4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Crude Palm Oil (CPO)
Crude Palm Oil adalah minyak kasar yang dihasilkan dengan mengekstrak
tumbuhan kelapa sawit (Elaeis gueneensis Jacq.).CPO diesktraksi dari bagian mesokarp buah sawit secara mekasnis dan fisika di pabrik kelapa sawit (PKS).Banyaknya jumlah ataupun tingginya mutu CPO sangat dipengaruhi dari jenis dan kematangan buah yang di olah (Lubis, 2008).Secara visual, CPO mudah dikenali dengan warna jingga kemerah-merahan karena kandungan karoten yang tinggi berkisar antara 500 – 700 ppm.Selain itu, pada temperatur ruang, wujudnya semi padat dengan 2 fraksi yaitu fraksi cair dan padat yang disebabkan oleh trigliseridanya mengandung komponen utama asam palmitat dan oleat dengan komposisi yang berimbang (Hasibuan, 2012).Di PKS sebelum melakukan proses ekstraksi minyak dengan cara di press menggunakan screw press, buah kelapa sawit terlebih dahulu akan di rebus di sterilizer. Adapun fungsi dari perebusan ini untuk menghomogenkan kematangan buah agar mudah untuk di ekstrak.
Parameter mutu pada CPO adalah suatu hal yang sangat penting untuk dijaga dikarenakan hal ini berdampak pada nilai penjualan CPO tersebut.Dikarenakan hal itu, Pemerintah Indonesia menetapkan SNI 01-2901-2006 sebagai syarat mutu standar CPO.Akan tetapi tidak jarang perusahaan juga menetapkan syarat mutunya sendiri.
Tabel 2.1 SNI 01-2901-2006 Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO)
No. Kriteria Satuan Persyaratan 1. Warna - Jingga
kemerah-merahan 2. Kadar air dan kotoran % 0,5 maks 3. Asam lemak bebas % 5 maks 4. Bilangan yodium gr yodium/100gr 50 - 55
5
Salah satu parameter yang tidak termasuk kedalam SNI 01-2901-2006 yang diterapkan oleh perusahaan adalah nilai deterioration of bleachability
index(DOBI), hal ini dikarenakan pentingnya nilai DOBI untuk proses refinery
CPO seperti untuk menentukan seberapa banyak penambahan bleaching earth dan lama proses yang dibutuhkan dalam pengolahannya (Lin, 2004).
Berbeda dengan SNI 01-2901-2006, PORIM (1995) dan juga Ditjenbun (1997) memasukkan nilai DOBI sebagai standar mutu CPO.
Tabel 2.2 Standar Mutu CPO PORIM (1995) dan Ditjenbun (1997)
No. Parameter Satuan PORIM (PORIM, 1995)
Ditjenbun (1997) 1. Asam Lemak Bebas % 3 – 5 2,5 – 3,5 2. Kadar Kotoran % 0,25 0,15 maks 3. Kadar Air % 0,25 0,02 maks 4. Bilangan Iodin % >52,5 Min 51
5. β-karoten Ppm >600 Min 500
6. DOBI - 2,70 Min 2,50
2.2 Sterilizer
Sterilizer adalah salah satu mesin yang ada di pada PKS yang mana berfungsi untuk menghomogenkan kematangan buah agar mempermudah proses selanjutnya. Pada prosesnya sterilizer menggunakan steam uap untuk merebus buah dengan tekanan 1,5 – 3 bar. Pada sterilizer dikemal istilah sistem perebusan
double peak dan triple peak, yang mana maksudnya adalah sistem merebus buah
dengan puncak-puncak steam yang akan dimasukkan. Yang harus di perhatikan pada sterilizer ini adalah lama waktu perebusan dan tekanan yang ada di dalam bejana sterilizer.Pada umumnya satu siklus perebusan membutuhkan waktu ±120 menit.
2.2.1. Sterilizer Horizontal
Pada biasanya, sterilizer horizontal mempunyai kapasitas 25 ton TBS dengan muatan lori sebanyak 10 dengan kapasitas per lorinya adalah 2,5 ton TBS. Prinsip kerja yang sering digunakan pada sterilizer horizontal ini
6
biasanya menggunakan sistem perebusan triple peak (tiga puncak). Dengan lama waktu perebusan sekitar 90 – 95 menit dan target tekanan yang harus dicapai adalah 2,8 – 3,0 kg/cm2 dengan suhu 130 – 1350C dan norma losses minyak pada air kondensat sebesar 0,5%
1. Jembatan Centiliver 2. Pintu masuk sterilizer 3. Manometer
4. Lori
5. Pipa inlet steam 6. Pipa exhaust steam
7. Safety valve
8. Ketel rebusan
9. Pintu keluar sterilizer 10. Rail track didalam rebusan 11. Pondasi (kaki rebusan)
12. Pipa pembuangan air kondensat Gambar 2.1Sterilizer Horizontal
Sumber : Naibaho, 1996 1 4 3 2 5 6 7 8 9 12 11 10
7
Dengan menggunakan sistem perebusan 3 puncak, maka panas dapat masuk dengan baik sehingga TBS dapat matang secara merata.
2.2.2. Sterilizer Vertikal
Sterilizer Vertikal mempunyai bentuk bejana tabung yang tegak, sehingga jenis sterilizer ini tidak menggunakan lori sebagai pengantar TBS. Untuk sterilizer ini menggunakan scraper sebagai alat untuk mengantar TBS menuju sterilizer.
Gambar 2.2 Desain Sterilizer Vertikal PKS STIPAP Sumber : Naibaho,1996
2.2.3. Tujuan Perebusan
Keberhasilan dalam proses perebusan akan mendukung untuk di proses berikutnya. Fungsi dari sterilizer sebagai proses perebusan TBS adalah : 1. Menghentikan proses peninkatan asam lemak bebas (ALB) karena
pemanasan saat perebusan dapat mematikan aktivitas enzim-enzim yang dapat meningkatkankadar ALB. Pada umumnya enzim ini tidak akan aktif lagi bila dipanaskan pada suhu >500C.
8
3. Mengurangi kadar air brondolan, memudahkan proses pada digester/kempa dan proses pengutipan minyak di stasiun klarifikasi karena adanya perubahan komposisi kimia mesocarp (daging buah). 4. Mengurangi kadar air pada biji sehingga memudahkan inti lekang dari
cangkang serta meningkatkan efisiensi pada saat proses pemecahan biji di cracker atau ripple mill.
2.2.4. Sistem Perebusan
Sistem perebusan yang dipilih harus berdasarkan kemampuan boiler memproduksi uap agar tujuan perebusan dapat tercapai.Sistem perebusan yang dikenal di PKS adalah single peak, double peak dan triple peak.Akan tetapi sistem perebusan yang paling sering digunakan adalah triple peak.
1. Sistem Perebusan Single Peak
Sistem perebusan single peak adalah sebagai berikut :
a. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran
inlet, exhaust dan pipa kondensat ditutup.
b. Kran inlet dibuka dank ran kondensat dibuka untuk membuang udara udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.
c. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 2 kg/cm2 selama ±10 menit. Gambar 2.3 Sistem Perebusan Single Peak
9
d. Dilakukan penahanan waktu rebusan selama ±45 menit.
e. Dilakukan pembuangan uap dari 2 – 0 kg/cm2 dan buang air kondensat ±5 menit.
2. Sistem Perebusan Double Peak
Proses perebusan ini dilakukan dengan dua tahap pemasukan uap, dengan dua tahap pembuangan kondesat.
Sistem perebusan double peak adalah sebagai berikut :
a. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran
inlet, exhaust dan pipa kondensat ditutup.
b. Kran inlet dibuka dank ran kondensat dibuka untuk membuang udara udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.
c. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 2 kg/cm2 selama ±10 menit. d. Dilakukan pembuangan uap dari 2 – 0 kg/cm2 dan buang air
kondensat ±2 menit.
e. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 2,6 kg/cm2 selama ±12 menit. f. Dilakukan penahanan waktu rebusan selama ±45 menit.
g. Dilakukan pembuangan uap dari 2,6 – 0 kg/cm2 dan buang air kondensat ±5 menit.
Gambar 2.4 Sistem Perebusan Double Peak Sumber : Naibaho, 1996
10
3. Sistem Perebusan Triple Peak
Proses perebusan ini dilakukan dengan tiga tahap tiga tahap pemasukkan uap, dengan tiga pembuangan air kondensat.
Sistem perebusan triple peak adalah sebagai berikut :
a. Setelah buah dimasukkan kedalam rebusan, pintu ditutup, kran-kran
inlet, exhaust dan pipa kondensat ditutup.
b. Kran inlet dibuka dank ran kondensat dibuka untuk membuang udara udara yang ada didalam rebusan selama 3 – 5 menit.
c. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 2 kg/cm2 selama ±8 menit.
d. Dilakukan pembuangan uap dari 2 – 0 kg/cm2 dan buang air kondensat ±4 menit.
e. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 2,6 kg/cm2 selama ±12 menit. f. Dilakukan pembuangan uap dari 2,6 – 0 kg/cm2 dan buang air
kondensat ±7 menit.
g. Tekanan uap dimasukkan dari 0 – 3 kg/cm2 selama ±14 menit. h. Dilakukan penahanan waktu rebusan selama ±45 menit.
Gambar 2.5 Sistem Perebusan Triple Peak Sumber : Naibaho, 1996
11
i. Dilakukan pembuangan uap dari 3 – 0 kg/cm2 dan buang air kondensat ±5 menit.
2.3 Pengaruh Waktu Perebusan
Degradasi CPO dapat terjadi pada beberapa tahapan proses yang secara konsekuen mempengaruhi kualitas dari CPO termasuk nilai DOBI (Hamdan, et al., 2015). Titik kritis penurunan nilai DOBI terjadi pada stasiun sterilisasi.Pada tahahapan ini, secara umum waktu perebusan buah yang dibutuhkan adalah selama 90 menit dengan interval suhu 130 – 150 oC. Lama waktu pada sterilisasi memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan temperatur terhadap nilai DOBI (Jusoh, et al., 2013)
Pengaruh lama waktu perebusan dengan efisiensi ekstraksi minyak adalah sebagai berikut :
1. Semakin lama perebusan, maka jumlah buah yang terpipil akan semakin tinggi.
2. Semakin lama perebusan, maka biji akan semakin masak dan menjadi lebih mudah pecah sehingga losses biji menjadi tinggi.
3. Semakin lama perebusan, maka losses minyak pada air kondensat semakin tinggi.
4. Semakin lama perebusan, maka losses minyak pada tandan kosong semakin tinggi, dikarenakan terjadinya penyerapan minyak oleh tandan kosong.
5. Semakin lama perebusan, maka mutu minyak yang dihasilkan akan semakin berkurang (Naibaho, 1996).
Kematangan buah juga berpengaruh terhadap berapa lamanya pemrosesan pada perebusan, hal ini dikarenakan tingkat kematangan buah tidak sama semua. Hal ini menyebabkan lama waktu dan suhu perebusan sangat berpengaruh pada mutu yang akan dihasilkan khususnya nilai DOBI (Jusoh, et al., 2013)
12
2.4 Deterioration Of Bleachability Index (DOBI)
Deterioration Of Bleachability Index (DOBI) merupakannilai indeks daya
pemucatan CPO yang berguna para proses refinery untuk menentukan jumlah
bleaching earth yang akan digunakan dan lama waktu proses pengolahannya.
DOBI juga termasuk salah satu parameter untuk mengukur tingkat kerusakan pada CPO yang disebabkan oksidasi.Semakin rendah nilai DOBI pada CPO menandakan bahwa semakin naiknya kandungan produk oksidasi sekunder.
Analisa DOBI dilakukan dengan metode spektrofotometri UV-Visible, dengan panjang gelombang range visible dan range UV, dimana DOBI adalah rasio antara perbandingan absorbansi pada range visible dengan range UV. DOBI ditentukan untuk memenuhi standar mutu CPO yang baik karena semakin tinggi nilai DOBI maka semakin baik kualitas CPO, sehingga daya jual CPO semakin tinggi.
Nilai DOBI menurut kelasnya adalah nilai DOBI < 1,68 termasuk kualitas yang buruk, nilai DOBI 1,68 - 2,30 termasuk kualitas yang kurang baik, nilai DOBI 2,31 – 2,92 termasuk kualitas yang cukup baik, 2,93 – 3,24 termasuk kualitas yang baik dan nilai DOBI >3,24 termasuk kualitas yang sangat baik (Berhad, 2005)
DOBI bukan merupakan salah satu parameter mutu. Bagaimanapun, kebanyakan dari para pembeli CPO menginginkan produk yang telah mengalami proses penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached dan
Deodorized Palm Oil).
Analisa kadar air, kadar kotoran dan asam lemak bebas sebenarnya tidak cukup untuk membuktikan baik buruknya dari mutu CPO. DOBI dalam analisanya dapat memperlihatkan suatu indikasi yang baik dari oksidasi dari CPO setelah CPO di produksi (Berhad, 2005).
Adapun penyebab rendahnya nilai DOBI pada CPO adalah sebagai berikut : 1. Tingginya persentase buah berwarna hitam (kurang matang) dan terlalu
13 2. Tertundanya proses pengolahan
3. Kontaminasi CPO dengan air kondensat rebusan
4. Kontaminasi CPO dengan jeleknya oksidasi di oil sludge 5. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu yang tinggi
6. Pemanasan CPO lebih >550C di storage tank dengan waktu yang panjang Ada beberapa penyebab lainnya, tetapi hal ini kurang mendukung dari penyebab diatas, misalnya penundaan dalam pemrosesan TBS hingga penambahan suhu yang berkelanjutan (Berhad, 2005).
Adapun tindakan yang dapat meningkatkan nilai DOBI adalah sebagai berikut : 1. Memberikan peringatan kepada perkebunan agar memanen buah pada
keadaan sudah benar – benar masak.
2. Sterilisasi kondensasi dengan endapan yang buruk tidak diizinkan untuk dihubungkan dengan CPO. Karena kondensasi sterilizer dan minyak dapat menghasilkan besi dan tembaga yang berkadar tinggi.
2.5 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorbsi radiasi electromagnet. Gelombang cahaya dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan pula, sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi spectrum yang tampak pada 400-760 nm.
Keuntungan utama pemilihan metode menggunakan spektrofotometri adalah metode ini memberikan metode yang sangat sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil.
Dalam ilmu kefarmasian spektrofotometi digunakan untuk menganalisis kadar obat. Spektrofotometri dapat mengindikasikan bahwa setiap obat harus dapat bekerja secara maksimal dalam tubuh terutama dalam hal penyerapannya. Prinsip yang digunakan pada spektrofotometi ini adalah suatu molekul dapat menyerap ultraviolet dan cahaya tampak dengan kemungkinan bahwa elektro molekul obat akan tereksitasi ke tingkat energi yang tinggi, bertujuan untuk menentukan kadar
14
molekul secara spektrofotometri serapan pada daerah ultraviolet dan cahaya tampak.
Pada kenyataannya, spektrum UV-Visible yang merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan suatu pita spectrum. Terbentuknya pita spectrum UV-Visible tersebut disebabkan oleh terjadinya ekesitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks (Gandjar & Abdul, 2007)
2.6 Korelasi Nilai DOBI Dengan Kadar β-Karoten
Tingkat kematangan buah sangat berkaitan dengan warna buah dan kadarβ-Karotenyang di kandungnya. β-Karotentersintesis di dalam buah secara alami sejak proses pembuahan hingga proses panen. Buah mentah cenderung memiliki kadar β-Karotenyang lebih rendah dibandingkan dengan buah matang maupun buah lewat matang. Selama pengolahan terjadi, CPO akan melakukan kontak dengan panas dan cahaya yang berlebihan sehingga menyebabkan β-Karotenterdegradasi, hal ini dapat menyebabkan kadar β-Karotenakan menjadi rendah dan dapat berpengaruh pada nilai DOBI (Hasibuan & Ramadona, 2012). Kadar β-Karotenmemiliki hubungan yang kuat dan searah dengan nilai DOBI. (Hasibuan, dkk. 2015)