• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seni Toraja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seni Toraja"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Transisi Seni Tradisi Toraja sebagai Pengabdian

Kepada Leluhur

KARTA

Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Seni dan Desain, Universitas Negeri Makassar, Indonesia E-mail : kartajayadi@gmail.com

Meskipun Aluk To dolo sebagai agama asli orang Toraja secara berangsur-angsur ditinggalkan oleh orang-orang Toraja, namun beberapa ritual yang berkaitan dengan bentuk-bentuk pengabdian kepada leluhur tetap mereka laksanakan hingga saat ini. Hal ini terlihat dari pelaksanaan upacara tradisional yang selalu dikaitkan dengan pengabdian kepada nenek moyang. Beberapa seni tradisi yang dilaksanakan tersebut ada yang bersifat sakral, ada pula yang profan. Jenis kesenian tersebut meliputi seni pertunjukan, seni musik dan seni rupa. Secara umum, keberadaan seni tradisi ini menjadi bagian penting dari rasa syukur pada Tuhan, bahkan merupakan bagian dari upacara kematian.

The Transition of Toraja Traditional Art as Devotion to the Ancertors

Although Aluk To dolo as indigenous religion of the Toraja are gradually abandoned by the Toraja people, but some of the rituals associated with other forms of devotion n to their ancestors still carried to this day. This is evident from the implementation of a traditional ceremony that is always associated with devotion to the ancestors. Some performed the traditional art there that are sacred, some profane. Type of art includes performing arts, music and visual arts. In general, the presence of traditional art is an important part of gratitude to God, even a part of the funeral ceremony.

Keywords: Aluk to dolo, traditional art, Torajan culture, magic performance, and ritual

Kesenian dalam kehidupan tradisi budaya Toraja memegang peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena segala ritual dan penyembahan kepada leluhur dilaksanakan dengan suatu tatanan upacara yang melibatkan semua aspek kesenian seperti: gerak, rupa, musik, sastra serta melibatkan semua kalangan strata sosial yang ada dalam masyarakat Toraja. Hal ini disebabkan karena pelaksanaan berbagai seni tradisi tersebut selalu terkait dengan status dan stratifikasi sosial seseorang / keluarga dalam masyarakat Toraja. Menurut Tangdilintin (1974: 75) mengungkapkan bahwa dalam Aluk To Dolo (kepercayaan asli suku Toraja), ada empat tingkatan kelas manusia dalam masyarakat Toraja yaitu (1) Tana’ Bulaan

(bangsawan tinggi); (2) Tana’ Bassi (bangsawan menengah); (3) Tana’ Karurung (rakyat biasa); dan (4) Tana’ Kua-kua (hamba sahaya).

Keseluruhan pertunjukan seni tradisi Toraja merupakan bentuk pengabdian kepada leluhur, yang terbagi ke dalam dua kelompok besar yaitu Rambu Tuka’ (upacara suka cita) dan Rambu Solo’ (upacara duka cita). Pelaksanaan pertunjukan seni tradisi ini dipusatkan pada Tongkonan (rumah adat Toraja, yang hanya dapat dimiliki oleh kaum bangsawan). Demikian pula dengan pelaksana berbagai upacara tersebut hanya oleh kaum bangsawan. Sedangkan masyarakat yang bukan bangsawan hanya bertindak sebagai pekerja, dan hal tersebut merupakan bagian

(2)

dari tugas dan tanggung jawabnya sesuai status sosialnya.

Bentuk dan pertunjukan seni tradisi Toraja tersebut sangat variatif yang dilaksanakan secara besar-besaran dengan melibatkan seluruh kalangan dalam masyarakat Toraja. Karena itu sebagai warisan budaya leluhur bangsa Indonesia, perlu kiranya kalangan internal pemilik budaya tersebut atau pun pihak luar mengetahui bahkan memotret, minimal sebagai bentuk dokumentasi berharga bagi kelangsungan pengetahuan dan keberadaan seni budaya Toraja, agar keberadaannya mampu memberi inspirasi bagi kehidupan masa depan yang lebih baik dan humanis berlandaskan kearifan lokal.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui konsep Aluk To Dolo sebagai dasar pelaksanaan upacara pertunjukan seni tradisi, mendokumentasikan ragam seni budaya Toraja serta mengklasifikasi dan memaparkan seni sakral dan seni tradisi profan beserta ritualnya sebagai pengabdian leluhur.

KAJIAN PUSTAKA Struktur Masyarakat Toraja

Konsep struktur dan fungsi memandang masyarakat sebagai suatu sistem dari struktur-struktur sosial. Struktur dalam hal ini adalah pola-pola nyata hubungan atau interaksi antara berbagai komponen masyarakat— pola-pola yang secara relatif bertahan lama karena interaksi-interaksi tersebut terjadi dalam cara yang kurang-lebih terorganisasi. Pada tingkatan paling umum adalah masyarakat secara keseluruhan, yang dapat dilihat sebagai struktur tunggal yang menaunginya. Pada tingkatan di bawahnya adalah suatu rangkaian struktur-struktur yang lebih mengkhusus yang saling berkaitan untuk membentuk masyarakat, ibarat pilar-pilar sebuah bangunan atau, mengikuti istilah Durkheim, seperti organ-organ dari organisme yang hidup (Saifuddin, 2005: 156).

Aluk To Dolo merupakan agama / kepercayaan yang membedakan manusia Toraja dalam bentuk strata berdasarkan mitos Aluk To Dolo. Pada suku Toraja, nampaknya stratifikasi sosial merupakan kasta sejati, dimana bentuk keanggotaannya

ditentukan berdasarkan keturunan, dan tetap tidak berubah selama hidup bahkan sampai meninggal dunia kasta tertinggi tetap diperlakukan istimewa oleh masyarakat. Menurut Haviland (1988: 143) masyarakat berstratifikasi adalah struktur kelas dalam masyarakat dimana anggota-anggotanya tidak mendapat bagian yang sama dalam hal: sumber pokok yang mendukung kehidupan atau dari pengaruh / prestise sosial. Masyarakat yang berstratifikasi adalah masyarakat yang penduduknya terbagi dalam dua kelompok atau lebih, dan kedudukan kelompok yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan yang lain.

Aluk To Dolo sebagai Sumber Seni Tradisi

Kesenian dalam tradisi budaya Toraja sangat khas karena terkait dengan kepercayaan asli suku Toraja yaitu Aluk to Dolo yang merupakan sumber dan tempat berpijaknya seluruh kebudayaan Toraja. Aluk to Dolo sebagai agama asli suku Toraja merupakan suatu kepercayaan yang berisi ritual-ritual untuk memuja Tuhan (Puang Matua) melalui upacara ritual dengan mengorbankan babi dan kerbau sebagai persembahan. Aluk to Dolo saat ini, memang tidak lagi dianut secara kuat dan mayoritas oleh suku Toraja, bahkan menjadi kelompok minoritas. Akan tetapi hampir seluruh peninggalannya terutama yang berkaitan dengan upacara besar (rambu tuka’ dan rambu solo’) masih dilaksanakan, namun dengan menganggapnya sebagai adat dan kebudayaan Toraja yang tidak terkait dengan penyembahan kepada leluhur. Pelaksanaan berbagai upacara ritual inilah yang memainkan beberapa bagian dan memiliki peran yang sangat menentukan dalam kehidupan sosial komunitas masyarakat Toraja. Terkait dengan hukum-hukum refresif yang terus-menerus menjadi penting, Doyle Paul Johnson (1994: 185) mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat organik, melainkan juga kesadaran kolektif menyumbang pada solidaritas sosial, memperkuat ikatan yang muncul dari saling ketergantungan fungsional yang semakin bertambah.

Dengan demikian, ritual sebagai salah satu bentuk pelaksanaan hukum / seperangkat aturan yang mengikat secara politik me miliki peran integratif dan sebagai bagian dari mekanisme sosial yang memulihkan keseimbangan dan solidaritas kelompok. Nilai-nilai solidaritas kelompok dan kegotong-royongan dalam melaksanakan berbagai

(3)

upacara ritual Toraja nampaknya masih sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Toraja. Hal ini terlihat dalam setiap pelaksanaan upacara pemakaman (rambu solo’) selalu dihadiri oleh segenap anggota keluarga, warga desa, serta orang dari desa sekitarnya, bahkan kerabat lainnya yang berada di luar Tana Toraja menjadi “kewajiban” untuk menghadirinya.

Menghadiri upacara pemakaman merupakan suatu “kewajiban” dan kebanggaan tersendiri bagi orang Toraja, khususnya bagi anggota keluarga pelaksana upacara. Karena itu, kini pelaksanaan upacara pemakaman telah dijadwalkan jauh hari sebelumnya untuk mengakomodasi kesempatan masing-masing anggota keluarga, sekaligus mempersiapkan berbagai keperluan yang memadai untuk disumbangkan pada upacara tersebut. Hal ini mencerminkan sebuah bentuk pengabdian pada adat dan tradisi Toraja, yang dahulunya merupakan kegiatan upacara yang sakral. Dengan demikian pelaksanaan upacara ritual tersebut sangat kental dengan nilai solidaritas yang kuat dan tidak lagi memiliki nilai-nilai ritual sebagai bentuk pengabdian pada Puang Matua (Tuhan), Deata-Deata (Dewa-dewa) maupun kepada To Membali Puang (leluhur). Perbedaan mendasar dari unsur-unsur fungsi dan makna pada upacara ritual suku Toraja Aluk to Dolo dengan yang dilaksanakan oleh masyarakat Toraja masa kini, terletak pada sistem keyakinan yang berbeda, sehingga makna yang terkandung dalam setiap unsur upacara mengalami penyesuaian. Kepercayaan sebagai suatu kebudayaan, sebenarnya telah mengalami pengayaan dan enkulturasi dalam kebudayaan tersebut. Interaksi yang sangat penting dalam suatu kepercayaan adalah yang bersifat sakral, dalam hal ini terdapat dua macam interaksi, yaitu (1) interaksi yang mengacu kepada aktivitas yang dipercayai dapat menyertakan, mencakupi, atau sejalan dengan kemauan dan hasrat adikodrati; dan (2) interaksi yang mengacu kepada kepercayaan bahwa perbuatan tersebut dapat mempengaruhi adikodrati untuk memenuhi keinginan pelakunya (Spiro, 1977: 97-98). Dengan demikian, kepercayaan bukan tumbuh bersemi dari akal, tetapi dari ketidakpastian kehidupan alamiah dan ketakutan terhadap masa yang akan datang, kepercayaan berfungsi memberikan rasa percaya diri dan harapan kepada individu “dalam perhatiannya yang amat kuat untuk

memperoleh kebahagiaan”. Religi, merupakan cara penyelesaian “suasana kehidupan manusia yang tidak pasti”. Kekuatan pengaruh kepercayaan / religi telah membuat masyarakat Toraja berada dalam ambivalensi, dimana pengakuan keyakinan yang telah beralih dari kepercayaan asli Aluk To Dolo ke agama wahyu tidak banyak merubah perilaku dan pelaksanaan upacara yang sesungguhnya sakral bagi kepercayaan Aluk To Dolo namun dengan merasionalisasikan aktivitas upacara dan ritual dengan menganggapnya semata-mata sebagai nilai-nilai seni orang Toraja yang patut dilestarikan yang bersifat profan. Secara sosial kemasyarakatan hal ini juga terkait erat dengan upaya mempertahankan citra kebangsawanan dalam masyarakat yang hingga saat ini masih sangat dihormati.

BENTUK DAN RITUAL PERTUNJUKAN SENI TRADISI TORAJA

Klasifikasi Seni Budaya Toraja

Kesenian Toraja hanya dipentaskan pada upacara tradisi. Secara umum dapat dibedakan dalam dua klasifikasi, yaitu rambu tuka (upacara suka cita) dan rambu solo’ (upacara duka cita). Melengkapi peralatan pelaksanaan kedua jenis upacara pertunjukan seni tersebut, dibuatlah berbagai karya seni yang keselurahannya memiliki makna masing-masing seperti untuk upacara rambu tuka antara lain: pertunjukan tari; musik; hiasan pada lokasi upacara, dan lain-lain. Sedangkan untuk upacara rambu solo’perlengkapan yang bernilai seni diantaranya: tau-tau (patung) sebagai simbol orang yang meninggal, Lakkian (panggung utama) pada lokasi pemakaman, Lantang (pondok) yang mengelilingi lokasi upacara lengkap dengan aneka ragam hias yang dipasang sepanjang pondok yang berjajar, dan lain-lainnya.

Kesenian Toraja disebut gau’ pa’tendengan / pa’ maruasan, yang terdiri dari seni tari disebut gellu’-gellu’; seni suara, disebut pa’kayoyoan; seni musik instrumental seruling, disebut passuling-suling; seni dekorasi disebut pa’belo-belo’; seni sastra, disebut kada-kada to minaa’; seni ukir, disebut passura’; seni pahat disebut pa’pa; seni anyam, disebut pa’nganan-anan; seni tempa, disebut pa’tampa; seni tenun, disebut pangnganan. Dan seni patung untuk ritual pemakaman disebut tau-tau. Dari segi jenis dan bentuk kesenian tersebut nampak

(4)

bahwa kesenian Toraja cukup lengkap dan spesifik, yang keseluruhannya dipertunjukkan dalam upacara ritual sebagai pengabdian kepada leluhur.

Sedangkan beberapa bentuk seni kerajinan untuk keperluan praktis sehari-hari, misalnya seni ukir, seni pahat, seni anyam, seni tempa, seni tenun dapat dibuat setiap saat, berdasarkan kebutuhan karena tidak ada ketentuan atau aluk (agama / kepercayaan) yang mengaturnya. Sedangkan khusus seni pahat / patung yang menghasilkan tau-tau tidak dapat dibuat secara bebas, dan harus dibuat oleh orang tertentu yang disebut Pande Tau-tau sebagai kelengkapan upacara kematian dari golongan bangsawan tinggi. Ragam Seni Budaya Toraja

Kerajinan untuk keperluan rumah tangga 1.

Seni ukir, seni pahat, dan seni tenun merupakan hasil kerajinan rakyat yang tidak terkait langsung pada pelaksanaan upacara, sehingga dapat dibuat kapan saja sepanjang bentuk dan motifnya sesuai dengan tradisi Aluk to Dolo. Karena itu, kepandaian mengukir, memahat dan menenun tumbuh diberbagai pelosok daerah. Kepandaian ini diperoleh secara turun temurun dari generasi ke generasi. Desa-desa yang terkenal dengan orang pandai ukirnya terdapat di Ba’tan, Tonga, dan Randan Batu. Pada umumnya orang pandai ukir dan pahat merupakan orang biasa, sehingga rumah / tongkonan dan lumbungnya tidak boleh dihiasi dengan ukiran.

Menurut Tangdilintin, pada mulanya masyarakat Toraja hanya mengenal empat macam motif ukiran yang merupakan ukiran pokok disebut garonto’ passura’. Keempat motif ukiran tersebut yaitu Pa’barre Allo; Pa’tedong; Pa’manuk Londong dan Pa’sussuk. Motif ini mengandung makna yang erat kaitannya dengan falsafah kehidupan orang Toraja yaitu: kehidupan; kesejahteraan; kepemimpinan dan gotong royong.

Dari empat motif dasar Toraja tersebut, kemudian menghasilkan ratusan motif-motif hias lainnya, yang memiliki makna masing-masing. Motif-motif tersebut pada umumnya dipajang pada dinding tongkonan dan alang sesuai dengan status pemilik tongkonan tersebut. Adapun motif garonto passura’ tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:

Warna-warna yang dipakai pada ukiran Toraja hanya terdiri dari empat macam yaitu warna merah, kuning, hitam dan putih. Dalam Majalah Indonesia, Toraja South Sulawesi disebutkan bahwa warna merah secara kualitas diasosiasikan sebagai kehidupan, warna kuning sebagai karunia Tuhan, warna hitam sebagai kematian, dan warna putih sebagai kesucian. Warna-warna tersebut diperoleh dengan ramuan tradisional yang disebut litak. Litak adalah tanah liat khusus yang keras, dicampur dengan air seperlunya sampai dapat menghasilkan warna merah, kuning, dan putih. Sedangkan warna hitam diperoleh dari batang pisang muda yang dibakar sampai terbentuk arang. Arang inilah yang kemudian digoreskan sehingga warna hitam dapat diperoleh.

Bentuk seni kerajinan lainnya yang dapat dibuat tanpa harus berdasarkan aturan-aturan tertentu adalah tenun. Hasil tenunan Toraja dibuat oleh kaum wanita, yang pada umumnya dapat dijumpai di daerah Sa’dan dan sekitarnya. Motif-motif tenunannya pada umumnya menggambarkan obyek-obyek yang dikenal dalam masyarakat seperti tongkonan (rumah adat), alang (lumbung), tedong (kerbau), bai (babi), manuk (ayam). Selain itu digambarkan pula motif-motif geometris seperti pa’sulan (anyaman), pa’ salabbi, swastika, sulur-sulur, dan lain-lain. Hasil tenunan ini dibuat untuk berbagai keperluan antara lain untuk kain sarung, Gambar 1. Motif Garonto Passura’ dan Maknanya (Sumber: Repro, Garuda Magazine, Vol. 8 No. 4-1988).

Pa’barre allo

(kehidupan) (kesejahteraan)Pa’ Tedong

Pa’ Manuk Londong

(5)

pakaian, taplak meja, selendang, dan lain-lain yang ditenun dalam warna-warna merah, kuning, biru muda, hitam dan putih.

bentuk perahu dimana nenek moyang orang Toraja pertama kali datang ke Toraja dari Indo Cina dengan perahu.

Gambar 2. Wanita Toraja sedang menenun

(Sumber: Repro, Garuda Magazine, Vol. 8 No.4-1988). Selain itu, seni sastra juga banyak terdapat di Tana Toraja, yang disebut kada-kada. Seni sastra Toraja, pada dasarnya merupakan bentuk persembahan dan pemujaan yang didasarkan pada kepercayaan Aluk Tallu Oto’na (tiga dasar kepercayaan) yaitu Puang Matua, Deata-deata dan To Membali Puang. Persembahan tersebut berupa do’a-do’a yang berhubungan dengan harapan dan kegembiraan serta do’a-do’a yang berisi kesedihan dan kematian. Kada-kada tersebut lebih banyak dilakukan oleh To minaa’ sehingga kadang-kadang disebut kada-kada to minaa’, dimana ada yang diperuntukkan untuk upacara rambu solo’, dan ada juga buat upacara rambu tuka’.

Arsitektur tradisional 2.

Arsitektur tradisional Toraja yang sangat menonjol adalah rumah adat yang terdiri dari banua sura’ (tongkonan) dan alang sura’ (lumbung). Keduanya merupakan satu kesatuan, dan hanya boleh dimiliki oleh kaum bangsawan Toraja. Dalam penataannya, posisi tongkonan dan lumbung saling berhadapan, tongkonan menghadap ke utara, Alang menghadap ke selatan.

Bentuk tongkonan dan alang sangat unik dan khas, menyerupai bentuk dasar perahu pada bagian atap yang terbuat dari bahan kayu dan bambu. Berdasarkan mitos dan legenda yang beredar dalam masyarakat Toraja, bentuk tersebut terilhami oleh

Dalam melaksanakan berbagai upacara adat, tongkonan dan alang dijadikan sebagai pusat pelaksanaan dan pengendalian berbagai ritual. Tongkonan dan alang dianggap sebagai mikrokosmos alam raya yang memiliki nilai sakral yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena posisinya yang dianggap sebagai pusat lintang timur dan barat, serta bujur utara dan selatan. Dengan kata lain tongkonan adalah merupakan pusat kosmos bagi keberadaan manusia, tempat bertumpunya persilangan empat penjuru angin dan wadah bagi azas-azas kehidupan manusia. Selain itu, tongkonan adalah simbol dari mikrokosmos, dimana merupakan tempat upacara dipusatkan, yang disesuaikan dengan sifat dan jenis upacara yang dilaksanakan. Bila mengadakan upacara rambu tuka, maka penyelenggaraannya di pusatkan di sebelah timur tongkonan. Sebaliknya bilamana upacara rambu solo’ yang diadakan, maka diselenggarakan di sebelah barat tongkonan. Sedangkan untuk penyembahan kepada Puang Matua, yang bersemayam di utara sebagai ulunna lino, maka upacaranya dipusatkan di sebelah utara tongkonan. Sedangkan di dalam kale banua (badan tongkonan), bila ada sesajian yang dihidangkan, maka upacaranya mengikuti arah timur atau barat. Misalnya untuk upacara rambu tuka’ sesajiannya dihidangkan di bagian timur dalam tongkonan, sedangkan untuk upacara rambu solo’, sesajiannya Gambar 3. Tongkonan dan Alang (Sumber: http://nino- ninerante.blogspot.com/2012/04/kesenian-kesenian-toraja.html).

(6)

3. Seni pertunjukan tradisional a) Tarian

Tarian Toraja pada dasarnya terbagi ke dalam dua jenis yaitu tarian untuk upacara rambu tuka’ dan tarian untuk rambu solo’. Pentas seni untuk upacara rambu tuka’, juga dibedakan atas dua jenis yaitu tarian yang bersifat sukacita, misalnya dalam menghadapi perkawinan, keberhasilan panen atau syukuran lainnya seperti: tari pa’gellu, tari pa’ bonebala, tari pa’ lambuk pare, dan lain-lain. Tarian ini hanya dibawakan oleh kaum wanita. Sedangkan tarian untuk upacara rambu tuka’ lainnya, bersifatnya sakral yaitu sebagai tarian persembahan dan pemujaan kepada leluhur. Yang termasuk dalam jenis tarian ini antara lain: tari pangnganda’, tari bondesan. Kedua tarian ini hanya dibawakan oleh kaum pria, sedangkan tari pa’ burake yang juga termasuk dalam tari sakral rambu tuka’ dibawakan oleh kaum wanita. Sedangkan tarian untuk upacara rambu solo’ diantaranya tari pa’ randing dan ma’ badong.

pria. Tarian dan musik Toraja, selain diperuntukkan sebagai wadah menjalin hubungan kekerabatan dan harmoni kehidupan sosial dalam masyarakat, juga merupakan bentuk persembahan kepada leluhur melalui berbagai ritual yang dilaksanakan.

4. Tau-tau (patung arwah)

Dalam kamus Bahasa Toraja-Indonesia dijelaskan bahwa tau-tau, berasal dari kata tau yang berarti orang atau manusia. Jadi tau-tau dapat diartikan orang-orangan; atau semacam patung yang dibuat untuk orang mati (Tammu, 1972: 625). Dengan demikian, kata tau-tau dalam istilah Toraja menunjukkan suatu jenis ciptaan yang merupakan sejenis “patung”, dibuat khusus untuk orang mati sebagai bagian penting dari perlengkapan upacara pemakaman yang dirapa’i. Orang dari status tana’ bulaan (bangsawan tinggi) yang mempunyai kemampuan ekonomi yang kuat, diupacarakan dengan upacara pemakaman tertinggi dipappitung bongi yaitu dirapa’i dengan upacara rapasan yaitu jenazah disimpan sampai kering hingga tersisa tulang-belulang kemudian dimakamkan di tempat makam keluarga.

Sedangkan Nooy-Palm (1979: 261) mengemukakan pengertian tau-tau yaitu “The word tau-tau means ‘little person’, or, also, ‘like a person’. Spoken rapidly the words sound like tatau. The tau-tau is the image of the deceased, dressed in clothing, complete with accessories and jewellery. The effigy is more than a memorial statue as we know it, for it is thought to have a soul, the soul of the deceased”. Kedua pengertian tau-tau yang dipaparkan di atas, semakin memperjelas makna dan pengertian tau-tau sebagai orang-orangan atau-tau seperti sosok orang, sebagai “bayangan” dari orang yang meninggal dunia yang diberi pakaian, lengkap dengan asesoris atau sekedar gambaran sosok dari orang yang meninggal yang dianggap masih mempunyai jiwa. Bagi orang Toraja, patung hanya dibuat dalam bentuk yang menyerupai sosok manusia. Sosok manusia tersebut dibuat sebagai perlambangan bagi seseorang yang telah meninggal dunia dari kaum bangsawan yang disebut tau-tau. Tau-tau merupakan salah satu bentuk “patung arwah” yang ada di Indonesia, sebagaimana juga ditemui pada suku Dayak, Batak, Irian, Sumba, dan Nias.

Gambar 4. Salah satu Tarian Toraja (Sumber: http://nino-ninerante.blogspot.com/2012/04/ kesenian-kesenian-toraja.html)

b) Musik

Pentas seni lainnya sebagai kelengkapan upacara rambu tuka’ atau untuk upacara rambu solo’ adalah seni musik. Seni musik untuk upacara rambu tuka’ diantaranya: ma’ geso’-geso’, semacam musik biola yang dibawakan oleh pria, ma’ oni-oni terbuat dari batang padi, dibawakan oleh pria, ma’ gandang yaitu memukul gendang dibawakan oleh pria, ma’ tulali dan ma’ suling alat musik tiup dibawakan oleh pria, ma’ karombi alat musik tiup yang dapat dibawakan oleh pria atau wanita. Sedangkan seni musik untuk upacara rambu solo’ diantaranya: ma’ suling dan marakka, dibawakan oleh pria dan wanita, ma’ dondi dibawakan oleh wanita, memanna dibawakan oleh

(7)

Menurut But Muchtar (1983: 16) patung sebagai ungkapan seni berbentuk tiga dimensi mula-mula diciptakan oleh masyarakat primitif ribuan tahun yang silam di berbagai penjuru dunia. Bagi masyarakat tersebut, patung mempunyai fungsi sosial, yaitu diperuntukkan dalam upacara yang amat bermakna bagi seluruh kehidupan masyarakat lingkungannya. Patung merupakan visualisasi dari kepercayaan terhadap roh nenek moyang, sebagai simbol tata nilai serta inspirasi kehidupan, seperti dalam menghadapi malapetaka yang disebabkan oleh alam, mereka berpaling pada nenek moyang yang telah dipatungkan. Mereka juga percaya pada kekuatan gaib yang dipersonifikasi dalam bentuk patung binatang seperti kepala kerbau, biawak atau burung guna menghalau gangguan. Dalam sejarah, patung tidak saja dikenal sebagai media sakral, tetapi fungsinya dapat juga dipergunakan sebagai media peringatan, untuk mengenang seseorang atau sesuatu peristiwa. Selama berabad-abad, fungsi patung tersebut masih tetap dipertahankan, seperti patung ngugu pada suku Dayak, patung penji reti pada suku Sumba, patung kowar pada suku Irian, patung adu zatua dan adu nuwu pada suku Nias dan patung tau-tau pada suku Toraja, dan masih banyak lagi suku-suku lain di berbagai tempat yang memiliki patung arwah atau patung nenek moyang yang sangat mereka dihormati.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Yudoseputro (1986: 5) bahwa peninggalan-peninggalan patung pra-sejarah di Indonesia terdapat di beberapa daerah sejak zaman Neolithikum. Karya patung ini berupa patung-patung nenek moyang dan patung penolak bala yang dibuat dari batu, kayu dan bahan lainnya. Gaya patung disesuaikan dengan bahan yang dipakai dan pengaruh dari perkembangan seni ornamen. Patung-patung batu dengan ukuran besar dari zaman megalitik dari daerah Jawa Barat tampak statis, frontal dan monumental, sebaliknya patung dari Sumatera Selatan (Pasemah) lebih dinamis dan piktural. Patung-patung megalitik masih dapat dikenal kembali di daerah Nias, sebagai karya seni tradisional, juga terdapat di Toraja, Dayak, dan sebagainya.

Sejarah keberadaan tau-tau di Tana Toraja diungkapkan oleh F.K Sarungallo (dalam Abdoellah, 1992: 41) bahwa leluhur orang Toraja turun dari kayangan dan membawa peraturan atau Aluk 7777

(aluk pitung sa’bu pitu ratu’ pitu pulo pitu). Dalam aluk tersebut, salah salah satu peraturan yang diturunkan adalah upacara pemakaman atau upacara rambu solo’. Salah satu unsur dalam upacara pemakaman ini adalah kewajiban pembuatan tau-tau bagi kaum bangsawan yang upacara pemakamannya dirapa’i. Peraturan yang dibawa oleh leluhur inilah yang menjadi landasan utama kewajiban membuat tau-tau. Menurut Tato’ Dena bahwa tau-tau sudah ada sejak adanya Alukta (Aluk to Dolo) di Tana Toraja. Rambu Langi dan Arring adalah dua orang penguasa adat Toraja yang pertama kali dibuatkan tau-tau pada waktu meninggal dunia (wawancara dengan Tato’ Dena di di Mendetek Makale pada 2 Oktober 2005).

Gambar 5. Tau-tau di makam Rante (Sumber: Foto Karta, 2005).

Kisah-kisah ini diperolehnya secara turun temurun dari generasi ke generasi. Karena itu, salah satu kelebihan seorang to minaa’ yaitu memiliki ingatan yang sangat kuat karena tidak ada budaya tulis yang ditinggalkan oleh nenek moyang Toraja (wawancara dengan Tato’ Dena di di Mendetek Makale pada 2 Oktober 2005).

Sebagai salah satu bentuk pengabdian pada nenek moyang, keberadaan tau-tau diyakini pada awalnya memiliki bentuk yang sangat sederhana karena menekankan pada bentuk perlambangan semata. Menjelang abad XVI, pande tau (pembuat tau-tau) mulai membuat tau-tau yang telah menyerupai figur manusia dalam bentuk yang tidak realis dan tidak proporsional. Orang yang dibuatkan tau-tau pada waktu meninggalnya hanya dari kalangan bangsawan, karena hanya dari kalangan merekalah

(8)

yang dianggap berjasa dan pemberani dalam kehidupan sosial masyarakat.

Kedua pengertian tau-tau yang dipaparkan di atas, semakin memperjelas makna dan pengertian tau-tau sebagai orang-orangan atau-tau seperti sosok orang, sebagai “bayangan” dari orang yang meninggal dunia yang diberi pakaian, lengkap dengan asesoris atau sekedar gambaran sosok dari orang yang meninggal yang dianggap masih mempunyai jiwa. Sedangkan sejarah keberadaan tau-tau sebagai salah satu bentuk “patung arwah” yang ada di Indonesia, sebagaimana juga ditemui pada suku Dayak, Batak, Irian, Sumba, dan Nias, bukan merupakan perkara yang mudah. Hal ini disebabkan karena suku Toraja tidak meninggalkan budaya tulis sebagaimana suku Bugis, Makassar atau Mandar yang juga mendiami daratan Sulawesi Selatan, yang memiliki aksara tersendiri yang disebut lontara. Dalam lontara ini berbagai informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan kebudayaan masa lalu dapat diperoleh. Sedangkan pada suku Toraja, sejarah kebudayaan masa lalu hanya dapat diperoleh melalui cerita dari mulut ke mulut secara turun temurun. Menurut Durkheim dalam Morris (2003: 140) mengemukakan bahwa seluruh keyakinan keagamaan yang dikenal, baik yang sederhana maupun yang kompleks, memiliki suatu karakteristik umum, ia mengandaikan suatu klasifikasi segala sesuatu, baik real atau ideal, dimana orang menjadikannya dua kelas yang pada umumnya ditunjukkan oleh dua term yang berbeda yang diterjemahkan dengan cukup baik dengan istilah profan dan sakral. Aspek profan inilah yang berkembang dan mendominasi berbagai bentuk dan makna upacara ritual, khususnya dalam pelaksanaan upacara pemakaman hingga saat ini di Tana Toraja.

KESIMPULAN

Toraja adalah salah satu suku yang mendiami daerah Sulawesi Selatan selain suku Bugis, suku Makassar dan sebagian kecil suku Mandar. Dari semua suku yang ada di Sulawesi Selatan, hanya suku Toraja yang memiliki agama / kepercayaan asli yaitu Aluk To Dolo. Aluk To Dolo inilah yang merupakan landasan utama dari segala aktivitas sosial kemasyarakatan dan ritual penyembahan kepada leluhur orang Toraja. Ritual penyembahan

tersebut pada umumnya merupakan suatu bentuk pertunjukan kesenian yang khas.

Pada dasarnya seni tradisi Toraja, terdiri dari dua klasifikasi yaitu Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Rambu Tuka’ merupakan upacara suka cita sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan hasil bumi dan berbagai hajatan. Pada upacara tersebut dipentaskan berbagai jenis kesenian Toraja diantaranya tarian, musik, syair-syair dan seni pertunjukan lainnya, yang pada umumnya bersifat profan. Sedangkan Rambu Solo’ merupakan upacara duka cita yang dilaksanakan sebagai penghormatan kepada seseorang dari kaum bangsawan Toraja yang meninggal dunia melalui prosesi pemakamannya. Keseluruhan prosesi pelaksana-an dan peralatan pada upacara ini bersifat sakral.

Keberadaan seni tradisi Toraja yang berlandaskan pada Aluk To Dolo tidak hanya sebagai bentuk ekspresi seni orang Toraja, tetapi juga merupakan media ritual persembahan dan pengabdian kepada leluhur. Itulah sebabnya semua pentas dan pelaksanaan seni tradisi Toraja selalu dilaksanakan dan dihadiri oleh orang Toraja secara besar-besaran.

Seiring dengan semakin ditinggalkannya kepercayaan Aluk To Dolo oleh orang Toraja secara berangsur-angsur dari waktu ke waktu, tidak berarti bahwa seni tradisi yang bersumber dari kepercayaan tersebut serta merta juga ditinggalkan. Bahkan hingga kini orang Toraja masih melaksanakan seluruh upacara tradisi yang diamanatkan oleh Aluk To Dolo meski dalam kondisi sudah tidak lagi memeluk ajaran tersebut. Strategi yang mereka lakukan adalah dengan menganggap bahwa seluruh ritual sakral tersebut tidak lagi sebagai bentuk penyembahan kepada leluhur, tetapi semata-mata hanya sebagai nilai seni yang bersifat profan. Pada sisi inilah potensi dan prospek seni tradisi Toraja memiliki kemampuan bertahan dengan segala perubahannya. Hal lain yang turut memberi kontribusi terhadap keberadaan seni tradisi Toraja adalah upaya dari kaum bangsawan Toraja yang gigih mempertahankan status sosialnya melalui kepemilikan dan pelaksanaan seni tradisi tersebut.

(9)

Persantunan:

Terima kasih kepada Prof. Dr. H. Amri Marzali dan Prof. Dr. Achmad Fedyani Saifuddin (Antropolog Universitas Indonesia), Prof. Dr. Paulus Tandilinting (Sosiolog Universitas Indonesia dan Cendekiawan Toraja) sebagai reader, bapak Tato’ Dena (pemeluk Aluk To Dolo) yang telah memberikan data, informasi dan petunjuk dan bimbingan yang terkait dengan tulisan ini.

DAFTAR RUJUKAN

Abdoellah MS. (1992), Proses Pembuatan Tau-tau di Tana Toraja, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Ujung Pandang.

Haviland, A. William. (1988), Antropologi, Edisi keempat Jilid 2, Jakarta, Erlangga.

Mochtar, But. (1983), Seni Rupa Pra-Sejarah, Bahan Kuliah PPs Seni Rupa dan Desain ITB, Bandung. Morris, Brian. (2003), Antropologi Agama, Kritik Teori-teori Agama Kontemporer, AK Group, Yogyakarta.

Nooy-Palm, Hetty. (1979), The Sa’dan Toraja, a Study of Their Social life and Religion, Organization, Symbols and Beliefs, The Hague-Martinus Nijhoff. Paul Johnson, Doyle. (1994), Teori Sosiologi Klasik dan Modern, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Saifuddin, Achmad Fedyani. (2005), Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma, Edisi pertama, Kencana, Jakarta. Spiro, Melford E. (1977), Religion: Problems of Definition and Axplanation dalam Michael Bunton (penyunting), Antropological Approaches to the Study of Religion, Tavistock Publications, London. Tammu-veen. (1972), Kamus Toraja-Indonesia, Yayasan Perguruan Kristen Toraja, Toraja.

Tangdilintin, L.T. (1974), Toraja dan Kebudayaannya, Lembaga Sejarah & Antropologi Ujung Pandang, Ujung Pandang.

Yudoseputro, Wiyoso. (1986), Sejarah Seni Rupa Indonesia, Bahan Kuliah PPs Seni Rupa dan Desain ITB, Bandung.

Nara Sumber:

Tato’ Dena (71 th.), Pemeluk Aluk To Dolo, wawancara tanggal 2 Oktober 2005 di rumahnya Desa Mendetek, Makale.

Chattam, Ar. (70 th.), Penari Wayang Topeng, Pelatih Tari, Koreografer dan Ketua Sanggar Swastika, wawancara tanggal 5 Mei 2012 di rumahnya Jl. Gading 14 a Malang.

Gambar

Gambar 2. Wanita Toraja sedang menenun
Gambar 4. Salah satu Tarian Toraja (Sumber: http://nino- http://nino-ninerante.blogspot.com/2012/04/   kesenian-kesenian-toraja.html)
Gambar  5.  Tau-tau  di  makam  Rante  (Sumber:  Foto  Karta, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Character game yang akan dibuat sebagai refrensi dari orang-orang suku Dayak asli, dimana penulis akan membuat desain sebuah character tokoh yang beda, tetapi

Melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara, dosen dapat memberikan pelatihan membuat karya 2 dimensi,

Pada perkembangannya, Miniatur Truk Community MTC akhirnya menjadi sebuah komunitas yang kreatif dimana mereka mampu membuat miniatur truk dengan baik sesuai skala bentuk asli

Oleh karena itu, penulis mencoba membuat website mengenai suatu kebudayaan masyarakat Betawi, dimana tanpa kita sadari kebudayaan masyarakat asli DKI Jakarta ini sudah jarang

Simbol kematian ini terlihat melalui kepercayaan masyarakat Rende bahwa dunia roh tempat dimana roh leluhur itu akan tinggal berada di bagian Barat Lambang

Lokasi strategis minimarket adalah lokasi dimana minimarket yang akan berada pada lokasi tersebut membuat preferensi masyarakat di sekitar lokasi tersebut memilih

WA +62 819 3171 8989 Tasbih Ampel Karomah Melalui penyaluran energi asmak karomah tinggi Lelaku prihatin, olah spiritual khusus tingkat tinggi, Do'a-do'a keramat Kami khususkan untuk Anda Dalam jumlah terbatas TASBIH AMPEL KAROMAH dipakai untuk berbagai keperluan hidup sebagai sarana meraih kesejahteraan hidup, sarana mendapatkan kekayaan, memudahkan aliran rejeki secara deras, sarana meraih jabatan, melejitkan karir secara mudah, melindungi diri dari serangan fisik maupun gaib yang disadari ataupun tidak disadari mengintai, berusaha menyerang disaat diri lengah. TASBIH AMPEL KAROMAH sangat aman digunakan, tanpa pantangan, tanpa efek samping, berpengaruh positif terhadap kehidupan, menghalau pengaruh negatif yang mendekat. TASBIH AMPEL KAROMAH manfaatnya begitu terasa oleh pemakainya ( pengakuan yang berhasil didapat dari pemakai yang sudah merasakan manfaat TASBIH AMPEL KAROMAH ) INSYA ALLAH SANGAT BERMANFAAT UNTUK: 01. MELIPATGANDAKAN KEKUATAN DZIKIR Dipakai berdzikir atau mendalami ilmu ghoib Boleh dipakai dengan amalan bacaan ASMAUL HUSNA atau yang lainnya 02. MEMBANTU MEMPERCEPAT KONSENTRASI PIKIRAN DAN QOLBU KE KEDALAMAN RASA Mudah dapat ilham dari alam ghoib Dapat melihat alam ghoib, Alam jin, Alam makhluk halus Dapat melihat “PENGHUNI” gaman dan pekarangan 03. MEDIA PENGUAT PENGIRIMAN KEKUATAN RAGA DAN BATIN MEMBANTU ORANG DARI JARAK JAUH 04. BANGKITKAN KECERDASAN RUHANI ”Puncak Daya Rohani” 05. PENGUAT RASA Untuk menangkap pertanda alam Dari alam nyata maupun ghoib 06. KETENTRAMAN HATI DAN KETENANGAN PIKIRAN 07. MENDATANGKAN KEKUATAN GHOIB Untuk kepentingan apa saja 08. MEDIA PENGIRIMAN PIKIRAN Mempengaruhi pikiran orang dari jarak jauh 09. MENGHALAU MENDUNG Memindahkan hujan 10. PENARIKAN BENDA GHOIB Seperti gaman,dll 11. MENGHANTAM ORANG DARI JARAK JAUH 12. PUKULAN BERBAHAYA Membuat lawan tak sadar 13. PAGAR DIRI Dari segala bentuk kejahatan 14. SEMBUHKAN DAN TANGKIS SIHIR, SANTET KEMBALI PADA PENGIRIM 15. KESELAMATAN DARI SERANGAN SENJATA TAJAM Selamat dari serangan senjata tajam bila diserang musuh 16. PENYEMBUHAN Orang kesurupan, kena sihir, dll 17. HUTANG CEPAT MEMBAYAR 18. PENGLARISAN Dagangan apa saja cepat laku 19. PEMANGGILAN UANG SECARA ALAMI Mempercepat datangnya uang Hidup berkecukupan 20. KEWIBAWAAN TERPANCAR Dapat mempangaruhi orang 21. PENGASIHAN UMUM Dimulyakan masyarakat 22. PENGASIHAN KHUSUS Penakluk hati Pemikat hati Pemikat rasa qolbu secara cepat & langgeng 23. PEMANGGILAN JODOH 24. SUAMI / ISTRI TIDAK AKAN BISA BERSELINGKUH Terikat hatinya 25. Dan masih banyak kekuatan karomah dan hikmah lain yang dapat anda rasakan sendiri Setelah dipakai. Semuanya itu hanya atas idzin dan ridho Allah yang menguasai langit & bumi serta segalanya Hubungi Ust. Habib ALAMAT: Yogyakarta, 55000 Indonesia Hp. +62 819.3171.8989

Kontak Resmi WA : +62 819 3171 8989 Ijazah Asmak Sunge Rajeh. Keberadaan Ijazah Asmak Sunge Rajeh Sangat diburu para pencari ilmu dan pendekar di seluruh dunia. Setelah menemukan Ijazah Asmak Sunge Rajeh (ASR) dan mendapatkan keilmuan dari Ijazah Asmak Sunge Rajeh boleh dirasakan Keilmuan Tingkat tinggi. Karena kehebatan sangat dahsyat. Siap ditajrib, dicoba, ditest Keilmuan yang Mampu ditransfer jarak jauh dimanapun berada, kapanpun waktunya, dan mampu dimiliki oleh siapapun yang berkeinginan untuk memilikinya. Guru Ilmu Hikmah, pengamal ilmu hikmah, pemilik ilmu hikmah, Spiritualis, guru spiritual, Guru Supranatural, Pemilik Perguruan, Pemilik Padepokan, Pengasuh Perguruan, Pengasuh Padepokan, Pengasuh pondok, Guru Ilmu gaib,santri perguruan, pelajar perguruan, murid perguruan, siswa perguruan wajib menemukan Ijazah Asmak Sunge Rajeh. Dapatkan Ijazah Asmak Sunge Rajeh ( ASR ) secara sempurna dengan sanad yang shahih. Ijazah Asmak Sunge Rajeh ( ASR ) merupakan keilmuan Asma yang sangat ampuh Jalan Pintas menjadi spiritualis sejati Asma yang sangat diburu oleh spiritualis di muka bumi Keampuhannya telah dibuktikan dan dirasakan oleh pemakainya diberbagai negara dimuka bumi ini merupakan raja dan mustikanya ilmu kesaktian. Kekuatan gaibnya sangat luar biasa, dan termasuk ilmu langka yang multi fungsi. Artinya, dapat dipergunakan untuk segala macam keperluan. Tak heran jika ada yang berpendapat, bahwa Ijazah Asmak Sunge Rajeh (ASR) bagaikan mewarisi 10 macam ilmu kesaktian yang sangat ampuh. Hebatnya lagi, bersifat siap pakai, bisa langsung difungsikan tanpa perlu ditirakati atau dipuasai terlebih dahulu, serta bukan berbentuk isim, gembolan, benda pusaka, jimat dan semacamnya. Setiap kali diperlukan, cukup dengan mengucapkan beberapa kata khusus yang sangat pendek, singkat dan mudah diingat. Sifatnya pun permanen dan untuk seumur hidup. bisa diamalkan oleh siapa saja baik muslim maupun non muslim. di dalam Ijazah Asmak Sunge Rajeh terkumpul bermacam macam khasiat ilmu kesaktian kelas tinggi, diantaranya: Ilmu Pawang Hujan (untuk mengusir mendung dan menghentikan hujan lebat, Ilmu Khulhu Sungsang (agar kebal dari berbagai macam serangan ilmu hitam), Aji Panglimunan (dalam keadaan terjepit dapat menghilang), Aji Pukulan Maut (musuh bisa muntah darah atau pingsan), Aji Tameng Baja (Kebal senjata tajam dan senjata api), Aji Tiwikrama (Saat dikeroyok oleh musuh bisa tampak seperti raksasa yang sangat menakutkan), Aji Macan Putih (Membuat lawan menjadi takut dan gemetar), Aji Gembolo Geni (Membakar tubuh mahluk halus), Aji Bandung Bondowoso (dapat mengangkat benda berat dan menangkis serangan musuh), Aji Pupu Bayu (Membuat lumpuh tenaga lawan),kebal,sakti,ampuh, dll. Ijazah Asmak Sunge Rajeh ( ASR ) luar biasa ini merupakan salah satu ilmu gaib yang dimiliki oleh Nabi Khidir AS. (Balya bin Malkan), seorang nabi yang dipercaya telah ada sejak jaman Nabi Musa dan hingga sekarang masih dipercaya hidup serta diantara tugasnya adalah sebagai penjaga lautan. Ijazah Asmak Sunge Rajeh ( ASR ) telah beliau turunkan kepada beberapa orang, yang dianggap pantas untuk mewarisinya. Insya Allah bisa dicoba setiap saat. Di antara Manfaat Asma Sunge Rajeh ASR dalam Asmak Sunge Rajeh ialah : * Mempengaruhi pikiran orang lain untuk berbagai tujuan positif. * Mengaktifkan daya pengasihan dan menerapkan puter giling. * Mendamaikan setiap persoalan rumit yang sedang dialami. * Keselamatan dalam pengeroyokan massal ataupun pengepungan. * Dapat menghentikan keluarnya darah akibat luka. * Penyembuhan diri sendiri dan orang lain. * Dapat menetralisir rumah dan tanah angker atau ada jin penunggu jahat. * Membuat pelarisan untuk toko, kedai dan sejenisnya. * Mempercepat jenjang karir dan menciptakan keberuntungan. * Bisa digunakan untuk mempengaruhi atasan ataupun majikan. * Membuang aura negatif dalam tubuh. * Dapat mengatasi berbagai masalah alam di lautan dan daratan seperti serangan ombak besar, terjangan badai, tiupan angin puting beliung, menjinakkan hewan buas di hutan, dan lain sebagainya. * Bisa dipakai untuk nagih hutang, dll * Terlindung dari ledakan bom atau serangan sedahsyat apapun. * Memiliki kekuatan pukulan tangan * Pengasihan umum dan khusus * Keberanian Luar Biasa * Kewibawaan Tingkat Tinggi * Merendam Amarah orang lain * Kekuatan Tangan Luar Biasa * Anti Pukulan Tangan dan Benda Tumpul * Kekuatan Fizik – Tidak Mudah Lelah * Meningkatkan Kekuatkan Ilmu Yang Ada * Melumpukan Kesaktian Ilmu Lawan * Selamat Dari Senjata Tajam, Senjata Api dan Lendakkan Bom * Selamat dari Kecelakaan Darat,Laut dan Udara * Menundukkan Musuh * Menagih Hutang agar lancer * Meluluhkan hati seseorang * Pulihkan Tanah yang “keras” * Pulihkan Tanah yang di tanam sihir/barang * Menangkal Sihir,Teluh,Tenung,Santet,Hipnotis dan Ilmu Gendam * Ditakuti/disegani segala macam mahkluk halus,jin,setan,hantu dan lain-lain * Mengobati orang kesurupan,terkena guna-guna, penyakit medis dan non-medis * Pagar Rumah, Kedai dan lain-lain * Menghentikan badai/rebut atau angina putting beliung * Menghentikan ombak yang ganas * Menjinakkan Haiwan yang ganas * Usir Tamu yang tak di undang atau rusuhan * Pawang Hujan – Usir Hujan/Mendung * Mendatangkan Hujan * Agar Di sayangi oleh majikan * Memudah proses kelahiran * Penglimunan * Mengisi Asma dan sejenisnya agar ampuh * Menghantam Musuh Jarak Jauh * Mengisi Kekuatan pada orang lain * Menetrulakan racun dan sejenisnya, baik di dalam makanan dan minuman * Mendapat kepercayaan dari orang besar * Memaksa pencuri agar mengembalikan barang telah di curinya * Menpertajamkan indera ke-enam * Menpengaruhi fikiran orang lain * Menutup Sesuatu Tempat Agar Sepi/Tutup * Sebagai ilmu keselamatan dan kekuatan kekebalan * Selamat dari senjata tajam dan tumpul serta senjata api di mana saja. * Kewibawaan dan menggentarkan musuh. * Membuat pemagaran gaib untuk tempat dan lain sebagainya. * Menangkal sihir, teluh, santet, hipnotis, gendam dan sejenisnya dan bisa membalikkan lagi kepada pengirimnya. * Dan Masih Banyak Lagi Khasiat lainnya Mengijazahkan juga Asma BERIKUT INI : ASMA SUNGE RAJEH (ASR) CIREBON (SEMUA TINGKAT ASMA SUNGE RAJEH (ASR) MADURA SELATAN (SEMUA TINGKAT) ASMA SUNGE RAJEH (ASR) BLORA, ASMA SUNGE RAJEH (ASR) MADURA UTARA, ASMA SUNGE RAJEH (ASR) SOLO ASMA SINGA RAJEH ASMA KAYU RAJEH / ASMA KAJUH RAJEH / ASMA KAJUK RAJEH ASMA GAJAH RAJEH ASMA GENI RAJEH ASMA TANAH RAJEH ASMA LAUT RAJEH ASMA BLEDUG AWU RAJEH ASMA NUR RAJEH ASMA LANGIT RAJEH ASMA RAJEH PETIR ASMA RAJEH KUBRO ASMA SHAHADAT RAJEH ASMA SINGKIR RAJEH ASMA RAJA IBLIS ASMA TASIK MIRING ASMA SUNGE RAJEH SUNAN KALIJOGO ASMA SUNGE RAJEH ACEH ASMA SUNGE RAJEH BAGHDAD ASMA RAJEH PAMUNGKAS DLL HUBUNGI USTADZ HABIB ALAMAT: Yogyakarta, 55000 Indonesia. Kontak Resmi WA : +62 819.3171.8989 [Tidak buka cabang] PERHATIAN : Hati-hati mempelajari keilmuan tanpa adanya Pengijazahan karena terbukti berakibat buruk terhadap kejiwaan anda. HATI-HATI!!! Terhadap oknum yang mengatasnamakan guru Asmak Sunge Rajeh. Kontak resmi hanya yang tertera di laman