• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periodontitis Kronis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Periodontitis Kronis"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1. Periodontitis Kronis  Etiologi

Dulu dinamakan periodontitis dewasa, dan pada klasifikasi menurut AAP World Workshop 1999 termasuk pada periodontitis kronis. Merupakan perluasan gingivitis kronis yang telah melibatkan struktur periodontal pendukung.

◊ Umumnya timbul setelah usia 35 tahun, namun faktor umur tidak begitu menentukan dan bisa terjadi pada usia yang lebih muda. Yang menjadi patokan adalah laju destruksi / penghancurannya yang lambat.

◊ Ditandai dari adanya penumpukan plak dan kalkulus yang banyak disertai inflamasi gingiva yang menyolok.

Definisi

Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat. Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress, progres penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah respon host terhadap akumulasi plak.

Gambaran Klinis

Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang belum ditangani meliputi : - akumulasi plak pada supragingival dan subgingival

- inflamasi gingiva - pembentukan poket

- kehilangan periodontal attachment - kehilangan tulang alveolar

- dan kadang-kadang muncul supurasi.

Pada pasien dengan oral hygiene yang buruk :

- gingiva membengkak dan warnanya antara merah pucat hingga magenta. - Hilangnya gingival stippling

- adanya perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata (cratered papila).

(2)

Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal.

Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang.

Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan hilangnya attachment secara klinis.

Gambaran Radiografi Secara radiografi terlihat :

- adanya kehilangan perlekatan tulang

- Lamina dura terputus atau hilang di bawah CEJ tepat di sekitar 1/3 servikal - Tampak radiolusensi pada daerah 1/3 servikal

http://cde.dentalaegis.com/images/graphics/4485/lg/figure_5_lg.jpg

Gambar 1 : pada gigi 12 terlihat kerusakan tulang horizontal pada 1/3 servikal dengan di tunjukkan secara radiografi tampak radiolusen pada daerah 1/3 servikal dan lamina dura yang terputus bahkan hilang. Teknik radiografi yang di gunakan pada gambar ini adalah teknik paralel.

Penyebaran Penyakit

Periodontitis kronis biasanya merupakan penyakit yang spesifik pada suatu tempat yang terakumulasi plak. Periodontitis kronis dijelaskan sebagai localized dan generalized.

1) Localized periodontitis

Kurang dari 30% tempat terkenaabses pada mulut yang menunjukan hilangnya attachment dan tulang.

2) Generalized periodontitis

Terdapat 30 % atau lebih tempat terkena abses pada mulut yang menunjukan hilangnya attachment dan tulang.

(3)

Pola hilangnya tulang pada periodontitis secara vertikal, bila hilangnya attachment dan tulang pada permukaan gigi lebih besar dibandingkan pada permukaan yang berdekatan,atau horizontal. Hilangnya tulang secara vertical biasanya diasosiasikan dengan kerusakan angular tulang dan bentuk poket intrabony. Hilangnya tulang secara horizontal biasanya dihubungkan dengan poket suprabony.

Keganasan Penyakit

Keganasan pada kerusakan periodontal terjadi akibat lama tidaknya waktu terkena penyakit. Dengan bertambahnya usia, hilangnya attachment dan tulang akan menjadi lebih prevalensi dan berbahaya karena adanya akumulasi dari kerusakan.

Keganasan penyakit dibagi menjadi : 1)Slight (mild) periodontitis

Kerusakan periodontal yang ringan dan hilangnya attachment tidak lebih dari 1-2 mm. 2) Moderate periodontitis

Kerusakan periodontal yang sedang dan hilangnya attachment 3-4 mm. 3) Severe periodontitis

Kerusakan periodontal yang berbahaya dan hilangnya attachment lebih dari 5mm.

Gejala Klinis

Gejala awal pasien periodontitis kronis adalah terdapat tanda gusi berdarah pada saat makan atau ketika menyikat gigi, adanya kegoyangan gigi, atau tanggalnya gigi. Pada periodontitis kronis ini pasien tidak ada gejala nyeri, pasien sama sekali tidak merasa bahwa dia terkena penyakit sehingga kemungkinan besar sulit untuk mau dirawat.

Rasa nyeri kemungkinan muncul pada gigi tanpa karies yang disebabkan oleh akar yang sensitif pada panas, dingin, atau keduanya. Area atau tempat yang terlokalisir sedikit nyeri, kadang-kadang merambat jauh pada rahang biasanya dihubungkan dengan periodontitis. Adanya area yang terimpaksi oleh makanan menambah ketidaknyamanan pada pasien.

Progres Penyakit

Pasien memiliki kemungkinan terkena periodontitis kronis yang sama sepanjang hidup. Kecepatan progresi biasanya lambat tetapi dapat dimodifikasi oleh sistemik, lingkungan, dan perilaku. Awal pembentukan periodontitis dapat terjadi kapanpun, tetapi tanda awal biasanya

(4)

dapat terdeteksi selama masa remaja pada akumulasi plak dan kalkulus. Periodontitis kronis secara klinis menjadi signifikan pada umur pertengahan-tiga puluhan atau lebih.

Beberapa model yang menjelaskan tentang progres penyakit. Pada model, progresif diukur oleh jumlah hilangnya attachment.

1.Continous model, progres dari penyakit lambat dan berkesinambungan,dengan tempat yang terkena menunjukan adanya kecepatan progres yang konstan pada kerusakan periodontal.

2.Random model (episodic-burst model), mengarah pada progres dari penyakit periodontal dengan lambatnya destruksi yang diikuti oleh periode tanpa destruksi. Pola penyakit ini adalah random.

3.Asynchronous (multiple-burst model), pada progres dari penyakit mengarah pada destruksi periodontal yang terjadi di sekeliling gigi yang terkena selama periode burst activity, dan akan berganti dengan periode inactivity.

Prevalensi

Periodontitis kronis meningkat prevalensi dan keganasannya berhubungan dengan umur, dan secara umum efeknya pada jenis kelamin adalah sama. Bukan umur dari individu yang menyebabkan meningkatnya prevalensi, tetapi lamanya waktu jaringan periodontal berubah oleh akumulasi plak.

Faktor Resiko Terjadinya Penyakit

Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama terjadinya periodontitis adalah terdapatnya akumulasi plak pada gigi dan gingival. Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit, antara lain:

1) Faktor lokal.

Akumulasi plak pada gigi dan gingival pada dentogingival junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis kronis. Bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa inflamasi.

2) Faktor sistemik

` Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada pasien yang memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektivan respon host. Diabetes merupakan contoh penyakit yang dapat meningkatkan keganasan penyakit ini.

(5)

3) Lingkungan dan perilaku

Merokok dapat meningkatkan keganasan penyakit ini. Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan attachment dan tulang, lebih banyak furkasi dan pendalaman poket. Stress juga dapat meningkatkan prevalensi dan keganasan penyakit ini.

4) Genetik

Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu keluarga, ini kemungkinan menunjukkan adanya factor genetik yang mempengaruhi periodontitis kronis ini.

Prognosis

Prognosis pada penyakit periodontitis kronis dengan adalah sedang . Karena pada periodontitis kronis memiliki ciri-ciri :

- dukungan tulang yang tinggal kurang adekuat - gigi sedikit mobiliti

- lesi furkasi derajat.

Rencana Perawatan

Perawatan periodontal meliputi beberapa fase antara lain :

fase I yaitu fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I adalah Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak, Scaling dan root planning, Perawatan karies dan lesi endodontic, Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging, Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment), Splinting temporer , Perawatan ortodontik. Yang kemudian dilakukan evaluasi respon terapi fase I, koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi

Fase II adalah kelanjutan dari evaluasi respon terapi fase I yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini dilakukan, bedah periodontal untuk mengeliminasi poket dengan cara kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft). Kemudian Penempatan Implant serta perawatan endodontik.

(6)

Terapi fase III (fase restoratif) dengan melakukan Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang. Dan kemudian dilakukan evaluasi respon terhadap terapi fase III dengan pemeriksaan periodontal.

Dan terakhir adalah terapi fase IV (fase pemeliharaan) dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Sehigga perlu dilakukan control periodic. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini adalah riwayat medis dan riwayat gigi pasien, Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi, Melakukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali, Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus, Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies. Keinginan dan kemampuan pasien dalam memelihara diri sendiri selama fase perawatan merupakan langkah yang paling penting.

1. Pemeriksaan Klinis 1. Plak dan Kalkulus

Pemeriksaan jumlah plak dan kalkulus dapat dilakukan melalui berbagai macam metode. Pemeriksaan plak dapat menggunakan plak indeks. Jaringan yang mengelilingi gigi dibagi menjadi 4 bagian, yaitu papilla distofasial, margin fasial, papilla mesiofasial, dan bagian lingual (Carranza, 1990). Visualisasi plak dapat dilakukan dengan mengeringkan gigi dengan udara. Plak adalah bagian yang tidak memiliki stain (Rateitschakdkk, 1985)

Adanya kalkulus supragingiva dapat terlihat melalui observasi langsung, dan jumlahnya dapat diukur denganp ro b e yang terkalibrasi. Untuk mendeteksi kalkulus subgingiva, setiap permukaan gigi diperiksa hingga batas perlekatan gingiva dengan menggunakan eksplorer no.17 atau no.3A. Udara yang hangat dapat digunakan untuk sedikit membuka gingiva sehingga visualisasi terhadap kalkulus lebih jelas (Carranza, 1990).

- Sulcus bleeding index (Muhlemann dan Son)

Indeks ini berguna untuk mendeteksi perubahan awal inflamasi dan adanya lesi inflamasi pada dasar poket peridontal, sebuah area yang tidak terjangkau dengan pemeriksaan visual (Carranza, 1990). Sulcus bleeding index mempertimbangkan perdarahan dari sulkus setelah probing, seperti

(7)

pada erythema, pembengkakan, dan edema. Penilaian dilakukan terpisah pada bagian papilla dan margin gingiva (Rateitschakdkk, 1985).

1. Poket Periodontal

Pemeriksaan poket periodontal harus mempertimbangkan: keberadaan dan distribusi pada semua permukaan gigi, kedalaman poket, batas perlekatan pada akar gigi, dan tipe poket (supraboni atau infaboni; simple,compound atau kompleks). Metode satu-satunya yang paling akurat untuk mendeteksi poket peridontal adalah eksplorasi menggunakan probe peridontal. Poket tidak terdeteksi oleh pemeriksaan radiografi. Periodontal poket adalah perubahan jaringan lunak. Radiografi menunjukkan area yang kehilangan tulang dimana dicurigai adanya poket. Radiografi tidak menunjukkan kedalaman poket sehingga radiografi tidak menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah penyisihan poket kecuali kalau tulangnya suda diperbaiki.

Ujung gutta percha atau ujung perak yang terkalibrasi dapat digunakan dengan radiografi untuk menentukan tingkat perlekatan poket peridontal.

Menurut Carranza (1990), kedalaman poket dibedakan menjadi dua jenis, antara lain:

1. Kedalaman biologis

Kedalaman biologis adalah jarak antara margin gingiva dengan dasar poket (ujung koronal dari junctional epithelium).

2. Kedalaman klinis atau kedalaman probing

Kedalaman klinis adalah jarak dimana sebuah instrumen ad hoc (probe) masuk kedalam poket. Kedalaman penetrasi probe tergantung pada ukurang probe, gaya yang diberikan, arah penetrasi, resistansi jaringan, dan kecembungan mahkota.

Kedalaman penetrasi probe dari apeks jaringan ikat kejunctional epithelium adalah ± 0.3 mm. Gaya tekan pada probe yang dapat ditoleransi dan akurat adalah 0.75 N. Teknik probing yang benar adalah probe dimasukkan pararel dengan aksis vertikal gigi dan “berjalan” secara sirkum ferensial mengelilingi permukaan setiap gigi untuk mendeteksi daerah dengan penetrasi terdalam (Carranza, 1990). Jika terdapat banyak kalkulus, biasanya sulit untuk mengukur kedalaman poket karena kalkulus menghalangi masuknya probe. Maka, dilakukan pembuangan kalkulus

(8)

terlebih dahulu secara kasar (gross scaling) sebelum dilakukan pengukuran poket (Fedidkk, 2004).

Untuk mendeteksi adanya interdental craters, maka probe diletakkan secara oblique baik dari permukaan fasial dan lingual sehingga dapat mengekplorasi titik terdalam pada poket yang terletak dibawah titik kontak (Carranza, 1990).

Pada gigi berakar jamak harus diperiksa dengan teliti adanya keterlibatan furkasi. Probe dengan desain khusus (Nabers probe) memudahkan dan lebih akurat untuk mengekplorasi komponen horizontal pada lesi furkasi (Carranza, 1990).

Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah jarak antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah dari waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar memiliki kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan jarak antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction (Carranza, 1990).

Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila gingiva mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi. Untuk mengecek perdarahan setelah probing, probe perlahan-lahan dumasukkan ke dasar poket dan dengan berpindah sepanjang dinding poket. Perdarahan seringkali muncul segera setelah penarikan probe, namun perdarahan juga sering tertunda hingga 30-60 detik setelah probing (Carranza, 1990).

1. Mobility Gigi

Kegoyahan gigi terjadi dalam dua tahapan:

i. Inisial atau tahap intrasoket, yakni pergerakan gigi yang masih dalam batas ligamen periodontal.

ii. Tahapan kedua, terjadi secara bertahap dan memerlukan deformasi elastik tulang alveolar sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan horizontal. Kegoyahan gigi dapat diperiksa secara klinis dengan cara: gigi dipegang dengan kuat diantara dua instrumen atau dengan satu instrumen dan satu jari, dan diberikan sebuah usaha untuk menggerakkannya ke segala arah .

Referensi

Dokumen terkait

Student Facilitator and Explaining pada siklus I dan siklus II yaitu dari nilai rata – rata 66,57 meningkat menjadi 82,73.. Secara umum metode diartikan sebagai

Data diambil dengan meninjau hasil catatan rekam medis pasien AIDS rawat inap dan jalan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.Sedangkan yang menjadi sampel pada

Meskipun perubahan tersebut secara umum tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori normal, namun menjadi sebuah indikasi bahwa pasien menjalankan anjuran diet berdasarkan

Meskipun perubahan tersebut secara umum tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori normal, namun menjadi sebuah indikasi bahwa pasien menjalankan anjuran diet

Pedoman penatalaksanaan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi teman sejawat dokter spesialis anak maupun dokter umum dalam menghadapi pasien dengan status epileptikusd. Oleh

(PEEP 15cmH 2 O) terjadi perubahan, pasien dengan nilai CVP normal menurun jika dibandingkan dengan nilai CVP pada PEEP I, yaitu dari 22 pasien menjadi 19 pasien dan nilai CVP