• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN PANORAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 PETA SOSIAL MASYARAKAT KELURAHAN PANORAMA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4

PETA SOSIAL MASYARAKAT

KELURAHAN

PANORAMA

4.1 Gambaran Lokasi

Kelurahan Panorama memiliki luas wilayah 175 Ha, dengan mayoritas alokasi pemanfaatan lahan terbesar untuk pemukiman sebesar 51,42%atau 90 Ha, bangunan perkantoran milik pemerintah dan prasarana mum lainnya sebesar 39,71% atau 69,5 Ha, dan sisanya sebesar 7,71% atau 13,5 Ha berupa tanah pekarangan dan pemakaman. Secara geografis wilayah ini berbatasan dengan: a. Kelurahan Jembatan Kecil dan Kelurahan Kebun Tebeng di sebelah barat. b. Kelurahan Lingkat Timur dan Kelurahan Dusun Besar di sebelah timur. c. Kelurahan Dusun Besar di sebelah utara.

d. Kelurahan Jalan Gedang di sebelah selatan.

Secara fisik, posisi wilayah Kelurahan Panorama berdekatan dengan kantor- kantor strukhural pemerintahan di atasnya, seperti kantor Ke~am8tan Gading Cempaka, kantor Walikota Bengkulu, ataupun kantor Gubemur Provinsi Bengkulu. Kantor Kecamatan Gading Cempaka dapat dicapai dengan _+ 15 menit perjalanan kendaraan bermotor, sedangkan menuju kantor Walikota Bengkulu cukup waktu

+

20 menit, dan

+

15 menit untuk sampai di Kantor Gubernur Propinsi Bengkulu. Waktu tempuh yang relatif singkat ini dapat ditempuh dengan menghindari ruas jalan menjadi titik kemacetan, yaitu di seputar terminal angkutan kota dan pasar Panorama.

Warga Kelurahan Panorama tidak perlu kuatir sod transportasi, karena hampir seluruh jalan utama wilayah kelurahan dilalui oleh rute jalur angkutan urnurn. Sedangkan untuk jalan-jalan keciYgang mayoritas tersedia jasa ojeg. Tarif transportasi angkutan kota sebesar Rp 2.000,-Irute, sedangkan ojeg Rp 3.000,- Irute. Kemudahan transportasi ini membuka aksesibilitas warga untuk melakukan mobilitas secara cepat ke berbagai pusat pelayanan publik, seperti sarana kesehatan, pendidikan ataupun hiburan rekreasi.

4.2 Kependudukan

Untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan administratif pemerintahan, Kelurahan Panorama dibagi menjadi 27 RT (Rukun Tetangga) dan 9 RW (Rukun Warga). Jumlah RT/RW yang cukup besar ini disesuaikan dengan pertimbangan

(2)

total jumlah penduduk Kelurahan Panorama terdaftar 1 1.482 jiwa, dengan jurnlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir berimbang, yaitu laki-laki 5.799 jiwa dan perempuan 5.683 jiwa. Menggunakan perbandingan data kependudukan akhir tahun 2006 dengan jumlah penduduk sebesar 10.375 jiwa, maka hitungan secara statistik menunjukkan angka pertumbuhan penduduk Kelurahan Panorama sebesar 10,66% pertahun.

Komposisi penduduk Kelurahan Panorama berdasarkan umur dan jenis kelamin, dapat dicermati dalam bentuk piramida berikut ini.

Garnbar 3 Piramida Penduduk Kelurahan Panorama Tahun 2007

Piramida penduduk ini mernperlihatkan komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelarnin pada setiap rentang usia yang hampir berimbang, dengan rasio jenis kelarnin sebesar 102,04 penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk perempuan. Kelompok urnur mayoritas 25-55 tahun sebesar 42,22%, yang sekaligus termasuk kelompok usia produktif, tampak mendominasi struktur kependudukan. Dihubungkan dengan fakta mobilitas penduduk, bisa jadi situasi ini akibat tingginya aktivitas migrasi yang dilakukan oleh penduduk pada kategori usia ini.

Penduduk usia sekolah SD-SLTA meliputi kategori usia 7-18 tahun sebesar 28,16% atau sebanyak 3.233 orang. Rincian komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 4.

(3)

TIC 204 orang PT, 840 orang 6% SLTA 1580 orang 46%

-

SLTP, 295 orang 9%

Gambar 4 Komposisi pendidikan penduduk, Kelurahan Panorama Tahun 2007

Kesenjangan tingkat pendidikan menjadi persoalan tersendiri, mayoritas penduduk (46%) dengan latar belakang pendidikan SD dapat dirnaknai sebagai keterbatasan kapasitas surnber daya manusia. Kondisi ini menjadi tidak produktif, karena bila mereka sudah menamatkan sekolah hanya SD maka sulit untuk mengakses pekerjaan yang layak, sementara bila masih sekolah artinya duduk di bangku SMP, juga masuk kategori usia tidak produktif. Situasi ini termasuk salah satu faktor penyurnbang tingginya angka kerniskinan di Kecamatan Gading Cempaka, khususnya di Kelurahan Panorama. Latar belakang pendidikan yang ti& memadai membuat orang tidak mempunyai banyak pilihan untuk lapangan pekerjaan. Umumnya kemudian, pilihan kerja yang ditekuni adalah sektor informal karena tidak mensyaratkan s p e s i f h i pendidikanketerampilan tertentu, serta tidak membutuhkan modal W s i a l dalarn jumlah besar

Informasi yang diperoleh dari kantor Kelurahan Panorama menyebutkan bahwa mobilitas penduduk cenderung tinggi. Akibat langsung yang dirasakan dari ha1 ini adalah kesulitan bagian administrasi kelurahan untuk mendata perpindahan penduduk yang terjadi, baik keluarlmasuk wilayah Kelurahan ataupun antar wilayah dalarn Kelurahan. Kondisi ini didukung fakta rendahnya kepemilikan rumah pribadi, hanya 34,94% atau sebanyak 989 rumah tangga1KK

dari

2.830 KK

(4)

yang ada. Selebihnya hampir sebesar nunah tangga/KK tinggal di rumah kontrakanlsewa, atau menumpang di rumah kerabat.

4.3 Sistem Ekonomi

Jumlah penduduk yang bekerja di Kelurahan Panorama tercatat sebesar 37,64% atau 3.406 orang dari total penduduk usia kerja, dengan komposisi seperti tergambar berikut ini.

Tani, 830 orang Swasta, 1688 orang 39% 1256 orang 300h TNIlPolri, 74 orang PNS, 388 orang 9%

Gambar 5 Komposisi pekerjaan penduduk, Kelurahan Panorama, Tahun 2007

Di wilayah ini masih banyak dijumpai penduduk yang bergantung

dari

usaha pertanian (20%), khususnya dari bertani sawah dan sayur. Namun mayoritas riil rnata pencaharian pokok penduduk Kelurahan Panorama ada pada sektor swasta sebesar 39% dm sektor perdagangan sebesar 30%. Bila dianalisis secara cermat, dalam kenyataannya sektor perdagangan ini lebih riil daripada sektor swasta, karena pada prakteknya mata pencaharian "swasta" sebagaimana kategori yang terdapat pada Gambar 5, cendemg mengacu makna konotasi

untuk

menyebut jenis-jenis pekerjaan di sektor informal, misalnya tukang ojeg, pedagang kaki lima, buruh pasar, kuli angkut, dan lain sebagainya. Kekeliruan penggunadpenyebutan istilah pekerjaan "swasta" ini sebenamya dilatari pula oleh keterbatasankekakuan standar pendataan kependudukan yang ada, terutama

untuk memberikan tempat bagi ruang peke rjaan sektor informal.

Di Kelurahan Panorama, sektor informal cenderung lebih berpeluang besar

untuk

berkembang karena didukung oleh kondisi wilayah, terutama dengan keberadaan TerminaVPasar Panorama. Beragam peluang kerja informal terbuka

(5)

luas di wilayah ini, misalnya juru parkir, ojeg, pedagang asongan, pedagang kaki lima, kuli angkut, buruh pengupas batok kelapa, "pengutit' tangkai cabe (membuang tan- cabe), "metik? bawang (membuang akar dan tangkai daun bawang merah), pemulung barang bekas, dan lain sebagainya. Jenis-jenis pekerjaan ini muncul umumnya lebih tercipta berkat "kejelian" menangkap kebutuhan riil konsumen, daripada dilatari oleh keahlianlspesifikasi ketrampilan yang didapatkan dari jenjang pendidikan tertentu.

4.4 Struktur Komunitas

Secara alamiah, dinamika interaksi sosial rnasyarakat membentuk struktur komunitas, diantaranya pelapisan sosial komunitas. Pada masyarakat perkotaan yang heterogen sebagairnana halnya Kelurahan Panorama, mayoritas pelapisan sosial lebih ditentukan oleh jenis pekerjaan seseorang.

Alasannya,

jenis pekerjaan

secara langsung mempengaruhi besaran penghasilan clan taraf kesejahteraan

ekonomi seseorang. Latar belakang pendidikan juga ikut mempengaruhi pelapisan sosial, namun tidak se-signifikan seperti halnya jenis pekerjaan. Boleh jadi pendidikan seseorang tinggi, misalnya sarjana namun ia menganggur, maka posisinya dalam struktur kemasyarakatan bisa saja ditempatkan dibawah seorang pemulung yang tidak tamat SMP, tetapi dari hasilnya memulung barang bekas ia bisa membangun rumah besar dan memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi tinggi.

Pada konteks situasi ini, nilai apresiasi yang diberikan adalah pada keuletan atau kerja keras sewrang. Seorang Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri, atau Bidan, bila kehidupan ekonominya berkecukupan dipandang wajar, karena memang secara posisi pekerjaan dan penghasilan mereka mernang mapan. Tetapi orang- orang diluar pekerjaan mapan (sektor formal) bisa hidup berkecukupan, merupakan ha1 yang luar biasa. Unsur lain yang menyumbang pengaruh pada pembentukan lapisan sosial dalam komunitas adalah besarnya kontribusi atau "jasa" seseorang terhadap lingkungan komunitasnya. "Jasa" ini dapat berupa pemikiranlide-ide kreatif terhadap kemajuan komunitas yang langsung diaplikasikan dalam kegiatan nyata, serta jasa dalam bentuk materi seperti uang clan benda lainnya yang dapat bermanfaat bagi lingkungan komunitas.

Analisis aspek kepemimpinan pada rnasyarakat Kelurahan Panorama menunjukkan bahwa baik kepemimpinan komunitas formal maupun informal

(6)

diidentikkan dengan lurah dan perangkat-perangkatnya hingga ke tingkat RT. Selanjutnya diposisikan sebagai penguasa wilayah dalam konteks kepentingan birokrasi adrninistrasi pemerintahan, misalnya untuk uusm KTP (Kartu Tanda Penduduk), pengurusan Kartu Keluarga, atau surat pengantarlrekomendasi untuk mendapatkan bantuan proyek pemerintah. Sedangkan kepemimpinan informal identik dengan aktivitas sosial kemasyarakatan tertentu seperti tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, atau tokoh perempuan.

Masyarakat cenderung lebih memberikan penghargaan dm mentaati kepemirnpinan informal dibanding formal. Misalnya penerapan atwan untuk melapor pada RTRW bagi penghuni baru di wilayah tersebut, jarang sekali diindahkm kecuali setelah ada kepentingan penghuni baru tersebut untuk mendapat KTP, pengurusan Kartu Keluarga, atau pengantarlrekomendasi untuk mendapatkan bantuan proyek pemerintah seperti Askeskin, beasiswa pendidikan, atau jatah raskin. Seringkali ditemukan kejadian dirnana seseorangkeluarga sudah tinggal selama berbulan-bulan di suatu wilayah, tetapi RTRW setempat tidak tahu apalagi pihak :Kelurahan. Sementara itu pada waktu yang bersamaan, penghuni baru itu justru "menandangf' (datang, memberi tahu dan minta ijin) dari tokoh-tokoh informal komunitas, atau dengan bahasa lainnya "orang yang dituakan7' di komunitas.

Jejaring sosial dalam komunitas berkembang secara horizontal antar warga dalam komunitas, serta secara vertikal dengan pihak-pihak di luar komunitas. Dengan persamaan kepentinganflcebutuhan, umumnya jaringan vertikal yang dimiliki individu biasanya juga dapat diakses oleh warga komunitas lainnya melalui pertukaran informasi. Kecenderungan yang ada, semakin tinggi posisi seseorang dalam struktur pelapisan sosial, biasanya semakin luas pula jaringan yang dimilikinya. Jaringan sosial yang dimiliki individukelompok dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk pengentasan persoalan komunitas.

4.5 Kelembagaan dan Organisasi Sosial

Interaksi sosial kemasyarakatan masyarakat perkotaan yang ada di komunitas Kelurahan Panorama, baik ekonomi, kekerabatan, keagamaan, pendidikan dan sebagainya, cenderung menuju kearah kelembagaan yang

(7)

terorganisasi. Beberapa contoh kasus rnisalnya pada aktivitas arisan keluarga, yang diarahkan untuk terbentuknya organisasi dengan basis kekerabatan atau satuan wilayah tertentu. Contoh lainnya, kegiatan ibadah keagamaan juga cenderung lebih terorganisasi, misalnya dari kelompok pengajian komunitas menjadi BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim).

Proses pelembagaan ini biasanya ditandai dengan mulai adanya aturan kelembagadorganisasi yang tertulis dan baku, misalnya tertuang dalam Anggaran dasar1Anggaran Rumah Tangga Lembaga yang baku. Aturan-aturan tertulis inilah yang kemudian mengikat clan memandu norma yang berlaku di lembaga dm cara-cara lembaga untuk menjalankan fungsi kontrol sosialnya, termasuk untuk mempertahankan norma-norma tersebut. Biasanya kelembagaan yang ada dapat berhubungan secara independen dengan lernbaga-lembaga lain di luar komunitas. Proses perubahan kelembagaan terkait erat dengan fakta dinamika interaksi situasi sosial kemasyarakatan yang ada. Keragaman latar belakang penduduk, memberikan peluang untuk terlahimya ide-ide alternatif terkait pengembangan kelembagaan, terutama dalam rangka menjawab persoalan sosial yang ada di komunitas.

4.6 Permasalahan Sosial Komunitas

Berdasarkan analisis situasi sosial komunitas, berikut ini beberapa permasalahan sosial yang teridentifikasi:

a Kemiskinan

Mayoritas keluarga miskin terkonsentrasi di wilayah RTIRW yang dekat dengan wilayah TerminaVPasar Panorama, antara lain RW 05 (di RT 14 dan RT 16), RW 06 (di RT 17), RW 07 (di RT 19 dm RT 20), RW 07 (di RT 21), dan RW 08 (di

R?'

24). Kondisi kemiskinan keluarga ini berdampak b u s u s pada perempuan dalam pola penyelenggaraan aktivitas kerumahtanggaan termasuk pengelolaan keuangan keluarga. Akibat lanjutannya adalah peningkatan partisipasi kerja perempuan, serta peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga akibat tekanan situasi kesulitan ekonomi keluarga

b. Rendahnya daya dukung lingkungan;

Seperti kondisi umum wilayah-wilayah kantong kemiskinan perkotaan lainnya, Kelurahan Panorama khususnya lingkungan RWIRT yang berada di

(8)

lingkungan ekologis dengan kepadatan populasi. Kepadatan populasi ini antara lain disebabkan banyaknya pendatang yang memilih tinggal di rumah sewaan yang banyak terdapat di sekitar pasar, agar dekat dengan lokasi pasar, tempat yang menyediakan banyak alternatif peluang pekerjaan. Beberapa persoalan yang muncul akibat kepadatan populasi ini meliputi pengelolaan sarnpah, ketersediaan sarana air bersih, sanitasi lingkungan yang b u d , serta pemukiman kumuh dan padat.

c. Keterbatasan kepemilikan terhadap aset lahan

Faktanya bahwa kepemilikan rumah pribadi di Kelurahan Panorama hanya 34,94% dan sisanya 65,36% tinggal di rumah kontrakanfsewa atau menumpang di rumah kerabat. Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia secara individual/kelompok, telah membatasi bahkan menutup akses orang untuk membuat pilihan-pilihan situasi li~~gkungan hidup yang lebih layak. Dalam proses akhirnya berkontribusi pada pembentukan karakter perilaku orang untuk bertahan disituasi apa adanya dan harus siap bertoleransi terhadap risiko tinggi buruknya keadaan lingkungan, terutama pada risiko kesehatan. d. Keterbatasan akses terhadap fasilitas pelayanan publik untuk peningkatan

kesejahteraan.

Posisi wilayah yang strategis dan didukung oleh kemudahan sarana transportasi, ternyata tidak menjamin akses warga terhadap fasilitas pelayanan publik yang tersedia, seperti sarana pendidikm, kesehatan, penyediaan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan, Perbankan, dan sebagainya. Contohnya untuk sarana kesehatan dari RT 24 RW 08, tersedia 2 Puskesmas (Puskesmas Jalan Gedang, Puskesmas Lingkar Timur) dan 1 Puskesmas Pembantu (Puskesmas Panorama), serta Rumah Sakit Umum Daerah M.Yunus, ataupun klinik doktertbidan praktek, namun warga umumnya masih memanfaatkan tenaga dukdparaji, atau mengandalkan obat-obatan yang dijual di pasar, untuk mengatasi sakitnya. Padahal sarana-sarana kesehatan ini dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Penyebab utamanya adalah kekuatiran mahalnya biaya, hambatan sosial psikologis, serta prosedur birokrasi yang berbelit jika ingin memanfaatkan Askeskin.

(9)

e. Potensi konflik

Keterbatasan pendataan, akibat kelalaian warga yang bersangkutan karena tidak melaporkan din, ataupun kelalaian pihak RTRWIKelurahan, menyebabkan perubahan data kependudukan menjadi sulit terpantau, termasuk persoalan sosial yang ada. Situasi ini merupakan potensi konflik, seperti "born waktu" yang biasanya "meledak" terutama saat ada proyek/program pemerintah yang bersifat bantuan, apalagi bila kriteria penetapan sasaran penerima bantuan tidak jelas.

Beberapa gejolak situasi k o d i k yang terpantau jelas di lapangan antara lain berkenaan dengan penyaluran beras murah bagi keluarga tidak rnampu (atau disebut juga Raskin), penyaluran dana recovery bagi korban gempa bumi, dan penyaluran dana BLT Plus. Sebab timbulnya konflik berkisar pada sod siapa yang layak dan lebih berhak mendapatkan bantuan, serta protes terhadap proses pendistribusian bantuan yang kerap dianggap tidak transparans dan kerap diwarnai praktek

KKN

(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Pada prinsipnya sikap curiga dan protes warga ini dikarenakan minimnya informasi yang dimiliki warga tentang penyelenggaraan suatu program/kegiatan. Umumnya sosialisasi pelaksanaan program terhenti hanya sampai kepada level ketua/pengurus RT setempat, yang jarang diteruskan secara utuh kepada warga kebanyakan, biasanya terbatas pada penerima bantuan saja Bagi warga yang ti& rnemiliki tanda pengenal kependudukan setempat seperti

KTP

(Kartu Tanda Penduduk) atau

KK

(Kartu Keluarga), posisinya menjadi lebih sulit untuk mengakses bantuan. Namanya seringkali dicoret dari daftar calon penerima bantuan, karena dianggap tidak terdaftar sebagai warga setempat, meski kadang mereka sudah tinggal lebih

dari

setahun di wilayah tersebut. Sebagai gantinya dicari warga lain yang memiliki KTPJKK agar sah persyaratan penerima bantuan secara admidstratif. Kenyataannya status ekonomi warga pengganti ini seringkali lebih baik daripada warga yang narnanya dicoret dari daftar penerima.

Kejadian ini kerap memicu konflik, yang biasanya mewujud dalam bentuk aksi protes terhadap penyelenggara programfkegiatan, d i n g curiga antar warga bahkan adu fisik., atau sikap apatis terhadap program yang ditunjukkan

(10)

Gambar

Gambar 4  Komposisi  pendidikan penduduk, Kelurahan  Panorama  Tahun  2007
Gambar 5  Komposisi pekerjaan penduduk,  Kelurahan Panorama, Tahun  2007

Referensi

Dokumen terkait

(2) Data gambar teks pesan singkat yang berindikasi tindak penipuan selanjutnya ditranskripsikan pada kartu data I untuk dilakukan analisis variasi bahasa, makna

Dari beberapa program kerja, 80% program kerja juga dilaksanakan melalui media sosial, tujuannya agar tidak hanya warga RT 012 RW 005 kelurahan Paseban yang

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: (1) Rata-rata hasil keterampilan proses sains siswa kelas X MIA 3 SMA Muhammadiyah 1

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan loyalitas konsumen di Pasar Tradisional Ampel, Kabupaten Boyolali.. Jenis

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan rasio Si/Al yang berkaitan dengan dealuminasi dalam proses pengasaman dengan menggunakan konsentrasi

28 Dengan demikian pengertian pendidikan Islam yang dibahas di sini adalah segala usaha dalam rangka mengembangkan potensi manusia pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan,

Program ini meliputi kegiatan pengawasan terhadap tempat- tempat umum dan tempat pengolahan makanan yang diperkirakan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kesehatan

Dalam implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007, mengenai pencatatan pernikahan, secara detil sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan setiap