PROGRAM KERJA TAHUN 2014,
ISU STRATEGIS DAN PROGRAM
PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO Disampaikan pada:
PEMBAHASAN
II. KINERJA INDUSTRI AGRO
IV. ISU-ISU STRATEGIS
III. PROGRAM KERJA TAHUN 2014
V. PROGRAM PRIORITAS VI. PENUTUP
I. LATAR BELAKANG
I. LATAR BELAKANG
 Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam
yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan, perkebunan dan kehutanan, produksi minyak sawit mentah (CPO dan CPKO) pada tahun 2012 lebih dari 25 juta ton, kakao sekitar 0,8 juta ton dan karet sekitar 3 juta ton.
CPO & CPKO (25,5 juta ton)
No.1 di Dunia
Pulp & Kertas (16,8 juta ton) No. 9 di Dunia Karet (3,04 Juta Ton) No.2 di Dunia Rotan (143 ribu Ton) No.1 Di Dunia Kakao (0,8 juta ton) No.3 di Dunia Kelapa (3,3 Juta Ton) No. 1 Di Dunia Kopi (750 Ribu Ton) No. 3 di Dunia Teh (136 ribu Ton) No.9 di Dunia Gula (5,6 Juta Ton) No.3 di Dunia
 Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di
dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi yang terbatas, seperti (data tahun 2012):
Tepung Terigu
(Impor 480 ribu ton) (Impor 2 jutaTon) Susu
Daging Sapi (Impor 40 ribu ton)
I. LATAR BELAKANG
 Pemanfaatan SDA sebagai bahan baku industri agro akan mempunyai efek
berganda yang luas, seperti : 1). penguatan struktur industri, 2). Peningkatan nilai tambah, 3). pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, 4). pengembangan wilayah industri, 5). proses alih teknologi, 6). perluasan lapangan kerja, 7). penghematan devisa, 8). perolehan devisa, 9). peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
 Potensi yang besar didukung pula oleh bonus demografi Indonesia, dengan
jumlah penduduk 238 juta orang, jumlah masyarakat kelas menengah + 45 juta orang dengan 42% hidup di perkotaan dan pendapatan per kapita + US$ 3.200, yang merupakan potensi tenaga kerja dan pasar di dalam negeri.
A. PERTUMBUHAN INDUSTRI AGRO
LAPANGAN USAHA 2007 2008 2009 2010 2011 2012 TW III 2013 (KUM) 1). Makanan, Minuman dan Tembakau 5,05 2,34 11,22 2,78 9,14 7,74 3,45
2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki -3,68 -3,64 0,60 1,77 7,52 4,19 6,02
3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. -1,74 3,45 -1,38 -3,47 0,35 -2,78 8,20
4). Kertas dan Barang cetakan 5,79 -1,48 6,34 1,67 1,40 -5,26 3,74
5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 5,69 4,46 1,64 4,70 3,95 10,25 3,66
6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,40 -1,49 -0,51 2,18 7,19 7,85 2,80
7). Logam Dasar Besi & Baja 1,69 -2,05 -4,26 2,38 13,06 6,45 10,30
8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9,73 9,79 -2,87 10,38 6,81 6,94 10,04
9). Barang lainnya -2,82 -0,96 3,19 3,00 1,82 -1,00 -4,00
Industri Agro 4,38 1,92 9,17 2,01 7,29 5,18 3,87 Industri Non Migas 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40 6,22 Produk Domestik Bruto (PDB) 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,23 5,83
B. KONTRIBUSI INDUSTRI AGRO
Kontribusi Industri Agro pada PDB Industri Non Migas Tahun 2012 - 2013
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
Kontribusi Industri Agro pada PDB Industri Non Migas Tahun 2012
Industri Agro; 45,43%
Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki; 9,03% Pupuk, Ki-mia & Barang dari karet; 11.80% Semen & Brg Galian bukan logam; 3,42% Logam Dasar Besi & Baja; 1,87% Alat Angk. Mesin & Peralatanny a; 27.81% Barang lainnya; 0,63% TW III Tahun 2013
C. KINERJA EKSPOR INDUSTRI AGRO
Kinerja Ekspor Industri Agro Tahun 2012 - 2013
* Sumber: BPS diolah Kemenperin
2009
2010
2011
2012
2013
(Agustus)
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
27,890.54 17,654.69
22,826.66
19,527.79
7,457.50
Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
3,365.91
8,826.94
13,122.29
25,726.09
5,250.08
Industri Minuman dan Tembakau
496.19
699.13
838.58
1,728.59
1,252.86
Industri Agro
31,752.64 27,180.76
36,787.53
46,982.47
13,960.44
T a h u n
CABANG INDUSTRI
RENCANA AKSI PENGUATAN DAN PENGEMBANGAN KLASTER MENINGKATNYA DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDUSTRI KAKAO INDUSTRI BUAH INDUSTRI KELAPA INDUSTRI TEMBAKAU INDUSTRI KOPI INDUSTRI GULA INDUSTRI HASIL LAUT INDUSTRI KELAPA SAWIT INDUSTRI FURNITURE INDUSTRI KARET INDUSTRI PULP KERTAS KLASTER INDUSTRI OLAHAN SUSU
TERCAPAINYA SASARAN PERTUMBUHAN
12 Klaster Industri Agro
FOKUS
Perpres No. 28 Tahun 2008 “Kebijakan Industri Nasional”
(Industri Agro merupakan Salah Satu Industri Andalan Masa Depan)
 Strategi : Hilirisasi dan Diversifikasi  Fokus : Kebijakan Fiskal dan
Penyediaan Infrastruktur (termasuk Listrik dan Gas Bumi)
 Jangka Panjang :
- Peningkatan R & D dan SDM
- Pengembangan Mesin Pengolahan
B. SISTEM AGROBUSINESS – AGROINDUSTRY
* Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah Bahan Baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambahatau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri
Produktivitas
Industri (UU No. 3/2014)
1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi
di bidang industri hilir agro, melalui promosi investasi dan
pemberian insentif & disinsentif;
2. Meningkatkan daya saing industri agro melalui Fasilitasi
penyediaan infrastruktur baik fisik (seperti pelabuhan, jalan
dan rel KA) maupun non fisik (seperti Pusat Riset dan
sekolah khusus) serta infrastruktur khusus (seperti terminal
kayu dan tangki timbun)
3. Meningkatkan pemanfaatan kapasitas produksi melalui
fasilitasi penyediaan bahan baku, pasokan listrik dan gas
bumi untuk industri agro;
Kualitatif :
4. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor,
melalui pameran/promosi;
5. Mengembangkan keragaman produk seperti diversifikasi
produk bahan baku pangan untuk substitusi tepung
gandum;
6. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan
melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik,
HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro
untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan
lomba desain untuk produk furniture;
7. Mengembangkan R & D baik di bidang teknologi proses,
teknologi produk dan rancang bangun peralatan pabrik.
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...)
( % )
Rata-rata, %
2010
2011
2012
2013
2014
2010-2014
Makanan, Minuman dan Tembakau
6,64 7,92 8,15 8,90 10,40 8,40Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya
1,75 2,75 2,79 3,40 3,70 2,88Kertas dan Barang Cetakan
4,20 4,50 4,80 5,30 5,50 4,86Tahun
CABANG INDUSTRI
Sumber : Renstra Kementerian Perindustrian
1. Target Pertumbuhan Industri Agro Tahun 2010-2014
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...)
2. Target Perkembangan Nilai Ekspor Industri Agro 2010-2014
Nilai : US$ juta
2010
2011
2012
2013
2014
Industri Hasil Hutan dan Perkebunan
11.464,12 11.905,49 12.363,85 12.839,86 13.334,19 3,85
Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
13.819,69 15.823,55 18.117,96 20.745,06 23.753,09 14,50
Industri Minuman dan Tembakau
2.789,33
3.075,24
3.390,45
3.737,97
4.121,11
10,25
Industri Agro
28.073,14 30.804,28 33.872,26 37.322,89 41.208,39 5,72
Trend, %
2010-2014
T a h u n
CABANG INDUSTRI
Sumber : BPS diolah Pusdatin dan Ditjen Ind. Agro – Kemenperin RI
Sasaran Pengembangan (lanjutan ...)
D. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2014
ANGGARAN (Rp.)
PROGRAM REVITALISASI DAN PENUMBUHAN INDUSTRI AGRO 268.303.300.000
Pusat 250.803.300.000 Dekon 17.500.000.000
1 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Hasil Hutan dan Perkebunan 36.918.300.000
Pusat 31.418.300.000 Dekon 5.500.000.000
2 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Minuman dan Tembakau 43.018.300.000
Pusat 39.518.300.000 Dekon 3.500.000.000
3 Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan 139.835.400.000
Pusat 135.335.400.000 Dekon 4.500.000.000
4 Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro 48.531.300.000
Pusat 44.531.300.000 Dekon 4.000.000.000
NO. PROGRAM/KEGIATAN
1. Pengembangan Klaster Industri Agro 2. Revitalisasi Industri Gula
3. Pengembangan Standar (Penyusunan dan Revisi SNI untuk 25 komoditi) 4. Fasilitasi dan Koordinasi Peningkatan Iklim Usaha dan Kerjasama
Internasional
5. Partisipasi Ditjen Industri Agro pada Sidang dan Pameran Dalam Negeri maupun Luar Negeri
6. Bantuan Mesin dan Peralatan Dalam Mendukung Pengembangan Klaster Industri Agro.
7. Fasilitasi dan Koordinasi Penyusunan Program dan Rencana Kerja Ditjen Industri Agro
8. Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Industri Agro
Kegiatan Pusat, meliputi:
NO. PROVINSI 1 Jawa Barat
2 Jawa Tengah
3 Jawa Timur Klaster Industri Berbasis Tebu
4 Sumatera Utara Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) 5 Lampung Klaster Industri Pengolahan Kopi 6 Riau
7 Sulawesi Utara Klaster Industri Pengolahan Kelapa 8 Sulawesi Selatan Klaster Industri Pengolahan Kakao 9 Sulawesi Tengah Klaster Industri Pengolahan Kakao 10 Kalimantan Timur Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) 11 Nusa Tenggara Barat Klaster Industri Pengolahan Tembakau 12 Maluku Klaster Industri Pengolahan Hasil Laut 13 NAD Klaster Industri Pengolahan Kopi 14 Sumatera Barat Klaster Industri Pengolahan Kakao 15 Sumatera Selatan Klaster Industri Pengolahan Kopi 16 Bali Klaster Industri Pengolahan Kopi 17 Kalimantan Barat Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) 18 Kalimantan Tengah Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) 19 Sulawesi Tenggara Klaster Industri Pengolahan Kakao 20 Papua Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) 21 Jambi Klaster Industri Berbasis Karet
KLASTER
Klaster Industri Pulp dan Kertas dan Pengolahan Buah Klaster Industri Pengolahan Kayu dan Pengolahan Susu
Klaster Industri Berbasis MSM (CPO) & Pengolahan Kelapa
Program dan Kegiatan Tahun 2014 (lanjutan ...)
NO. PROVINSI 22 Bengkulu
23 Bangka Belitung 24 Kepulauan Riau 25 Banten
26 D.I. Yogyakarta Pengembangan Industri Furniture 27 Kalimantan Selatan
28 Gorontalo
29 Sulawesi Barat Pengembangan Industri Rotan 30 Nusa Tenggara Timur
31 Maluku Utara
32 Papua Barat Pengembangan Industri Pakan Ternak
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan
INDUSTRI UNGGULAN
Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Industri Agro Unggulan
NAD Sumut Kep. Riau Riau Sumbar Bengkulu Lampung Banten Jambi Babel Sumsel Jabar DKI Jakarta Jateng Jatim DI Yogya Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sultra Papua Maluku Utara NTT NTB Bali Maluku Klaster Kelapa
Klaster Ikan/Rumput Laut Klaster CPO Klaster Kakao Klaster Kakao Klaster CPO dan Kelapa Klaster Tembakau Klaster Gula
Klaster Susu & Furniture Klaster Buah &
Kertas Klaster Kopi Klaster CPO Klaster Kopi Klaster Kakao Klaster Karet Papua Barat Klaster CPO
IV. ISU-ISU STRATEGIS
PENGEMBANGAN INDUSTRI
AGRO
A. ISU-ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
1. Masih adanya permasalahan klasik yang hingga kini belum tuntas, seperti terbatasnya infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik dan gas bumi) yang berdampak pada biaya logistik dan distribusi, serta akses terhadap bahan baku.
2. Terganggunya suplai dan meningkatnya harga komoditas pangan dunia akibat dampak gejolak nilai tukar USD. Sementara itu, sebagian besar bahan baku industri agro masih tergantung impor, seperti gandum, gula, kedelai, daging dan susu. Kenaikan harga bahan baku tersebut, tidak mudah untuk diteruskan kepada konsumen, mengingat daya beli konsumen belum mendukung.
3. Konsumen berpendidikan dan berwawasan lebih tinggi sehingga lebih menuntut akan produk-produk agro yang berkualitas tinggi, sehat/aman dan halal dikonsumsi.
4. Terganggunya pemasaran produk industri agro dalam negeri oleh produk ilegal dan produk impor kualitas rendah dengan harga murah.
A. ISU-ISU STRATEGIS PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO
6. Adanya kampanye negatif oleh NGO asing terhadap produk turunan minyak sawit dan pulp kertas di Eropa dan Amerika Serikat.
7. Ketergantungan terhadap mesin/peralatan dari impor, sehingga meningkatkan biaya inventory peralatan (spare part) dari impor.
8. Adanya hambatan non tarif barrier di beberapa negara tujuan eksor antara lain sertifikasi eko label.
9. Semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam sebagai akibat dari tidak dilakukannya reboisasi secara optimal serta adanya konversi lahan hutan alam menjadi perkebunan dan pertambangan.
PERHATIAN KHUSUS :
DAMPAK AKAN MULAI DIBERLAKUKANNYA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC/MEA) TAHUN 2015
25
B. UPAYA-UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
1. Memperkuat struktur industri dengan mendorong investasi melalui hilirisasi agro, melalui promosi investasi dan usulan pemberian insentif untuk investasi di bidang industri agro tertentu maupun di daerah tertentu, serta disinsentif (BK Kakao dan CPO, dan larangan ekspor bahan baku rotan).
2. Mengurangi beban biaya logistik dan distribusi, dengan berpartisipasi aktif mengusulkan perbaikan infrastruktur (seperti pelabuhan dan jalan) dan efisiensi pelayanan (jasa pelabuhan, transportasi).
3. Mengurangi ketergantungan impor dan kurangnya bahan baku industri agro, dengan fasilitasi dan koordinasi dengan instansi terkait (sektor on
farm) untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi on farm, mendorong
pengintegrasian antara hulu dengan hilirnya, pembatasan ekspor produk primer, serta diversifikasi penggunaan bahan baku alternatif produk agro. 4. Meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri dan ekspor, melalui
B. UPAYA-UPAYA YANG SUDAH DILAKUKAN
5. Meningkatkan mutu produk industri agro dengan melakukan pelatihan/workshop cara produksi yang baik, HACCP serta meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib. Di samping itu, melakukan lomba desain untuk produk furniture;
6. Meningkatkan produktivitas SDM dan R & D industri agro, baik di bidang teknologi proses, produk dan manajemen, untuk efisiensi dan peningkatan daya saing industri agro.
7. Untuk mencegah masuknya produk ilegal makanan dan minuman, diusulkan agar impor produk mamin wajib melalui jalur merah, mengefektifkan pengawasan early warning dan peningkatan pengawasan barang beredar.
8. Untuk mengantisipasi adanya hambaran non tarif barrier (sertifikasi eko label), industri pengolahan kayu perlu didorong untuk penerapan Standar Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
V. PROGRAM PRIORITAS INDUSTRI
AGRO
Industri Tekstil, Pakaian jadi dan
alas kaki Peningkatan Daya Saing Industri Berbasis SDM, Pasar Domestik & Ekspor Industri mesin perkakas/ peralatan pabrik Industri elektronika konsumsi dan peralatan telekomunikasi Industri kendaraan bermotor Industri perkapalan Industri gula berbasis tebu Hilirisasi Industri Hilir Berbasis Agro, Migas dan Bahan Tambang
Mineral hilir kelapa Industri sawit Industri hilir kakao hilir karet Industri furnitureIndustri
Industri
petrokimia Industri pupuk logam dasar Industri
Pengemba-ngan Industri
Kecil dan Menengah
Fesyen Kerajinan Animasi dan Konten Multimedia
B. PROGRAM PRIORITAS DITJEN INDUSTRI AGRO
STRATEGI
HILIRISASI INDUSTRI AGRO
- KELAPA SAWIT
- KAKAO
-FURNITUR/ROTAN
-GULA
TUJUAN
1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH 2. MEMPERKUAT STRUKTUR
INDUSTRI
3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA 4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA
Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong pengembangan industri hilir yang menggunakan bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
1. Perpres No. 28/2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
2. Inpres No. 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional 3. Permenperin Tahun 2010 tentang Roadmap Pengembangan Industri
LATAR BELAKANG
• Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang
Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical.
• Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam
negeri sebagai bahan baku industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan biodiesel.
KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT
No Uraian Satuan 2008 2009 2010 2011 2012 2013* 1 Investasi Trilyun Rupiah 22.8 23.3 25.4 26.3 27.8 27.8
2 Jumlah Unit Usaha Unit 78 81 85 89 93 95
3 Kapasitas Produksi
Minyak Goreng Sawit Ton 22.300.000 25.400.000 26.500.000 27.200.000 28.000.000 28.500.000
Oleokimia Ton 2.390.000 2.430.000 2.520.000 2.650.000 2.700.000 2.800.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 5.250.000 5.300.000 5.590.000 5.600.000 5.670.000 5.700.000
4 Produksi
Minyak Goreng
Sawit Ton 1.400.000 1.552.000 1.650.000 17.300.000 17.400.000 17.450.000
Oleokimia Ton 1.105.000 1.150.000 1.195.000 1.250.000 1.300.000 1.350.000 Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.485.000 2.550.000 2.685.000 2.750.000 2.800.000 2.850.000
5 Konsumsi
Minyak Goreng
Sawit Ton 3.550.000 4.750.000 4.875.000 5.350.000 5.500.000 5.575.000
Oleokimia Ton 225.000 235.000 240.000 245.000 250.000 260.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 695.000 715.000 728.000 735.000 750.000 763.000
6 Ekspor
Minyak Goreng
Sawit Ton 9.350.000 10.150.000 10.850.000 11.350.000 11.900.000 12.050.000
Oleokimia Ton 1.005.000 1.010.000 1.015.000 1.030.000 1.050.000 1.070.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.010.000 2.018.000 2.020.000 2.035.000 2.050.000 2.065.000
7 Impor Ton
 Tax Allowance untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di
Daerah-Daerah Tertentu
(PP 1 tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011) untuk Seluruh Lingkup Bidang Usaha Industri Hilir Kelapa Sawit
 Industri Hilir Kelapa Sawit tertentu (yang dianggap pioneer) dapat memperoleh insentif Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan.
 Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk
Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 76 tahun 2012).
1. Pemberian Insentif Investasi
2. Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya (PMK 75 Tahun 2012)
 Restrukturisasi Bea Keluar (BK) CPO dan produk turunannya diperlukan untuk : Menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit bagi industri domestik; Mengamankan pasokan serta harga minyak goreng di dalam negeri;
Mendukung Program Nasional Hilirisasi Industri Kelapa Sawit  Prinsip Restrukturisasi:
BK CPO & CPKO dikenakan setelah produsen CPO memperoleh keuntungan, (Batas bawah dikenakan BK CPO adalah pada saat harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton, sementara biaya produksi CPO sekitar US$ 500/ton).
Tarif Bea Keluar produk Hilir lebih rendah daripada produk hulunya, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri turunan MSM yang lebih hilir di dalam negeri.
Tarif BK Minyak Goreng cukup rendah, dengan Tarif Bea Keluar Minyak Goreng Kemasan lebih rendah daripada Produk Curah mendukung program National
Branding.
Tambahan cakupan produk yang dikenakan Bea Keluar untuk produk
3. Pengembangan Kawasan Industri
 Fasilitasi dan Koordinasi Pengembangan Kawasan Industri Sei Mangkei (Sumatera Utara), Dumai – Kuala Enok (Riau) , dan Maloy (Kalimantan Timur)
 Pendirian Pusat Inovasi Industri Hilir Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei Sumut.
4. Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign
Partisipasi aktif dalam Promosi Investasi dan Anti Negative Campaign serta follow up/fasilitasi calon investor potensial (Dalam dan Luar Negeri) di bidang usaha Industri Hilir Kelapa Sawit.
1. Utilisasi kapasitas produksi industri minyak goreng dalam negeri meningkat dari semula hanya 45% pada tahun 2010 menjadi lebih dari 70% pada tahun 2012.
2. Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (minyak sawit mentah/CPO dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical). Persentase volume ekspor produk hulu dan produk hilir dalam kurun waktu tahun 2007 – 2012 sebagai berikut:
2007 2008 2009 2010 2011 2012
1 Produk Hulu (CPO dan CPKO) 2 Produk Turunan CPO
(Oleofood dan Oleochemical)
Total 100 100 100 100 100 100
48,46 42,20 40,46 39,65 46,72 62,07
PERSENTASE VOLUME EKSPOR (%)
NO. URAIAN
51,54 57,80 59,54 60,35 53,28 37,93
Perusahaan Produk Nilai Investasi Sinar Mas Group Integrated Oleofood/Oleochemical Rp.4,7 Triliun
Musim Mas Group Integrated Oleochemical Rp. 2,2 Triliun
Wilmar Group Integrated Oleochemical /Biodiesel Rp.3,2 Triliun Domba Mas (Bakrie Group) Fatty Acid & Fatty Alcohol USD 180 Juta
PTPN III Kawasan Industri dan Oleokimia Rp. 3 Triliun (partnership)
Salim Ivomas Pratama Oleofood Rp. 1,3 Triliun
Asian Agri Group Oleofood Rp. 1,4 Triliun
Unilever Oleochemical Rp. 1,2 Triliun
Golden Hop Oleofood Rp. 12 triliun
Contoh Beberapa Perusahaan yang Menanamkan Investasinya Di Bidang Industri Turunan CPO
3. Masuknya investasi lebih dari 24 Triliun Rupiah di sektor industri pengolahan minyak sawit (termasuk dalam KBLI 10432, 10490, 10412, 20115), sehingga pemanfaatan CPO sebagai bahan baku cenderung meningkat.
Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia. Diperkirakan 85% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, sisanya dihasilkan oleh Negara lain seperti : Philipina, Vietnam dan negara-negara Asia lainnya.Rotan merupakan bahan baku dari alam yang ramah lingkungan, karena rotan hidup di pepohonan. Jika rotan tumbuh dengan baik artinya hutan lestari, oleh karena itu produk olahan rotan termasuk produk ramah lingkungan (green product).
Industri pengolahan kayu yang berada dibawah binaan Kementerian Perindustrian adalah industri hilir yang mengolah lebih lanjut hasil produksi industri primer hasil hutan, yaitu meliputi industri wood working, furniture kayu dan industri pulp/kertas. Sedangkan industri primer hasil hutan yang mengolah langsung kayu bulat sesuai dengan PP 34 Tahun 2002 merupakan binaan Kementerian Kehutanan.
LATAR BELAKANG
KINERJA INDUSTRI FURNITURE (ROTAN)
NO. KETERANGAN T A H U N 2010 2011 2012 2013 1. Kapasitas Produksi 3.400.000 M 3 3.401.000 M3 3.405.000 M3 3.406.000 M3 2. Produksi 2.000.000 M3 2.200.000 M3 2.300.000 M3 2.305.000 M3 3. Utilisasi 58,82% 64,69% 67,54% 67,67%4. Ekspor 1.4 Milyar USD 1.2 Milyar USD 1.2 Milyar USD 1.25 Milyar USD
5. Unit Usaha 912 912 912 912
6. Investasi Rp. 7.3 Trilyun Rp.7.3 Trilyun Rp. 7.3 Trilyun Rp. 7.3 Trilyun
7. Tenaga Kerja 430.674 432.700 432.700 432.700
1) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku rotan seperti yang diatur Permendag No.35/M-DAG/PER/11/2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Kebijakan ini mengatur tentang rotan yang dilarang ekspor.
2) Khusus untuk mengantisipasi “issue” penumpukan rotan akibat sebagian rotan yang sebelumnya diekspor .
a) Meningkatkan pemanfaatan produk rotan seperti furnitur untuk instansi Pemerintah dengan pengiriman Surat Menteri Perindustrian kepada Kementerian lainnya maupun kepada Gubernur. Selanjutnya surat tersebut sudah ditindaklanjuti dengan surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur dan Bupati/Walikota;
b) Mengembangkan industri pengolahan rotan di daerah sumber bahan baku. Dalam tahap awal, dengan pengadaan meja dan kursi untuk sekolah melalui CSR perusahaan, sedang dipersiapkan pula pengiriman transmigran terampil dari daerah produsen barang jadi ke daerah penghasil bahan baku rotan;
c) Meningkatkan peran resi gudang untuk menampung bahan baku rotan. 3) Telah disusunnya RSNI Furniture sebanyak 2 judul.
4) Telah dilakukannya kajian Feasibility Study (FS) pengembangan industri rotan didaerah sumber bahan baku rotan di Sulawesi Barat.
5) Telah dilakukan pengembangan Disain melalui kegiatan lomba disain furniture yang diikuti oleh 205 desainer serta dilakukan Klinik Disain di sentra industri furniture rotan di Cirebon yang diikuti sebanyak 25 perusahaan dan Klinik Disain di sentra industri furniture kayu di Jepara yang diikuti sebanyak 30 perusahaan.
6) Telah dilaksanakan pelatihan di bidang desain dan teknologi proses produksi furniture di Pidie Aceh (25 orang), Katingan Kalimantan Tengah (25 orang), Makassar Sulawesi Selatan (25 orang), Palu Sulawesi Tengah (25 orang), Sukoharjo Jawa Tengah (45 orang) dan Mamuju Sulawesi Selatan (40 orang) sebanyak total 185 orang pengrajin mebel kayu dan rotan.
7) Telah dilakukan promosi dan pameran dalam rangka pengembangan pasar furniture di dalam negeri maupun luar negeri antara lain :
a) The International Furnishing Show IMM di Cologne Jerman; b) High Point Market di North Carolina Amerika Serikat;
c) The China International Furniture Expo di Shanghai China;
d) International Furniture Fair Indonesia (IFFINA) 2013 di Jakarta International Expo; e) Trade Expo Indonesia 2013 di Jakarta International Expo;
f) Pameran Produksi Indonesia 2013 di Bandung Jawa Barat;
g) Pameran Produk Furniture dan Interior di Plaza Industri Kemenperind Jakarta.
LATAR BELAKANG
• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan
di masa mendatang adalah : cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.
• Kapasitas produksi industri pengolahan kakao meningkat
signifikan dari 560.000 ton tahun 2011 meningkat menjadi 660.000 ton (naik 17,8%) dengan kenaikan produksi dari 250.000 ton pada tahun 2011 meningkat menjadi 400.000 pada tahun 2012 (naik 60%).
• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut
mendorong berkembangnya industri hilir cokelat seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.
Sumber : BPS diolah Pusdatin Kemenperin 2013
No. URAIAN SATUAN TAHUN
2008 2009 2010 2011 2012 2013* 1. Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 15 15 16 16 18 2. Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.000 4.000 4.300 4.300 4.500 3. Jumlah Investasi Rupiah 1.500.000 1.500.000 1.500.000 2.000.000 3.000.000 3.500.000 Juta 4. Kapasitas Ton 345.000 345.000 345.000 560.000 660.000 720.000 5. Produksi Ton 163.483 125.000 150.000 250.000 400.000 520.000 6. Utilisasi % 47,4 36,2 43,5 44,6 60,6 72,22 7. Ekspor Volume Ton 120.048 81.992 126.000 224.000 178.275 190.155 Nilai US$.000 387.782 295.103 453.600 806.400 551.814 603.514 8 Impor Volume Ton 12.541 10.102 10.607 11.137 19.827 20.435 Nilai US$.000 16.481 19.398 20.368 21.368 93.534 95.728
* Untuk tahun 2013, data mulai dari periode Januari s/d Oktober 2013
1. Insentif Fiskal Industri Pengolahan Kakao
 Tax Allowance untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu (PP 1
tahun 2007 jo PP 62 tahun 2008 jo PP 52 tahun 2011)
 Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau
Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 176 tahun 2009)
 Industri kakao dapat memperoleh insentif investasi Tax Holiday sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan dengan persyaratan merupakan industri pionir, rencana penanaman modal Rp. 1 Trilyun dan telah berproduksi secara komersial.
2. Kebijakan Bea Keluar
Dasar Hukum: PMK No. 67 Tahun 2010 Jo PMK No 75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar telah mendorong pengembangan industri kakao olahan dalam negeri dan peningkatan kapasitas produksi dan investasi. Ekspor biji kakao dikenakan Bea Keluar mulai April 2010.
3. Pencanangan Kebangkitan Industri Kakao dan Cokelat Nasional di Bandung, dengan diresmikannya 14 industri pengolahan kakao dan cokelat (8 industri mengalami perluasan, 1 industri baru dan 5 industri beroperasi kembali).
4) Pencanangan Hari Kakao Indonesia yang ditetapkan pada setiap tanggal 16 September 2013.
5) Bantuan mesin dan peralatan industri pengolahan cokelat di Padang Pariaman (Sumatera Barat), dan Palu (Sulawesi Tengah).
6) Pelaksanaan Cocoa Day Tahun 2013 di Mall Taman Anggrek Jakarta. 7) Penyusunan Rancangan SNI Cokelat dan Produk-Produk Cokelat 8) Penyusunan RSKKNI Industri Pengolahan Kakao bidang produksi.
9) Fasilitasi dan sinkronisasi pengembangan klaster industri pengolahan kakao.
10)Peningkatan konsumsi kakao nasional per kapita per tahun sebesar 40% dari 250 gr tahun 2012 menjadi 350 gram tahun 2013.
11)Pelatihan Pengolahan Cokelat kepada 36 calon wirausaha baru
12)Bantuan mesin dan peralatan pengolahan cokelat di Balai Diklat Industri Makasar Sulawesi Selatan dalam rangka penguatan SDM industri pengolahan cokelat.
13)Pengawasan Peredaran Cocoa Shell Powder dalam rangka penerapan SNI Wajib Kakao Bubuk.
14)Peresmian PT. Barry Callebaut Comextra Indonesia di Makasar dan PT. Cargill Indonesia di Surabaya
15)Indonesia menjadi tuan rumah sidang ICCO sidang ke-87 di Bali.
1. Penurunan ekspor biji kakao dan peningkatan ekspor kakao olahan
• Ekspor biji kakao Jan-Mei 2012 mengalami penurunan sebesar 29,9% dibandingkan dengan ekspor tahun 2011, dari 97,3 ribu ton menjadi 74,9 ribu ton • Ekspor Kakao Olahan Jan-Mei 2012 mengalami peningkatan sebesar 38,3%
dibandingkan dengan ekspor tahun 2011, dari 55,6 ribu ton menjadi 90,3 ribu ton.
2. Penurunan impor kakao olahan menurun sebesar 1,32% pada tahun 2012 dibanding tahun 2011 ini dikarenakan biji kakao dalam negeri sudah mulai terserap industri hilir kakao sebesar 22,42% pada tahun 2012 dibanding tahun 2011 .
2. Beroperasinya 5 (Lima) industri pengolahan kakao yang sudah mati suri yaitu PT. Effem Indonesia, PT. Jaya Makmur Hasta, PT. Unicom Kakao Makmur Sulawesi, PT. Davomas Abadi, dan PT. Maju Bersama Cocoa Industries.
2. Meningkatnya kapasitas produksi 8 (Delapan) industri pengolahan kakao dan cokelat yaitu PT. General Food Industry, PT. Bumitangerang Mesindotama, PT. Cocoa Ventures Indonesia, PT. Tedja Sekawan, PT. Kakao Mas Gemilang, PT. Gandum Mas Kencana, PT. Frey Abadi Indotama, dan PT. Sekawan Karsa Mulia yang semula 188.875 ton menjadi 281.950 ton.
LATAR BELAKANG
• Revitalisasi industri gula 2010-2014 merupakan salah satu program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dengan target tercapainya swa-sembada gula nasional pada 2014.
• Pada tahun 2014 diharapkan produksi gula nasional mencapai 5,7 juta ton terdiri dari 2,96 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) dan 2,74 juta ton Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang akan diperoleh dari pembenahan PG existing (revitalisasi off-farm) yang didukung revitalisasi on-farm (intensifikasi perkebunan tebu yang ada) dengan kontribusi 3,57 juta ton serta pembangunan perkebunan tebu baru (ekstensifikasi lahan) dan pembangunan PG baru dengan target 2,13 juta ton.
• Dasar hukum Kementerian Perindustrian melaksanakan program revitalisasi industri gula yaitu INPRES No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
(Ton/Ha) (Ton) (Ton/Ha) Jawa : PTP Nusantara IX (Persero) 33,922.0 2,284,067 67.3 7.58 173,046.0 5.1 PTP Nusantara X (Persero) 73,738.3 5,752,221 78.0 8.31 478,004.1 6.5 PTP Nusantara XI (Persero) 70,860.5 5,618,453 79.3 8.04 451,988.6 6.4 PT RNI 57,926.8 4,503,131 77.7 8.23 370,570.5 6.4 PT PG Madu Baru 7,100.0 520,000 73.2 7.40 38,496.0 5.4 PT Kebon Agung 31,290.5 2,226,317 71.1 7.60 169,295.0 5.4 PT IGN 2,491.0 171,490 68.8 7.24 12,410.0 5.0 PT Pakis Baru 7,500.0 550,000 73.3 7.50 41,250.0 5.5 Jumlah BUMN 236,447.6 18,157,872 76.8 8.12 1,473,609.2 6.2 Jumlah Swasta 48,381.5 3,467,807 71.7 7.54 261,451.0 5.4 Total Jawa 284,829.1 21,625,679 75.9 8.02 1,735,060.2 5.9 Luar Jawa PTP Nusantara II (Persero) 9,415.8 655,447 69.6 6.41 41,992.8 4.5 PTP Nusantara VII (Persero) 26,792.3 1,904,199 71.1 7.81 148,705.6 5.6 PG Bone *) 3,850.5 209,166 54.3 6.30 13,177.5 3.4 PG Camming 4,540.5 203,535 44.8 7.34 14,939.3 3.3 PG Takalar 3,398.7 147,812 43.5 5.50 8,135.4 2.4 PT Gunung Madu Plantations 26,358.7 2,071,027 78.6 9.21 190,842.3 7.2 PT Sugar Group 62,224.8 4,629,900 74.4 9.20 425,950.8 6.8 PT PG Gorontalo 7,770.0 563,889 72.6 7.20 40,600.0 5.2 PT Pemuka Sakti Manis Indah 10,600.0 837,647 79.0 8.50 71,200.0 6.7 PT LPI (PG. Komering) 11,626.0 820,553 70.6 8.52 69,931.0 6.0 Jumlah BUMN 47,997.8 3,120,159 65.0 7.27 226,950.5 4.7 Jumlah Swasta 118,579.5 8,923,016 75.2 8.95 798,524.1 6.7 Total Luar Jawa 166,577.3 12,043,175 72.3 8.51 1,025,474.6 5.8 Jumlah BUMN 284,445.5 21,278,031 74.8 7.99 1,700,559.7 5.6 Jumlah Swasta 166,961.0 12,390,823 74.2 8.55 1,059,975.1 6.3 Total Indonesia 451,406.5 33,668,854 74.6 8.20 2,760,534.8 5.9
Tebu Hablur (GKP)
Produkti-vitas Produksi Produkti-vitas
Perusahaan/Pabrik Gula Luas (Ha) Produksi
(Ton)
Rende- men(%)
Sumber : Dewan Gula Indonesia tahun 2013
KINERJA INDUSTRI GULA 2013
Luas Ren
Areal Jumlah demen Jumlah
(Ha) (Ton) (%) (Ton)
JAWA PTP Nusantara IX (Persero) 32.917,8 2.191.467,9 66,6 7,46 163.519,9 4,97 PTP Nusantara X (Persero) 73.758,1 6.271.546,6 85,0 7,50 515.149,0 6,98 PTP Nusantara XI (Persero) 72.224,6 5.193.927,1 71,9 7,70 400.085,8 5,54 PT RNI Group 57.342,7 4.768.874,0 83,2 7,71 367.572,0 6,41 PT Madu Baru 6.991,9 513.109,0 73,4 7,00 35.917,6 5,14 PT Kebon Agung 31.970,7 2.340.438,8 73,2 7,37 172.394,9 5,39 PT IGN 1.685,7 110.000,0 65,3 6,51 7.161,0 4,25 PT Pakis Baru 7.151,9 505.726,5 70,7 7,19 36.372,8 5,09 Jumlah BUMN 236.243 18.425.816 78,0 7,85 1.446.327 6,12 Jumlah Swasta 47.800 3.469.274 72,6 7,26 251.846 5,27 JUMLAH JAWA 284.044 21.895.090 77,1 7,76 1.698.173 5,98 LUAR JAWA PTP Nusantara II (Persero) 11.028,0 704.006,5 63,8 5,90 41.506,0 3,76 PTP Nusantara VII (Persero) 24.703,0 1.653.800,0 66,9 7,35 121.549,5 4,92 PTP Nusantara XIV (Persero) : 13.500,0 626.117,3 46,4 5,89 36.853,9 2,73 PT Gunung Madu Plantation 26.500,0 2.060.000,0 77,7 8,70 179.220,0 6,76
PT Sugar Group 62.145,0 4.519.247,5 72,7 9,20 415.770,8 6,69
PT Gorontalo 7.938,0 579.595,0 73,0 6,50 37.674,0 4,75
PT Pemuka Sakti Manis Indah 10.906,0 817.950,0 75,0 7,95 65.000,0 5,96 PT Laju Perdana Indah 11.235,1 869.988,3 77,4 7,63 66.380,1 5,91
Jumlah BUMN 49.231,0 2.983.923,8 60,6 6,70 199.909,4 4,06
Jumlah Swasta 118.724,1 8.846.780,8 74,5 8,64 764.044,9 6,44
JUMLAH LUAR JAWA 167.955,1 11.830.704,6 70,4 8,15 963.954,3 5,74
Jumlah BUMN 285.474,2 21.409.739,4 75,0 7,69 1.646.236,1 5,77
Jumlah Swasta 166.524,3 12.316.055,1 74,0 8,25 1.015.891,2 6,10
JUMLAH INDONESIA 451.998,5 33.725.794,5 74,6 7,89 2.662.127,4 5,89
Sumber : Perusahaan-perusahaan Gula diolah di Set.DGI 2012 Perusahaan Gula/PG
Produksi Tebu Produksi Hablur
Ton/Ha Ton/Ha
HAL-HAL YANG SUDAH DILAKUKAN
1. Telah direalisasikan bantuan keringanan pembiayaan mesin/peralatan di 5 Perusahaan Gula yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT. PG Rajawali I dan
PT. PG Rajawali II kepada 46 Pabrik Gula dengan nilai bantuan Rp. 53,3 Miliar.
2. Telah selesai dilakukan Audit Teknologi pada tahun 2013 terhadap 16 PG existing terpilih.
3. Telah dilaksanakannya groundbreaking PG Glenmore dengan kapasitas 5.000 TCD expandable 8.000 TCD di Banyuwangi – Jawa Timur.
4. Telah dilaksanakannya Konsultasi Bimbingan Sistem Manajemen Mutu pada tahun 2013 terhadap 16 PG eksisting terpilih.
5. Telah dilaksanakannya Fasilitasi Penerapan Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000:2008 terhadap 46 PG BUMN.
USULAN KEBIJAKAN UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO
1. Optimalisasi Insentif Fiskal: Tax Holiday, Tax Allowance, BMDTP, Pembebasan PPnBM, Bea Masuk;
2. Optimalisasi pemanfaatan pasar Amerika dan Jepang yang mulai pulih terutama untuk consumer goods dan mencari pasar-pasar tujuan ekspor baru, misalnya Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Latin;
3. Peningkatan upaya pengendalian impor melalui kebijakan non-tariff barrier, seperti: penerapan SNI Wajib terhadap industri agro, serta mengoptimalkan instrumen anti dumping dan safeguards;
4. Dalam mendukung Program Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), diperlukan adanya sanksi yang tegas kepada unit kerja dalam instansi pemerintah/BUMN/swasta yang tidak memenuhi persyaratan komponen lokal yang dipersyaratkan sehingga penerapan P3DN dapat lebih maksimal.
5. Prioritas penyediaan infrastruktur, terutama dalam mendukung pusat-pusat pertumbuhan industri, seperti percepatan pembangunan perluasan pelabuhan dan jaringan transportasi, baik kereta api maupun jalan tol;
7. Jaminan pasokan gas dan listrik untuk kebutuhan industri dalam negeri, baik sebagai bahan baku maupun energi;
8. Barang dan Jasa Termasuk EPC (Engineering Procurement Construction) Dalam Negeri Yang Sudah Proven, Wajib Dipakai oleh Proyek-proyek Pemerintah dan BUMN;
9. Perjanjian Kerjasama Internasional yang dititikberatkan pada Peningkatan Investasi; 10. Perumusan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (RSKKNI)
industri makanan, minuman dan tembakau serta industri hasil hutan dan perkebunan;
11. Pemberlakuan penerapan secara wajib SNI dan pertimbangan teknis untuk 109 produk industri (makanan dan minuman);
12. Pemberian insentif untuk industri hijau, khususnya penggunaan teknologi ramah lingkungan bagi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), serta industri yang menghasilkan produk ramah lingkungan (eco product) pada industri agro.
PENUTUP
1. Pertumbuhan industri agro yang sebagian besar merupakan produk “consumer goods” diprediksikan akan tetap baik dan masih menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas, didukung oleh kuatnya permintaan di dalam negeri yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya konsumen kelas menengah di dalam negeri.
2. Namun dengan semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri juga menjadi daya tarik dan menimbulkan ancaman masuknya produk agroindustri dari negara lain, oleh karena itu diperlukan upaya-upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing produk agroindustri, dengan mengatasi permasalahan-permasalahan seperti infrastruktur, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja disertai tuntutan kenaikan upah, iklim investasi dan teknologi, serta kondisi kelembagaan birokrasi.