• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN ALSINTAN TERHADAP PENGEMBANGAN PEMBIBITAN TERNAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DUKUNGAN ALSINTAN TERHADAP PENGEMBANGAN PEMBIBITAN TERNAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DUKUNGAN ALSINTAN TERHADAP PENGEMBANGAN

PEMBIBITAN TERNAK

(Mechanical Implement Roles in Developing Livestock)

B.SANTOSA1danKUSWANDI2

1 Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian Jl. Margasatwa, Ragunan Jakarta Selatan

2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 e-mail: pak_kuswandi@yahoo.com

ABSTRACT

Mechanical implements are mainly supporting self sufficiency program of food animal origin. They are needed in whole steps of agro industrial activities, such as grass land cultivation, animal husbandry, feed processing, storing of production inputs and animal husbandry post harvest, and animal waste handling. Their developments based on kinds, quantity, prototype and price depend primarily on technology development, feedstuff and feed quality improvements, animal product improvements and general stakeholder demand.

Key Words: Agricultural Machinery, Roles, Livestock

ABSTRAK

Dalam menunjang swasembada pangan asal hewani, alat dan mesin pertanian (alsintan) menjadi sarana penunjang. Alsintan dibutuhkan di setiap kegiatan pertanian sejak kegiatan dari hulu sampai hilir. Di antrara jenis kebutuhan alsintan untuk keperluan ini adalah untuk pengolahan lahan padang rumput, budidaya peternakan, pengolahan bahan baku pakan, penggudangan sarana produksi dan hasil produksi, dan pengolahan limbah ternak. Perkembangan alsintan ini baik jenis, jumlah, prototipe maupun biaya sangat tergantung perkembangan teknologi, perbaikan mutu hasil bahan baku pakan, pakan dan hasil peternakan serta permintaan pengguna pada umumnya.

Kata Kunci: Alat Mesin Pertanian, Peran, Peternakan

PENDAHULUAN

Pengembangan ternak ruminansia, termasuk kerbau banyak melibatkan faktor pakan yang menjadi penentu utama keberhasilan usaha ternak. Disamping itu, peternakan dihadapkan pada pengelolaan hasil limbah untuk mencegah pencemaran lingkungan menjadi produk yang berguna seperti pupuk organik dan bahan bakar gas. Dalam usaha menyukseskan program swasembada daging melalui PSDSK, maka pakan ternak diharapkan tersedia secara cukup, kontinyu dan terjamin mutunya. Namun dengan berbagai alih fungsi lahan penghasil pakan ke sektor lain yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan masalah kekurangan pakan dan kandungan gizinya (khususnya di musim kemarau), dan mahalnya harga pakan berkualitas.

Usaha peternakan ruminansia tidak terlepas dari usaha pertanian pada umumnya. Oleh karena itu, pembangunan peternakan meliputi pendayagunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan terintegrasi serta mendukung budidaya tanaman pertanian (BAMUALIM et al., 2008). Serangkaian kegiatan pertanian, baik kegiatan yang menunjang budidaya (produksi) maupun penanganan bahan, hasil dan limbah, atau singkatnya, dari hulu sampai hilir menjadi bidang garapan agro industri. Untuk itu usaha ternak harus efisien melalui sistem integrasi tanaman-ternak (SITT). Kesemuanya akan melibatkan alat dan mesin pertanian (alsintan). Walaupun demikian, untuk tahun 2013 rencana bantuan pengembangan alsintan subsektor peternakan baru pada chopper, dan anggarannya jauh lebih kecil (kurang dari 3,56%) dari seluruh bantuan alsintan.

(2)

MEKANISASI PERTANIAN MENUNJANG SISTEM INTEGRASI

TANAMAN-TERNAK

Mekanisasi pertanian memiliki posisi dan peran fungsional dalam pembangunan peternakan. Khususnya dalam SITT, alsintan berkontribusi terhadap peningkatan efisiensi SITT. Dalam hal ini tidak hanya perekayasaan sistem alat saja yang harus diperhatikan, melainkan juga proses, model dan prototipe alat. Disamping itu, dilengkapi oleh dukungan kelembagaan yang diperlukan. Dalam tulisan ini tidak dibahas aspek teknis alsintan, melainkan keragaman satuan usaha yang memerlukan dukungan dan bahkan menumbuhkan perusahaan alsintan.

Dari keterkaitan antara usaha tanaman dan ternak ruminansia (Gambar 1), peran alsintan dalam pengembangan industri ternak ruminansia paling tidak meliputi pengolahan lahan padang rumput, budidaya peternakan, pengolahan bahan baku pakan, penggudangan sarana produksi dan hasil produksi, dan pengolahan limbah ternak. Namun pemerintah saat ini baru memprioritaskan pengembangan mesin pencacah (chopper) serta pengawasan atau sertifikasi alsintan pabrik pakan.

Peran alsintan dalam pengolahan lahan tanaman pakan

Dengan makin terbatasnya luasan padang penggembalaan di Jawa dan Bali, maka lahan-lahan marginal yang masih memungkinkan untuk sumber hijauan pakan lebih diarahkan ke budidaya tanaman rumput dan legum unggul. Sementara itu penggembalaan menggunakan rumput alam dan tahan injakan ternak lebih diprioritaskan di luar Pulau Jawa - Bali karena masih luas. Khususnya dalam pembinaan padang rumput budidaya, dimana diperlukan intensifikasi penggunaan lahan, beberapa alat dan mesin diperlukan, dari alat olah sederhana hingga traktor tangan dan traktor berat (besar). Sesuai perkembangan pengetahuan dan permintaan, traktor yang diperlengkapi pengatur jarak tanam dan pemanen akan dibutuhkan. Saat ini mesin-mesin jenis ini juga difungsikan sebagai alat angkut sarana produksi seperti benih, pupuk dan lain-lain dari gudang sampai ke tengah bidang lahan.

Bahkan hasil panenan hijauan pakan pun diangkut dengan traktor ini menuju gudang pakan.

Peran alsintan dalam budidaya peternakan

Ke depan, manajemen budidaya peternakan tidak lagi dilakukan secara tradisional serta masih diusahakan secara sambilan. Alsintan sangat diperlukan dalam hampir setiap jenis kegiatan pemeliharaan ternak, meliputi kebersihan kandang, pengaturan makan dan minum ternak, penimbangan, pengawinan ternak, pemerahan susu, dan prosesing hasil ternak. Kebanyakan peternak rakyat masih memperdagangkan hasil ternak berupa ternak hidup atau susu segar yang penanganannya tidak melibatkan peralatan canggih. Dengan pemerahan tanpa mesin misalnya hasil susunya tidak banyak, higiene pemerahan kurang terjaga dan seringkali susu tertolak oleh perusahaan karena pecah atau asam.

Hal serupa dijumpai pada praktek penyembelihan ternak yang dinilai kurang memperhatikan kenyamanan karena tidak didukung peralatan memadai. Konstruksi ruang angkut ternak yang tidak diatur volume dan sarana penopang ternaknya menimbulkan pelukaan (bruishing), baik karena tekanan badan oleh besi kemas ataupun oleh sesama ternak yang diangkut sehingga menurunkan kualitas hasil sembelihan. Demikian juga ternak yang tidak lancar dalam penyembelihannya menghasilkan daging berkualitas rendah.

Peran alsintan dalam pengolahan bahan baku pakan dan pakan

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ketersediaan pakan hijauan tidak merata sepanjang tahun. Pada musim penghujan hijauan pakan cukup berlimpah, sedangkan pada musim kemarau sangat kurang. Sementara itu, usaha penyimpanan kelebihan pakan di musim penghujan hampir tidak dilakukan peternak. Peternak besar cenderung memfokuskan usahanya pada usaha pembibitan dan produksi ternak tanpa membudidayakan sendiri atau mengolah hijauan pakan menjadi pakan jadi awetan. Kalau hal ini dibiarkan berlanjut akan menghambat pengembangan

(3)

P etan i Tan aman Tern ak Tan ah Hasil Utama Hasil Utama Hsl S amp in g Hasil S amp in g Diju al (Ru p ) DIS IM P A N P ak an /k o mp o stin g Dip ro ses\ d ik o n su m si DIJUAL (Ru p ) P en g h ema tan Diju al d ik emb an g k an d iju al P ad at cair P O P ro ses P C RP UT LZ 1 2 3 4 1 alsin TK A LS IN alsin alsin En erg i alsin alsin alsin alsin TK

Gambar 1. Hubungan integrasi ternak- tanaman-petani-tanah (HANDAKA et al., 2009)

ternak ruminansia menuju swasembada pangan hewani. Teknologi untuk menghasilkan pakan siap pakai maupun pakan awetan belum berkembang. Alat dan mesin pertanian baru berperan manakala usaha pengendalian kekurangan pakan ini dilakukan secara bersungguh-sungguh.

Pengayaan atau peningkatan mutu hijauan pakan sangat penting, karena kandungan gizi hijauan pakan di Indonesia umumnya rendah, terutama yang berasal dari jerami tanaman atau rumput pada musim kemarau. Sementara itu, bahan pakan dan pakan yang diperdagangkan harus disertifikasi. Ini menuntut penyiapan pakan yang sempurna dan melibatkan sarana alsintan yang tepat dalam jumlah cukup dan menjangkau berbagai wilayah di Indonesia. Disamping itu pakan berkualitas seringkali didatangkan dari luar negeri sejalan pengembangan ternak. Akibatnya sumberdaya pakan di dalam negeri tidak termanfaatkan atau terolah dengan mutu standar. Hal itu karena penanganan yang tidak tepat dengan bantuan alsintan yang belum memadai.

Gambar 2. Serangkaian alat/mesin dalam pemrosesan bahan pakan

Sebagai contoh pengolahan dan pengayaan kulit buah kakao secara umum adalah sebagai berikut:

1. Kulit buah kakao dicacah untuk memperkecil ukurannya,

2. Difermentasi dengan larutan A. niger selama 5 – 6 hari,

3. Dijemur hingga kering selama 3-4 hari, 4. Digiling sampai menjadi butiran yang

dikehendaki,

5. Dicampurkan ke ransum ternak sapi. Sangat penting dan mendesak saat ini adalah mesin pengolah hijauan pakan seperti pembabat rumput (mower), pencacah (chopper), shreder, mesin penghalus (hammermill) terutama untuk limbah pertanian sumber serat dan pengering (dryer). Baik mesin pencacah maupun penghalus perlu diperhatikan jenis dan ketahanan pisau untuk berbagai jenis hijauan, sedangkan mesin penghalus (hammermill) perlu dipertimbangkan ukuran partikel bahan terutama pada penghalusan kulit atau cangkang agar bahan olahan dapat dicerna di saluran pencernaan (RATNANI, 2011). Surplus hijauan pakan yang terjadi di musim penghujan tidak mungkin dikeringkan dengan penjemuran biasa, sehingga alat pengering menjadi kebutuhan pokok, baik untuk hijauan pakan yang lazim maupun yang berasal dari limbah pertanian di saat-saat panen raya. Pengemasan dan penggudangan bahan-bahan ini dapat dalam bentuk gulungan atau wafer. Pilihan lain dengan kurangnya intensitas penjemuran adalah perlunya silo untuk menyimpan hijauan pakan dalam kondisi tetap segar.

(4)

Lebih lanjut, tergantung perkembangan teknologi dan tantangan serta permintaan, alsintan dapat dikembangkan dan diperluas untuk kepentingan lebih luas terkait pengadaan pakan. Beberapa pengembangan ke depan misalnya dapat berupa pelengkapan alat seperti: wafering, pelleting, cleaning, crumbling, crucking, dehulling, dehydrating, extruding, evaporating, extracting, rolling, packaging, dan lain-lain.

Gambar 3. Fermentor untuk perbaikan mutu pakan

Gambar 4. Produk akhir pengolahan kulit buah

kakao

(5)

Gambar 6. Mesin penghancur Gambar 7. Mesin penyaring Gambar 8. Mesin granulasi

Sumber: HANDAKA et al. (2009)

Peran alsintan dalam penggudangan

Hal penting dalam penggudangan pakan antara lain adalah penataan ruang, termasuk ruang antar tumpukan karung-karung pakan, dan pengaturan waktu pemuatan dan pembongkaran dengan memperhitungkan umur maksimal simpan pakan. Bahan-bahan yang diperlakukan seperti ini adalah hay, bahan pakan atau konsentrat. Adapun pakan dalam bentuk lain (segar atau silase) memerlukan silo yang diatur jadwal penggunaannya melalui lubang pengambilan yang dibuat pada bagian dasar yang mengerucut dari silo.

Peran alsintan dalam pengolahan limbah ternak

Pupuk organik

Dalam SITT, perputaran penggunaan limbah asal tanaman untuk pakan ternak, dan sebaliknya kotoran ternak untuk kesuburan

tanah (tanaman) adalah suatu keniscayaan. Bahkan di beberapa peternakan sapi perah yang terkendala mahalnya harga konsentrat kini sudah mendiversifikasi usahanya dengan memproduksi pupuk organik dari hasil olahan kotoran sapi.

Biogas

Kemungkinan lain dalam mengatasi pencemaran limbah atau kotoran ternak adalah pemanfaatannya untuk sumber biogas. Sekarang pembuatan biogas ini sudah banyak disosialisasikan di peternak dengan digester yang beragam, dari yang sederhana sampai yang mahal dan diperlangkapi alat pembacaan produksi, pengatur aliran gas, maupun instalasi lain menuju penggunaan akhir.

Dari kotoran ternak menjadi pupuk secara alami memakan waktu 2 – 4 bulan, namun dengan bantuan organisma tertentu pengurai limbah, pematangan dapat dipersingkat, misalnya menjadi 3 – 4 minggu. Dengan

(6)

menggunakan digester akan diperoleh manfaat ganda, yaitu hasil gas metana dan hasil pupuk yang sudah mengalami pelapukan sempurna. Periode yang dicapai relatif singkat, yaitu sekitar 4 minggu.

Berdasarkan uraian di atas, keberadaan alsintan sangat diperlukan dalam industrialisasi peternakan. Mekanisasi pertanian memiliki peran baik dari aspek teknis maupun aspek non-teknis. Dari aspek teknis pelibatan alsintan berhubungan langsung dengan pengembangan produktivitas, efisiensi kerja, produksi, diversifikasi, kualitas dan nilai tambah.

Adapun aspek non-teknis mekanisasi menunjang pengembangan pertanian maju dan peningkatan lapangan kerja. Pengembangan ternak ruminansia melalui SITT adalah suatu

keniscayaan. Hanya saja dalam

pengembangannya, alsintan masih menghadapi beberapa hambatan, diantaranya adalah jumlah yang terbatas, kualitas belum seluruhnya memenuhi standar, keterampilan pengelola yang masih rendah, harga yang masih relatif mahal, masih adanya penolakan oleh masyarakat, lambatnya sosialisasi dan biaya operasional yang relatif mahal.

(7)

Gambar 11. Tahapan pembuatan digester biogas (WIDODO et al., 2008)

Tabel 1. Perkiraan rata-rata perbandingan anggaran pemakaian biogas dengan bahan bakar lain

Jenis bahan bakar Harga bahan

bakar Masa pakai Harga/hari Biaya bahan bakar/thn

Harga peralatan Minyak tanah Rp. 2.750/lt 2 liter/hari Rp. 5.500 Rp. 1.980.000 Rp. 50.000 Gas LPG Rp. 70.000/ tabung 1 tabung/ 10 hari pemakaian Rp. 7.000 Rp. 2.520.000 Rp. 350.000 Biogas Rp. 0 20 kg (kotoran sapi) untuk 2 jam Rp. 1.111 (asumsi peralatan, masa manfaat 5 thn) Rp. 400.000 Rp. 2.000.000 Biomasa

Kayu bakar Rp. 5.000/ikat 2 hari pemakaian

Rp. 2.500 Rp. 900.000 Rp.0

Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dengan seperangkat acuan Peraturan Pemerintah dan Undang-undang yang berkaitan dengan pengembangan alsintan pada umumnya berhubungan dengan budidaya tanaman hingga pengolahan pasca panen hasil pertanian tanaman. Pengembangan alsintan

tidak terlepas dari perkembangan budaya petani, budidaya pertanian, dan permintaan produk pertanian, baik regional, nasional maupun internasional. Kondisi saat ini menunjukkan masih banyaknya peternak yang belum mengadopsi teknologi, bahkan tradisional. Di luar Jawa, masih terdapat praktek budidaya alami tanpa sentuhan

(8)

teknologi yang melibatkan alsintan. Dengan lahan usaha seadanya mereka mengikuti budaya turun temurun. Pada kondisi ini mereka perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Di lain pihak, bagian masyarakat yang lebih maju mengalami kendala dalam pelancaran produksi, distribusi sarana produksi maupun hasil pertanian, sedangkan alsintan belum menjangkau secara luas sehingga harga relatif mahal. Baik jenis, jumlah dan mutunya sangat tergantung pada perkembangan permintaan.

Dengan mengetahui kondisi di atas serta mengikuti proses perkembangan teknologi dan kebutuhan produksi nasional, alsintan berfungsi mendukung produksi di berbagai tingkat usaha. Namun dalam proses pengembangannya harus

didukung pula pembenahan SDM,

kelembagaan, pembiayaan, infrastruktur dan regulasi. Hal ini yang akan memberi peluang pada kemajuan pertanian. Dalam pertanian bertarap maju, alsintan harus dipersiapkan menunjang produksi yang efisien, modern, produktif, berdayasaing, menguntungkan dan bernilai tambah (Gambar 2).

Gambar 2. Konsep pengembangan alat dan mesin pertanian

STRATEGI PENGEMBANGAN

ALSINTAN

Optimalisasi pemanfaatan alsintan untuk mendukung empat target utama pembangunan pertanian dilakukan melalui tiga strategi yaitu : 1. Penyediaan alsintan sesuai dengan kebutuhan serta standar dan spesifik lokasi 2. Peningkatan pengawasan jenis, jumlah dan

mutu alsintan serta suku cadangnya. 3. Pembinaan dan pengembangan

kelemba-gaan UPJA dan bengkel alsintan.

KESIMPULAN

1. Alsintan dibutuhkan di berbagai fase kegiatan usaha peternakan ruminansia.

2. Pengembangan alsintan mengikuti perkembangan teknologi peternakan sejak hulu sampai hilir.

3. Pengembangan alsintan untuk masa yang akan datang harus dipertimbangkan berdasarkan permintaan, prototipe dan harga.

DAFTAR PUSTAKA

BAMUALIM, A., KUSWANDI, A. AZAHARI dan B.

HARYANTO. 2008. Sistem usahatani

tanaman-ternak. Dalam: Sistem Integrasi Tanaman Pangan-Ternak Bebas Limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor. hlm. 19 – 33.

Lingkungan strategis - Domestik

- Internasional

Kondisi saat ini

belum optimal Proses pengembangan

- Jumlah, mutu dan jenis - Harga relatif mahal

- Pengetahuan dan keterampilan - Distribusi - Kultur - Sosial-ekonomi Dukungan - SDM - Kelembagaan - Pembiayaan - Infrastruktur - Regulasi Pertanian Maju - Efisiensi - Moderen - Produktif - Daya saing - Pendapatan - Nilai tambah

(9)

HANDAKA, A. HENDRIADI dan T. ALIHAMSYAH. 2009. Perspektif Pengembangan Mekanisasi Pertanian dalam Sistem Integrasi Ternak -Tanaman Berbasis Sawit, Padi dan Kakao. Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan SITT. Bogor, 10 Agustus 2009.

RATNANI,Y. 2002. Proses Produksi Pakan Ternak.

Ghalia Indonesia. Bogor.

SUDARYANTO, B., T. SUHENDRATA dan E.

KUSHARTANTI 2009. Dinamika dan keragaan

sistem integrasi ternak tanaman berbasis padi

di Propinsi Jawa Tengah. Makalah disampaikan dalam Workshop Nasional Dinamika dan Keragaan SITT. Bogor, 10 Agustus 2009.

WIDODO, T.W., A. ASARI dan A. NURHASANAH.

2008. Teknologi pemanfaatan limbah ternak untuk biogas. Dalam: Sistem Integrasi Tanaman Pangan-Ternak Bebas Limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor. hlm. 34-38.

Gambar

Gambar 1. Hubungan integrasi ternak- tanaman-petani-tanah (H ANDAKA  et al., 2009)
Gambar 3. Fermentor untuk perbaikan mutu pakan
Gambar 6. Mesin penghancur  Gambar 7. Mesin penyaring  Gambar 8. Mesin granulasi  Sumber: H ANDAKA  et al
Gambar 10. Instalasi pengolahan kotoran ternak menjadi biogas dan pemanfaatannya (W IDODO  et al., 2008)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Pengolahan Data Mahasiswa dan Siswa yang Kerja Praktek dan Penelitian (Studi Kasus di Balai Pengembangan Pembibitan Ternak Sapi Perah (BPPT-SP) Cianjur) adalah aplikasi

Pemberdayaan Peran Wanita Pedesaan Dalam Pengembangan Ternak Ayam

Peran Masyarakat, Departemen Perindustrian dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Industri Tekstil dan Pertanian Berbasis Rami (lanjutan). Pelaku

Kajian Pengembangan Kawasan Ternak Ruminansia di Kabupaten Deli Serdang kode lelang 1203549 , maka dengan ini kami mengundang Saudara untuk dapat hadir dalam acara

Dengan demikian dipandang perlu untuk dilakukan suatu kajian tentang potensi pakan asal limbah tanaman pangan dan daya dukungnya terhadap populasi ternak ruminansia

limbah dan hasil ikutan industri pengolahan tandan buah sawit yang dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu : solid decanter, bungkil inti sawit atau PKC (Palm

Badan Ketahanan Pangan terus melakukan upaya untuk mendorong diversifikasi pangan antara lain melalui: (1) Pengembangan produk melalui peran industri pengolahan untuk

Usaha produksi tanaman hortikultura memiliki potensi beragam dalam hal menghasilkan bahan baku pakan bagi ternak ruminansia. Potensi ini ditentukan oleh dua hal yaitu 1)