ditetapkanlah tanggal 16 Juni 1946 sebagai hari lahir atau hari jadi Pemerintah Daerah Kota Surakarta.

Adanya kebijakan otonomi daerah membuat setiap daerah harus berkompetisi agar tetap bertahan dengan mengandalkan potensi yang dimilikinya. Sama seperti barang dan jasa yang bermerek, kota juga dipromosikan melalui strategi branding. Kota-kota memiliki fitur dominan dan beragam yang mungkin termasuk warisan, budaya, seni atau sumber daya alam. Fitur-fitur ini dapat digunakan untuk menciptakan brand image yang membuat lokasi geografis yang berbeda satu dengan yang lain. Prinsip bahwa kota-kota dan daerah dapat bermerek adalah premis dari merek tempat (place branding) (Kemp et al., 2012).

Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO, 2003: 4) fungsi utama dari sebuah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan suatu produk (baik itu barang maupun jasa) yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dibedakan dari produk perusahaan lain yang serupa atau mirip yang dimiliki oleh pesaingnya. Merek merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pemasaran karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk dan atau jasa tidak terlepas dari merek yang dapat diandalkan (Tinto, 2011). Merek juga mempunyai peran penting dalam pencitraan dan strategi pemasaran perusahaan, memberikan kontribusi terhadap citra dan

(8)

commit to user

8

reputasi terhadap produk dari sebuah perusahaan di mata konsumen (WIPO, 2003: 4).

Pemerintah daerah di kawasan Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten) atau sering dikenal dengan nama Solo Raya menyadari perlunya sebuah brand yang dapat dijadikan sebagai identitas bagi kotanya. Berdasar hal tersebut, pemerintah daerah sepakat untuk membuat suatu kebijakan dengan menciptakan suatu identitas wilayah “Solo, The Spirit of Java” (Jiwanya Jawa), yang mencerminkan karakteristik dan potensi wilayah tersebut. Identitas itu, diharapkan akan terbangun image kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa, dan juga sebagai langkah untuk menarik wisatawan sekaligus investor baik dari dalam maupun luar negeri.

Pada studi ini memberi peluang untuk mereplikasi model penelitian dari Kemp et al. (2012) yang dapat menjelaskan fenomena pada setting yang diamati, dalam hal ini adalah bagaimana masyarakat Surakarta dalam proses membangun merek “Solo, The Spirit of Java”. Model yang digunakan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibuat berdasarkan lima variabel yaitu attitude toward brand, perceived qulity, brand uniqueness, self-brand connection dan brand advocacy. Berikut ini adalah penjelasan terkait pengertian dari masing-masing variabel.

Brand attitude (sikap merek) didefinisikan sebagai perilaku konsumen yang erat kaitannya dengan nilai merek bagi konsumen dan ekspektasi konsumen (Rossiter dan Percy, 1998). Menurut Keller, 1998 (Rio et al, 2001)

(9)

commit to user

9

Sikap merek adalah evaluasi keseluruhan konsumen terhadap sebuah merek. Pada penelitian Kemp et al. (2012) menyimpulkan bahwa brand attitude berhubungan positif dengan self-brand connection.

Perceived quality (persepsi kualitas) didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Aaker, 1997 dalam Puspitasari, 2006). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perceived quality berhubungan positif dengan self-brand connection (Kemp et al., 2012).

Brand uniqueness, keunikan yang dirasakan dari sebuah merek ditentukan oleh penilaian konsumen terhadap fitur yang membedakan merek satu dengan yang lain. Keunikan merek sering terbentuk melalui iklan atau dari pengalaman masa lalu dengan merek (Netemeyer, et al, 2004). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Kemp, et al. (2012) menunjukkan bahwa keunikan merek (brand uniqueness) berhubungan positif dengan self-brand connection.

Self-brand connection terbentuk ketika konsumen terlibat dalam proses pencocokan untuk mengidentifikasi produk atau merek yang kongruen dengan citra dirinya (Chaplin dan John, 2005). Variabel self-brand connection penting untuk diteliti karena berpotensi ada hubungan dengan brand advocacy. Kajian literatur menyimpulkan bahwa variabel self-brand connection memiliki hubungan positif dengan brand advocacy (Kemp et al., 2012).

(10)

commit to user

10

Brand advocacy, ketika seorang konsumen menjadi terhubung ke merek, hubungan ini dapat menyebabkan advokasi untuk merek dimana konsumen menyebar word-of-mouth yang positif tentang merek (Kemp et al., 2012). Variabel brand advocacy diposisikan sebagai variabel dependen yang menjadi fenomena untuk dijelaskan hubungannya dalam penelitian ini. Selanjutnya hubungan antar variabel yang terbentuk dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi permasalahan.

Kota Surakarta merupakan kota yang sarat budaya Jawa dan menjadikan hal tersebut sebagai identitas atau image kota “Solo, The Spirit of Java”. Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah masyarakat Surakarta. Berdasarkan teori di atas, maka penelitian ini berjudul “PENGARUH ATTITUDE TOWARD BRAND, PERCEIVED QUALITY,

BRAND UNIQUENESS TERHADAP BRAND ADVOCACY DIMEDIASI

OLEH SELF-BRAND CONNECTION (Studi Kasus pada Brand “Solo, The Spirit Of Java” Surakarta)”.

B. Rumusan Masalah

Brand attitude merupakan variabel amatan pertama yang digunakan dan diperkirakan berhubungan dengan self-brand connection. Kajian literatur mengindikasi bahwa ada hubungan yang positif antara sikap terhadap strategi branding dengan self-brand connection (Kemp et al., 2012). Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan adalah:

(11)

commit to user

11

1. Apakah attitude toward brand yang menguntungkan terhadap strategi

branding kota berpengaruh terhadap self-brand connection?

Perceived quality atau persepsi kualitas diperkirakan berhubungan dengan self-brand connection. Penelitian yang dilakukan oleh Kemp et al., 2012 mengindikasikan bahwa ada hubungan yang positif antara persepsi kualitas dengan self-brand connection. Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan adalah:

2. Apakah perceived quality merek berpengaruh terhadap self-brand

connection?

Keunikan yang dirasakan dari strategi branding kota diperkirakan berhubungan dengan self-brand connection. Kajian literatur mengindikasi bahwa ada hubungan positif antara keunikan yang dirasakan dari strategi branding kota dengan self-brand connection (Kemp et al., 2012). Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan adalah:

3. Apakah brand uniqueness yang dirasakan dari strategi branding kota berpengaruh terhadap self-brand connection?

Self-brand connection diperkirakan akan menimbulkan advokasi untuk merek. Penelitian yang dilakukan oleh Kemp et al., 2012 mengindikasikan bahwa ada hubungan yang positif antara self-brand connection dengan advokasi merek. Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan adalah:

(12)

commit to user

12

Self-brand connection merupakan variabel yang akan memediasi hubungan antara sikap merek dan advokasi merek, persepsi kualitas merek dan advokasi serta keunikan merek dan advokasi merek. Dengan demikian perumusan masalah yang diajukan adalah:

5. Apakah Self-brand connection akan memediasi hubungan antara (a) attitude toward brand dan brand advocacy (b) perceived quality dan brand advocacy serta (c) brand uniqueness dan brand

advocacy?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh sikap yang menguntungkan terhadap strategi branding kota terhadap self-brand connection.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh perceived quality merek terhadap self-brand connection.

3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh brand uniqueness yang dirasakan dari strategi branding kota terhadap self-brand connection. 4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh self-brand connection terhadap

brand advocacy.

5. Untuk menguji dan menganalisis Self-brand connection yang akan memediasi hubungan antara (a) attitute toward brand dan brand advocacy

(13)

commit to user

13

(b) perceived quality dan brand advocacy serta (c) brand uniqueness dan brand advocacy.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka terdapat beberapa manfaat yang akan didapatkan. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menjadi bahan informasi untuk mengetahui bagaimana para pemangku kepentingan internal, khususnya masyarakat kota, sangat penting dalam proses membangun merek.

2. Memberikan kontribusi bagi dunia praktisi pemasaran, sesuai dengan apa yang telah dipelajari. Dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan rahmat serta Rosulullah Muhammad SAW yang senantiasa memberikan syafaat kepada umatnya

mengajukan SPM Pengesahan ke KPPN harus diperlakukan sebagai penerimaan BLU triwulan bersangkutan pada saat pengembalian PNBP diterima BLU...  Sisa PNBP TA 2008 dan/atau

Untuk menggunakan Model Pengajaran non-directive secara berkesan, seorang guru harus mempunyai keinginan untuk menerima bahawa seorang murid dapat

bahwa dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani Pada Kecamatan Pekalongan Barat

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian herbisida paraquat diklorida per−oral terhadap pembengkakan hepatosit

Dari kegiatan pengabdian masyakat yang berjudul ”Sosialisasi dan Aplikasi Penggunaan Beberapa Tanaman Pengusir Nyamuk Kepada Masyarakat Kota Padang di Daerah yang

Menurut Kotler (2000: 9- 10), faktor sosial merupakan perilaku seseorang konsumen yang mempengaruhi faktor-faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran

Seluruh dosen pengajar program studi Diploma III Teknik Informatika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan ilmu