• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TEMUAN PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV TEMUAN PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

56 BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

Setelah peneliti mengadakan observasi dan wawancara, maka dalam bab ini akan dikemukakan tentang hasil penelitian yang telah didapatkan. Pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada keluarga Sri Widayati adalah usaha yang dilakukan orang tua (ayah dan ibu) dalam keluarga untuk mempersiapkan anak dan menumbuhkannya baik jasmani, akal pikiran dan rohaninya dengan pertumbuhan yang terus menerus, agar ia dapat hidup secara sempurna dan ia dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umatnya dalam suatu keluarga dimana ibu sebagai salah satu anggota keluarga bekerja di luar rumah sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang.

Untuk membahas temuan penelitian tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier dalam keluarga perawat rumah sakit Islam Magelang penulis akan berusaha menyajikannya secara bertahap. Pertama memaparkan tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga perawat, kedua kendala yang dihadapi, dan yang ketiga mencari pemecahan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier.

Seperti yang disebutkan dalam bab III, bahwa penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, maka dalam bab ini akan dikemukakan tentang gambaran dan pemaparan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier sekaligus analisisnya.

A. Pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (Studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) 1. Pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga

wanita karier

Keluarga adalah merupakan suatu lembaga pendidikan selain sekolah dan masyarakat. Fungsi keluarga sebagai pembentuk pribadi anak sangatlah vital karena dalam keluargalah pendidikan dasar tentang

(2)

keagamaan dan budaya terbentuk dalam jiwa anak. Di dalam keluarga anak mendapatkan kasih-sayang, materi, pendidikan dan lain sebagainya.

Orang tua melaksanakan pendidikan agama Islam pada anak saat orang tua berada di rumah. Saat orang tua bekerja mereka merasakan kekhawatiran terhadap pelaksanaan pendidikan anak-anaknya, karena pendidikan yang mereka peroleh belum tentu bernilai positif. Dalam hal ini pendidikan itu dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pembantu, nenek atau kakek, TPA dan lain sebagainya.

Mendidik anak merupakan naluri yang diberikan Allah SWT dalam fitrah manusia khususnya dan mahluk hidup ciptaan-Nya pada umumnya. Secara fitrah Allah SWT membekali manusia dengan kasih sayang. Kasih sayang lebih banyak dimiliki dan dicurahkan orang tua kepada anak dari pada kasih sayang dari anak kepada orang tua.

Orang tua dalam mendidik anak-anaknya mempunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang shaleh, taat pada Allah dan Rasul-Nya serta berbudi pekerti yang luhur. Anak shaleh adalah anak yang senantiasa berbakti pada Allah dan orang tua, merawat jika masih hidup dan mendo’akan jika sudah meninggal.

Ibu Sri Widayati sebagai informan dalam penelitian ini mempunyai tiga anak, dua putri dan satu putra. Putri pertama bernama Sarmita Listiasari, berumur 14 tahun. Putri kedua bernama Maulidina Widya Kusuma Wardani berumur 6 tahun, dan putra yang ketiga bernama Maulana Aditya Wijaya Kusuma berumur 2 tahun.1

Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan terhadap subjek penelitian, yaitu ibu Sri Widayati yang bekerja sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang memperlihatkan sikap yang positif terhadap pendidikan agama pada anaknya. Hal tersebut dibuktikan dengan tersedianya jam khusus untuk belajar agama, memperhatikan kegiatan

1 Hasil observasi dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 2 Mei 2004

(3)

anak untuk mengikuti kegiatan di Masjid, Mushalla dan juga tersedianya buku-buku agama yang cukup lengkap.2

Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam pada anak-anaknya, sebagai ibu yang mengemban tugas sebagai perawat tentunya tidak selamanya bisa dilakukan sendiri. Akan tetapi dengan bantuan suami, ibu Sri Widayai berusaha mendidik dan membimbing secara bersama-sama. Antara kedua orang tua terjadi kerja sama yang aktif dalam pelaksanaan pendidikan pada anak-anak.

Orang tua berusaha mendidik anak-anaknya karena mereka mempunyai harapan-harapan yang cukup beralasan dan mulia, diantaranya adalah agar anak taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT dan Rasul Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sri Widayati bahwa tujuan mendidik anak-anaknya adalah “agar menjadi anak yang shaleh dan sholihah serta berilmu, berbudi dan berakhlak mulia”.3

Ibu Sri Widayati sebagai orang tua mempunyai persepsi atau anggapan bahwa pendidikan agama Islam pada usia dini sangat penting karena akan mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini terbukti dari opini yang telah penulis dapatkan dari ibu Sri Widayati bahwa mereka selalu memperhatikan perilaku anak dalam kesehariannya dengan selalu menanyakan aktifitas anak dalam kegiatan sehari-harinya.4

Selain sikap positif mereka terhadap pendidikan agama Islam pada anak dan persepsi mereka tentang agama, ibu Sri Widayati juga memiliki intensi atau kehendak yang kuat dalam mengarahkan dan mendidik agama pada anaknya. Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan putri mereka ke sekolah yang banyak mengajarkan pendidikan agama. Mereka juga

2 Hasil observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 30 April 2004

3 Hasil wawancara, dengan keluarga Sri Widayati pada tgl 1 Mei 2004 4 ibid

(4)

mendidik secara langsung dengan cara membagi waktu antara pekerjaannya di luar rumah dan waktu untuk mendidik anaknya.

Bila dilihat dari faktor ekonomi, keluarga ibu Sri Widayati merupakan keluarga yang sejahtera, ibu Sri Widayati bekerja sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang sementara suaminya bekerja di Politeknik Pratama Mulia Solo.5 Kedua orang tua mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Dari kondisi ekonomi yang cukup, orang tua merasa mampu dan dapat memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Dari fasilitas yang terpenuhi tersebut akan sangat menunjang dalam pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga. Bila dilihat dari faktor pengetahuan orang tua tentang agama Islam, mereka memiliki pengetahuan yang luas dalam pengetahuan umum dan pengetahuan agama. Dari aktifitas yang mereka lakukan dalam memberikan pendidikan dan pengarahan agama dalam kehidupan sehari-harinya, jelas sekali bahwa pengetahuan mereka tentang agama sangat luas

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak, ibu Sri Widayati melakukan dengan berbagai cara tergantung kesempatan waktu dan kemampuannya. Karena shift kerja yang sudah diatur dari pihak rumah sakit yaitu pagi mulai pukul 07.00-1400, siang mulai pukul 14.00-21.00 dan malam mulai pukul 14.00-21.00-07.00, maka dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak dikondisikan dengan waktu kerja ibu. Pada saat ibu kerja pagi, pendidikan agama Islam dilaksanakan oleh sekolah mulai pukul 07.00-14.00, kemudian sore dan malam anak dididik langsung oleh ibu. Kalau ibu shift kerjanya siang dan malam, anak diserahkan sepenuhnya pada bapak dan kakek. Dalam mendidik anaknya ibu Sri Widayati melaksanakan sendiri di bantu oleh bapak dan kakek, disamping memasukkannya ke sekolah, mengikuti pengajian di Masjid dan mushalla. 6

5 Hasil observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 2 Mei 2004

(5)

Jika kita kaji dari apa yang dilakukan oleh ibu Sri Widayati dalam melakukan aktivitasnya setiap harinya, maka peranan ibu sebagai wanita karier dan pendidik putra-putri mereka nampak jelas terlihat. Ibu Sri Widayati berusaha membagi dan memanfaatkan waktu yang ada untuk melaksanakan peran ganda yang diembannya.

Secara garis besar pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh ibu Sri Widayati dalam mendidik anaknya adalah sebagai berikut:

a. Mendidik secara langsung

Meskipun anak telah mendapatkan pendidikan di sekolah namun orang tua juga mendidiknya dalam lingkungan keluarga. Walaupun di dalam keluarga porsinya lebih sedikit bila dibandingkan di sekolah. Mendidik anak dalam keluarga dilakukan secara langsung dengan alasan ibu merasa masih mampu mendidik sendiri walaupun separuh waktunya dihabiskan untuk bekerja sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang. Cara ini ditempuh dengan pertimbangan bahwa dengan dididik secara langsung maka orang tua akan lebih dekat dengan anak-anaknya.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Sarmita Listiasari dan Maulidina Widya Kusuma Wardani yang merupakan putri pertama dan kedua bahwa “ kami sholat maghrib berjamaah dan setelah itu mengaji bersama-sama.”7

Selain itu dari observasi yang penulis lakukan dalam keluarga ibu Sri Widayati, kedua orang tua berusaha memberikan pendidikan dan pengajaran agama kepada anak-anaknya. Dimana setiap sholat maghrib orang tua mengajar anak-anak mengaji dan memberikan petuah-petuah tentang agama Islam.8

7 Hasil wawancara, dengan putri ibu Sri Widayati pada tgl 6 Mei 2004 8 Hasil observasi, pada tgl 7 Mei 2004

(6)

b. Mendidik melalui perantara

Dalam mendidik anak melalui perantara dilakukan dengan cara memasukkannya ke sekolah MTsN ( Madrasah Tsanawiyah Negeri) dan TKIT (Taman Kanak–kanak Islam Terpadu). Ibu Sri Widayati menyekolahkan anaknya yang pertama di MTsN Kaliangkrik dan juga memasukkannya ke pondok pesantren yang dekat dengan sekolah. Sementara anak yang kedua dimasukkan ke TKIT Tulung Magelang 9

Mendidik melalui perantara bukan merupakan alasan bahwa orang tua tidak bisa mendidik anak-anaknya sendiri. Namun ini dilakukan orang tua sebagai salah satu bentuk perhatian terhadap pendidikan anak. Dengan dimasukkan ke sekolah-sekolah agama maka anak akan memperoleh pendidikan agama dan pendidikan umum yang lebih banyak dan dapat menambah wawasan mereka.

Walaupun pendidikan agama Islam diserahkan pada orang lain dengan memasukkan ke sekolah yang berbasis agama Islam, akan tetapi dalam sehari-hari orang tua selalu membimbing dan memberi contoh yang baik pada anak-anak mereka. Pendidikan dengan cara ini ditempuh dengan pertimbangan waktu yang sangat terbatas, juga karena anak cenderung lebih patuh apabila diperintah orang lain yaitu guru. Salah satu penjelasan mengapa dimasukkan ke MTsN dan TKIT adalah anak akan lebih banyak mendapatkan pengetahuan tentang agama Islam dari pada dimasukkan ke sekolah umum. Selanjutnya dalam rangka menunjang pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak-anaknya disediakan buku-buku tentang agama Islam untuk mengembangkan pengetahuan mereka tentang agama Islam. Untuk anak yang sekolah di TKIT tersedia buku-buku yang merupakan buku-buku panduan dari TKIT, diantaranya adalah buku akhlak, majalah bulanan pintar dakwah (bimbingan keimanan dan ketaqwaan) dan buku-buku tentang hadits.10

9 Hasil wawancara, dengan keluarga Sri Widayati pada tgl 5 Mei 2004

10 Hasil observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 2 Mei 2004

(7)

Dalam pelaksanaan pendidikan melalui perantara ini, terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga yaitu faktor lingkungan. Sekolah merupakan bagian dari lingkungan selain keluarga dan masyarakat. Dalam sekolah anak dapat mendapatkan dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dalam bidang ilmu dan pengetahuan untuk bekal hidup selanjutnya.

2. Materi pendidikan agama Islam pada anak dalam keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang

Dalam mendidik anaknya, Ibu Sri Widayati merujuk pada materi-materi dasar Islam, seperti akidah, akhlak, ibadah (mu’amalah) dan hukum-hukum Islam dasar, serta Al-Qur’an sebagai pokok.11 Untuk lebih jelas dalam memahami materi yang disampaikan dalam pendidikan agama Islam pada anak wanita karier akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut: a. Materi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah materi pendidikan agama Islam yang mempunyai prioritas utama dalam mendidik anak karena dalam Al-Qur’an terdapat materi-materi tentang keimanan, shalat, sejarah Islam dan juga materi akhlak. Selain itu Al-Qur’an adalah merupakan landasan pertama dari semua ajaran Islam, sehingga pendidikan agama pada anak dalam keluarga harus berdasarkan ajaran-ajaran yang ada dalam Al-Qur’an.

Di sekolah anak-anak telah diajarkan tentang materi-materi tersebut, dan orang tua hanya tinggal mengulang tentang materi-materi yang diajarkan di sekolah. Dalam hal ini Sri Widayati mengatakan bahwa “anak saya yang pertama sudah khatam Al-Qur’an, sedang anak yang kedua sudah hafal urutan-urutan surat dalam Al-Qur’an”. Anak saya juga saya suruh untuk mengaji di rumah dan menghafalkan surat-surat pendek yang sering dibaca dalam shalat.12 Hal ini juga terlihat

11 Hasil wawancara, dengan keluarga Sri Widayati pada tgl 4 Mei 2004 12 Ibid

(8)

dalam aktifitas keluarga mereka setelah sholat maghrib. Orang tua membimbing anak-anak untuk mengaji bersama dan juga memberikan pengetahuan agama Islam pada anak-anaknya.13

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa materi Al-Qur’an adalah merupakan induk dari materi-materi yang lain maka sangat beralasan apabila orang tua memprioritaskan mengajari Al-Qur’an pada anak-anak disamping juga materi yang lainnya.

b. Materi keimanan

Materi keimanan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi anak, karena aqidah atau keimanan adalah merupakan masalah landasan pokok dalam kehidupan manusia. Dengan keyakinan yang telah tertanam dalam diri anak, maka akan dapat mengontrol segala bentuk perbuatan yang dilakukan sehari-hari.

Materi tentang keimanan ini dijadikan sebagai landasan pertama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga, agar anak dapat berjalan sesuai dengan fitrahnya dan tidak memiliki kecenderungan untuk menyekutukan Allah SWT.

Dalam memberikan pendidikan tentang materi keimanan ini, masih dalam tataran yang cukup sederhana, belum sampai pada tingkat yang sulit. Untuk putri yang pertama yang sudah besar, untuk materi ini anak sudah banyak menguasai karena telah diajarkan di sekolah, namun untuk putri kedua yang masih TK penyampaian materi keimanan ini hanya sebatas tentang rukun iman dan rukun Islam. Pada penyampaiannya anak yang masih usia dasar dikenalkan pada Allah SWT sebagai sang pencipta, Allah maha pemurah serta menguasai segala kehidupan di alam semesta ini.14

13 Hasil Observasi, dalam pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tanggal 2 Mei 2004

(9)

Hal ini disampaikan pula oleh Sarmita Listiasari anak pertama ibu Sri Widayati bahwa “saya mendapatkan pengetahuan tentang rukun iman dan rukun Islam dari pelajaran di sekolah.”15

Dari keterangan tersebut jelas sekali bahwa dalam menyampaikan materi keimanan ini, orang tua menyeimbangkan dengan umur dan kondisi anak. Anak yang telah berumur 10 tahun ke atas akan dapat menangkap tentang pengertian iman secara global, namun untuk anak dibawah 10 tahun, baru akan diberikan materi keimanan yang sederhana saja.

Jadi dalam prinsipnya, materi keimanan yang diberikan kepada anak yaitu menanamkan keyakinan pada anak tentang ketauhidan bahwa Tuhan itu Maha Esa, Tuhan Maha Kuasa, Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang, Tuhan Maha Bijaksana, tidak ada yang menyamainya dan seterusnya, serta menanamkan tentang adanya kepercayaan kepada adanya hal yang ghoib, seperti malaikat, syurga, neraka, hari kiamat, iblis dan lain sebagainya.

Disamping itu Ibu Sri Widayati selalu memberikan pengertian kepada anak-anaknya bahwa nikmat adalah karunia Allah yang tiada habisnya yang telah diberikan kepada manusia, serta seluruh mahluk yang telah diciptakannya. Maka dari itu manusia disuruh untuk selalu menyembah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tidak menyekutukannya .16

c. Materi Shalat

Materi shalat pada anak lebih banyak diajarkan dalam bentuk perbuatan langsung atau melatih mengerjakannya. Ibu Sri Widayati mengajak anak shalat berjamaah bersama di rumah dan di masjid.17

15 Hasil wawancara, dengan putri ibu Sri widayati pada tgl 6 Mei 2004 16 Ibid

17 Hasil Observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 4 Mei 2004

(10)

Hal ini sebenarnya hampir sejalan dengan teori psikologi pendidikan bahwa pada awalnya anak akan mengerjakan shalat atau mungkin pekerjaan lain adalah karena orang tua atau guru agama, ingin penghargaan dipuji dan lain sebagainya. Sehingga hal ini perlu bimbingan terus-menerus agar sampai pada taraf kesadaran dirinya.18

Dalam pelaksanaannya orang tua mengajarkan kepada anak hal-hal yang berkaitan dengan syarat dan juga rukunnya. Sebelum melakukan sholat saya ajarkan terlebih dahulu tentang cara berwudhu yang benar.19

Anak akan cenderung merasa gembira apabila mengerjakan shalat secara bersama-sama. Hal tersebut akan memudahkan untuk melatih mengerjakan shalat baik shalat sunat ataupun shalat wajib. Mengenai tata cara shalat, bacaan dan aturan-aturannya disampaikan secara bertahap setelah anak merasa suka dan senang melakukan shalat. Keluarga Sri Widayati mengajari anak-anak untuk shalat dengan mengajak mereka shalat berjamaah dengan bapak dan juga mengajak berjamaah ke masjid. Baru kemudian setelah anak mulai merasa senang melakukan shalat sedikit demi sedikit diajarkan tentang tata cara shalat yang baik serta manfaatnya.20

Dengan demikian bila diperhatikan cara yang ditempuh orang tua mempunyai dua manfaat, disamping mengajari ketrampilan ibadah pada anak, juga penanaman kepribadian agar anak rajin dan disiplin.

d. Materi Akhlak

Yang dimaksud dengan akhlak adalah sikap mental seseorang yang digerakkan oleh jiwa sehingga dapat menimbulkan tindakan atau perbuatan. Oleh karena itu akhlak yang perlu ditekankan di sini adalah yang bersumber dari ajaran agama Islam. Materi tentang akhlak ini

18 Drs. Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1987, hal. 62

19 Hasil Wawancara, dengan keluarga Sri Widayati pada tgl 6 Mei 2004 20 Hasil observasi, pada tgl 4 Mei 2004

(11)

tidak hanya didapatkan anak di rumah, namun juga didapatkan di sekolah. Hal ini diketahui dengan adanya buku-buku tentang akhlak yang merupakan buku panduan dari sekolah.

Materi tentang akhlak disampaikan kepada anak tidak secara khusus sendiri, tetapi digabungkan dengan materi lain. Sebagai contoh, “pada waktu mengajar ngaji dikatakan bahwa anak yang baik adalah anak yang rajin beribadah, mengerjakan shalat, taat pada orang tua dan meninggalkan perbuatan yang tercela. Dengan demikian secara tidak langsung anak mendapatkan materi akhlak disamping materi shalat”.21

Orang tua menyampaikan materi akhlak ini juga terlihat dari adanya aktifitas yang dilakukan oleh anak-anak yaitu, bangun pagi dan sholat berjamaah, setelah makan pagi kurang lebih jam 06.30 anak berangkat ke sekolah diantar oleh ibu (apa bila shif kerja sore atau malam), kemudian setelah pulang sekolah, sholat dhuhur dan makan siang, setelah itu anak disuruh istirahat. Sore harinya setelah sholat ashar, anak diberi waktu untuk bermain sampai menjelang maghrib, kemudian setelah maghrib anak diajak sholat berjamaah (kadang di masjid dan juga di rumah) dan diberi ceramah sedikit. Setelah itu makan bersama dan dilanjutkan dengan santai, nonton Televisi, belajar, mengerjakan PR dari sekolah dan lain-lain. Pada jam 21.00, anak disuruh istirahat dan tidur.22

Dengan demikian adanya rutinitas tersebut dapat menjadikan anak bersikap disiplin dalam mengatur waktu dan melakukan kegiatan-kegiatan dalam kesehariannya. Seperti halnya pada saat makan, anak selalu saya ingatkan untuk membaca Basmallah dan berdo’a.23 Kurikulum materi akhlak dalam keluarga tidak ada, sehingga dalam menyampaikan materi maupun metodenya akan sangat bervariasi

21 Hasil wawancara, dengan ibu Sri Widayati pada tgl 5 Mei 2004

22 Hasil Observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 4, dan 6 Mei 2004

(12)

tergantung bagaimana orang tua menyampaikannya. Keluarga ibu Sri Widayati menyampaikan materi akhlak ini dalam bentuk “perbuatan langsung (suri tauladan), sehingga anak akan mencontoh akhlak yang baik dari orang tuanya”.24

Kondisi keluarga akan sangat berpengaruh dalam pembentukan akhlak anak. Kerjasama antara pendidik di luar keluarga dalam hal ini di sekolah dengan keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Materi yang telah diajarkan di sekolah akan ditunjang dengan interaksi antara anak dan orang tua dalam keluarga.

e. Materi Sejarah Islam

Materi sejarah Islam banyak berkaitan dengan pembentukan akhlak atau penanaman akhlak pada anak karena kisah-kisah teladan Rasulullah adalah merupakan salah satu bentuk materi akhlak yang nantinya akan ditiru oleh anak.

Orang tua menyampaikan materi sejarah Islam dengan cara bercerita tentang kisah-kisah Nabi dan Rasul, juga kisah orang-orang yang shaleh. Dalam menyampaikan materi sejarah Islam ini, terdapat dua manfaat secara global yaitu pertama, anak akan mengetahui sejarah Islam pada masa terdahulu dan yang kedua anak akan menyerap suri tauladan dari kisah-kisah yang disampaikan. Hal ini akan sangat menarik bagi anak karena pada usia 6-15 tahun, anak cenderung menyukai terhadap cerita-cerita. Dengan demikian tinggal orang tua bagaimana bisa mengemas sedemikian rupa sehingga cerita yang disampaikan bersifat positif dan membekas pada ingatan anak.

Materi sejarah Islam disampaikan setelah atau sebagai selingan bagi materi yang lainnya. Apabila anak merasa bosan dan jemu maka diselingi dengan cerita tentang Nabi dan Rasul. Ibu Sri Widayati mengatakan “ bahwa anaknya cepat bosan bila diajar mengaji, maka

(13)

kadang-kadang saya selingi dengan cerita Nabi dan Rasul baru kemudian diteruskan mengaji.25 Disamping itu juga ada buku paket dari sekolah tentang buku-buku cerita tentang Nabi dan Rasul serta buku cerita tentang orang yang saleh.26

2. Metode Pendidikan Agama Islam pada anak dalam keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang

Metode pendidikan agama Islam dalam keluarga Sri Widayati sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang adalah cara yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak yang sesuai dengan ajaran Islam, dengan harapan agar potensi anak sesuai dengan fitrahnya.

Metode yang dilakukan oleh keluarga Sri Widayati dalam mendidik agama pada anaknya meliputi metode teladan, metode latihan, metode dialog dan nasehat, metode cerita serta metode hadiah dan hukuman.27

Dari metode-metode tersebut, yang paling sering digunakan adalah metode tauladan karena metode ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.28 Memang apabila mengamati kejiwaan anak, pada usia tersebut cenderung menyukai atau meniru perbuatan-perbuatan orang dewasa. Dan secara tidak disadari kecenderungan meniru tersebut akan melekat pada diri anak.

Untuk lebih jelas dalam memahami metode pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh keluarga Sri Widayati adalah sebagai berikut:

a. Metode suri tauladan

Dalam melaksanakan pendidikan agama Islam pada anaknya, orang tua keluarga perawat menggunakan metode teladan disamping juga metode yang lainnya. Metode ini praktis dan anak mudah mengikutinya. Apabila orang tua mengerjakan ibadah atau sesuatu

25 Hasil wawancara, dengan keluarga Sri Widayati pada tgl 7 Mei 2004 26 Ibid

27 Ibid 28 Ibid

(14)

yang baik, mengajak anak untuk mengikutinya maka akan lebih mudah bagi anak dibanding menyuruhnya tanpa memberi contoh yang baik. Akan lebih baik lagi apabila diberikan pujian-pujian atau pengakuan-pengakuan pada anak sehingga anak akan semangat dalam melaksanakan suatu perbuatan.

Keluarga Sri Widayati selalu memberikan tauladan yang baik kepada anaknya. Hal ini dilakukan dengan mengajak anaknya untuk shalat berjamaah bersama, berpuasa bersama dan juga mengaji bersama setelah shalat maghrib.29

b. Metode latihan

Metode latihan adalah suatu metode yang penggunaannya langsung melibatkan anak untuk belajar sesuatu. Materi yang sering menggunakan metode ini adalah materi tentang Al-Qur’an, shalat dan puasa. Pada waktu anak mengaji dan shalat perlu dilatih cara membaca Al-Qur’an dan shalat yang benar. Begitu juga dengan puasa, anak dilatih untuk berpuasa agar setelah besar nanti menjadi kebiasaan.30

Selain itu anak juga diberikan tentang hafalan-hafalan hadits, do’a-do’a harian, metode reward (metode praktis membaca Al-Qur’an).31Cara inilah yang dilakukan oleh keluarga Sri Widayati dalam melaksanakan pendidikan agama Islam pada anaknya sehingga dengan adanya latihan yang terus-menerus, maka dengan sendirinya anak akan terbiasa dengan apa yang ia perbuat.

c. Metode dialog dan nasehat

Dalam penggunaan metode dialog dan nasehat ini tidaklah setiap hari, akan tetapi menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang memungkinkan digunakannya metode ini. Biasanya metode ini

29 Ibid 30 Ibid

31 Hasil observasi, dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier (studi kasus keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang) pada tgl 4 Mei 2004

(15)

digunakan di sela-sela materi lain atau pada saat santai.32 Orang tua pada saat tersebut berusaha untuk berdialog dengan anak dan juga menasehati tentang hal-hal yang dianggap tidak baik dilakukan oleh anak

d. Metode cerita dan perumpamaan

Usia anak adalah usia untuk menghayal dan mengandai-andai, jadi pada usia anak cenderung suka terhadap cerita-cerita. Untuk itu maka sangat strategis untuk memasukkan nilai-nilai agama melalui metode cerita.

Fenomena yang terjadi sekarang anak lebih suka menikmati kisah-kisah produk teknologi seperti film-film kartun di televisi, komik-komik dan buku cerita yang lainnya. Oleh karena itu kiranya perlu mengemas kembali kisah-kisah Nabi dan kisah-kisah orang yang shaleh sebagai tindakan antisipasi terhadap gencarnya pengaruh acara-acara televisi yang tidak kondusif.

Dalam keluarga Sri Widayati metode ini digunakan untuk memberikan contoh yang baik kepada anak melalui cerita tersebut sehingga anak dapat meniru hal-hal yang baik dari kisah tersebut. Juga disediakan kaset-kaset tentang cerita Nabi dan Rasul. 33

e. Metode hadiah dan hukuman

Kelihatannya bila mendengar tentang hukuman maka yang terkesan adalah kesadisan. Namun lain lagi hukuman pada pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang yang ada pada keluarga Sri Widayati. Dalam pelaksanaan hukuman ini tidak berbentuk hukuman berat dan menakutkan namun hanya sekedar untuk memberikan rangsangan dan memberi semangat sekaligus peringatan pada anak.

32 ibid 33 ibid

(16)

Sebagai contoh bila anak membuat kesalahan maka anak dinasehati agar tidak melakukan hal tersebut. Begitu juga bila anak mendapatkan prestasi yang bagus maka orang tua memberikan hadiah dibelikan pakaian atau diajak rekreasi.34

B. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier dalam keluarga perawat Rumah Sakit Islam Magelang

Setelah diuraikan tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita dalam keluarga perawat di atas, maka pembahasan berikutnya yaitu kendala yang di hadapi dalam pelaksanaan pendidikan tersebut.

Kendala pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita karier dalam keluarga perawat adalah hal-hal yang menimbulkan masalah dalam usaha orang tua untuk mempersiapkan anak dan menumbuhkannya agar dapat hidup secara sempurna serta dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya dan sesama manusia yang pelaksanaan pendidikannya dalam suatu keluarga di mana ibu sebagai salah satu anggota keluarga bekerja di luar rumah sebagai perawat Rumah Sakit Islam Magelang.

Ibu Sri Widayati sebagai Wanita karier memiliki peran ganda yang harus bisa dijalankan secara seimbang yaitu peran sebagai ibu dan peran sebagai perawat yang melayani masyarakat yang membutuhkan perawatan kesehatan.

Oleh karena peran ganda tersebut, maka dalam melaksanakan pendidikan agama Islam pada anaknya terdapat kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anaknya, diantaranya adalah:

a. Kesibukan orang tua sehingga waktunya terbatas untuk anak.

Kesibukan orang tua dimana ibu bekerja sebagai wanita karier dan bapak bekerja di luar kota, menjadikan mereka mempunyai kendala

(17)

dengan terbatasnya waktu yang tersedia untuk memberikan pendidikan dan kasih sayang kepada anak.

b. Ketaatan anak

Frekuensi berkumpulnya antara anak dan orang tua yang terbatasi oleh adanya waktu dan pekerjaan mereka, menjadikan anak kadang tidak taat dan susah diatur. Perintah dan nasehat orang tua kadang hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

c. Lingkungan kurang mendukung.

Lingkungan masyarakat merupakan pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan sebagai tempat pergaulan juga merupakan lapangan pendidikan yang luas. Sesuai dengan perkembangan jiwa anak yang senang bergaul dan cenderung meniru, maka lingkungan masyarakat mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian anak. 35

Dari kendala-kendala yang dihadapi oleh keluarga ibu Sri Widayati tersebut sesungguhnya memang tidak begitu banyak dan hal ini sebenarnya sudah menjadi sebuah resiko, karena setiap kegiatan atau tindakan tentu akan menemui hambatan dalam pelaksanaannya. Akan tetapi selama berusaha, maka hambatan-hambatan itu akan dapat dengan mudah diatasi. Dari hambatan-hambatan yang ada sebenarnya akan dapat menjadikan tantangan tersendiri bagi orang tua untuk menuju pada perkembangan anak pada masa-masa yang akan datang.

C. Upaya untuk Mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Wanita Karier dalam Keluarga Perawat

Setiap permasalahan atau kendala pasti ada pemecahannya, begitu juga dengan kendala yang dihadapi keluarga Sri Widayati dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anaknya.

(18)

Kendala yang dihadapi oleh keluarga Sri Widayati dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anaknya berusaha untuk diselesaikan sendiri. Kerja sama antara ibu dan bapak dalam menyelesaikan kendala sangat dibutuhkan karena bapak juga berperan penting dalam membantu mendidik anak mereka.

Dalam upaya untuk menyukseskan pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak wanita dalam lingkungan keluarga perawat, maka perlu dicari solusi untuk mencari jalan keluar dalam menghadapi kendala-kendala dalam pelaksanaan pendidikan tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, diantara kendala-kendala yang dihadapi keluarga perawat dalam mendidik agama Islam pada anaknya maka diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengatasi kendala tersebut seperti : a. Karena kesibukan orang tua sehingga kesulitan untuk meluangkan waktu

dalam mendidik anak-anaknya maka diatasi dengan : memasukkan ke sekolah pada waktu pagi dan bila malam tidak bekerja maka mengajari anak mengaji menjadi pekerjaan orang tua. Selain itu juga orang tua menyediakan buku-buku agama selain buku-buku agama yang didapatkan dari sekolah.

b. Untuk menanggulangi ketaatan anak yang kadang-kadang tidak patuh terhadap perintah orang tua maka diatasi dengan menasehati mereka dan juga menggunakan metode hadiah dan hukuman. Dengan cara ini diharapkan anak dapat memahami dan juga dapat mematuhi perintah-perintah orang tua.

c. Untuk mengatasi keadaan lingkungan yang kurang mendukung maka orang tua berusaha untuk mendidik sendiri dan juga memantau pergaulan anak di lingkungan sekitar rumah. Hal ini dilakukan dengan alasan di lingkungan tempat tinggal perawat kurang tersedia sarana dan prasarana pendidikan agama Islam yang memadai.36

(19)

Demikianlah upaya-upaya yang dilakukan oleh ibu Sri Widayati untuk mengantisipasi kendala yang timbul dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anaknya, sehingga nantinya orang tua dapat melaksanakan pendidikan agama Islam pada anaknya dengan baik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.

Referensi

Dokumen terkait

2015 FIA Regional Rallies Championships Sporting Regulations dapat di download dari website FIA, http: // www.. PROGRAM RALLY ... KEPANITIAAN DAN PENJELASAN ... Gelar Kejuaraan

Penulis, dari hasil penelitian dapat menemukan bahwa: Adanya inkonsistensi dari lima hakim konstitusi tersebut, seolah-olah membatasi diri dengan konsep

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Data yang digunakan berasal dari Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu sebagai data primer dan data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, pendapat ahli

Perbaikan dari sisi metode adalah dengan mengatur kembali jadwal perawatan mesin dan peralatan produksi sebaik mungkin agar proses produksi dapat berjalan dengan baik

Sampel yang digunakan adalah Quota sampling yaitu sampel dikumpulkan sampai mencapai jumlah yang diinginkan, jumlah sampel yang diinginkan adalah 50 responden persalinan

kesimpulan.. Sehingga pemahaman peserta didik kurang optimal akibat dari tingkat keaktifan mereka dalam pembelajaran yang masih sangat rendah. Sebelum dilakukan perlakuan,

Sementara chanoyu baru diperkenalkan di Jepang pada periode Kamakura (1192-1333) oleh seorang pendeta Buddha Zen bernama Eisai sekembalinya dari Cina untuk