• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA

DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

Skripsi

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Sastra

Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh

Diki Fahrudin Aditiansyah 0906203

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA

DALAM ACARA

INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

Oleh

Diki Fahrudin Aditiansyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Diki Fahrudin A 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA

DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

oleh

Diki Fahrudin Aditiansyah 0906203

disetujui dan disahkan oleh: Pembimbing I,

Aceng Ruhendi Saefullah, M.Hum. NIP 195608071980121001

Pembimbing II,

Andika Dutha Bachari, S.Pd., M.Hum. NIP 198001292005011004

diketahui oleh

Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

FENOMENA KESANTUNAN BERBAHASA

DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE

ABSTRAK

Diki Fahrudin Aditiansyah 0906203

Penelitian ini mengungkap fenomena tuturan yang berpotensi tidak santun sebagai pelanggaran kesantunan berbahasa dengan menggunakan analisis Pragmatik. Kerangka analisis Pragmatik meliputi dua lapisan analisis: prinsip kesantunan dan tindakan mengancam wajah (face threatening act), digunakan untuk mengkaji sembilan sesi dari satu episode dalam acara Indonesia Lawyers Club yang berpotensi sebagai tuturan tidak santun. Tuturan yang berpotensi sebagai tuturan tidak santun merujuk pada perdebatan, cacian, hinaan dan merendahkan. Semua tuturan tersebut disesuaikan dengan tindakan mengancam wajah.

Kesantunan berbahasa dari tuturan para politisi dan pengacara dalam acara ILC yang berpotensi sebagai tuturan tidak santun teridentifikasi melalui analisis terhadap penerapan Prinsip Kesantunan. Analisis ini menunjukkan bahwa tuturan dari para politisi dan pengacara dalam acara ILC, melanggar salah satu atau lebih dari Prinsip Kesantunan. Maksud tuturan yang disampaikan secara implisit dari tuturan para politisi dan pengacara dalam acara ILC menggambarkan kreativitas sekaligus strategi penutur dalam mengemas tuturannya. Oleh karena itu, prinsip kesantunan dihadirkan untuk mengungkap maksud dari tuturan tersebut. Pelanggaran terhadap salah satu atau lebih dari prinsip kesantunan merupakan bentuk kesalahan dalam berbahasa. Berangkat dari pelanggaran tersebutlah tuturan yang disampaikan tergolong santun atau tidak santun.

(5)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

PHENOMENON POLITENESS SPEECH

IN THE INDONESIA LAWYERS CLUB EVENTS IN TV ONE

ABSTRACT

Diki Fahrudin Aditiansyah 0906203

The research revealed a potentially phenomenon politeness speech as a violation of politeness by using analysis of Pragmatics. Pragmatic analysis framework included two layers of analysis: politeness principle and face threatening act are used to assess the nine sessions of one episode in the Indonesia Lawyers Club of potentially not polite speech. Speech is potentially not as polite speech referring to the debate, insults, humiliation and degrading. All speech is adapted to a face threatening act.

Politeness of utterances of politicians and lawyers in the event that the potential ILC as polite speech is not identified through an analysis of the application of the politeness principle. This analysis showed the utterances of politicians and lawyers in the event. The ILC violated one or more of the politeness principle. Intent implicit speech delivered from the speech of politicians and lawyers in the event described creativity as well ILC strategy in packaging speech speakers. Therefore, the politeness principle presented to reveal the purpose of the speech. Violation of any one or more of the politeness principle is a form of error in speaking. Departing from the speech delivered mentioning violations classified as polite or not polite.

(6)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

UCAPAN TERIMA KASIH...ii

ABSTRAK...iv

ABSTRACT...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Penelitian...1

1.2 Masalah...5

1.2.1 Identifikasi Masalah...5

1.2.2 Batasan Masalah...5

1.2.3 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan Penelitian...6

1.4 Manfaat Penelitian...6

1.4.1 Manfaat Teoretis...6

1.4.2 Manfaat Praktis...7

1.5 Asumsi Penelitian...7

1.6 Sistematika Penulisan...7

BAB 2 PRAGMATIK, IHWAL KESANTUNAN BERBAHASA DALAM ACARA INDONESIA LAWYERS CLUB, DAN PENELITIAN TERDAHULU...8

2.1 Pragmatik...8

2.2 Aspek Situasi Ujar...10

2.3 Kesantunan Berbahasa...11

2.4 Ihwal Acara Indonesia Lawyers Club...16

2.5 Penelitian Terdahulu...17

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN...19

(7)

vii

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

3.2 Data dan Sumber Data...21

3.2.1 Data...21

3.2.2 Sumber Data...21

3.3 Teknik Penelitian ...21

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data...21

3.3.2 Teknik Penganalisisan Data...22

3.3.3 Penyajian Hasil Analisis Data...22

3.4 Definisi Operasional...22

3.5 Instrumen Penelitian...23

BAB 4 PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN...24

4.1 Ihwal Data...24

4.2 Analisis Tuturan Para Politisi dalam Acara Indonesia Lawyers Club...26

4.2.1 Analisis Tuturan dalam Sesi 1...26

4.2.1.1 Konteks Tuturan Sesi 1...26

4.2.1.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 1...35

4.2.2 Analisis Tuturan dalam Sesi 2...37

4.2.2.1 Konteks Tuturan Sesi 2...37

4.2.2.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 2...47

4.2.3 Analisis Tuturan dalam Sesi 3...48

4.2.3.1 Konteks Tuturan Sesi 3...48

4.2.3.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 3...57

4.2.4 Analisis Tuturan dalam Sesi 4...59

4.2.4.1 Konteks Tuturan Sesi 4...59

4.2.4.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 4...72

4.2.5 Analisis Tuturan dalam Sesi 5...75

4.2.5.1 Konteks Tuturan Sesi 5...75

4.2.5.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 5...84

4.2.6 Analisis Tuturan dalam Sesi 6...87

4.2.6.1 Konteks Tuturan Sesi 6...87

4.2.6.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 6...98

4.2.7 Analisis Tuturan dalam Sesi 7...100

4.2.7.1 Konteks Tuturan Sesi 7...100

4.2.7.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 7...107

(8)

viii

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

4.2.8.1 Konteks Tuturan Sesi 8...109

4.2.8.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 8...118

4.2.9 Analisis Tuturan dalam Sesi 9...120

4.2.9.1 Konteks Tuturan Sesi 9...120

4.2.9.2 Fenomena Kesantunan Tuturan Politisi Sesi 9...127

4.3 Temuan Penelitian...128

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...133

5.1 Simpulan...133

5.2 Saran...135

5.3 Penutup...136

DAFTAR PUSTAKA...137

LAMPIRAN...140

(9)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk menghindari diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, ketika dalam perdebatan, diskusi, dan lain-lain. Bahasa dapat menjadi pelindung untuk melindungi citra atau wajah penggunanya.

Di sisi lain, anggapan bahwa lidah lebih tajam dari pisau nampaknya bukan hanya omong kosong. Faktanya, tidak sedikit ditemukan tindak kejahatan yang bermula dari masalah adu pendapat. Selain itu, bahasa tidak jarang digunakan sebagai tameng seseorang dalam menyembunyikan suatu hal yang menjadi privasi, terutama privasi negatif seseorang. Hal ini membuktikan bahwa bahasa ternyata selain berguna sebagai alat komunikasi, juga berguna sebagai alat untuk menutupi wajah atau kutub negatif seseorang.

Ketika berkomunikasi, manusia dituntut untuk menggunakan bahasa yang santun. Meskipun, kita mengenal ragam bahasa nonformal yang tidak menuntut manusia harus santun dalam berbahasa. Akan tetapi, kesantunan berbahasa mutlak diperlukan dalam upaya menjalin hubungan harmonis ketika berkomunikasi.

Pada dasarnya, kesantunan mengacu pada unsur-unsur bahasa (kalimat-kalimat, kata-kata atau tuturan). Kesantunan berbahasa dapat dikaji menggunakan kajian pragmatik. Pragmatik yaitu ilmu yang mengkaji pengunaan bahasa sebagai tindak ujar atau tindak tutur (Chaer, 2007:23). Dalam pragmatik terdapat teori yang menjelaskan mengenai kesantunan berbahasa.

(10)

2

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

dilakukannya, apa yang dimilikinya atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau apa yang dimilikinya itu diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, dan patut dihargai. Kesantunan untuk menjaga wajah positif disebut kesantunan positif sedangkan wajah negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan membiarkannya bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.

Agustina (2008) mengatakan wajah mengacu kepada citra diri atau harga diri. Wajah atau harga diri dapat jatuh karena tindakan sendiri atau tindakan orang lain. Oleh karena itu, wajah atau harga diri perlu dijaga agar tidak jatuh. Yang perlu menjaga wajah adalah diri sendiri dan orang lain. Salah satu yang dapat menjaga wajah adalah tindak tutur. Tindak tutur berpotensi menjatuhkan wajah, maka tindak tutur perlu dilengkapi dengan piranti pelindung wajah atau citra diri yaitu kesantunan berbahasa.

Brown dan Levinson (1978) menjelaskan lima strategi kesantunan berbahasa, yaitu (1) strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) strategi bertutur dengan basi kesantunan positif, (3) strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, (4) strategi bertutur samar-samar, dan (5) strategi bertutur dalam hati. Brown dan Levinson (1978) mengemukakan strategi bertutur dengan basa basi kesantunan positif (disingkat BBKP) terdiri atas 10 substrategi yaitu, (1) tuturan menggunakan penanda identitas sebagai anggota kelompok yang sama, (2) tuturan memberikan alasan, (3) tuturan melibatkan Pn dan Mt dalam satu kegiatan, (4) tuturan mencari kesepakatan, (5) tuturan melipatgandakan simpati kepada Mt (6) tuturan berjanji, (7) tuturan memberikan penghargaan kepada Mt, (8) tuturan bersikap optimis, (9) tuturan bergurau, (10) tuturan menyatakan saling membantu.

(11)

3

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

kepesimisan, (8) tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum, dan (9) tuturan yang menyatakan rasa hormat.

Brown dan Levinson (1978) mengemukakan strategi bertutur samar-samar (disingkat BSS) terdiri atas 15 substrategi yaitu, (1) menggunakan isyarat, (2) menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, (3) mempraanggapan, (4) menyatakan kurang dari kenyataan yang sebenarnya, (5) menyatakan lebih dari kenyataan yang sebenarnya, (6) menggunakan tautologi, (7) menggunakan kontradiksi, (8) menjadikan ironi, (9) menggunakan metafora, (10) menggunakan pertanyaan retoris, (11) menjadikan pesan ambigu, (12) menjadikan pesan kabur, (13) menggeneralisasikan secara berlebihan, (14) mengalihkan petutur, dan (15) menjadikan tuturan tidak lengkap atau elipsis.

Kata-kata, kalimat-kalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi. Oleh sebab itu, perlu adanya latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur untuk dapat memahami tuturan seperti konteks tindak tutur dan konteks budaya. Dalam ilmu bahasa, sebuah kalimat dapat dianalisis berdasarkan konteks artinya kalimat baru dapat dikatakan benar apabila kita mengetahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya, dan bagaimana situasinya. Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik apabila dapat memahami dasar sebuah tuturan yakni konteks.

Konteks adalah faktor yang mempengaruhi kelancaran komunikasi. Selain itu, konteks diartikan sebagai pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dalam menafsirkan makna tuturan. Leech (Wijana, 1996:10-11) mengemukakan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan dalam rangka mengkaji ilmu pragmatik. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan tuturan, (d) tuturan sebagai tindakan atau kegiatan, (e) tuturan sebagai produk tindak verbal.

(12)

4

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

penutur, maka semakin santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (2) Operaning Scale

(skala pilihan), menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur. Semakin tuturan itu memungkinkan penutur dan mitra tutur menentukan pilihan yang banyak maka semakin santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (3) Indirectness Scale (skala ketaklangsungan), menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Apabila semakin tuturan itu bersifat langsung maka semakin tidak santunlah tuturan itu dan sebaliknya. (4) Authory Scale (skala keotoritasan), menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur. Apabila semakin jauh jarak peringkat sosial, tuturan yang digunakan cenderung semakin santun dan sebaliknya. (5) Sosial Distance Scale (skala jarak sosial), menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Apabila semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya maka semakin kurang santunlah tuturan itu dan sebaliknya.

Dalam acara debat pendapat, tidak jarang kita jumpai sengitnya adu argumen untuk mempertahankan pendapat, agar pendapat yang diutarakan dapat diterima dengan baik oleh orang lain. Tidak jarang juga, pendapat yang diutarakan malah bertujuan untuk menjatuhkan lawan bicara dan lawan bicara pun pastinya tidak tinggal diam ketika dirinya terancam oleh pendapat orang lain. Penggunaan bahasa yang baik mutlak diperlukan untuk melindungi citra, agar orang lain tidak mudah memandang sisi negatif dalam diri kita. Misalnya saja, dalam acara

Indonesia Lawyers Club yang disiarkan oleh Tv One. Dalam acara tersebut, dapat tergambar strategi seseorang untuk mempertahankan pendapatnya, terlebih melindungi wajah atau citra sehingga kutub wajah negatif tidak akan terlihat oleh orang lain. Pada titik inilah peran penting bahasa dalam upaya mempertahankan kutub wajah positif seseorang. Dengan bahasa yang santun, seseorang dapat mempertahankan argumennya, bahkan menutupi kutub wajah negatifnya.

Penelitian mengenai kesantunan berbahasa memang menarik untuk diteliti. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Prastiwi (2013), yaitu meneliti tentang strategi tuturan dalam interaksi antarpenutur dalam situs jejaring sosial

(13)

5

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

digunakan pengguna akun Twitter dalam berinteraksi dengan pengguna lain dan meneliti alasan pengguna akun Twitter menggunakan strategi kesantunan tertentu ketika berinteraksi dengan pengguna lain. Dalam penelitiannya, Prastiwi menggunakan teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson.

Dari pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti kesantunan berbahasa dalam acara Indonesia Lawyers Club, terlebih menggunakan pendekatan teori Pragmatik. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengeksplorasi tingkat kesantunan berbahasa para politisi, pengacara juga para peserta lainnya yang turut hadir dalam acara tersebut serta mengungkap fenomena pelanggaran prinsip kesantunan dalam upaya memertahankan kutub wajah dari tuturan yang diduga mengancam wajah.

1.2Masalah

Dalam bagian ini akan diuraikan masalah yang menjadi fokus penelitian. Adapun uraiannya meliputi: (1) identifikasi masalah, (2) batasan masalah, dan (3) rumusan masalah.

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini meliputi: (1) banyak tindak tutur yang tidak santun, (2) pelanggaran beberapa prinsip kesantunan pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club, (3) terdapat beberapa materi diskusi yang tidak sesuai dengan tema, dan (4) ditemukan tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah atau face threatening act dari acara Indonesia Lawyers Club di TV One. Identifikasi tersebut, menurut pandangan pragmatik dapat diteliti melalui teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson.

1.2.2 Batasan Masalah

(14)

6

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

tanggal 13 Maret 2012, (2) pelanggaran terhadap prinsip kesantunan pada data tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club, dan (2) mengemukakan tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah atau face threatening act

dari acara Indonesia Lawyers Club di Tv One tersebut. Kemudian, teori yang akan digunakan dalam meneliti fenomena tersebut adalah kajian pragmatik melalui teori kesantunan berbahasa yang digagas oleh Brown dan Levinson.

1.2.3 Rumusan Masalah

Berikut rumusan masalah dalam penelitian ini.

(1) Apakah tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One melanggar prinsip kesantunan?

(2) Bagaimana realisasi tindakan mengancam wajah pada tuturan dalam acara

Indonesia Lawyers Club di Tv One?

1.3Tujuan Penelitian

Berikut hal-hal yang ingin diketahui sebagai tujuan dari penelitian ini. (1) Tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One yang melanggar

prinsip kesantunan.

(2) Tindakan mengancam wajah pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat praktis yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Berikut manfaat secara toeretis dari penelitian ini.

(15)

7

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap prinsip kesantunan berbahasa dari teori yang terdapat dalam disiplin ilmu pragmatik.

1.4.2 Manfaat Praktis

Berikut manfaat secara praktis dari penelitian ini.

(1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai kondisi kesantunan berbahasa para politisi, pengacara dan pejabat lainnya di Indonesia.

(2) Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rujukan dalam proses penyusunan bahan ajar atau karya tulis ilmiah serta dapat memberikan tuntunan bagi masyarakat dalam upaya mengeksplorasi kesantunan berbahasa seseorang.

1.5Asumsi Penelitian

Setiap tuturan selalu berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini, prinsip kesantunan berbahasa yang dimiliki oleh para politisi, pengacara dan peserta lainnya dalam acara ILC tersebut untuk menjaga kutub wajah negatif dan positifnya dari tindakan mengancam wajah.

1.6Sistematika Penulisan

(16)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk proses pengumpulan dan penganalisisan data. Sudaryanto (1993: 62) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan deskriptif adalah penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta dan fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti potret. Dalam pendeskripsian data-data yang telah dikumpulkan, peneliti melakukannya tanpa mempertimbangkan benar atau salahnya penggunaan bahasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudaryanto (1993:62) bahwa perian yang deskriptif itu tidak mempertimbangkan benar salahnya penggunaan bahasa oleh penutur-penuturnya. Hal tersebut merupakan ciri utama dari penelitian deskriptif.

Sementara itu, analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena kebahasaan yang tengah diteliti. Oleh sebab itu, analisis kualitatif berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada angka-angka (Mahsun, 2007: 257).

(17)

20

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

Berdasarkan pemaparan tersebut, penelitian ini berusaha menggambarkan sekaligus menginterpretasikan fenomena kebahasaan yang terjadi khususnya, menganalisis tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di TV One.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengilustrasikan alur metode penelitian dalam menganalisis tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di TV One. Alur penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

Bagan Alur Penelitian

Penganalisisan Menggunakan Teori Pragmatik (Kesantunan Berbahasa)

Analisis kesantunan berbahasa pada tuturan dalam acara

Indonesia Lawyers Club di TV One menggunakan teori yang digagas oleh Brown dan Levinson

Temuan

1) Pelanggaran kesantunan berbahasa pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club;

2) Tindakan mengancam wajah pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club.

Simpulan

(18)

21

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014 3.2 Data dan Sumber Data

Sudaryanto (1993) pun mengemukakan bahwa data kualitatif tidak berupa angka, tetapi berupa pernyataan-pernyataan mengenai isi, sifat, ciri, keadaan, dari sesuatu atau gejala, atau pernyataan mengenai hubungan-hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sesuatu ini bisa berupa benda-benda fisik, pola-pola perilaku, atau gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, bisa pula peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat.

3.2.1 Data

Data penelitian ini berupa tuturan para politikus, pengacara, jurnalis dan seluruh peserta yang hadir dalam acara Indonesia Lawyers Club episode hari Selasa tanggal 13 Maret 2012 yang ditayangkan di TV One. Data penelitian ini diperoleh dengan cara menyimak, kemudian data tersebut dicatat untuk selanjutnya dapat dianalisis dengan menggunakan teori kesantunan berbahasa pragmatik.

3.2.2 Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan di salah satu media stasiun televisi swasta yaitu TV One. Data didapatkan peneliti dari media internet resmi yang mengunggah tayangan ulang dari acara tersebut. Bersumber dari tayangan ulang tersebutlah peneliti dapat menyimak dan mencatat.

3.3 Teknik Penelitian

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik pengumpulan data, penganalisisan data, dan penyajian hasil analisis data. Di bawah ini adalah rincian dari teknik penelitian yang digunakan dalam rangkaian penelitian ini.

3.3.1 Pengumpulan Data

(19)

22

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

terhadap dirinya dalam berhadapan dengan objek ilmiahnya (bahasa); (b) jenis bahasa (objek ilmiah) yang diteliti; dan (c) watak objek dan tujuan penelitian.

Metode simak dilakukan dengan cara menyimak data tuturan dalam acara

Indonesia Lawyers Club dari media internet dan media televisi. Dalam metode pertama ini, peneliti bertugas menyimak tuturan para politikus, pengacara, jurnalis dan seluruh peserta lainnya. Sementara itu, dalam metode catat peneliti melakukan pencatatan terhadap data tuturan tersebut untuk dibuat transkip data tuturan guna memudahkan dalam menganalisis.

3.3.2 Penganalisisan Data

Setelah tahap pengumpulan data. Selanjutnya, data dianalisis. Penganalisisan data dilakukan dengan menentukan hal-hal berikut:

(1) menyimak dan mencatat data tuturan yang terdapat dari acara Indonesia Lawyers Club;

(2) mengumpulkan dan mengelompokan data tuturan dengan kontekstualisasi data berdasarkan setiap rumusan masalah yang dibuat;

(3) mengidentifikasi data tuturan yang diperoleh dari acara Indonesia Lawyers Club yang melanggar prinsip kesantunan;

(4) menganalisis dan mendeskripsikan data tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club untuk mngetahui kategori tindakan mengancam wajah.

3.3.3 Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil dari analisis data dalam penelitian ini akan disajikan dengan menggunakan metode penyajian formal dan informal. Metode formal digunakan untuk memaparkan hasil analisis data yang berupa kaidah-kaidah atau lambang-lambang formal dalam bidang linguistik. Sementara itu, metode informal digunakan untuk memaparkan hasil analisis data yang berupa kata-kata atau uraian biasa tanpa lambang-lambang formal yang sifatnya teknis.

3.4Definisi Operasional

(20)

23

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

(1) kesantunan berbahasa dalam penelitian ini, merupakan salah satu teori dalam kajian pragmatik yang digagas oleh Brown dan Levinson. Kemunculan Kesantunan berbahasa menunjukkan adanya beberapa kemungkinan pelanggaran yang dapat terjadi terkait dengan realisasi prinsip kesantunan; (2) prinsip kesantunan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan teori untuk

menentukan tuturan para politisi serta pengacara dan mengungkap pelanggaran tuturan tersebut;

(3) tindakan mengancam wajah (face threatening act) dalam penelitian ini merupakan teori untuk menentukan tuturan para politisi serta pengacara termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah kutub positif atau negatif; (4) tuturan para peserta yang hadir dalam acara Indonesia Lawyers Club di TV

One merupakan fenomena kebahasaan yang diteliti dengan kesantunan berbahasa.

3.5Instrumen Penelitian

(21)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Pada bab terakhir ini akan disimpulkan secara ringkas hasil dari penelitian. Temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, merupakan dasar dalam menyusun simpulan pada bab ini. Pelanggaran prinsip kesantunan pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club, serta tindakan mengancam wajah atau face threatening act menjadi poin utama yang akan dihadirkan pada bab ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Tuturan para politisi dalam acara ILC terbagi ke dalam sembilan sesi. Dari sembilan sesi tersebut, terdapat tujuh sesi yang tuturannya termasuk ke dalam pelanggaran kesantunan berbahasa. Dari sekian banyak tuturan yang terdapat di dalam acara ILC hanya dua sesi diskusi yang tidak menampakan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan dan tindakan mengancam wajah. Berikut ini peneliti sajikan simpulan penelitian menjadi beberapa poin. Poin di bawah ini merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, yaitu pertama tuturan para politisi dalam acara ILC melanggar prinsip kesantunan dan kedua tindakan mengancam wajah pada tuturan para peserta dalam acara ILC.

(22)

134

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

Contoh kecil yang membuktikan bahwa terjadi pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan dan penghargaan adalah tuturan politisi dan pengacara dalam acara ILC pada sesi kelima. Ditemukan tuturan HP dan RS seperti berikut

[17] HP: Kau diam!! [18] RS: Kau yang diam!! Saya lagi ngomong. Inilah

manusia tidak bermoral! [19] HP: Kau yang tidak bermoral!!. Tuturan tersebut telah melanggar prinsip kesantunan karena terkesan tidak bijaksana dalam bertutur. Penutur telah mengutamakan keuntungan pribadi dan merugikan mitra tutur. Kemudian tuturan tersebut tidak menghargai mitra tutur karena telah terbukti tuturan tersebut saling mengejek, saling mencaci bahkan saling merendahkan orang lain sehingga dapat dikatakan bahwa tuturan tersebut tidak santun.

Kedua, tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah baik positif (positive face) ataupun negatif (negative face) terdapat pada tuturan para politisi dalam acara ILC. Karena tuturan yang dituturkan oleh penutur ada yang bersifat telah mengusik kondisi pribadi mitra tuturnya, hal itu jelas telah mengancam kutub wajah negatif. Selain itu, terjadi pula tindakan mengancam kutub wajah positif dengan tuturan penutur yang secara tidak langsung tidak mengakui kehadiran atau keberadaan mitra tuturnya.

Dalam proses menyimpulkan bagian ini, peneliti sajikan contoh kecil tuturan yang termasuk ke dalam tindakan mengancam wajah. Kembali dimunculkan tuturan yang terdapat pada sesi kelima yaitu tuturan dari HP dengan RS seperti berikut [47] RS: Kami mohon keadilan. Bang! Dari tadi monyet lampung ini ngomong aku diam bang ya, ya bang ya. [48] HP: Tuh itu liat itu itu pelawak tuh pelawak tuh pelawak itu. Dapat dilihat dengan jelas bahwa tuturan tersebut telah mengancam wajah yang menuju kutub wajah negatif (negative face). Karena penutur telah mengusik kondisi pribadi mitra tutur yang tidak seharusnya dibuka di hadapan publik.

(23)

135

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

masyarakat yang dianggap memiliki kapasitas intelejensi tinggi dan hal itu juga membuktikan bahwa mereka tidak pernah menghargai orang lain dengan tuturannya yang tidak santun.

Pada simpulan akhir ini peneliti ringkas bahwa fenomena tuturan para politisi dalam acara ILC, cenderung melanggar prinsip kesantunan serta tuturannya juga mengancam kutub wajah. Hal tersebut dilandasi analisis pragmatik yang merupakan model analisis objektif dalam membuktikan penelitiannya seperti pelanggaran prinsip kesantunan dan tindakan mengancam muka (face threatening act). Model analisis ini secara menyeluruh telah mampu mengupas berbagai dimensi yang berkaitan dengan maksud tuturan para politisi dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One.

5.2Saran

Penelitian ini merupakan upaya untuk membuktikan betapa pentingnya model analisis Pragmatik sebagai media atau alat dalam mengungkap fenomena kesantunan berbahasa. Seperti yang telah dilakukan peneliti dalam mengungkap sebuah fenomena kesantunan berbahasa pada tuturan dalam acara Indonesia Lawyers Club di Tv One. Selain itu, penelitian ini dapat menambah wawasan kita bahwa ilmu bahasa sangat berperan dalam kehidupan manusia. Dengan pemanfaatan ilmu bahasa, khususnya pragmatik, kesantunan berbahasa dapat menguak fenomena kebahasaan yang terjadi pada setiap tuturan manusia.

Beranjak dari penelitian ini, diharapkan penelitian selanjutnya lebih baik dan dapat melengkapi segala kekurangan dari penelitian sebelumnya. Misalnya memperluas data tuturan atau menganalisis tuturan lebih dari satu episode, baik dari acara yang sama maupun berbeda. Dengan harapan, hasil penelitian yang dilakukan akan lebih bervariasi, representatif, dan menginspirasi.

(24)

136

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

akan saling melengkapi dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Sekaligus untuk menjadi perbandingan penelitian kebahasaan selanjutnya.

5.3Penutup

(25)

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Nurul. 2008. “Realisasi Kesantunan Berbahasa di Lingkungan Terminal”. Skripsi pada Program Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Allan, K. 1994. Felicity conditions on speech acts. Encyclopedia of Language and Linguistics, ed. by Ron Asher. Vol.3, pp.1210- 13. Oxford: Pergamon Press.

Allan, K. 1994. Indirect speech acts (and off-record utterances). Encyclopedia of Language and Linguistics, ed. by Ron Asher. Vol.3, pp.1653- 56. Oxford: Pergamon Press.

Austin, J. L. 1962. How To Do Things With Words. Second Edition. New York: Oxford University Press.

Bach, K. & Robert M. Harnish. 1979. Linguistic Communication and Speech Acts.

Cambridge MA: MIT Press.

Bachari, Andika Dutha. 2011. “Analisis Pragmatik terhadap Tuturan Berdampak Hukum (Studi Kasus Terhadap Laporan Dugaan Tindak Penghinaan, Penipuan, dan Pencemaran Nama Baik yang Ditangani Satreskrim

Polrestabes Bandung)”. Tesis tidak dipublikasikan pada Program Magister

Linguistik, Sekolah Pascasarjana, UPI, Bandung.

Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Brown, P. dan Levinson, S. 1978. “Universals in Language Usage: Politeness Phenomena”. In Goody, Esther N., ed. Questions and Politeness: Strategies in Social Interaction (Cambridge Papers in Social Anthropology). Cambridge: Cambridge University Press.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Cetakan ketiga. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Clark, Herbert H. and Thomas B. Carlson. 1982. Hearers and speech acts.

Language 58:332-73.

Cumming, Louise. 1999. Pragmatics, A Multidisciplinary Perspective. New Yorke: Oxford University Press Inc.

Cumming, Louise. 2007. Pragmatik, Sebuah Perspektif Multidisipliner

(26)

138

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

Grice, H. P. 1975. “Logical And Conversation”. Syntax And Semantics, Speech

Act, 3. New York: Academic Press.

Grundy, Peter. 2008. Doing Pragmatics: Third Edition. London: Hodder.

James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. London: Longman.

Juniardi, Yudi. 2013. “Analisis Kesantunan Berbahasa dan Variasi Bahasa dalam Berkomunikasi Via Twitter”. Dipublikasikan pada KOLITA 2013. Jakarta: PKBB Atma Jaya.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Penerjemah. Oka. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Leech, Geoffrey. 1997. Prinsip-Prinsip Pragmatik. (Terj. Dr. M.D.D. Oka). Jakarta: UI Press.

Leech, Louise. 2007. Prinsip-Prinsip Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Levinson, Stephent C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Grafindo.

Mey, J.L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Oxford: Basil Blackwell.

Morris, C. 1938. Foundations of the Theory of Signs. St. Paul, Minnesota: West Publishing

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta: Depdikbud.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nurkamto, Joko. 2000. “Makalah, Pragmatik”. PPS UNS Surakarta.

Pramujiono, Agung. 2013. “Strategi Langsung (Bald On Record) dan Tersamar

(Off Record) Brown dan Levinson dalam Wacana Dialog TV”.

Dipublikasikan pada SETALI UPI 2013. Bandung: UPI Press.

Prastiwi, Andini Eka. 2013. “Strategi Tuturan dalam Interaksi Antarpenutur dalam Situs Jejaring Sosial Twitter.com”. Dipublikasikan pada SETALI UPI

(27)

139

Diki Fahrudin Aditiansyah, 2014

Rahardi, R. Kunjana. 2008. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: IKIP Semarang Press.

Searle, J. R. 1969. Speech Acts. London: Cambridge University Press.

Searle, J. R. 1986. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Acts. Cambridge: Cambridge Univercity Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyono. 1990. Pragmatik: Dasar-Dasar dan Pengajarannya. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh Malang.

Wijana, I Dewa Putu, dan Rohmadi, Muhammad. 2009. Analisis Wacana Pragmatik. Surakarta: Yuma Pustaka.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sumber Internet:

Anas Siap Digantung di Monas. 2012. [online] http://video.tvonenews.tv/arsip/ view/54389/2012/03/14/anas_siap_digantung_di_monas.tvOne. (Diakses pada 20 Februari 2013 pukul 11.03)

Ruhut Vs Hotman Kocak Sekaligus Bikin Muak. 2012. [online]

Referensi

Dokumen terkait

uleebalang. Sebagai seorang pemimpin, uleebalang berada di tengah-tengah masyarakat dan berinteraksi dengan masyarakat. Hubungan timbal balik dan saling membutuhkan

Resort karena obyek wisata ini menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PA D) terbes ar di Kabupaten Subang dan jika dibandingkan dengan pesaingnya,

Penambahan elemen reaktif yttrium dan cerium pada cuplikan FeNiCr dan FeAl dengan teknik implantasi untuk meningkatkan ketahanan oksidasi suhu tinggi memberikan hasil yang

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik (kondisi kerja) yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun

[r]

[r]

[r]

PENGARUH KOMUNIKASI INTERNAL TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN IPA (P4TK IPA) BANDUNG. ii