• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Asesmen

Asesmen atau penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya

▸ Baca selengkapnya: bagaimana perkiraan saudara mengenai ketercapaian kompetensi siswa

(2)

Penilaian menurut Muchtar (2010: 71) mendefinisikan sebagai berikut:

Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai salah satu dari tiga pilar utama yang sangat menentukan kegiatan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut adalah perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Apabila ketiga pilar tersebut sinergis dan berkesinambungan, maka akan sangat menentukan kualitas pembelajaran. Oleh karena itu penilaian harus dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Sistem

penilaian harus dikembangkan sejalan dengan perkembangan model dan strategi pembelajaran.

Penilaian menurut Kunandar (2013: 61) mendefinisikan sebagai berikut: Penilaian adalah suatu yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan penilaian hasil belajar maka dapat diketahui seberapa besar keberhasilan peserta didik telah menguasai kompetensi atau materi yang telah yang diajarkan oleh guru. Melalui penilaian juga dapat

dijadikan acuan untuk melihat tingkat keberhasilan atau efektifitas guru dalam belajar. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar harus dilakukan dengan baik mulai dari menentukan instrumen, penyusunan instrumen, telaah instrumen, pelaksanaan penilaian, analisis hasil penilaian dan program tindak lanjut hasil penilaian. Dengan penilaian hasil belajar yang baik akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam perbaikan kualitas proses belajar mengajar. Sebaliknya, kalau terjadi kesalahan dalam penilaian hasil belajar, maka akan terjadi salah informasi tentang kualitas proses belajar mengajar dan pada akhirnya tujuan pendidikan yang sesungguhnya tidak akan tercapai.

Melihat penjelasan mengenai penilaian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami pelajaran yang telah disampaikan guru. Penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik dengan memiliki beberapa tujuan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.

(3)

B. Tujuan dan Manfaat Asesmen

Tujuan penilaian menurut Kunandar (2013: 70) antara lain sebagai berikut: 1) Melacak kemampuan peserta didik;

2) Mengecek ketercapaian kompetensi peserta didik;

3) Mendeteksi kompetensi yang belum dikuasai oleh peserta didik; 4) Menjadi umpan balik untuk perbaikan bagi peserta didik;

Manfaat penilaian menurut Kunandar (2013:71) antara lain sebagai berikut: 1) Mengetahui tingkat pencapai kopentensi selama dan setelah proses

pembelajaran berlangsung;

2) Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kopetensi;

3) Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik;

4) Umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan dan sumber belajar yang digunakan;

5) Memberikan pilihan alternatif penilaian kepada guru;

6) Memberikan informasi kepada orang tua tentang mutu dan efektivitas pembelajaran yang dilakukan sekolah.

Tujuan dan manfaat penilaian menurut Arikunto (2008: 37) antara lain sebagai berikut:

1) Makna bagi siswa dengan diadakannya penilaian maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh oleh siswa ada 2 kemungkinan yakni memuaskan atau tidak memuaskan.

2) Makna bagi guru dengan hasil penilaian guru akan dapat mengetahui siswa mana saja yang berhak melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa-siswa mana yang belum menguasai bahan. Guru dapat mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk memberikan

pengajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan. 3) Makna bagi sekolah adalah guru-guru mangadakan penilaian dan

diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajar yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai harapan atau belum.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dan manfaat penilaian sebagai berikut:

(4)

a) Manfaat penilaian bagi guru seperti:

1) Pada pelaksanaan penilaian, guru akan memperoleh data tentang kemajuan belajar siswa.

2) Pada pelaksanaan penilaian guru akan dapat mengetahui apakah metode mengajar yang digunakannya sudah sesuai atau tidak.

3) Hasil penilaian dapat dimanfaatkan guru untuk melaporkan kemajuan belajar siswa kepada orang tua/wali siswa.

b) Manfaat penilaian bagi siswa seperti:

1) Hasil penilaian dapat menjadi pendorong siswa agar belajar lebih giat. 2) Hasil penilaian dapat dimanfaatkan siswa untuk mengetahui kemajuan

belajarnya.

3) Hasil penilaian merupakan data tentang apakah cara belajar yang dilaksanakannya sudah tepat atau belum.

c) Manfaat penilaian bagi lembaga/sekolah seperti:

1) Hasil penilaian dapat dimanfaatkan sekolah untuk mengetahui apakah kondisi belajar mengajar yang dilaksanakan sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum.

2) Hasil penilaian merupakah data yang dapat dimanfaatkan sekolah untuk merencanakan pengembangan sekolah pada masa yang akan datang.

3) Hasil penilaian merupakan bahan untuk menetapkan kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah.

(5)

C. Prinsip Asesmen

Pada proses penilaian terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam menilai peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah didasarkan Permendikbud Nomer 66 Tahun 2013 tentang standar penilaian pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai.

2) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.

3) Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya.

4) Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.

5) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.

6) Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

Sedangkan pelaksanaan penilaian pendidikan harus memperhatikan prinsip penilaian. Ada 9 prinsip sebagaimana dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. 4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu

komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran. 5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar

pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

(6)

6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.

Prinsip penilaian menurut Grounlund (1998: 28) antara lain sebagai berikut: 1) Harus ada spesifikasi yang jelas apa yang mau dinilai: penempatan,

formatif, ataukah sumatif.

2) Harus komprehensif: afektif, psikomotor, dan kognitif.

3) Butuh berbagai ragam teknik/metode asesmen, baik metode tes maupun nontes.

4) Harus dapat memilih instrumen asesmen yang sesuai.

5) Harus jelas apa maksud dan tujuan diadakan asesmen, jadi akan jelas pula apa tindak lanjutnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip penilaian harus valid, objektif, terbuka, dan adil. Prinsip penilaian harus valid yakni penilaian hasil belajar oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan

kompetensi dasar) dan standar kompetensi lulusan. Selain itu prinsip penilaian harus objektif yakni penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional. Selain itu prinsip penilaian harus terbuka yakni penilaian hasil belajar oleh pendidik bersifat terbuka artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan.

(7)

D. Asesmen Otentik

Penilaian hasil belajar peserta didik harus menggunakan penilaian yang menilai seluruh aspek dalam pembelajaran. Penilaian otentik dituntut dapat menilai semua aspek dalam proses pembelajaran. Adapun aspek-aspek dalam pembelajaran yaitu aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Sehingga penilaian otentik harus

memperlihatkan keseimbangan antara penilaian sikap, pengetahuan dan ketrampilan peserta didik. Pada penilaian ini guru dapat mengambil penilaian ketika proses pembelajaran sehingga penilaian ini tidak hanya dilakukan di akhir periode pembelajaran saja. Penilaian otentik menurut Pantiwati (2013: 26) menjelaskan sebagai berikut:

Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran yang harus sejalan dengan perkembangan model dan strategi pembelajaran. Seiring dengan perkembangan kurikulum, maka asesmen yang digunakan harus

mengalami perkembangan juga. Pada kurikulum 2013, asesmen yang ditekankan adalah asesmen otentik. Asesmen otentik adalah asesmen yang menekankan pada permasalahan atau kenyataan nyata yang dilakukan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.

Penilaian otentik menurut Kunandar (2013: 35) mendefinisikan sebagai berikut: Penilaian otentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan

kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI).

Penilaian otentik menurut Mueller dalam Abidin (2012: 168) mendefinisikan bahwa seperti berikut:

Penilaian otentik adalah suatu penilaian belajar yang merujuk pada situasi atau konteks dunia “nyata” yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinan bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan.

(8)

Penilaian otentik menurut Grounlund dalam Pantiwati (2013: 12) mendefinisikan sebagai berikut:

Asesmen otentik adalah asesmen yang berpusat pada pelajar nyata seperti kehidupan sehari-hari dan terintegrasi dalam strategi pembelajaran, bersifat berkelanjutan dan dilakukan terhadap proses dan produk.

Asesmen otentik merupakan suatu proses yang terintegrasi untuk menentukan ciri dan tingkat belajar dan perkembangan belajar peserta didik seperti yang dijelaskan Kunandar (2013: 35):

Asemen otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran oleh anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa asesmen otentik adalah asesmen yang menilai apa yang dipelajari siswa bukan apakah siswa tersebut belajar. Sehingga pada asesmen otentik ini tidak hanya menilai apa yang diketahui oleh siswa saja tetapi juga menilai apa yang dapat siswa lakukan dalam proses pembelajaran.

Implementasi dari asesmen otentik harus mengikuti prinsip-prinsip: 1) Asesmen merupakan bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. 2) Asesmen harus mencerminkan masalah dunia nyata.

3) Asesmen harus menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar.

4) Asesmen meliputi semua aspek dari tujuan pembelajaran, baik kognitif, afektif maupun sensori motorik.

(9)

E. Jenis-Jenis Asesmen Otentik

Jenis-jenis penilaian otentik menurut pendapat Burton dalam Bakti (2014: 3) menjelaskan sebagai berikut:

Penilaian otentik adalah sekumpulan penilaian yang menghubungkan pengetahuan dengan praktik langsung. Pada penilaian otentik terdapat beberapa teknik penilaian yang dapat dilakukan di antaranya penilaian otentik termasuk di dalamnya penilaian perfomansi (performance assessment), portofolio (portfolios), dan penilaian diri-sendiri (student self-assessment), penugasan (Proyek/Projek), hasil kerja (Product), dan tertulis (Paper & Pen).

Penilaian otentik menurut Daryanto (2014: 126) ada beberapa jenis antara lain, yaitu : 1) Penilaian kinerja. 2) Penilaian proyek. 3) Penilaian portofolio. 4) Penilaian tertulis. 5) Penilaian lisan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis penilaian otentik dapat berupa penilaian performansi, portofolio, penilaian diri sendiri, penugasan, hasil kerja, dan tertulis.

Penilaian performansi (Performance Assessment) merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini tepat dilakukan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan kinerjanya. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. Penilaian ini merupakan bentuk penilaian yang membangun

(10)

respon siswa, misalnya dalam hal berbicara atau menulis. Respon siswa dapat diperoleh guru dengan melakukan observasi selama pembelajaran di kelas. Penilaian ini meminta siswa untuk menyelesaikan tugas yang komplek dalam konteks pengetahuan, pembelajaran terkini, dan keahlian yang relevan untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Siswa dapat menggunakan bahan-bahan atau menunjukkan hasil aktifitas tangan dalam mengatasi masalah, contoh: laporan berbicara, menulis, proyek individu maupun grup, pameran, dan

demonstrasi.

Portofolio (Portfolios) merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada berbagai informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk

informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik. Portofolio adalah penilaian yang meminta peserta didik menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari berdasarkan kreteria yang telah ditetapkan. Tujuan utama dari portofolio adalah untuk mendukung atau memperbaiki proses dan hasil belajar. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan nilai. Jenis asesmen diri:

(11)

1) Asesmen langsung dan spesifik yaitu penilaian secara langsung pada saat atau setelah selesai melakukan tugas, untuk menilai aspek-aspek tertentu pada mata pelajaran.

2) Asesmen tidak langsung dan holistik yaitu penilaian yang dilakukan dalam kurun waktu yang panjang, untuk memberikan penilaian secara

keseluruhan.

3) Asesmen sosio-afektif yaitu penilaian terhadap unsur-unsur afektif atau emosional, misal: peserta didik diminta membuat tulisan yang membuat curahan perasaan. Sistem pengumpulan hasil kerja siswa yang dianalisis untuk menunjukkan kemajuan belajar siswa dalam jangka waktu tertentu. Contoh penilaian portofolio, misalnya: menulis, membaca buku harian,

menggambar, audio atau video, dan atau komentar guru dan siswa tentang kemajuan yang telah dicapai siswa.

Penilaian diri-sendiri (Student Self-Assessment) merupakan kunci dalam penilaian otentik dan dalam pengaturan pembelajaran diri, “motivasi dan strategi untuk menyelesaikan permasalahan dengan tujuan spesifik”. Penilaian diri-sendiri digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang di dalamnya merupakan integrasi dari kemampuan kognitif, motivasi, dan sikap terhadap pembelajaran. Dalam pengaturan diri pembelajar, murid membuat pilihan, memilih aktivitas pembelajaran, dan merencanakan bagaimana mereka menggunakan waktu dan sumber. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih aktivitas yang menantang, mengambil resiko, meningkatkan kemahiran pembelajaran, dan mencapi tujuan yang telah direncanakan.

(12)

Penugasan (Proyek) merupakan tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari

pengumpulan, pengorganisasian, pengevaluasian, hingga penyajian data. Karena dalam pelaksanaannya proyek bersumber pada data primer/sekunder, evaluasi hasil, dan kerjasama dengan pihak lain, proyek merupakan suatu sarana yang penting untuk menilai kemampuan umum dalam semua bidang. Proyek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman dan pengetahuan peserta didik pada pembelajaran tertentu, kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan

pengetahuan, dan kemampuan peserta didik untuk mengomunikasikan informasi. Penilaian ini juga merupakan penilaian terhadap suatu tugas yang mengandung penyelidikan yang harus selesai dalam waktu tertentu. Proyek adalah suatu tugas yang meminta siswa menghasilkan sesuatu oleh diri siswa sendiri pada suatu topik yang berhubungan dengan kurikulum lebih dari hanya sekedar ”memproduksi” pengetahuan dalam suatu tes.

Hasil kerja (Product) adalah penilaian terhadap keterampilan siswa dalam membuat suatu produk tertentu dan kualitas produk tersebut. Tujuan penilaian produk adalah:

1) Menilai penguasaan keterampilan siswa yang diperlukan sebelum mempelajari keterampilan berikutnya.

2) Menilai tingkat kompetensi yang sudah dikuasai siswa pada setiap akhir jenjang.

3) Menilai keterampilan siswa yang akan memasuki institusi pendidikan tertentu.

(13)

Tertulis (Paper & Pen) dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes pilihan jamak termasuk tes tertutup karena siswa hanya memilih jawaban yang paling benar yang sudah disediakan, sedangkan tes uraian termasuk tes terbuka karena siswa bebas menjawab pertanyaan yang diberikan.

F. Asesmen Tertulis Bentuk Pilihan Jamak

Pada umumnya tes tertulis yang sering digunakan yaitu pilihan jamak dan uraian. Tes tertulis bentuk pilihan jamak dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut siswa untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau

meng-ekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Asesmen tes tertulis menurut Sofyana (2010: 3) yakni:

Asesmen secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu: (a) memilih jawaban, yang dibedakan menjadi: (1) pilihan ganda, (2) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), (3) menjodohkan, (4) sebab-akibat; (b) mensuplai jawaban, dibedakan menjadi: (1) isian atau melengkapi, (2) jawaban singkat atau pendek, dan (3) uraian.

Asesemen tes tertulis di bagi menjadi 2 bentuk yakni bentuk uraian dan bentuk pilihan jamak. Tes tertulis bentuk pilihan jamak memiliki kelebihan dan kekurangan menurut Haryati (2013: 55) menjelaskan sebagai berikut:

(14)

Kelebihan dari tes tertulis pilihan jamak yaitu mudah dianalisa, mencakup banyak materi pelajaran, waktu yang diperlukan lebih singkat, dapat menggunakan rumus singkat, pokok soal dirumuskan dengan singkat dan jelas, materi yang ditanyakan jelas arahnya, dapat mengukur kemampuan siswa sesuai dengan domain yang dikehendaki sesuai dengan tingkat kesukarannya, soal tidak bergantung dari soal sebelumnya, semua indikator dapat terwakili, mudah dibuat karena sejajar dengan indikator yang hendak dinilai. Sedangkan kelemahan dari tes tertulis bentuk pilihan jamak yaitu syarat dengan spekulasi untuk siswa kurang menggambarkan sebuah proses, hanya dapat mengetahui kemampuan kognitif tanpa analisa, kurang dapat menggambarkan kemampuan siswa secara utuh, membiasa-kan siswa berpikir untung-untungan, kurang memberimembiasa-kan peluang

menjawab dengan benar pada siswa (hanya 20%) untuk 5 opsen jawaban, kurang memacu siswa untuk memberikan analisis dan memberikan

jawaban, tidak dapat menjawab secara analisa atau kesimpulan, tidak dapat mendeteksi langkah siswa dalam mengerjakan soal.

Melihat pengertian tes tertulis sebagaimana yang dijabarkan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat diketahui pada tes tertulis terbagi menjadi 2 bentuk yakni tes tertulis pilihan jamak dan tes tertulis bentuk uraian. Pada tes tertulis bentuk pilihan jamak terdapat beberapa kelebihan dan juga kelemahan.

Beberapa kelebihan dari tes pilihan jamak seperti: 1) Mudah dianalisa,

2) Mencakup banyak materi pelajaran, 3) Waktu yang diperlukan lebih singkat, dan

4) Pokok soal dirumuskan dengan singkat dan jelas.

Sedangkan kelemahan dari tes pilihan jamak yakni: 1) Syarat dengan spekulasi untuk siswa, 2) Kurang menggambarkan sebuah proses, dan

3) Hanya dapat mengetahui kemampuan kognitif tanpa analisa, 4) Kurang memberikan peluang menjawab dengan benar pada siswa

(15)

Pada umumnya tes tertulis yang biasa digunakan oleh guru dalam melakukan penilaian adalah tes tertulis bentuk pilihan jamak dan uraian. Tes tertulis bentuk pilihan jamak dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan

memahami. Tes tertulis bentuk pilihan jamak juga merupakan tes yang dikatagori-kan tes tertutup karena jawaban sudah tersedia, siswa hanya diminta memilih jawaban yang benar atau yang paling benar dari beberapa pilihan yang disediakan. Tes tertulis bentuk uraian merupakan alat penilaian yang dapat menilai

kemampuan siswa dalam mengingat, memahami, dan mengorganisasi gagasan atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan gagasan jawaban tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-kata.

G. Pengembangan

Pengembangan pembelajaran adalah suatu proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan belajar dengan memperhatikan potensi dan kompetensi siswa. Penelitian pengembangan menurut Hosnan (2014: 389) adalah:

Penelitian pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan.

Pengembangan menurut Richey dan Klein (2007: 129) adalah:

Pengembangan adalah proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik yang berkaitan dengan desain belajar sistematik dan proses evaluasi dengan maksud menetapkan dasar empiris untuk mengkreasikan produk pembelajaran yang baru atau model peningkatan pengembangan yang sudah ada. Untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan agar dapat berfungsi di masyarakat luas maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

(16)

Pengembangan menurut Sugiyono (2013: 287) yakni:

Metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.

Langkah langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2013: 288) yakni:

Langkah-langkah penelitian dan pengembangan yakni potensi dan

masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk,

produksi massal.

Berdasarkan uraian paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan adalah serangkaian langkah sistematik, yang setiap langkah yang dilakukan selalu mengacu kepada hasil dari langkah langkah sebelumnya hingga akhirnya didapatkanlah produk–produk baru yang memiliki kualitas yang lebih baik.

H. Pembelajaran IPA Terpadu

Sains adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena di alam semesta. Ilmu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif. IPA menurut Trianto (2010: 136-137) adalah sebagai berikut:

IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya.

(17)

Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar proses ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah. Dari pembelajaran yang menggunakan proses atau prosedur ilmiah maka akan menghasilkan produk yang bersifat ilmiah dan akan menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa.

IPA menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010: 137) dipandang sebagai berikut:

IPA sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur

dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

IPA dapat digunakan untuk menemukan pengetahuan baru melalui kegiatan ilmiah. Pengetahuan yang diterima siswa tidak hanya dalam pembelajaran di sekolah saja, namun bisa diperoleh dari luar pembelajaran seperti melakukan kegiatan pratikum dengan metode ilmiah. Dari serangkaian kegiatan yang

dilakukan siswa IPA dapat dipandang sebagai proses, produk, dan prosedur. Nilai-nilai IPA menurut Prihanto Laksmi dalam Trianto (2010: 141-142) yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:

1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah;

2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah; 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik

dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan.

Guru yang membelajarkan IPA di sekolah perlu menanamkan nilai-nilai yang dapat membuat siswa untuk dapat berpikir secara teratur, sistematis, dan kegiatan

(18)

yang dilakukan siswa mengikuti langkah-langkah metode ilmiah. Dalam melakukan eksperimen, siswa diharapkan terampil menggunakan alat-alat eksperimen dengan tujuan untuk memecahkan permasalahan. Dan yang terakhir siswa ditanamkan sikap ilmiah berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dan sikap tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Pembelajaran IPA menurut Prihanto Laksmi dalam Trianto (2010: 142) antara lain:

1) memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap;

2) menanamkan sikap hidup ilmiah;

3) memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan;

4) mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya; dan

5) menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada kurikulum tahun 2013 terdapat beberapa perubahan diantara adalah konsep pembelajarannya dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science atau “IPA Terpadu” bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu.

Pembelajaran IPA di sekolah merujuk pada keterpaduan mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi dengan menggunakan metode ilmiah atau pendekatan ilmiah (scientific approach). Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik.

(19)

Tujuan pembelajaran IPA Terpadu pada dasarnya menurut Puskur dalam Trianto (2010: 155), yaitu:

1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. 2) Meningkatkan minat dan motivasi siswa.

3) Dapat digunakan untuk mencapai beberapa kompetensi dasar secara sekaligus.

Karena menggunakan konsep keterpaduan, dalam membelajarkan IPA di sekolah memungkinkan beberapa materi dibelajarkan dalam satu proses pembelajaran saja. Kemendikbud (2013: 4) menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran terpadu antara lain holistik, bermakna, dan aktif. Holistik merupakan suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian, dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk

memahami suatu fenomena dari segala sisi. Bermakna maksudnya terdapat keterkaitan antara konsep menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkannya untuk memecahkan masalah nyata di dalam kehidupannya. Sedangkan aktif merupakan pembelajaran terpadu yang dikembangkan melalui scientific approach, sehingga siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

IPA Terpadu merupakan pelajaran yang di dalamnya terdapat materi tentang Bab Suhu. Suhu adalah derajat panas dinginnya suatu benda. Di kehidupan sehari-hari sering terjadi perpindahan kalor jika ada perbedaan suhu dari dua benda atau lebih baik secara sengaja ataupun yang tidak sengaja. Kalor perpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.

Jenis-jenis perpindahan kalor menurut Teguh (2008: 112), yaitu: Ada tiga cara dalam perpindahan kalor yaitu:

1. konduksi (hantaran), 2. konveksi (aliran), dan 3. radiasi (pancaran).

(20)

Pengertian konduksi menurut Teguh (2008: 112), yaitu:

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Contoh dari konduksi adalah memegang besi dibakar atau dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Membakar Batang Besi

Berdasarkan daya hantar kalor, benda dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Konduktor, yaitu zat yang memiliki daya hantar kalor baik. Contoh : besi, baja, tembaga, aluminium, dll

2) Isolator, yaitu zat yang memiliki daya hantar kalor kurang baik. Contoh: kayu, plastik, kertas, kaca, air, dll

Pengertian konveksi menurut Teguh (2008: 116), yaitu:

Konveksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat yang disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut.

Konveksi terjadi karena perbedaan massa jenis zat. Kamu dapat memahami peristiwa konveksi, antara lain:

1) Pada zat cair karena perbedaan massa jenis zat, misal sistem pemanasan air, dan sistem aliran air panas.

2) Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara, misal terjadinya angin darat dan angin laut, sistem ventilasi udara, untuk

mendapatkan udara yang lebih dingin dalam ruangan dipasang AC atau kipas angin, dan cerobong asap pabrik.

Contoh dari konveksi adalah proses mendidihkan air atau dapat dilihat pada Gambar 2.2

(21)

Pengertian konveksi menurut Teguh (2008: 116), yaitu:

Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara.

Contoh peristiwa dari radiasi adalah ketika didekat api unggun badan terasa hangat atau dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Menghangatkan Diri Di Dekat Api Unggun Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1) Permukaan benda hitam, kusam, dan kasar merupakan pemancar dan penyerap kalor yang baik.

2) Permukaan benda putih, mengkilap dan halus merupakan pemancar dan penyerap kalor yang buruk

Dari beberapa pendapat di atas maka kalor dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Berdasarkan cara kalor berpidah dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: Konduksi, Konveksi, dan Radiasi.

Konduksi adalah perpindahan kalor yang memerlukan zat perantara tetapi ketika kalor berpindah partikel zat tidak ikut berpindah. Contoh dari konduksi adalah: a. Membakar besi.

b. Memanaskan sendok. c. Membakar alumunium.

d. Lempengan baja yang dibakar. e. Plat besi dibakar.

(22)

Konveksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat yang disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Konveksi terjadi karena perbedaan massa jenis zat. Untuk mudah dapat memahami peristiwa konveksi, antara lain:

a. Pada zat cair karena perbedaan massa jenis zat, misal sistem pemanasan air, sistem aliran air panas.

b. Pada zat gas karena perbedaan tekanan udara, misal terjadinya angin darat dan angin laut, sistem ventilasi udara, untuk mendapatkan udara yang lebih dingin dalam ruangan dipasang AC atau kipas angin, dan cerobong asap pabrik. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah:

Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Hal ini mengakibatkan udara panas di daratan akan naik dan tempat tersebut diisi oleh udara dingin dari permukaan laut, sehingga terjadi gerakan udara dari laut menuju ke darat yang biasa disebut angin laut. Angin laut terjadi pada siang hari, biasa digunakan oleh nelayan tradisional untuk pulang ke daratan.

Pada malam hari daratan lebih cepat dingin daripada lautan. Hal ini

mengakibatkan udara panas di permukaan air laut akan naik dan tempat tersebut diisi oleh udara dingin dari daratan, sehingga terjadi gerakan udara dari darat menuju ke laut yang biasa disebut angin darat. Angin darat terjadi pada malam hari, biasa digunakan oleh nelayan tradisional untuk melaut mencari ikan.

Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa melalui zat perantara. Alat yang

digunakan untuk menyelidiki sifat radiasi berbagai permukaan disebut termoskop diferensial. Kedua bola lampu dicat dengan warna yang sama, tetapi di antara bola tersebut diletakkan bejana kubus yang salah satu sisinya permukaannya hitam

(23)

kusam dan sisi lainnya mengkilap. Beberapa contoh penerapan perpindahan kalor secara radiasi dalam kehidupan sehari-hari.

a. Pada siang hari yang panas, orang lebih suka memakai baju cerah daripada baju gelap. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penyerapan kalor.

b. Cat mobil atau motor dibuat mengkilap untuk mengurangi penyerapan kalor. c. Mengenakan jaket tebal atau meringkuk di bawah selimut tebal saat udara

dingin badanmu merasa nyaman. d. Dinding termos dilapisi perak.

I. Scientific Approach

Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013 adalah untuk penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan

pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi, yaitu dikenal dengan scientific

approach. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Scientific approach merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah.

Kegiatan pembelajaran saintifik dilakukan melalui proses mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Lima pengalaman belajar ini diimplementasikan ke dalam model atau strategi pembelajaran, metode, teknik, maupun taktik yang digunakan. Scientific approach ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan sangat baik untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

(24)

Proses pembelajaran menurut Kemendikbud (2013: 35) terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:

1) mengamati, 2) menanya,

3) mengumpulkan informasi, 4) mengasosiasi, dan

5) mengkomunikasikan.

Proses pendekatan saintifik menurut Dyer dkk dalam Sani (2014: 53) mengungkapkan bahwa:

Dapat dikembangkan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam proses pembelajaran antara lain: 1) mengamati; 2) menanya; 3)

mencoba/mengumpulkan informasi; 4) menalar/asosiasi; 5) membentuk jejaring (melakukan komunikasi).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran melalui scientific approach terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Dalam aktivitas belajar dengan menggunakan scientific approach tidak harus dilakukan dengan prosedur yang kaku. Proses pembelajaran yang berlangsung dapat disesuaikan dengan

pengetahuan yang akan dipelajari. Sani (2014: 54) menggambarkan proses pembelajaran dengan scientific approach sebagai berikut:

(25)

Tabel 2.1: Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya.

LANGKAH

PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR

KOMPETENSI YANG

DIKEMBANGKAN

Mengamati Membaca, mendengar,

menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)

Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.

Menanya Mengajukan pertanyaan

tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Mengumpulkan informasi/ eksperimen

melakukan eksperimen membaca sumber lain selain buku teks mengamati objek/ kejadian/aktivitas wawancara dengan narasumber. Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari,

mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

Mengasosiasikan/mengo -lah informasi

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang

Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan

menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam

(26)

LANGKAH

PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR

KOMPETENSI YANG

DIKEMBANGKAN bersifat menambah

keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.

menyimpulkan.

Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi,

kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan

berbahasa yang baik dan benar.

Dalam pelaksanaanya, kelima proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengamati

Dalam melakukan pengamatan siswa harus melibatkan panca indera. Tujuan dari mengamati yaitu untuk memperoleh informasi secara nyata. Pada proses

mengamati, tidak terlepas dari keterampilan lainnya, antara lain melakukan pengelompokan atau membandingkan. Suatu pengamatan yang cermat sangat dibutuhkan siswa untuk menganalisis permasalahan atau fenomena yang berkaitan dengan apa yang diamati.

(27)

2. Menanya

Pada proses pembelajaran, siswa dilatih untuk membuat pertanyaan berkenaan dengan topik yang akan dipelajari. Kegiatan tersebut bertujuan untuk

meningkatkan keingintahuan siswa dan mengembangkan kemampuan siswa. Guru berperan sebagai motivator supaya siswa menyampaikan pertanyaan yang terkait dengan apa yang dipelajari.

3. Mencoba/Memperoleh Informasi

Untuk memperoleh informasi berkaitan dengan apa yang dipelajari, siswa mengumpulkan berbagai informasi dari sumber-sumber yang ada seperti buku teks, internet, dan lain-lain. Untuk membantu siswa dalam melakukan percobaan, guru perlu memberikan beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk

membangun konsep siswa dan menyediakan LKS sebagai penuntun siswa dalam mencoba.

4. Menalar/Asosiasi

Menalar merupakan aktivitas mental khusus dalam melakukan inferensi. Sedangkan inferensi merupakan kegiatan menarik kesimpulan berdasarkan pendapat (premis). Data, fakta, atau informasi yang terkait fenomena yang ada. Upaya guru dalam melatih siswa untuk melakukan kegiatan menalar dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil mencoba sehingga siswa dapat menentukan hubungan antar variable yang ada, menguju hipotesis, menjelaskan mengenai data percobaan berdasarkan teori yang ada serta dapat menarik kesimpulan.

(28)

5. Membentuk Jaringan/Komunikasi

Kemampuan berkomunikasi sangat perlu untuk dimiliki siswa supaya siswa dapat menyampaikan hasil pembelajaran yang telah dilakukan kepada teman lainnya. Kemampuan berkomunikasi sama pentingnya dengan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman.

Gambar

Gambar 2.1 Membakar Batang Besi
Gambar 2.3 Menghangatkan Diri Di Dekat Api Unggun  Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan  bahwa:
Gambar 2.4 Komponen Pendekatan Pembelajaran Saintifik.
Tabel 2.1: Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran dengan Kegiatan Belajar dan  Maknanya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil wawancara dengan pihak Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Bandung Tanggal 16 Maret 2018, pukul 13.30 WIB.. Hal ini pun akan berdampak atau menimbulkan

Berdasarkan saran yang didapat dari pengujian, maka jangkauan informasi data sebaiknya diperluas, tata warna lebih menarik untuk pengunjung, dan untuk fitur galeri ditambah

Dalam upaya peningkatan kualitas pada suatu perusahaan maka telebih dahulu harus mengetahui tingkat kemampuan proses yang telah dimiliki oleh persusahaan tersebut, hal

Fitur price calculator dapat membantu CV Berkat Anugerah dalam melakukan perhitungan perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi suatu barang pesanan

Bila jarak kota A ke kota B hendak ditempuh dengan kecepatan rata- rata 60 km/jam, maka waktu yang diperlukan Budi menempuh jarak tersebut adalah ….. Jika kecepatan rata-rata bis 60

Manfaat penelitian ini adalah dapat dijadikan sumber acuan bagi penelitian lebih lanjut mengenai pelat timbal bekas tutup instalasi listrik pada atap rumah

Bentuk dasar VRP secara umum berkaitan dengan masalah penentuan suatu rute kendaraan ( vehicle ) yang melayani suatu pelanggan yang diasosiasikan dengan titik dengan permintaan

Pemerintah daerah sendiri telah berupaya untuk meningkatkan kualitas anak, dengan menerapkan Pengarusutamaan Hak Anak (yang selanjutnya disebut PUHA), yaitu suatu