1
PEMANFAATAN MODEL WRF-ARW UNTUK VERIFIKASI
HUJAN HARIAN DI WILAYAH MAKASSAR
Meiske Caesaria Soemarno
1), Bagus Pramujo
2),
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
1), Tangerang Selatan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta
2)email : meiskecaesaria33@gmail.com
Abstrak
Hujan lebat merupakan kondisi cuaca yang paling sering terjadi di wilayah Makassar dibandingkan dengan fenomena kejadian cuaca lainnya. Model WRF-ARW diharapkan dapat digunakan dalam membuat prakiraan hujan harian di wilayah ini guna menunjang prakirawan dalam pembuatan prakiraan cuaca. Untuk mendapatkan hasil prediksi cuaca yang baik, sebelumnya dilakukan verifikasi terhadap kinerja model ini untuk mengetahui seberapa akurat kemampuan model WRF-ARW di wilayah tersebut.Verifikasi ini dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam pembuatan prediksi hujan harian dibeberapa titik di wilayah sekitar Makassar dengan cara membandingkan hasil prediksi model terhadap hasil observasi. Perbandingan ini dilakukan secara spasial dan verifikasi akan dilakukan dengan melakukan perhitungan POD, FAR, TS dan Bias. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data GFS dan observasi pada bulan Februari, April, dan November tahun 2015. Setelah dilakukan verifikasi, didapatkan hasil bahwa stasiun meteorologi Hasanuddin Makassar merupakan wilayah dengan hasil nilai POD, FAR, TS, dan Bias paling baik selama bulan-bulan penelitian. Namun secara kuantitatif model WRF-ARW belum dapat menghasilkan prediksi yang akurat karena masih mengalami perbedaan curah hujan yang signifikan jika dibandingkan dengan hasil observasi.
Kata Kunci: Hujan, Verifikasi, Observasi, Prediksi, WRF-ARW
Abstract
Heavy rainfall is weather conditions that most often occurs in comparison with other weather phenomena incident at Makassar region.WRF-ARW model is expected to be used in making forecasts of daily rainfall in this region in order to support a forecaster in making weather forecasts. To get the good weather forecast, previously carried out a verification performance of the model at some point in the Makassar to know how accurate the WRF-ARW model capabilities in the region. This verification is done both qualitatively and quantitatively in the manufacture of daily rainfall predictions at some point in the region around Makassar by comparing the results of model predictions against the results of observation. This comparison will be made spatially and verification will be done by calculating the POD, FAR, TS and Bias. The data used in this research is data GFS and observation in February, April, and November 2015. After verification, showed that the meteorological station Hasanuddin Makassar is the region with the results of POD, FAR, TS, and Bias best during the months of research. However, quantitative models WRF-ARW can not produce accurate predictions because they experienced significant rainfall differences when compared with the results of observation.
2
I.
PENDAHULUAN
Wilayah Makassar berada dikoordinat 119° Bujur Timur dan 5°48’Lintang Selatan. Di wilayah ini hujan lebat merupakan kondisi cuaca yang paling sering terjadi dibandingkan dengan fenomena kejadian cuaca lainnya. Oleh karena itulah pada penelitian ini akan dilakukan kajian untuk memprediksi pola hujan di wilayah Makassar dengan menggunakan model cuaca Weather
Research Forecasting (WRF). WRF-ARW
merupakan salah satu model NWP yang saat ini sedang dikembangkan dan banyak digunakan merupakan model generasi lanjutan sistem simulasi cuaca numerik skala meso yang didesain untuk melayani simulasi operasional dan kebutuhan penelitian atmosfer.
Dalam prediksi hujan menggunakan model ini diperlukan suatu verifikasi. Verifikasi ini bertujuan untuk melihat keakuratan WRF-ARW dengan cara membandingkan berbagai hasil parameter cuaca antara data pengamatan observasi dengan model WRF-ARW ini. Oleh karena itulah penelitian ini juga dilakukan verifikasi, apakah model WRF-ARW ini sesuai atau tidak untuk digunakan dalam pembuatan prediksi hujan di wilayah Makassar.
II.
DATA DAN METODE
II.1. DATA
a.
Data GFS
Data GFS (Global Forecast
System) merupakan data global
yang digunakan sebagai input
dalam model cuaca WRF-ARW.
Data GFS yang digunakan adalah
data dengan resolusi 0.5° x 0.5°
yang
diperoleh
dari
situs
http://nomads.ncdc.noaa.gov
b.
Data Observasi
Data observasi yang digunakan
adalah Data Curah Hujan Harian
selama bulan basah atau bulan
hujan yaitu Januari dan Februari
2104, serta bulan transisi yaitu
April dan September 2014 di
beberapa stasiun dan di wilayah
Makassar yang diperoleh dari
Stasiun Klimatologi Maros. Letak
stasiun dan pos-pos hujan yang
datanya digunakan dalam penelitian
ini ditampilkan dalam tabel sebagai
berikut
Tabel 1. Daftar Stasiun dan Pos Hujan di Sulawesi Selatan
Stasiun/
Pos Hujan Bujur Lintang Hasanuddin -5.07083 119.55 Maros -4.98472 119.572 Gowa -5.21667 119.47 Paotere -5.11361 119.42 BBMKG Wilayah IV -5.14889 119.45
II.2. METODE
1. Mengidentifikasi kasus atau fenomena hujan yang terjadi pada bulan basah atau bulan hujan yaitu Januari dan Februari 2104, serta bulan transisi yaitu April dan September 2014 2. Menjalankan program WRF-ARW
dengan cara melakukan downscalling untuk penentuan domain sebanyak dua domain. Domain pertama dengan resolusi 11 km dan domain dua dengan resolusi 3,7 km.
Gambar 1. Domain Penelitian
Melakukan konfigurasi parameterisasi (skema default) yaitu
:
a. Skema Mikrofisik : WSM3 (skema ini dapat memprediksikan tiga kategori yaitu uap, tetes hujan/es, dan hujan/salju).
3
b. Skema Cumuls : Kain Fritsch.3. Menghitung intensitas hujan harian (24 jam) hasil prediksi WRF-ARW dengan cara mengambil rata-rata dari setiap satu kotak grid menggunakan perangkat lunak GrADS.
4. Analisis secara spasial hasil keluaran model WRF-ARW terhadap data observasi. Analisis spasial ini dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi kemudian hasil tampilannya ditampilkan dengan menggunakan aplikasi pengolahan peta 5. Melakukan verifikasi hasil dengan menggunakan perhitngan tabel kontingensi
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1. Perbandingan Hasil Observasi
dan Hasil Perbandingan WRF
Berikut merupakan perbandingan antara hasil observasi dengan hasil prediksi WRF selama bulan Februari, April, dan September tahun 2015. Hasil ini ditampilkan secara spasial menggunakan peragkat lunak aplikasi pengolahan petaGambar 3. Perbandingan curah hujan hasil observasi dan WRF-ARW tanggal 1 Februari
2015
Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa secara kualitatif maupun kuantitatif terdapat perbedaan antara hasil observasi dan WRF-ARW dimana hasil WRF-ARW menunjukkan sebagian besar titik di wilayah penelitian tidak terjadi hujan. Pada hasil observasi wilayah yang tidak terjadi hujan hanya di titik Hasanuddin. Perbedaan kuantitatif secara signifikan terjadi pada wilayah stasiun geofisika Gowa dimana hasil observasi menunjukkan terjadi hujan dengan intensitas sedang,sedangkan pada hasil prediksi WRF-ARW tidak terjadi hujan pada wilayah stasiun geofisika Gowa. Hal yang sama terjadi pada titik BBMKG IV Makassar dimana hasil observasi menunjukkan hujan terjadi dengan intensitas ringan dan hasil prediksi WRF-ARW tidak menunjukkan adanya hujan yang terjadi pada titik tersebut. Dititik stasiun maritim Paotere, stasiun klimatologi maros, hasil prediksi WRF-ARW menunjukkan hasil yang sama dengan hasil observasi yaitu terjadi hujan dengan intensitas ringan. Hasil prediksi WRF-ARW juga menunjukkan persamaan terhadap hasil observasi Hasanuddin dimana tidak terjadi hujan pada hari tersebut.
Gambar 4. Perbandingan curah hujan hasil observasi dan WRF-ARW tanggal 12 April 2015
4
Gambar 4 terlihat beberapaperbedaan antara hasil observasi dan hasil prediksi WRF-ARW. Meskipun secara kualitatif, hasil pediksi WRF-ARW menunjukkan adanya hujan yang terjadi di sebagian besar titik penelitian, namun secara kuanitatif terdapat beberapa perbedaan intesitas curah hujan yang terjadi dititik penelitian. Wilayah BBMKG IV Makassar mengalami perbedaan yang sangat signifikan dari hasil pengamatan observasi dan prediksi WRF-ARW, dimana hasil observasi menunjukkan adanya hujan yang terjadi dengan intensitas lebat yaitu berkisar anatara 50-100 mm/hari, sedangkan hasil dari prediksi WRF-ARW menunjukkan hujan yang terjadi di wilayah tersebut berintensitas ringan. Wilayah-wilayah lainnya seperti stasiun meteorologi Hasanuddin, stasiun geofisika Gowa, dan stasiun maritim Paotere mengalami kesamaan baik dari segi kualititaf maupun kuantitatif antara hasil pengamatan observasi dan hasil WRF-ARW. Pada titik penelitian stasiun klimatologi Maros terdapat perbedaan dikarenakan menurut hasil observasi tidak ada hujan yang terukur pada tanggal 12 April 2015 di wilayah tersebut, sedangkan menurut hasil WRF-ARW diprediksi akan terjadihujan yang turun didaerah itudengan intensitas ringan.
Gambar 5. Perbandingan curah hujan hasil observasi dan WRF-ARW tanggal 30 November
2015
Pada gambar 5 hasil curah hujan tanggal 30 November mengalami perbedaan baik secara kualitatif maupun kuantitaf dihampir seluruh titik penelitian. Dari hasil prediksi WRF-ARW menunjukkan tidak akan terjadi hujan pada semua wilayah penelitian, sedangkan hasil observasi menunjukkan bahwa hanya stasiun klimatologi Maros dan BBMKG IV
Makassar yang tidak terjadi hujan. Stasiun geofisika Gowa mengalami perbedaan yang sangat signifikan karena hasil dari observasi menunjukkan hujan dengan intensitas sedang yaitu berkisar antara 20-50 mm/hari terjadi di wilayah tersebut. Untuk stasiun lainnya yaitu stasiun maritim Paotere dan stasiun meteorologi Hasanuddin juga mengalami perbedaan antara hasil observasi dan hasil prediksi dari WRF-ARW.
III.2. Verifikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil running data WRF-ARW yang kemudian menjadi data prediksi lalu dibandingkan dengan data hasil observasi, maka dilakukan verifikasi untuk mengetahui bagaimana kesesuaian model dalam melakukan prediksi hujan di wilayah-wilayah penelitian. Verifikasi ini menggunakan table kontingensi yang dilakukan selama bulan Februari, April, dan November 2015.
Tabel 2 Hasil perhitungan tabel kontingensi bulan Februari 2015
Pada hasil perhitungan tabel kontingensi bulan Februari 2015 didapatkan hasil bahwa, wilayah dengan nilai POD tertinggi adalah stasiun maritim Paotere dengan nilai 0.57. Hal ini menunjukan bahwa tingkat akurasi model dalam memprediksi hujan sudah baik diantara wilayah penelitian lainnya. Untuk nilai bias, rata-rata di wilayah penelitian nilainya kurang dari 1 (B<1), hal ini menunjukkan bahwa hasil dari prediksi masih underforecast dalam membuat prediksi hujan. Namun untuk nilai Bias yang paling mendekati 1 adalah wilayah stasiun Paotere dengan nilai 0.65. Nilai FAR yang paling sempurna yaitu 0 adalah stasiun meteorologi Hasanuddin. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesalahan model dalam membuat prediksi paling rendah adalah wilayah Hasanuddin. Nilai TS tertinggi yang mendekati 1 adalah stasiun meteorologi Hasanuddin dengan nilai 0.55. Hal ini menunjukkan hasil prediksi model dalam memprakirakan hujan yang paling banyak sesuai adalah wilayah stasiun meteorologi
HASANUDDIN MAROS GOWA PAOTERE BBMKG IV
BIAS 0.55 0.59 0.48 0.65 0.57 POD 0.55 0.50 0.38 0.57 0.52 FAR 0.00 0.15 0.20 0.13 0.08 TS 0.55 0.46 0.35 0.52 0.50 STASIUN FEBRUARI
5
Hasanuddin. Secara keseluruhan wilayahdengan akurasi model terburuk untuk mempediksi kejadian hujan, dan yang menandakan tingkat kesalahan model paling tinggi adalah stasiun geofisika Gowa. Hal ini ditunjukkan dari nilai Bias, POD, FAR dan TS yang paling rendah dibandingkan dengan wilayah peneletian lainnya.
Tabel 3. Hasil perhitungan tabel kontingensi bulan April 2015
Pada hasil perhitungan tabel kontingensi bulan April 2015 didapatkan hasil bahwa, wilayah dengan nilai POD tertinggi yaitu 1 adalah stasiun geofisika Gowa dengan nilai 0.87. Hal ini menunjukan bahwa tingkat akurasi model dalam memprediksi hujan paling baik diantara wilayah penelitian lainnya. Untuk nilai Bias, di wilayah-wilayah penelitian sangat bervariasi, karena terdapat nilai
underforecast maupun overforecast. Namun,
wilayah geofisika Gowa adalah wilayah dengan nilai Bias paling sempurna yaitu 1. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian hasil prediksi sama dengan hasil observasi terbaik adalah wilayah stasiun geofisika Gowa. Nilai FAR yang paling sempurna yaitu 0 adalah stasiun maritim Paotere. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesalahan model dalam membuat prediksi paling rendah adalah wilayah stasiun maritim Paotere. Nilai TS tertinggi yang mendekati 1 adalah stasiun geofisika Gowa dengan nilai 0.76. Hal ini menunjukkan hasil prediksi model dalam memprakirakan hujan yang paling banyak sesuai adalah wilayah stasiun geofisika Gowa.
Nilai Bias dan POD yang paling rendah yaitu stasiun maritim Paotere dengan nilai 0.54. Hal ini menunjukkan model WRF-ARW masih underforecast dalam membuat prediksi kejadian hujan dan tingkat akurasi model dalam membuat prediksi juga masih rendah. Untuk nilai FAR yang paling tinggi adalah wilayah BBMKG IV Makassar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesalahan model dalam membuat prediksi paling tinggi
terjadi di wilayah BBMKG IV Makassar. Selanjutnya, nilai TS yang paling rendah adalah wilayah stasiun maritim Paotere dengan nilai 0.54. Hal ini menandakan bahwa hasil prediksi kejadian hujan dari model banyak yang tidak sesuai dengan hasil observasi di wilayah tersebut.
Tabel 4. Hasil perhitungan tabel kontingensi bulan November 2015
Pada hasil perhitungan tabel kontingensi bulan November 2015 didapatkan hasil bahwa, wilayah dengan nilai POD tertinggi yaitu 1 adalah stasiun meteorologi Hasanuddin dengan nilai 0.6. Hal ini menunjukan bahwa tingkat akurasi model dalam memprediksi hujan paling baik diantara wilayah penelitian lainnya. Untuk nilai Bias, rata-rata wilayah penelitian bernilai underforecast hanya stasiun Hasanuddin yang mempunyai nilai Bias
overforecast. Namun, wilayah stasiun
klimatologi Maros adalah wilayah dengan nilai Bias paling mendekati 1 yaitu bernilai 0.8 . Hal ini menunjukkan bahwa kejadian hasil prediksi sama dengan hasil observasi terbaik terjadi di wilayah stasiun klimatologi Maros. Nilai FAR yang paling baik mendekati 0 adalah stasiun meteorologi Hasanuddin, stasiun klimatologi Maros, dan stasiun geofisika Gowa dengan nilai 0.5. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesalahan model dalam membuat prediksi paling rendah terjadi di ketiga wilayah tersebut. Nilai TS tertinggi yang mendekati 1 adalah stasiun meteorologi Hasanuddin dengan nilai 0.4. Hal ini menunjukkan hasil prediksi model dalam memprakirakan hujan yang paling banyak sesuai terjadi di wilayah stasiun meteorologi Hasanuddin.
Hampir secara keseluruhan wilayah BBMKG IV Makassar merupakan wilayah dengan akurasi terburuk dan wilayah dengan tingkat kesalahan model dalam memprediksi kejadian hujan paling tinggi. Hal ini ditunjukkan dngan nilai POD yang paling rendah yaitu 0, nilai FAR yang paling tinggi yaitu 1, dan nilai TS yang juga bernilai
HASANUDDIN MAROS GOWA PAOTERE BBMKG IV BIAS 1.07 1.08 1.00 0.54 0.90 POD 0.79 0.85 0.87 0.54 0.60 FAR 0.27 0.21 0.13 0.00 0.33 TS 0.61 0.69 0.76 0.54 0.46
APRIL STASIUN HASANUDDIN MAROS GOWA PAOTERE BBMKG IV
BIAS 1.3 0.8 0.7 0.3 0.5
POD 0.6 0.4 0.3 0.1 0.0
FAR 0.5 0.5 0.5 0.7 1.0
TS 0.4 0.3 0.3 0.1 0.0
6
sangat rendah yaitu 0. Namun untuk nilaiBias paling rendah terjadi di wilayah stasiun maritim Paotere, yang bernilai 0.3. hal ini menandakan bahwa hasil dari model masih
underforecast dalam memprakirakan
kejadian hujan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
IV.1 KESIMPULAN
1. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa stasiun Hasanuddin memiliki nilai verifikasi terbaik yang dihitung menggunakan tabel kontingensi, baik pada bulan Februari, April, maupun November 2015.
2. Secara umum, hasil dari model WRF-ARW dibandingkan dengan hasil observasi, menunjukkan nilai yang masih jauh berbeda dalam pembuatan prediksi curah hujan disetiap wilayah penelitian. Oleh karena itu, tingkat keakuratan dari model ini tergolong masih rendah.
IV.2 SARAN
1. Mengacu pada nilai yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan adanya penelitian selanjutnya dengan melakukan uji parameterisasi baik dari skema cumulus maupun microphysic agar didapatkan skema yang cocok untuk memprediksi kejadian hujan di wilayah Makassar dan sekitarnya. 2. Melakukan analisis fisis terkait di
wilayah stasiun meteorologi Hasanuddin dikarenakan memiliki hasil nilai verifikasi di 3 bulan penelitian yaitu bulan Februari, April, dan November 2015.
DAFTAR PUSTAKA
ARW Version 3 Modeling System User’s Guide January 2010
BMKG, 2010, Keputusan No.009 Tentang
Prosedur Standar Operasional
Pelaksanaan Peringatan Dini,
Pelaporan, dan Diseminasi
Informasi cuaca ekstrim, BMKG,
Jakarta.
Childs C., 2004, Interpolating Surface in
ArcGIS Spatial Analyst. ESRI
Educations Services.
Fadianika, A., 2014, Uji Sensitivitas Skema
Parameterisasi Cumulus Untuk
Prediksi Hujan di Wilayah Jawa Timur, STMKG, Jakarta.
Ginting, Sulung, dkk, 2011, Pengaruh
Parameterisasi Kumulus terhadap Simulasi Angin Kencang di Makassar dengan Menggunakan WRF, Institut Teknologi Bandung,
Bandung (ITB), Bandung.
Model Fundamentals,
(http://www.meted.ucar.edu /nwp/ model_fundamentals/
navmenu.php?tab=1&page=1.0.0 , diakses tanggal 19 Januari 2016). Nurpambudi, Ramadhan, 2015, Simulasi
Mesoscla Convective System
Menggunakan Model WRF ARW di Makassar, STMKG, Jakarta.
Pasaribu, J.M., dan Haryani, M.S., 2012,Perbandingan Teknik Interpolasi DEM SRTM dengan Metode Inverse Distance Weighted (IDW), Natural Neighbor, dan SPLINE, Jurnal Penginderaan Jauh
Volume 9 Nomor 2 Desember 2012:126-139, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN.
Pramono, G., 2008, Akurasi Metode IDW dan
Kriging untuk Interpolasi Sebaran
Sedimen Tersuspensi, Forum
Geografi Volume 22 Nomor 1 Juli 2008:97-110.
Ridwan, Kudsi, M., 2011, Parameterisasi
Model Cuaca WRF-ARW Untuk Mendukung Kegiatan Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) di
Sumatera, Sulawesi, dan Jawa,
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta.
Skamarock, William C. et al., 2005, A
Description of the Advanced
Research WRF Version 2, National
Center for Atmospheric Research (NCAR),Colorado.
Tambunan, Nindi, N., 2014, Verifikasi
Pemanfaatan Model WRF-ARW Untuk Prediksi Hujan Harian Di Wilayah Sumatera Utara, STMKG,
Jakarta
Tjasyono, B. 2008. Sains Atmosfer. BMG. Jakarta.
7
Tjasyono, B. 2006. Meteorologi IndonesiaVolume I, Karakteristik danSirkulasi Atmosfer. Badan Meteorologi dan
Geofisika. Jakarta, hal.141-142. Wirjohamidjojo Soerjadi. 2006. Meteorologi
Praktik. BMG. Jakarta.
Zakir, A., Widada, S., dan Mia, K. 2010.
Perspektif Operasional Cuaca
Tropis. Badan Meteorologi