• Tidak ada hasil yang ditemukan

MIKIA: Faktor yang Berhubungan dengan Kekerasan Seksual pada Remaja Putri di Kota Bukittinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MIKIA: Faktor yang Berhubungan dengan Kekerasan Seksual pada Remaja Putri di Kota Bukittinggi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

Remaja dan anak usia sekolah merupakan korban kekerasan paling banyak di Kota Bukitinggi. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab tingginya kasus kekerasan seksual pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kekerasan seksual pada remaja putri di Kota Bukittinggi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian remaja putri usia 13-15 di Kota Bukittinggi dengan sampel sebanyak 100 siswi yang dipilih secara simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Analisis data bivariat dengan chi-square. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara usia (p-value <0,001), tinggal bersama (p-value 0,038), dan sikap (p-value 0,002) terhadap tingkat kekerasan seksual, ada hubungan antara pengetahuan terhadap sikap terkait pencegahan kekerasan seksual (p-value 0,022), serta ada hubungan antara tinggal bersama terhadap tingkat pengetahuan responden (p-value 0,017). Edukasi kepada remaja tentang seksualitas perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang pelecehan seksual sebagai upaya mencegah kekerasan seksual pada remaja.

Kata Kunci: Kekerasan Seksual, Remaja Putri, Sikap Remaja

Abstract

Teenagers and school-age children are the most victims of violence in Bukitinggi City. Various factors can contribute to the high incidence of sexual violence among adolescents. This study aims to identify the factors associated with sexual violence against young women in Bukittinggi City. This research is a descriptive-analytic study with a cross-sectional approach. The population of this study was female adolescents aged 13-15 in Bukittinggi with a sample of 100 female students selected by simple random sampling. Data collection using a questionnaire. Bivariate data analysis with chi-square. The results of the bivariate analysis showed that there was a relationship between age (p-value <0.001), living together (p-value 0.038), and attitude (p-value 0.002) on the level of sexual violence, there was a relationship between knowledge of attitudes related to prevention of sexual violence (p-value 0.022), and there is a relationship between living together on the respondent's level of knowledge (p-value 0.017). Education to adolescents about sexuality needs to be carried out regularly to increase knowledge and attitudes about sexual harassment as an effort to prevent sexual violence against adolescents.

Keywords: Sexual Violence, Young Women, Youth Attitudes

PENDAHULUAN

Kekerasan seksual menjadi sebuah isu seksualitas yang banyak didengar masyarakat belakangan ini. Kekerasan seksual adalah praktek seksual yang dinilai

menyimpang karena dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bertentangan dengan ajaran dan nilai-nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku (Kemenkes RI, 2015). Kasus kekerasan yang terjadi

MIKIA:

Faktor yang Berhubungan dengan Kekerasan Seksual pada Remaja Putri di Kota Bukittinggi

Mega Ade Nugrahmi1, Chyka Febria2

1,2

Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Indonesia

mega_gaulya@yahoo.com

Mimbar Ilmiah Kesehatan Ibu dan Anak (Maternal And Neonatal Health Journal)

(2)

pada anak dan remaja menjadi sorotan utama di seluruh dunia dan Indonesia. Laporan dari United Nation Children’s

Fund (UNICEF) kasus kekerasan pada

remaja di dunia mencapai 120 juta (Anthony, 2015). Kasus yang banyak terjadi pada remaja, antara lain kekerasan fisik, kekerasan psikologis, penelantaran,

bullying dan kekerasan seksual (Hartono,

2015). Diantara jenis kekerasan tersebut, kekerasan seksual yang paling mendominasi (Erlinda, 2016).

Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2018 melalui data lembaga layanan, menemukan bentuk dan jenis kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas. Ranah komunitas adalah di lingkungan kerja, bermasyarakat, bertetangga, ataupun lembaga pendidikan atau sekolah. Terdapat sebanyak 76% kekerasan seksual terhadap perempuan di ranah publik atau komunitas yaitu pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (704 kasus), perkosaan (699 kasus), dan persetubuhan (343 kasus).

Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang memiliki angka kekerasan paling tinggi setelah Jakarta, Aceh, Jawa Timur dan Surabaya untuk tahun 2014 – 2016 yaitu diatas 63%. Hasil penelitian Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPR dan KB) Sumatera Barat menemukan 189 kasus kekerasan seksual pada anak tahun 2014 dan sebanyak 246 kasus pada tahun 2015. Berdasarkan laporan Polisi Resort Kota Bukittinggi tahun 2015 terjadi 21 kasus kekerasan seksual dan pada tahun 2016 terjadi penurunan sebanyak 8 kasus, dan pada tahun 2017 menjadi peningkatan kembali sebanyak 22 kasus. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerasan seksual pada remaja terjadi peningkatan. Hasil penelitian lain juga menyebutkan

akibat dari kekerasan seksual dapat menganggu kesehatan mental seperti bunuh diri, kehamilan yang tak diinginkan, komplikasi ginekologi dan HIV (Jewkes, 2002; Mathew, 2011).

Berdasarkan jenis kelamin, anak perempuan lebih rentan tujuh kali dibandingkan laki-laki menjadi korban kekerasan seksual. Anak dengan lingkungan yang kurang bagus lebih rentan dari pada anak yang tinggal dilingkungan yang bagus dan aman. Kurangnya pengetahuan orang tua dan remaja dan informasi menjadi faktor utama untuk terjadinya kekerasan seksual pada remaja. Kekerasan seksual dapat terjadi disekolah swasta maupun negri. Kekerasan seksual pada remaja dari hasil wawancara dengan KPAI dan P2PTPA Kota Bukitinggi menyebutkan, korban kekerasan paling banyak ditemui pada remaja dan anak usia sekolah dibandingkan dengan orang dewasa. Kota Bukittinggi merupakan kota wisata yang selalu didatangi oleh wisatawan, sehingga beragam budaya yang masuk tidak dapat dihindari. Salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual itu pergaulan yang kurang dikontrol oleh orang tua, rendahnya pengetahuan dan sikap seseorang yang mengakibatkan terjadinya kekerasan seksuyal, selain itu kemiskinan, tidak adanya pendidikan seksual yang diadapat oleh remaja dan pengaruh negatif dari kemajuan IPTEK. Peneltian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kekerasan seskual pada remaja di Kota Bukittinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan

cross-sectional. Populasi penelitian remaja

putri usia 13-15 di Kota Bukittinggi dengan sampel sebanyak 100 siswi yang dipilih

(3)

secara simple random sampling. Penelitian dilakukan di SMP 5 Bukittinggi, SMP 4 Bukittinggi dan SMPS PSM Bukittinggi. pada bulan Juli–Agustus 2020.

Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Informasi tentang karakteristik (usia, tempat tinggal, dan memiliki pacar atau tidak) diperoleh dengan pengisian kuesioner. Variabel pengetahuan diperoleh dengan kuesioner menggunakan skala

guttman yang terdiri dari 20 item

pertanyaan dengan skoring 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah. Variabel sikap diperoleh dengan kuesioner menggunakan skala likert yang terdiri dari 20 item pernyataan dengan skoring 4 hingga 1. Variabel tingkat kekerasan seksual diperoleh dengan kuesioner menggunakan skala guttman yang terdiri dari 20 item pertanyaan dengan skoring 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak. Analisis data bivariat dengan

spearman rank test.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kekerasan Seksual Karakteristik Tingkat Kekerasan Seksual p- value Rendah f (%) Tinggi f (%) Usia (tahun) 13 14 15 8 (15,38) 26 (50,00) 18 (34,62) 29 (60,42) 12 (25,00) 7 (14,58) <0,001 Tinggal Bersama Orang Tua Saudara 51 (98,08) 1 (1,92) 42 (87,50) 6 (12,50) 0,038 Memiliki Pacar Sudah Belum 2 (3,85) 50 (96,15) 2 (4,17) 46 (95,83) 0,935

Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat kekerasan seksual tinggi berusia 13 tahun (60,42%), tinggal bersama orang tua (87,50%), dan belum memiliki pacar (95,83%). Hasil

analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara usia responden dan tinggal bersama terhadap tingkat kekerasan seksual.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Pengetahuan dan Sikap Berdasarkan Tingkat Kekerasan Seksual

Variabel Tingkat Kekerasan Seksual p- value Rendah f (%) Tinggi f (%) Pengetahuan Baik Kurang 26 (50,00) 26 (50,00) 17 (35,42) 31 (64,58) 0,141 Sikap Positif Negatif 21 (40,38) 31 (59,62) 34 (70,83) 14 (29,17) 0,002

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat kekerasan seksual tinggi memiliki tingkat pengetahuan responden dalam kategori kurang (64,58%) dan memiliki sikap yang positif (70,83%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara sikap responden terhadap tingkat kekerasan seksual.

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Faktor Karakteristik dan Pengetahuan Berdasarkan Sikap

Karakteristik Sikap p- value Negatif f (%) Positif f (%) Usia (tahun) 13 14 15 12 (26,67) 21 (46,67) 12 (26,67) 25 (45,45) 12 (30,91) 13 (23,64) 0,131 Tinggal Bersama Orang Tua Saudara 43 (95,56) 2 (4,44) 50 (90,91) 5 (9,09) 0,365 Memiliki Pacar Sudah Belum 2 (4,44) 43 (95,56) 2 (3,64) 53 (96,36) 0,837 Pengetahuan Baik Kurang 20 (44,44) 25 (55,56) 18 (32,73) 37 (67,27) 0,022

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan sikap negatif berusia 14 tahun (46,67%), tinggal bersama orang tua

(4)

(95,56%), belum memiliki pacar (95,56%), dan memiliki pengetahuan dalam kategori kurang (55,56%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan terhadap sikap responden terkait pencegahan kekerasan seksual.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Faktor Keristaraktik Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Karakteristik Pengetahuan p- value Kurang f (%) Baik f (%) Usia (tahun) 13 14 15 18 (41,86) 17 (39,53) 8 (18,60) 19 (33,33) 21 (36,84) 17 (29,82) 0,414 Tinggal Bersama Orang Tua Saudara 43 (100) 0 50 (87,72) 7 (12,28) 0,017 Memiliki Pacar Sudah Belum 0 43 (100) 4 (7,02) 53 (92,98) 0,076

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan pengetahuan kurang berusia 13 tahun (41,86%), tinggal bersama orang tua (100%), belum memiliki pacar (100%), dan memiliki pengetahuan dalam kategori kurang (55,56%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara tinggal bersama terhadap tingkat pengetahuan responden

DISKUSI

Fenomena kekerasan seksual pada remaja semakin marak belakangan ini. Terlebih dengan adanya perkembangan teknologi yang memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat, terutama pada remaja pada umumnya. Remaja dapat dengan mudah untuk mengakses informasi dengan menggunakan internet, termasuk akses pornografi yang memungkinkan remaja memiliki dorongan seksual. Hal tersebut juga menjadi salah satu pemicu tingginya angka kekerasan seksual pada

remaja. Pada penelitian ini didapatkan 48% remaja putri memiliki potensi untuk mengalami kekerasan seksual dalam kategori tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara usia remaja dan tinggal bersama terhadap tingkat potensi kekerasan seksual remaja. Berbeda halnya dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dan status tempat tinggal dan perilaku seksual remaja (Putri, Shaluhiyah, & Priyadi, 2017).

Menurut Elizabeth Hurlock dalam

Adolescent Development (2001),

menyebutkan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan seksual seseorang adalah usia, karena dengan pertambahan usia dan perkembangan organ seksual seseorang semakin meningkat dapat berdampak pada perkembangan kedewasaan remaja.

Faktor lain yang turut berkontribusi pada tingkat potensi kekerasan seksual remaja adalah status tempat tinggal remaja. Hal ini juga didukung dari analisis pada penelitian ini bahwa status tempat tinggal berhubungan dengan pengetahuan remaja tentang kekerasan seksual. Remaja yang tinggal bersama orangtua akan menyebabkan remaja mendapatkan dukungan, pengawasan dan kontrol dari orangtua terutama dalam hal kontrol tindakan kekerasan seksual pada remaja. Peran orangtua dalam perkembangan remaja adalah dalam hal pembentukan sikap dan perilaku. Terlebih jika orangtua memberikan batasan-batasan dan edukasi tentang seksualitas pada remaja.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan terhadap sikap remaja. Hasil analisis variabel pengetahuan remaja pada penelitian ini menunjukkan mayoritas menjawab benar

(5)

tentang mempertunjukkan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah, atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukai merupakan pelecehan seksual (83%) dan mayoritas menjawab salah tentang pelecehan seksual dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan, menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang merasakannya sebagai merendahkan martabat adalah bentuk pelecehan seksual, pelecehan seksual dapat terjadi di dalam kendaraan angkutan umum, pasar, pusat pembelanjaan, pemberhentian bus, gedung bioskop dan di jalan umum (38%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahma (2018), yaitu sebanyak 42,1% siswa yang berpengetahuan baik mengenai perilaku seksual pranikah. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi jika seseorang melakukan penginderaan manusia pada suatu objek tertentu yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pada umumnya pengetahuan ini diperoleh melalui mata dan telinga yang diperkuat oleh teori Green bahwa pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang menentukan terbentuknya perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Rahma, 2018).

Tingkat pengetahuan seseorang tentang pelecehan seksual, berpengaruh terhadap remaja perempuan memaknai tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang luas, maka semakin tinggi pula seseorang tersebut memaknai artinya persoalan. Demikian juga dalam hal bentuk-bentuk pelecehan seksual. Seorang yang memiliki

pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang banyak, pasti akan memiliki gambaran yang lebih komperhensif dalam menjelaskan tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual (Yelza, 2016)

Hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara sikap terhadap tingkat potensi kekerasan seksual remaja. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan ada hubungan antara sikap dan perilaku seksual remaja (Putri, Shaluhiyah, & Priyadi, 2017). Menurut Purwanto dalam Wawan dan Dewi (2011) menyatakan bahwa sikap positif memiliki kecenderungan tindakan seperti mendekati, menyenangi dan mengharapkan sesuatu, sedangkan sikap negatif memiliki kecenderungan ingin menjauhi, menolak dan tidak menyukai objek tertentu.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan Ariestina (2009) didapatkan bahwa sebanyak 45% responden memiliki sikap menerima kekerasan dalam pacaran. Menurut peneliti dari hasil penelitian bahwasannya remaja sudah mulai mengetahui dan bersikap positif tentang pelecehan seksual. Hal ini disebabkan karena didikan orang tua dan ilmu pengetahuan yang didapatkan baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah.

Asumsi peneliti dari hasil penelitian ini adalah pengetahuan sangat berpengaruh kepada perilaku seseorang, dimana semakin tinggi pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki oleh remaja putri maka semakin rendah pelecehan seksual yang dialami oleh remaja putri, sebaliknya semakin rendah pengetahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pelecehan seksual yang dialami oleh remaja putri. Selain itu, meskipun banyak remaja mengetahui tentang seks akan tetapi faktor budaya yang

(6)

melarang membicarakan mengenai seksualitas di depan umum, akhirnya akan dapat menyebabkan pengetahuan remaja tentang seks tidak lengkap dimana para remaja hanya mengetahui cara dalam melakukan hubungan seks tetapi tidak mengetahui dampak yang akan muncul akibat pelecehan seksual tersebut.

Kekerasan bukan hanya tindakan pemerkosaan, tetapi kekerasan seksual dapat diartikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. Pada kasus kekerasan seksual ini remaja putri lebih mudah mengalami kekerasan seksual, diantaranya karena pola pendidikan tentang relasi perempuan dan laki-laki yang tidak merata dan budaya yang terjadi dimasyarakat dimana laki-laki lebih berkuasa dari pada perempuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nuuva (2014), yaitu sebanyak 43% remaja yang belum memiliki pasangan memiliki tingkat pelecehan seksual yang ringan. Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan yang berlawanan jenis yang biasanya berada pada rangkaian tahapan mencari kecocokan satu sama lain. Hubungan ini memiliki efek kepada kehidupan remaja baik positif atau negatif tergantung dari remaja itu yang menjalaninya. Menurut Nuuva (2014), sikap negatif (55,9%) yang ditunjukkan siswi menolak atau menghindari kekerasan dalam pacaran. Kekerasan seksual mendatangkan rayuan seksual atapun perilaku yang terkait dan tidak dikehendaki oleh penerima karena mengancam diri. Rayuan seksual yang tidak disukai dapat berupa sebuah cakupan lisan atau sentuhan fisik seksual yang tidak layak serta bertentangan dengan nilai atau norma

personal atau pekerjaan yang dapat menciptakan perasaan takut atau tidak aman. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, baik siang maupun malam. Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan (Houle et al, 2011) Pada penelitian ini didapatkan bahwa remaja yang tidak memiliki pacar, relative tidak mendapatkan kekerasan seksual, karena remaja tersebut tidak berinteraksi yang dekat dengan lawan jenis yang menjadi bisa menjadi pelaku kekerasan seksual. Kemandirian remaja yang ditunjukan dengan tidak menjalin kedekatan dengan laki laki (pacar) bisa disebabkan karena mereka sudah memiliki sumber dukungan yang lebih baik yaitu dari orang tua maupun kepercayaan diri pada remaja tersebut.

PENUTUP

Pengetahuan remaja tentang pencegahan kekerasan seksual berhubungan dengan sikap remaja dan sikap remaja berhubungan dengan tingkat potensi kekerasan seksual pada remaja. Edukasi tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang kekerasan seksual/ seksualitas sangat penting untuk diberikan pada remaja. Hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas, sehingga remaja memiliki sikap yang positif terkait kesehatan reproduksinya yang berguna untuk menghindari kejadian kekerasan seksual. Peran orangtua dan sekolah penting untuk memberikan dukungan, pengawasan dan kontrol tehadap perilaku remaja untuk masa depan remaja yang lebih baik.

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada :

1. Kemenriktek DIKTI yang telah memberikan support berupa pendanaan melalui hibah dosen pemula sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik

2. Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi

3. Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

4. Ketua LPPM Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

5. Kepala Sekolah sebagai tempat melakukan penelitian dan tim yang telah membantu dalam penelitian ini

6. Seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, L. 2015. Preventing and Protecting: Send Sexual Violence to Children with Evidence.

Elizabeth & Hurlock, B. 2001. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Erlinda. 2016. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penangananya. Jakarta: Kementrian Sosial RI

Gaskil, Perry. 2012. Kekerasan Terhadap Anak Dan Remaja Informasi Kajian Permasalahan Social Dan Usaha Kesejahteraan Social. I, vol. 13 no.1 Februari 2012.

Hartono, Lukman Hakim. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya. Jurnal Sosio Informa. 1(1). 13 – 28.

Houle JN, Staff J, Mortimer JT, Uggen C, Blackstone A. 2011. The Impact Of Sexual Harassment On Depressive Symptoms During The Early Occupational Career. Soc Ment Health. 2011;1(2):89–105. Jawkes. 2002. IASC. Panduan Pencegahan

Kekerasan Berbasis Gender, Masa Keadaan Kedaruratan Manusia :

Berfokus Pada Pencegahan Dan Penenagnan Kekerasan Seksual Dalam Masa Darurat. Jakarta: IASC

Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Kusumawati,Y., Susanti. 2012. Hubungan Antara Status Pendidikan dan Kondisi Keluarga dengan Perilaku Seksual pada Anak Jalanan di Kota Surakarta. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan.

Komnas HAM. 2014. Kekerasan terhadap Perempuan. Natl Comm Violence against Women.

Mathew, Levitan. 2011. Childhood adversities associated with major depression and/or anxiety disorders incommunity sample of ontorio issue of co – morbity and speciefity. Depression & anxiety online. Putri, Shildiane; Shaluhiyah, Zahroh,

Prabamurti, & Priyadi Nugraha. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Seksual Remaja yang Tinggal Di Lingkungan Resosialisasi Argorejo Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 5 No 5 2017.

Rahma, Marliana. 2018. Hubungan antara Pengetahuan Seksualitas dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 1 Subang. Jurnal Bidan.2018;4(1).

Wahyuni, Siti. 2017. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Pengetahuan tentang Pencegahan tindak Kekerasan Seksual Pada Anak Usia 3-5 Tahun di KB ‘Aisyiyah Rejodani Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. (Skirpsi). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah.

Yelza, Nigita. 2016. Hubungan Pengetahuan Tentang Seksualitas Dengan Sikap Remaja Putri Dalam Pelecehan Seksual Di SMA Negeri 1 Batang Anai Tahun 2016. (Skripsi). Padang : Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Yusuf, Nuuva 2014. Hubungan persepsi remaja tentang kekerasan dengan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran pada siswi di

(8)

SMK Negeri Naggulan Kulon Progo (Skripsi). Yogyakarta: Prodi Studi Diploma IV Bidan Pendidik Universitas ‘Aisyiyah.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga variabel ini dielaborasi dari karakteristik kawasan minapolitan sesuai Peraturan Menteri Kelautan &amp; Perikanan nomor: 12/MEN/2010 dan elemen-elemen tertentu

tulis Al-quran dari LPTQ bagi siswa yang beragama Islam (bagi yang sudah memiliki) atau sertifikat hasil tes uji kompetensi bagi agama lainnya g. Membayar biaya seleksi PSB

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan keluarga tentang diet hipertensi dan tingkat kecemasan lansia dengan terkontrolnya tekanan darah di Posyandu

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh etika auditor terhadap kemampuan mendeteksi praktik akuntansi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul Analisis Penerapan Bauran Promosi

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry