• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Proses Penyelesaian Perkara Gugatan Pembatalan Pengangkatan Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Proses Penyelesaian Perkara Gugatan Pembatalan Pengangkatan Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana ungkapan “ubi societas ibi ius” atau dimana ada masyarakat maka disitu ada hukum, maka eksistensi hukum sangat diperlukan dalam mengatur kehidupan manusia. tanpa hukum kehidupan manusia akan liar, siapa yang kuat dialah yang menang. Tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia dalam mempertahankan hak dan kewajibannya. 1 Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang dalam kehidupannya selalu bermasyarakat dan mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan agar manusia dapat saling memenuhi kebutuhannya yang beraneka ragam dan tidak mungkin dipenuhi sendiri.

Hubungan semacam ini akan menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal-balik diantara mereka, hak dan kewajiban yang timbul semestinya dipenuhi oleh masing-masing pihak agar hubungan pergaulan tersebut dapat berjalan dengan serasi, tertib dan harmonis.

Manusia dalam berinteraksi satu sama lain seringkali tidak dapat menghindari adanya bentrokan kepentingan (conflict of interest) diantara mereka. Konflik yang terjadi dapat menimbulkan kerugian, karena biasanya disertai pelanggaran hak dan kewajiban dari pihak satu terhadap pihak lain.

       1

(2)

Konflik-konflik semacam itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja, tetapi memerlukan sarana hukum untuk menyelesaikannya. Dalam keadaaan seperti itulah, hukum diperlukan kehadirannya untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi. Oleh karena itu manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan hidup itu hanya dipenuhi secara wajar apabila manusia mengadakan hubungan satu sama lain. Dalam hal tersebut lalu timbulah hak dan kewajiban timbal balik, hak dan kewajiban yang mana harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.2 Dan agar tercipta tata hubungan yang diharapkan, diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang telah disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bersama.

Kaidah-kaidah hukum yang telah disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bersama, kaidah atau peraturan hukum tersebut dapat berupa peraturan hukum materiil (materiile recht) maupun hukum formil

(formil recht).3 Dalam rangka menegakkan aturan-aturan hukum, maka di

negara hukum seperti di Indonesia, diperlukan adanya suatu institusi yang dinamakan kekuasaan kehakiman (judicative power). Kekuasaan kehakiman ini bertugas untuk menegakkan dan mengawasi berlakunya peraturan perundang-undangan yang berlaku (ius constitutum).

Indonesia sebagai suatu negara hukum, sudah selayaknya prinsip-prinsip dari suatu negara hukum juga harus dihormati dan dijunjung tinggi.

       2

Abdulkadir Muhammad, 1986, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: Alumni, hal.15  3

(3)

salah satunya adalah diakuinya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Sejauh mana prinsip ini berjalan, tolok ukurnya dapat dilihat dari kemandirian badan-badan peradilan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menegakkan hukum dan keadilan, maupun dari aturan peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan yuridis adanya kemerdekaan kekuasaan kehakiman.4

Pada pasal 24 ayat (2) menyebutkan :

kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan

badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan Agama, lingkungan peradilan Militer, lingkungan peradilan Tata

Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”

Pada Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No 4 Tahun 2004, menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Adapun badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan:

1. Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya, yang memeriksa dan mengadili, baik perkara perdata dan perkara pidana.

2. Peradilan agama adalah peradilan bagi mereka yang beragama Islam. 3. Peradilan militer adalah peradilan yang hanya berwenang untuk mengadili

perkara pidana yang dilakukan oleh oknum militer.

       4

(4)

4. Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan yang hanya mengadili sengketa Tata Usaha Negara antara rakyat dengan pejabat.5

Dalam hal ini pada peradilan umum, pada tiap-tiap perkara perdata yang berada dalam pemeriksaan dimuka hakim selalu sekurang-kurangnya ada dua pihak yang berhadapan satu sama lain, yaitu penggugat dan tergugat.

Penggugat adalah pihak yang mulai mengajukan perkara, sedangkan tergugat adalah pihak yang oleh penggugat ditarik di muka pengadilan.6 Bahwa dan perlu diketahui juga dalam peradilan umum perkara dibagi menjadi dua yakni perkara gugatan dan permohonan dan terdapat perbedaan antara perkara permohonan dan perkara gugatan, jika pada perkara gugatan ada suatu sengketa, suatu konflik yang harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan.

Pada gugatan ada seorang atau lebih yang “ merasa” bahwa haknya atau hak mereka telah dilanggar, atau tetapi orang yang “dirasa” melanggar haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu. Untuk penentuan siapa yang benar dan berhak, diperlukan adanya suatu putusan hakim.

Sedangkan perkara yang disebut perkara permohonan tidak ada sengketa, kemudian hakim akan mengeluarkan suatu penetapan atau lazim

       5

Ibid, hal.4  6

(5)

disebut putusan declaratoir, suatu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan saja.7

Perkara permohonan banyak macamnya tergantung dari apa yang dimohonkan oleh pemohon sesuai dengan kewenangan pengadilan dan permohonan tersebut harus ada urgensi dan dasar hukumnya. Salah satu permohonan yang sering diajukan ke pengadilan adalah permohonan pengesahan pengangkatan anak.

Pada awalnya, lembaga peradilan yang berwenang memeriksa permohonan pengangkatan anak adalah Pengadilan Negeri, dengan berlakunya UU No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam dan untuk orang islam.8

UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dalam Pasal 1 memuat pengertian perkawinan ialah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha

Esa.”9

Perkawinan adalah suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa tujuan perkawinan adalah hidup bersama, bukan untuk mendapatkan keturunan. Dengan memperhatikan hal

       7

Retnowulan Sutantio dan Iskandar oeripkartawinata, 1986, Hukum Acara Perdata dalam teori dan praktik Bandung: Alumni Bandung, hal. 6 

8

Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hal.372 9

(6)

tersebut maka dapat diketahui mengapa soal adopsi (pengangkatan anak) tidak diatur di dalamnya, tetapi bagi golongan Tionghoa soal adopsi itu merupakan hal yang sudah lazim dilakukan maka walaupun hal itu tidak diatur dalam KUHPerdata/ BW, diberikan pengaturannya di dalam Stb/S No.129 tahun 1917 Bab II.10, dan bahwa pengangkatan anak itu sendiri membawa akibat hukum.

Pada pengangkatan anak yang semula hanya dikenal pengangkatan anak menurut hukum adat dan pengangkatan anak (adopsi) menurut Staatblaad 1917/129, maka kemudian berdasarkan PP 7/1977 tentang peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, yang memungkinkan pengangkatan anak mendapatkan tunjangan anak dan juga pengangkatan anak orang asing yang belum berumur 5 tahun oleh WNI yang harus dilakukan oleh pengadilan negeri, ketentuannya terdapat pada Pasal 2 UU No 62 Th 1958 banyak terjadi pengangkatan anak bahkan akhir-akhir ini tidak sedikit dilakukan pengangkatan WNI oleh orang asing. 11

Definisi pengangkatan anak menurut Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :

"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang

mengalihkan, seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang

sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan

membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat".

Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pengangkatan anak harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

       10

Ibid,hal.108

11

(7)

1. Merupakan suatu perbuatan hukum;

2. Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak;

3. Mengalihkan anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut;

4. Anak tersebut harus tinggal ke dalam keluarga orang tua angkat.

Definisi orang tua angkat, menurut Pasal 1 butir 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, adalah sebagai berikut :

"Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk

merawat, mendidik, dan membesarkan anak berdasarkan peraturan

perundang-undangan dan adat kebiasaan".

Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua angkat memiliki suatu kekuasaan orang tua angkat terhadap anak angkatnya yang meliputi : 1. Kekuasaan untuk merawat anak asuh.

2. Kekuasaan untuk mendidik anak asuh. 3. Kekuasaan untuk membesarkan anak asuh.

Definisi anak angkat, menurut Pasal (1) butir 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan anak jo Pasal (1) butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan anak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan :

"Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan

kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang

bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak

tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan

(8)

Berdasarkan SEMA No. 6 Tahun 1983 Tentang Pengangkatan Anak jenis pengangkatan anak terdiri atas 2 (dua) macam, yakni :

1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia, dan

2. Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing. 12

Terkait dengan pengangkatan anak tidak lepas dari dalam kehidupan berumah tangga, sudah pasti terdapat hubungan timbal balik antara suami dengan isteri, orang tua dengan anak dan sebaliknya. Banyak ungkapan tentang keluarga ideal, bahagia, rukun, damai dan seterusnya. Hal ini disebabkan hubungan timbal balik berlangsung secara harmonis.

Hubungan timbal balik keluarga yang lazim kita kenal dan diakui oleh hampir kebanyakan masyarakat, berupa pola-pola dalam membangun hubungan ini lebih diarahkan dan didasarkan oleh suasana kehidupan demokratis dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, munculah serangkaian istilah-istilah seperti saling menghargai, saling menghormati, saling mengerti, saling menyayangi dan seterusnya. Istilah saling melambangkan suasana demokratis yang dibangun dalam keluarga.

Artinya menggambarkan penghargaan dan penghormatan perbedaan-perbedaan individual, yang salah satunya merupakan ciri khas bagi sistem demokratis. Keluarga yang demokratis adalah keluarga yang menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan-perbedaan individual dari para anggotanya, dengan adanya penghargaan perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan       

12

(9)

setiap anggota keluarga mempunyai kedudukan yang sederajat. Sebab di dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban anggota-anggotanya yang sama. 13

UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Bab X Pasal 45 sampai dengan 49 mengatur mengenai hak dan kewajiban antara orang tua dengan anak. akan tetapi dari pasal-pasal tersebut tidak ada satu pasal pun yang memberikan definisi tentang kekuasaan orang tua, bahwa kekuasaan orang tua dapat disimpulkan dari Pasal tersebut, kekuasaan orang tua adalah kekuasaan yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu terhadap anak yang belum mencapai umur 18 Tahun. Bagi orang tua mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya (Pasal 45 UU No.1/1974). sedangkan bagi anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka. bahkan jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya.14 Akan tetapi jika ternyata dari satu pihak tidak dapat melakukan kewajiban sesuai dengan fungsinya, atau berbuat buruk sekali dan sangat melupakan kewajibannya, pengadilan atas dasar gugatan dapat mencabut hubungan orang tua dengan anak.

Pembatalan pengangkatan anak itu sendiri karena beberapa sebab dan alasan diharuskan atau harus dilakukan, sebab untuk melindungi suatu pihak yang dalam hal ini merasa dirinya dalam keadaan bahaya atau dirugikan karena perbuatan melawan hukum, perbuatan melawan hukum adalah “suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang bertentangan

      

13

 Mudjab Mahali, 1994, Hubungan Timbal Balik Ortu dan Anak, Ranadhani:Solo, hal.7

14

(10)

dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri.”15 Karena adanya perbuatan yang dirasa melawan hukum maka pihak yang dirugikan menginginkan pembatalan pengangkatan anak, pembatalan itu sendiri berupa permintaan suatu penetapan dari Pengadilan Negeri tersebut untuk diadakan pembatalan, pembatalan berasal dari kata batal yakni tidak jadi atau tidak sah.”16 Jadi suatu putusan berupa penetapan pengangkatan anak oleh karena suatu alasan dapat diajukan pembatalan.

Sehingga berdasarkan uraian tersebut penulis mempunyai ketertarikan untuk melakukan penelitian terkait dengan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak yang sudah mendapatkan ketetapan di pengadilan. dan pada akhirnya penulis mengambil judul:

PROSES PENYELESAIAN

PERKARA GUGATAN PEMBATALAN PENGANGKATAN ANAK”

(Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Proses penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak yang sudah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri?

2. Dasar hukum apa yang dipakai oleh hakim dalam mengabulkan perkara gugatan Pembatalan Pengangkatan anak tersebut?

       15

Citra Umbara, 2008, kamus Hukum,Bandung: Citra Umbara, hal.254 16

(11)

3. Bagaimanakah langkah selanjutnya yang dilakukan hakim terhadap anak, dan akibat hukum terhadap anak, sebagai akibat adanya pembatalan pengangkatan anak?

C. Tujuan Penelitian

Penulis dalam melakukan penelitian ini mempunyai tujuan :

1. Untuk Mengetahui bagaimanakah proses penyelesaian dalam perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak yang sudah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri.

2. Untuk mengetahui dasar apa yang dipakai oleh hakim dalam mengabulkan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

3. Untuk menjelaskan dan mendeskripsikan bagaimanakah langkah selanjutnya yang dilakukan hakim terhadap anak dan akibat hukum terhadap anak, sebagai akibat adanya putusan pembatalan pengangkatan anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Penelitian ini mempunyai manfaat yakni dapat menambah pengetahuan untuk mengadakan sebuah penelitian untuk dapat dirumuskan dalam sebuah tulisan.

(12)

2. Bagi Dunia Peradilan

Penelitian ini juga memberikan manfaat berupa pemberian sumbangan penelitian terkait pada Pengadilan Negeri yang menyelesaikan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak, yang sudah mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri tersebut.

3. Bagi Masyarakat

a. Penelitian ini mempunyai manfaat berupa pada hasil penelitian ini mungkin dapat dijadikan pedoman oleh pihak-pihak terkait dalam menyelesaikan suatu perkara ini, yang mungkin sama dengan perkara ini.

b. Pada penelitian ini mungkin juga sebagai bahan masukan terhadap semua pihak, dan acuan terhadap suatu pihak yang mungkin tertarik dengan penelitian ini.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini juga dapat memperkaya wawasan pengetahuan terutama pada bidang hukum acara perdata, karena penelitian ini berupa penelitian terhadap penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

E. Metode Penelitian

(13)

mempelajari satu atau beberapa gejala. Dengan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut. 17

Metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan yang antara lain seperti suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan suatu teknik serta cara tertentu untuk melaksanakan sesuatu,18 jika penelitian adalah merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan kekuatan pemikiran.19

1. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Sosiologis, yang mana pada penelitian yang terdiri dari identifikasi dan efektivitas hukum. 20

Penelitian Yuridis Sosiologis yang merupakan penelitian yang memadukan aturan yuridis/hukum yang dipadukan dengan fakta-fakta sosial terkait dengan masalah atau obyek yang diteliti yakni perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

       17

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia:Jakarta.hal.2 18

Ibid, hal.5 19

Ibid, hal.3

20

(14)

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap obyek tertentu.21

Metode deskripsi pada penelitian ini, penulis bermaksud untuk mendeskripsikan dengan cara menggambarkan dan menguraikan segala hal yang berhubungan dengan penelitian penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak, seperti proses pemeriksaannya, peraturan apa saja atau dasar hukumnya yang menjadi acuan, pertimbangan dan langkah hakim semua hal tersebut dideskripsikan agar dapat diketahui dan mendapatkan hasil yang terperinci untuk menjawab penelitian ini.

3. Sumber Data Penelitian

Lazimnya didalam penelitian, dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka,22 sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan

Studi kepustakaan digunakan untuk memperoleh data sekunder untuk menyelesaikan masalah dengan bahan-bahan antara lain: 1). Bahan primer yang mana diperoleh secara langsung, yang antara

lain :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(BW). b) HIR

       21

Ibid,hal.39

22

(15)

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.

d) SEMA No.6 Tahun 1983 Tentang pengangkatan anak. e) UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. f) Yurisprudensi.

2). Bahan Sekunder

Merupakan bahan-bahan yang mencakup atau juga diperlukan dalam penelitian ini, memberikan penjelasan-penjelasan dan tambahan terhadap bahan primer, yaitu literature yang ada hubungannya dengan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

3). Bahan Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus bahasa Indonesia dan sebagainya. b. Penelitian Lapangan adalah Penelitian yang digunakan secara

langsung di lapangan untuk mendapatkan data primer yang antara

lain :

1). Lokasi Penelitian

(16)

perkara gugatan sesuai dengan penelitian, yakni perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

2). Subjek Penelitian

Subyek pada penelitian ini adalah dari pihak-pihak yang mana terkait dengan penyelesaian perkara ini, yakni seperti hakim yang pernah menangani atau menyelesaikan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data diusahakan sebanyak mungkin data yang diperoleh atau dikumpulkan yang berhubungan dengan penelitian ini, data-data tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan:

Studi kepustakaan dilakukan dengan menghimpun, mempelajari ketiga bahan hukum tersebut diatas, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b. Studi lapangan:

(17)

penelitian dan wawancara dilakukan secara sistematis dan runtut serta memiliki nilai validitas dan reliabilitas.23

5. Teknik Analisis Data

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kinerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal 24.

Pada penelitian ini yang menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu menguraikan atau memecahkan antara data kepustakaan meliputi peraturan, literatur, Jurisprudensi yang ada hubungannya dengan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak, kemudian dipadukan dengan penelitian lapangan yang berupa pendapat responden di lapangan, yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan dicari pemecahannya yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.

F. Sistematika Skrispsi

Dalam melakukan penelitian ini, penulis meneliti dengan memberikan gambaran dan menguraikan secara jelas, dan secara garis besar pokok permasalahan yang akan diteliti, antara lain sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah. B. Perumusan Masalah. C. Tujuan Penelitian.       

23

 Amiruddin,Op.Cit,hal.82 24

(18)

D. Manfaat Penelitian. E. Metode Penelitian.

F. Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkatan Anak. 1. Pengertian pengangkatan Anak.

2. Pengertian orang tua angkat dan pengertian anak angkat. 3. Alasan dan tujuan pengangkatan Anak.

4. Hubungan antara orang tua angkat dengan anak angkat. 5. Hak dan kewajiban anak angkat dengan orang tua angkat. 6. Pengaturan pengangkatan anak.

7. Tata cara pengangkatan Anak. 8. Akibat hukum Pengangkatan Anak.

B. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Pengangkatan Anak. 1. Pengertian pembatalan pengangkatan anak.

2. Dasar hukum terhadap pembatalan pengangkatan anak. 3. Hubungan antara orang tua angkat terhadap anak angkat

setelah dibatalkan

4. Akibat Hukum pembatalan pengangkatan anak.

C. Tinjauan Umun Tentang Pemeriksaan Perkara Pembatalan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Surakarta.

(19)

2. Pemanggilan para pihak.

3. Pemeriksaan perkara pembatalan pengangkatan anak. 4. Pembuktian.

5. Putusan.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Proses penyelesaian perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak yang sudah mendapatkan penetapan 2. Dasar hukum yang dipakai penetapan hakim dalam

mengabulkan perkara gugatan pembatalan pengangkatan anak tersebut.

3. Segala langkah selanjutnya yang dilakukan hakim terhadap anak dan akibat hukum terhadap anak, sebagai akibat adanya pembatalan pengangkatan anak.

B. Pembahasan.

1. Pembahasan terhadap bagaimanakah proses penyelesaian dalam mengabulkan gugatan perkara pembatalan pengangkatan anak yang sudah mendapatkan penetapan. 2. Pembahasan dasar hukum yang dipakai oleh penetapan

hakim dalam mengabulkan gugatan pembatalan pengangkatan anak tersebut.

(20)

anak, sebagai akibat adanya putusan pembatalan pengangkatan anak.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan. B. Saran. DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Davis (1989) menyebutkan bahwa tingkat penerimaan pengguna teknologi informasi ditentukan oleh enam pembangun, yaitu variabel dari luar ( external variable ), persepsi

Panduan Perilaku Pegawai (Code of Conduct) ini dibuat sebagai acuan bagi setiap staf dan karyawan serta peserta didik, agar bersikap, bertindak, menjalankan fungsi dan

Varietas kedelai hitam Detam-1 dan Detam-2, berdaya hasil tinggi dan memiliki keunggulan berkandungan protein sangat tinggi, memiliki adaptasi luas, dapat dibudidayakan pada

Melalui rentangan waktu dalam jejak perjalanan hingga lahirnya karya tulis ini, penulis dengan sikap yang jujur juga telah berhasil mengangkat persoalan yang sangat urgen dan

Hasil dari tahap pertama menjadi acuan dasar dalam perumusan sasaran strategi peningkatan kinerja UKM Kluster Agro Kabupaten Bogor berdasarkan perspektif balanced scorecard

Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan stategis organisasi, kepuasan publik, dan memberikan kontribusi ekonomi (Amstrong

Dua kasus pembobolan bank dengan menggunakan sarana L/C dengan nilai kerugian yang sangat spektakuler adalah kasus Bank Bumi Daya dan BNI 1946, maka aspek hukum

„ The atom changes to another stationary state (the electron moves to another orbit) only by absorbing or emitting a photon whose energy equals the difference in energy between the