HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN
KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING
NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S -1) Psikologi
Oleh :
JUWITA RAHAYU P F 100 090 028
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh :
JUWITA RAHAYU P F 100 090 028
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN OUTSOURCING
Yang diajukan oleh:
JUWITA RAHAYU P F.100.090.028
Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji
Telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
IIUBUNGAII ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA
KARYAWAN OUTSOARCING
Yang Diajukan Oleh:
JTIWITA RAHAYU P F.100.(D0.028
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal : 30 Juti 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Penguji Utama
Susatyo Yuwono, S.Psi, M.si
Penguji Pendamping I Drz. Zahrotul Uyun, M.Si
Penguji Pendamping
II
Drs. Mohammad Amir, M.Si
I
)
"m
Surakarta, 30 Juli 2013
ilas Muhammadiyah Surakarta
ffi
DI
,;l
HUBUNGAN ANTARA JOB INSECURITY DENGAN KEPUASAN KERJA PADA
KARYAWAN OUTSOURCING
Juwita Rahayu Purwitasari Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si. Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Abstraksi
Kepuasan kerja diharapkan dapat dirasakan oleh sebagian besar karyawan, namun pada kenyataannya kadang hanya sebagian kecil karyawan yang dapat merasakan kepuasan kerja yang disebabkan oleh adanya oleh adanya job insecurity di kalangan karyawan terutama karyawan berstatus kontrak atau karyawan outsourcing. Karyawan dengan job insecurity yang tinggi akan melahirkan depresi, stress, kecemasan, perasaan tidak berharga, putus asa dan berkurangnya rasa percaya diri sehingga juga akan mengurangi kepuasan kerja.
Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui hubungan antara job insecurity dengan kepuasan kerja , sehingga penulis mengajukan hipotesis bahwa ada hubungan negatif antara job insecurity dengan kepuasan kerja pada karyawan outsourcing. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Indo Cali Plast yang berjumlah 148 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive non random sampling, yaitu subyek yang dijadikan sampel penelitian didasarkan ciri tertentu. Alat ukur yang digunakan untuk mengungkap variabe l-variabel penelitian ada 2 macam alat ukur, yaitu : (1) skala job insecurity, dan (2) skala kepuasan kerja. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi (rxy) = -0,491dengan p=0,01, yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara job insecurity dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi job insecurity maka semakin rendah kepuasan kerja yang dialami karyawan, sebaliknya semakin rendah
job insecurity maka semakin tinggi kepuasan kerja karyawan. Rerata empirik
variabel job insecurity sebesar 68,288 dengan rerata hipotetik sebesar 77,5. Jadi rerata empirik < rerata hipotetik yang berarti pada umumnya karyawan PT. Indo Cali Plast mempunyai job insecurity yang sedang mendekati rendah, selanjutnya rerata empirik variabel kepuasan kerja sebesar 112,438 dengan rerata hipotetik sebesar 95. Jadi rerata empirik > rerata hipotetik yang berarti pada umumnya karyawan PT. Indo Cali Plast mempunyai kepuasan kerja yang tinggi
PENDAHULUAN
Maraknya sistem outsourcing di Indonesia telah banyak menimbulkan ketidakpuasan di kalangan karyawan outsourcing
karena sistemnya yang bersifat kontrak dan tidak bisa menjamin masa depan pekerjaan yang lebih pasti. Sistem outsourcing itu sendiri mulai
booming di Indonesia sejak krisis
ekonomi 1998 di saat kebutuhan perusahaan akan efisiensi menjadi sangat penting untuk dipenuhi (Andreanto, 2010). Menurut beberapa pihak, penerapan outsourcing
merupakan salah satu solusi dari permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Data BPS mencatat bahwa sebanyak 10,55 juta orang (Februari 2007) atau sekitar 9,57% dari penduduk Indonesia berstaatus sebagai pengangguran, dimana kondisi ini dipicu oleh tingginya jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 108,13 juta orang. Belum lagi Bappenas mencatat bahwa jumlah tenaga kerja baru terus meningkat dan bertambah sedikitnya 2,5 juta orang per tahun. Sementara itu Siregar (dalam Andreanto, 2010) dalam situs Depnakertrans mencatat 60% pekerja
di sektor formal adalah pekerja kontrak. Fenomena inilah yang banyak dikatakan turut memunculkan istilah
oustosurcing di Indonesia.
Pengambilan karyawan
outsourcing oleh sebuah perusahaan
menurut Faiz (2007) biasanya dilakukan karena perusahaan ingin melakukan efisiensi dalam bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Dengan mengambil karyawan dari pihak ketiga perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional.
Pelaksanaan outsourcing itu sendiri sebenarnya menur ut Suwondo (2004) memiliki manfaat yang cukup banyak. Namun pada kenyataannya secara umum pelaksanaan outsourcing mendapat tanggapan kurang baik dari para karyawan outsource itu sendiri, yang dikarenakan oleh rasa ketidaknyamanan pada karyawan
oustsourcing sehingga memicu berbagai aksi tindakan mogok kerja
yang dilakukan oleh para karyawan
outsource tersebut.
Fenomena-fenomena tersebut di atas menggambarkan bahwa banyak karyawan oustsourcing mempunyai kepuasan kerja yang rendah. Kepuasan kerja itu sendiri merupakan salah satu indikasi tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas, karena dengan kepuasan kerja, seorang karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan perasaan senang sehingga perusahaan juga dapat mencapai hasil yang maksimal. Sebab karyawan yang merasa puas dengan pekerjaannya biasanya akan diikuti oleh tingginya tingkat produktivitas, yang dalam hal ini menguntungkan perusahaan.
Kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai kesenangan atau positif emosional yang dihasilkan dari penilaian diri terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja (Locke, 1976). Vroom (1964) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai orientasi individu yang positif terhadap peranan pekerjaan yang dipegang pada satu masa.
Dikemukakan oleh (Herzberg dalam Sukmiati, 2003) bahwa ciri perilaku pekerja yang puas adalah
mereka mempunyai motivasi untuk berkerja yang tinggi, mereka lebih senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja dan malas dengan pekerjaan dan tidak puas. Tingkah laku karyawan yang malas tentunya akan menimbulkan masalah bagi perusahaan berupa tingkat absensi yang tinggi, keterlambatan kerja dan pelanggaran disiplin yang lainnya, sebaliknya tingkah laku karyawan yang merasa puas akan lebih menguntungkan bagi perusahaan.
Akibat lebih lanjut dari karyawan yang tidak puas dengan pekerjaannya yakni kemungkinan akan memulai reaksi mereka dengan tindakan-tindakan ringan seperti datang terlambat, sebelum beralih ke tindakan yang lebih berat, seperti absen, dan pada akhirnya keluar dari perusahaan (turnover). Seperti hasil survei oleh Global Strategic Rewards 2007 sampai 2008, menunjukkan bahwa tingkat turnover atau keluar – masuknya karyawan untuk posisi penting (level manajerial dan diatasnya) di industri perbankan antara
6,3% sampai 7,5%. Sementara, pada industri umumnya berkisar 0,1% sampai 0,74% (Wardana, 2010).
Apabila pekerjaan sudah terabaikan maka jelas bahwa perusahaan akan mengalami kerugian yang besar dari sisi produktivitas maupun efektivitas. Dengan demikian penting sekali bagi perusahaan untuk dapat memenuhi kepuasan kerja bagi karyawannya, namun pada kenyataannya tidak semua aspek kepuasan kerja tersebut dapat dipenuhi oleh suatu perusahaan, karena pada kenyataannya masalah kondisi pekerjaan akan dirasakan kurang memuaskan bagi karyawan, khususnya karyawan outsourcing sebagai tenaga kontrak.
Kondisi pekerjaan yang kurang memuaskan bagi karyawan
outsourcing tersebut adalah jaminan
rasa aman. Jaminan rasa aman tersebut akan mengarah pada jaminan bahwa karyawan tidak akan pernah terancam akan kehilangan pekerjaannya. Istilah yang diberikan oleh Marwansyah & Mukaram (2000) tentang ancaman akan kehilangan pekerjaan itu biasa disebut dengan job insecurity.
Menurut Rosenbalt (dalam Munandar
2001) job insecurity adalah
ketidakberdayaan untuk
mempertahankan kelanjutan pekerjaan karena ancaman situasi dari pekerjaan.
Job insecurity ini akan banyak
terjadi dialami oleh karyawan
outsourcing, sebab pada karyawan outsourcing biasanya hubungan industrialnya kabur sehingga menyebabkan ketidakpastian pekerjaan selama kontrak kerja berlangsung dan ketakutan terjadi pada pekerja jika kontraknya tidak diperpanjang.
Istilah job insecurity itu sendiri mulai diperkenalkan saat banyak perusahaan mempekerjakan karyawan kontrak dan terjadinya perubahan dalam organisasi akibat pengurangan karyawan, restrukturisasi dan merger (Ashford, 1989). Pengertian job insecurity menurut Grennhalgh dan
Rosenbalt (1984) adalah ketidakberdayaan untuk memperta-hankan ke lanjutan pekerjaan karena ancaman situasi dari pekerjaan.
Munandar (2001) menge-mukakan bahwa ancaman akan kehilangan pekerjaan (job insecurity) berkaitan dengan masalah kesehatan yang parah, yang meliputi ulcers,
colitis, dan alopecia, dan peningkatan
keluhan-keluhan emosional dan otot. Sementara itu Roskies & Guerin (dalam Fiksenbaum, 2002) mengatakan bahwa penurunan kondisi kerja seperti rasa tidan aman (insecure) dalam bekerja akan mempegaruhi karyawan lebih dari sekedar kehilangan pekerjaan semata, namun juga mengarahkan pada demosi menurunnya kondisi psikologis dan akan mempengaruhi kepuasan kerja.
Demikian pentingnya rasa keamanan atas pekerjaan itu bagi kepuasan kerja karyawan, sehingga apabila tidak terpenuhi akan menimbulkan permasalahan tersendiri yang pada gilirannya juga mempengaruhi kelancaran organisasi.
Berdasar uraian tersebut di atas maka muncul permasalahan ”apakah ada hubungan antara job
insecurity dengan kepuasan kerja pada
karyawan outsourcing?”
Dari permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul: ”Hubungan antara
job insecurity dengan kepuasan kerja
pada karyawan outsourcing”.
METODE PENELITIAN
Populasi pada penelitian ini adalah karyawan outsourcing PT. Indo Caliplast yang berjumlah 900 karyawan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran psikologis. Ada dua skala yang digunakan dalam pene litian ini, yaitu skala job insecurity dan skala kepuasan kerja.
Teknik analisis yang digunakan untuk menghubungkan antara job insecurity dengan kepuasan kerja pada karyawan outsourcing adalah SPS (seri program statistik) dengan analisis product moment.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala.
Sebelum analisa data dilakukan dengan teknik analisis product moment, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yang meliputi uji normalitas sebaran dan uji linearitas.
Nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,491; p = 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat
signifikan antara job insecurity dengan kepuasan kerja. Semakin tinggi job
insecurity maka semakin rendah kepuasan kerja yang dialami karyawan, sebaliknya semakin rendah
job insecurity maka semakin tinggi
kepuasan kerja karyawan, yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa hipotesis terbukti.
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara job
insecurity dengan kepuasan kerja pada
karyawan PT. Indo Cali Plast, dengan r sebesar -0,491dengan p<0,01. Jadi hipotesa yang penulis ajukan terbukti.
Terbuktinya hipotisis yang diajukan oleh penulis membuktikan bahwa rasa aman pada individu sangat diperlukan, termasuk dalam situasi kerja, dan apabila rasa aman kurang terpenuhi maka akan muncul perasaan terancam akan eksistensi karyawan tersebut pada pekerjaannya yang disebut dengan job insecurity dan hal itu membuat karyawan merasa kurang puas bekerja di perusahaan tersebut. Hal itu seperti pendapat yang dikemukakan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) bahwa job insecurity merupakan
ketidakberdayaan seseorang/perasaan kehilangan kekuasaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi/situasi kerja yang terancam.
Namun walaupun sebagai karyawan berstatus kontrak di PT. Indo Cali Plast rata-rata karyawannya mempunyai job insecurity yang sedang mendekati rendah, sehingga pada akhirnya juga terbukti memberikan peran pada hasil yang tinggi pada kepuasan kerja karyawan.
Hal tersebut ditunjukkan dengan rerata empirik variabel job
insecurity sebesar 68,288 dengan
rerata hipotetik sebesar 77,5. Jadi rerata empirik < rerata hipotetik yang berarti pada umumnya karyawan mempunyai job insecurity yang sedang mendekati rendah.
Job insecurity yang sedang
menunjukkan bahwa besarnya ancaman (severity of threat) atau derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan situasi kerja di PT. Indo Cali Plast, perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job features) dan perasaan tidak berdaya (powerlesness) yaitu perasaan karyawan terhadap kurangnya kontrol
atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya dirasakan sedang mendekati rendah oleh para karyawan PT. Indo Cali Plast.
Job insecurity yang dirasakan
sedang mendekati rendah tersebut pada akhirnya menyebabkan para karyawan PT. Indo Cali Plast dapat merasakan kepuasan kerja yang tinggi karena adanya aspek psikologis yakni rasa aman,yang mana para karyawan PT. Indo Cali Plast tidak begitu merasa terancam terhadap tampilan kerja mereka, dan status kontrak bagi mereka juga bukan sebuah ancaman bagi masa depan mereka, karena mereka yakin bahwa dengan memberikan kontribusi berupa prestasi kerja pada perusahaan, pada akhirnya nanti mereka yakin akan dikontrak lagi bahkan dinaikkan statusnya menjadi karyawan tetap, selain itu bahwa status sebagai karyawan kontrak mungkin bagi mereka tidak menimbulkan powerlessness. Mereka tetap merasakan rasa yang berdaya sehingga mereka mampu mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya.
Diterangkan bahwa job insecurity merupakan pandangan subyektif individu terhadap situasi atau peristiwa di tempatnya bekerja. Pandangan subyektif ini memungkinkan individu berpikir dan menilai situasi secara berbeda-beda (Sverke & Hellgren, 2002). Dengan demikian ada orang yang menganggap situasi atau lingkungannya sebagai hal yang tidak mengancam dirinya. Orang yang bekerja sebagai tenaga
outsourcing bekerja berdasarkan pada
kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya. Keadaan ini memungkinkan seseorang untuk merasa terancam dengan situasi kerja karena adanya ketidakpastian akan kelanjutan kontrak kerja, namun pandangan atau penilaian tersebut tergantung pada masing-masing individu karena job insecurity
merupakan hal yang subyektif. Kesubyektifan tersebut dapat terpengaruh karena adanya trait yang bernama efikasi diri, dimana karyawan yang mempunyai efikasi diri tinggi kontrak kerja tersebut bisa saja dianggap sebagai tantangan untuk terus berusaha, sehingga job insecurity yang dirasakan cenderung rendah, hal
ini dikarenakan mereka yakin bahwa dirinya akan mampu berkontribusi bagi perusahaan dengan baik, sehingga mereka akan mempersepsikan kecil kemungkinan akan kehilangan pekerjaan (Rigoti dalam Andreanto, 2010).
Demikian yang terjadi pada PT. Indo Cali Plast bahwa job
insecurity karyawan PT. Indo Cali
Plast pada kategori sedang mendekati rendah agak berbeda dengan hasil survei awal yang mengindikasikan bahwa karyawan outsourcing yang memang statusnya sebagai karyawan kontrak cenderung mempunyai job
insecurity yang tinggi. Cenderung
rendahnya job insecurity pada karyawan Indo Cali Plast dipengaruhi oleh kemungkinan dipengaruhi oleh tingginya efikasi diri.
Sedangkan tenaga kerja
outsourcing yang memiliki tingkat
efikasi diri yang rendah dapat dikatakan tidak memiliki pemikiran positif seperti pada individu dengan tingkat efikasi tinggi, yakni mereka cenderung pesimis dan merasa tidak berdaya. Bahwa mereka tidak yakin akan kemampuannya dalam menghadapi tuntutan yang adadalam
lingkungan kerjanya. Oleh karena itu ketika dihadapkan pada situasi yang dianggap melebihi kemampuannya, mereka cenderung akan mudah menyerah dan lebih fokus pada kelemahan dirinya. Hal tersebut tentunya dapat berpengaruh dalam pekerjaannya dan pada akhirnya menimbulkan job insecurity yang tinggi dalam diri tenaga kerja
outsourcing tersebut (Bandura, 1995).
Kemudian rerata empirik variabel kepuasan kerja sebesar 112,438 dengan rerata hipotetik sebesar 95. Jadi rerata empirik > rerata hipotetik yang berarti pada umumnya karyawan mempunyai kepuasan kerja yang tinggi.
Kepuasan kerja karyawan di PT. Indo Cali Plast yang tinggi menunjukkan bahwa memang job
insecurity karyawan outsourcing di
tempat tersebut tidak begitu terjadi, dalam artian karena job insecurity-nya hanya sedang dan cenderung mendekati rendah maka kepuasan kerja karyawan PT. Indo Cali Plast cenderung tinggi.
Hanya saja masih perlu di pertimbangkan bahwa tidak seratus persen kepuasan kerja karyawan di
PT. Indo Cali Plast dipengaruhi oleh
job insecurity, karena masih ada faktor
lain yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, yang perlu juga diselidiki faktor apa saja yang juga mempengaruhi kepuasan kerja sehingga kepuasan kerja karyawan di PT. Indo Cali Plast lebih bisa meningkat semaksimal mungkin, sebab faktor job insecurity hanya menyumbang sebesar 24,4% terhadap kepuasan kerja .
Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dapat mempengaruhi kepuasan kerja antara lain human
relation, gaji, faktor lingkungan fisik
kerja, dsb. gaji yang memuaskan, kesempatan untuk maju, mengembangkan karir, kesempatan bekerja yang layak, kondisi kerja yang baik, lingkungan kerja yang memuaskan, teman sekerja yang memuaskan serta pimpinan yang baik.
Adapun kelemahan dalam penelitian ini adalah: untuk sampling, karena pengambilan sampelnya tidak bisa secara langsung atau angket hanya dititipkan oleh personalia, maka peneliti kurang dapat memberikan instruksi pengerjaan secara lebih detil sehingga dalam menjawab ada
kesalahan persepsi pada sebagian responden.
DAFTAR PUSTAKA
As’ad, M. 1982. Psikologi Industri
Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga.
Yogyakarta: Liberti.
Andreanto, Y. 2010. Job Insecurity dan Komitmen Organisasi terhadap Intensi Turnover Karyawan Kontrak di FE UII, Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Ashford, S.J., C. Lee, & P. Bobko.
1989. ”Content, Causes, and Consequences of Job insecurity: A Theory Based
Measure and Substantive
Test”, Academy of
Management Journal, 32 (4):
803-829.
Davis, K. dan Newstrom, J. 1989.
Human Behavior at Work.
Organization Behavior 8th Edition. Singapore: Mc. Graw-Hill. International.
Faiz, 2007. Outsourcing Dan Tenaga
Kerja.
http://panmohamadfaiz.com/20 07 /05/19/outsourcing-dan-tenaga-kerja/
Fiksenbaum , L, dkk. 2002. Impact of Restructuring, Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital. Nurses Stress News
Greenhalgh, L., dan Z. Rosenblatt. 2002. Job Insecurity; Towards Conceptual Clarity. Academy
of Management Review, 9 (3),
p. 438-448
Locke, E.A. 1976. What Is Job Satisfaction? Journal of Organization Behavior and Human Performance, 4. hlm.
309 - 336
Marwansyah & Mukaram. 2000.
Manajemen sumber daya manusia . Bandung: Pusat
Penerbit Administrasi Niaga Politeknik Negri Bandung. Munandar, A. 2001. Psikologi Industri
Dan Organisasi. UI Press,
Jakarta.
Rosenblatt, Z., dan A. Ruvio. 1996. ”A Test Multidimensional Model of Job Insecurity: The Case of Israeli Teachers”,
Journal of Organizational Behavior, 17: 587-605.
Ruvio, A., dan Z. Rosenblatt. 1999. ”Job Insecurity Among Israeli Schoolteachers: Sectoral Profiles and Organizational
Implications”. Journal of Educational Administration,
37: 139-158.
Sukmiati, 2003. hubungan antara human relation dan motivasi kerja dengan kepuasan kerja.
Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suwondo, C. 2004. Outsourcing
Implementasi di Indonesia.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Sverke M., Hellgren J. 2002 The Nature of Job Insecurity: Understanding employment uncertainty on the brink of a new millennium. Journal Applied Psychology. vol. 31 no. 2 175-178
Vroom, V.H. 1964. Work and Motivation. New York: John
Willey And Sons.
Wardana, 2010. Survey Turnover. www.kompas.com.