• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi klasifikasi knowledge based dengan teknik fuzzy pada spot 4 vegetasi studi kasus di Pulau Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi klasifikasi knowledge based dengan teknik fuzzy pada spot 4 vegetasi studi kasus di Pulau Sumatera"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI KLASIFIKASI

KNOWLEDGE BASED

DENGAN TEKNIK

FUZZY

PADA SPOT 4 VEGETASI

(STUDI KASUS DI PULAU SUMATERA)

OLEH :

WIRA FITRIA

E14101005

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

APLIKASI KLASIFIKASI

KNOWLEDGE BASED

DENGAN TEKNIK

FUZZY

PADA SPOT 4 VEGETASI

(STUDI KASUS DI PULAU SUMATERA)

WIRA FITRIA

Skripsi

Sebagai salah sat u syarat unt uk memperoleh gelar

Sarjana K ehut anan pada Fakult as K ehuut anan

I nstitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

Judul Penelitian : APLIKASI KLASIFIKASI KNOWLEDGE BASED DENGAN TEKNIK FUZZY PADA SPOT 4 VEGETASI (STUDI KASUS DI PULAU SUMATERA )

Nama : WIRA FITRIA

NIM : E 14101005

Departemen : Manajemen Hutan Program Studi : Manajemen Hutan

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.)

NIP. 131. 284 620

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan

(Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS.)

NIP. 132 104 680

(4)

RINGKASAN

WIRA FITRIA. Aplikasi Klasifikasi Knowledge Based dengan Teknik Fuzzy pada SPOT 4 Vegetasi (Studi Kasus di Pulau Sumatera). Di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.

Keberadaan hutan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan hidup di muka bumi. Berbagai faktor dapat mengakibatkan terjadinya perubahan besar terhadap pola penggunaan lahan, termasuk lahan hutan. Monitoring perubahan penutupan dan penggunaan lahan berguna dalam proses pengambilan keputusan untuk perencanaan pembangunan kehutanan. Dalam kaitannya dengan situasi tersebut, pemanfaatan penginderaan jauh diharapkan dapat ditingkatkan untuk mengumpulkan data penting yang diperlukan khususnya yang berkaitan dengan pemantauan perubahan hutan, pemetaan penggunaan lahan dan pemetaan penurunan kualitas lahan hutan. Data citra dengan resolusi rendah seperti SPOT 4 Vegetasi berguna dalam menjelaskan distribusi berbagai tipe penutupan lahan, termasuk perbedaan tipe-tipe hutan untuk daerah yang luas seperti liputan untuk satu pulau besar. Kelebihan citra ini adalah resolusi temporalnya yang tinggi yaitu melakukan perekaman dengan periode harian serta relatif mudah diperoleh. Penggunaan pengetahuan interpreter (sering berupa pengetahuan kualitatif) sangat membantu ana lisis dan metode knowledge based yang lebih sederhana dapat memberikan hasil yang baik (Richard, 1993). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun klasifikasi knowledge based dengan bantuan teknik fuzzy pada SPOT 4 Vegetasi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah citra satelit SPOT 4 Vegetasi periode perekaman Juni 2001 dan Agustus 2004. Selain itu digunakan data pendukung berupa citra satelit Landsat ETM+ serta peta Vektor Pulau Sumatera. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Ma ret 2005 dan dilanjutkan pada bulan Juni sampai September 2005. Kegiatan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Perencanaan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Metode penelitian meliputi kegiatan pengolahan awal citra, image processing dan evaluasi hasil klasifikasi penutupan lahan. Pada pengolahan awal citra dilakukan kegiatan import data, layerstack, koreksi geometrik (image to map rectification), cropping, penghilangan awan, dan interpretasi visual citra satelit. Kegiatan pada image processing adalah penge nalan pola spektral citra, klasifikasi knowledge based dengan teknik fuzzy dan evaluasi klasifikasi secara kuantitatif.

(5)

Pada penelitian ini, klasifikasi knowledge based diturunkan dari pengetahuan interpreter mengenai karakeristik reflektansi spektral serta fungsi keanggotaan yang disusun dengan teknik fuzzy. Kombinasi pengetahuan interpreter dituangkan dalam aturan-aturan (rule s).

Logika yang digunakan dalam penyusunan rule adalah apabila fungsi keanggotaan suatu piksel pada band penentu bernilai benar maka piksel akan masuk pada kelas penutupan lahan yang dimaksud. Sedangkan untuk piksel fuzzy yang berada diluar rentang yakin atau fungsi keanggotaan kurang dari 1, maka klasifikasi dilakukan berdasar fungsi keanggotaan terbesar dari setiap penutupan lahan yang dimiliki oleh piksel tersebut.

Hasil klasifikasi pada citra tahun 2001 menunjukkan bahwa daerah tertutup haze akan diklasifikasikan sebagai awan atau pada kelas penutupan yang salah. Hal ini disebabkan meningkatnya kecerahan pada piksel yang tertutupi haze, sehingga nilai dijital piksel akan menjadi lebih besar. Saat diaplikasikan dengan rule yang sama pada citra tahun 2004, rule dapat menerangkan daerah yang tertutup haze pada citra tahun 2001. Secara temporal, suatu daerah yang pada tahun lebih muda merupakan penutupan hutan alam, maka pada tahun yang lebih tua juga masih berupa penutupan yang sama. Atas dasar pengetahuan tersebut, maka daerah yang tertutup haze pada tahun 2001 dan diklasifikasikan sebagai hutan alam pada 2004 akan diklasifikasikan sebagai hutan alam.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Lawas pada tanggal 9 juli 1983 sebagai

putri keempat pasangan Bapak Rasul Hamidi YS (alm) dan Ibu Azmaidar.

Penulis menempuh pendidikan formal di SDN 27 Sumpadang Palaluar

dan SDN 04 Ranah Sigading pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1995,

kemudian melanjutkan pendidikan pada SMPN 1 Tanjung Ampalu dari tahun

1995 sampai dengan tahun 1998. Setelah itu penulis menempuh pendidikan di

SMUN 1 Sijunjung sampai dengan tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis

diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan seleksi masuk IPB

(USMI) pada jurusan Mana jemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama melaksanakan studi di IPB, penulis pernah melakukan praktek

umum pengenalan dan pengelolaan hutan di KPH Banyumas Barat dan di hutan

jati KPH Ngawi, Getas. Selain itu penulis menempuh praktek kerja lapangan di

IUPHHK PT. Andalas Merapi Timber, Kabupaten Solok Selatan, Propinsi

Sumatera Barat.

Sebagai salah satu satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan maka penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan

judul “Aplikasi Klasifikasi Knowledge Based dengan Teknik Fuzzy pada SPOT 4

Vegetasi (Studi Kasus di Pulau Sumatera)” di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Buce

(7)

KATA PENGANTAR

Data teknologi penginderaan jauh semakin berkembang dalam bentuk

data dijital berupa citra satelit. Data ini semakin mudah diakses oleh berbagai

pihak termasuk untuk bidang kehutanan. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik

interpretasi citra yang dapat diaplikasikan untuk tujuan tertentu dengan cara yang

lebih praktis, waktu yang lebih singkat, biaya yang lebih murah, serta keakuratan

yang dapat diterima.

Penelitian ini berusaha untuk mendapatkan teknik interpretasi berupa

klasifikasi menggunakan knowledge based. Knowledge based selalu didasarkan

pada pengetahuan interpreter, dalam hal ini adalah pengetahuan terhadap nilai

spektral pada citra spot 4 vegetasi yang akan diklasifikasi. Knowledge based

digunakan untuk menyusun rule based dengan bantuan teknik fuzzy. Jensen

(1996) menyatakan bahwa fuzzy classification dirancang untuk membantu

pekerjaan dengan data yang tidak mungkin tergolong ke dalam satu kategori

dengan tepat. Kombinasi knowledge based dengan bantuan teknik fuzzy

menghasilkan rule based yang akan mengkelaskan setiap piksel pada citra pada

satu kelas tertentu.

Skripsi ini telah penulis susun dengan sebaik-baiknya, namun disadari

masih terdapat beberapa kekurangan. Semoga ilmu dan informasi yang terdapat

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur hanyalah untuk allah swt atas segala berkah-nya penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar

sarjana kehutanan pada fakultas kehutanan ipb.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih pada :

1. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing atas segala

ilmu, nasehat, dan arahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan

karya ilmiah ini. Semoga ilmu yang bapak berikan menjadi ilmu yang

berguna.

2. Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS selaku dosen penguji dari

Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Nandi Kosmaryandi, MSc . F selaku

dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata atas arahan dan saran dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.

3. Mama dan keluarga tercinta di tanjung ampalu dan bekasi, atas segala doa,

kasih sayang, motivasi dan pengorbanan untuk penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc yang telah membantu

memberikan data berupa peta dan citra satelit.

5. Kakak kelas yang telah membantu memahami ERDAS (Retna ’36, Tejo

’37, dan Gita ’37)

6. Teman-teman Manajemen Hutan 38 tercinta, atas kebersamaan dan

ketulusan selama berada di fahutan.

7. Ayurani Prasetiyo dan Lukmanul Hakim, teman seperjuangan atas

kerjasama dan bantuannya.

8. Teman-teman di SQ atas segala keceriaan selama hampir 3 tahun bersama.

9. Bapak yang baik hati, untuk segala waktu, semangat dan ’Lentera

Hati’nya.

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Bogor, Desember 2005

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Tujuan... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penginderaan Jauh ... 3

B. Citra Satelit SPOT 4 Vegetasi... 3

C. Citra Satelit Landsat ETM+ ... 4

D. Karakteristik Reflektansi Spektral... 5

E. Klasifikasi Penutupan Lahan... 6

F. Klasifikasi Knowledge Based... 7

G. Perubahan Penutupan Lahan... 8

III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian... 9

B. Alat dan Bahan... 9

C. Metode Penelitian 1. Pengolahan Awal Citra ... 9

a. Import data... 10

b. Layerstack... 10

c. Koreksi geometrik ... 10

d. Penyekatan areal penelitian (cropping) ... 10

e. Penghilangan awan... 10

f. Interpretasi visual citra satelit ... 11

2. Image Processing... 11

a. Pengenalan pola spektral... 11

b. Klasifikasi knowledge based... 12

c. Evaluasi hasil klasifikasi ... 13

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas ... 15

B. Wilayah Administrasi... 15

C. Kondisi Fisik 1.Musim dan Iklim ... 15

2.Topografi... 16

3.Keadaan Tanah... 16

4.Hidrologi ... 17

D. Flora dan Fauna ... 17

(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Interpretasi Visual Citra... 18

B. Image Processing... 18

1.Pengenalan Pola Spektral... 18

2.Klasifikasi Knowledge Based... 20

3.Analisis Multitemporal Citra... 23

4.Evaluasi Hasil Klasifikasi... 27

C. Perubahan Penutupan Lahan di Pulau Sumatera ... 27

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan... 30

B. Saran... 30

DAFTAR PUSTAKA... 29

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik band pada SPOT 4 Vegetasi ... 4

2 Jenis tanah di pulau Sumatera dan daerah penyebarannya ...16

3 Rekapitulasi nilai dijital setiap kelas penutupan lahan...21

4 Hasil analisis akurasi klasifikasi pada citra tahun 2001 ... 25

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 5

2 Piksel hutan alam ... 18

3 Piksel vegetasi non hutan alam ... 18

4 Piksel areal terbuka ... 18

5 Piksel badan air ...18

6 Posisi Landsat ETM+ untuk pengenalan pola spektral...19

7 Grafik pola spektral penutupan lahan...19

8 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 1 ...22

9 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 2 ...22

10 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 3 ...22

11 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 4 ...22

12 Hasil klasifikasi knowledge based citra tahun 2004...…23

13 Hasil klasifikasi knowledge based citra tahun 2001...…23

14 Perbaikan citra hasil klasifikasi tahun 2001...23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rule based penutupan hutan alam ... 33

2 Rule based penutupan vegetasi on hutan alam... 33

3 Rule based penutupan areal terbuka ... 34

4 Rule based penutupan badan air ...34

5 Rule based penggabungan...35

6 Matriks konfusi hasil klasifikasi citra tahun 2001 ...36

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan hutan sangat penting dalam mendukung keberlangsungan

hidup di muka bumi. Hutan memegang peranan dalam pembangunan sosial

ekonomi di banyak negara dengan menyediakan bahan baku bagi berbagai

industri, berupa kebutuhan dasar seperti kayu, serat, dan sebagainya. Bagi

penduduk lokal hutan menjadi tempat menggantungkan hidup dan sumber mata

pencarian utama. Hutan juga memegang peranan penting dalam konservasi

keanekaragaman hayati, perlindungan aliran air, konservasi tanah serta dalam

mempertahankan iklim global.

Berbagai faktor dapat mengakibatkan terjadinya perubahan besar

terhadap pola penggunaan lahan, termasuk lahan hutan. Sejalan dengan tingginya

pertumbuhan penduduk, usaha untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka

peningkatan kemakmuran juga semakin meningkat. Di samping itu, adanya

permintaan terhadap lahan yang sangat besar untuk sektor non kehutanan

mengakibatkan berubahnya penggunaan lahan dari hutan menjadi non hutan.

Bencana alam yang besar dapat mengakibatkan terjadinya perubahan penutupan

lahan secara permanen sehingga penggunaannya juga harus dialihkan.

Monitoring perubahan penutupan dan penggunaan lahan berguna dalam

proses pengambilan keputusan untuk perencanaan pembangunan. Dalam

kaitannya dengan situasi tersebut, pemanfaatan penginderaan jauh diharapkan

dapat ditingkatkan untuk mengumpulkan data penting yang diperlukan khususnya

yang berkaitan dengan pemantauan perubahan hutan, pemetaan penggunaan lahan

dan pemetaan penurunan kualitas lahan hutan. Informasi yang diperoleh tidak

terbatas pada inventarisasi hutan, tetapi data yang berkaitan dengan masukan

dalam pengelolaan dan perencanaan hutan.

Satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk memperoleh secara

cepat informasi yang agak umum tentang kebijakan kehutanan pada tingkat

nasional, memberikan rekaman visual yang permanen tentang bentang lahan dan

untuk pemantauan perubahan hutan pada tingkat benua atau regional untuk suatu

(15)

telah meningkat dengan cepat. Hal ini juga dipercepat dengan adanya peningkatan

minat dalam studi menggunakan satelit lingkungan yang mempunyai resolusi

sangat rendah tetapi periode ulang sangat baik.

Data citra dengan resolusi rendah seperti SPOT 4 Vegetasi berguna

dalam menjelaskan distribusi berbagai tipe penutupan lahan, termasuk perbedaan

tipe-tipe hutan. Kelebihan citra ini adalah resolusi temporalnya yang tinggi yaitu

melakukan perekaman dengan periode harian serta relatif mudah diperoleh.

Pengklasifikasian penutupan lahan dari citra ini dapat digunakan sebagai data

pendukung dalam proses pengambilan keputusan.

Pengklasifikasian dapat dilakukan secara kualitatif dengan lebih banyak

melibatkan interpreter dan secara kuantitatif dengan menggunakan device

tertentu. Klasifikasi secara kuantitatif umumnya membutuhkan perhitungan

algoritma yang kompleks namun dapat dilakukan secara mudah dengan perangkat

lunak yang telah diprogram untuk pengolahan data penginderaan jauh. Adopsi

’expert system’ atau metode ‘knowledge based’ menjanjikan dalam hal ini.

Penggunaan pendekatan tertentu dapat dipandu oleh pilihan individu dan

perangkat lunak yang tersedia. Penggunaan pengetahuan interpreter (sering berupa

pengetahuan kualitatif) sangat membantu analisis. Metode knowledge based yang

lebih sederhana dapat memberikan hasil yang baik, sehingga dapat dipilih untuk

tujuan tertentu (Richard, 1993).

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun teknik klasifikasi

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena

yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Penginderaan jauh saat ini tidak hanya

terbatas sebagai alat pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pemrosesan

data mentah secara manual dan otomatis, dan analisis citra serta penyajian hasil

yang diperoleh.

Menurut Lintz Jr. dan Simonett (1976) dalam Lo (1995), dalam

pengenalan obyek yang tergambar pada citra terdapat tiga rangkaian kegiatan,

yaitu :

1. deteksi, yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek

2. identifikasi, yaitu upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan

menggunakan keterangan yang cukup

3. analisis, yaitu pengumpulan data lebih lanjut

Menurut Jaya (2002), berdasarkan perkembangan teknologi platform dan

sensor, penginderaan jauh dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu

penginderaan jauh pesawat (airborne remote sensing, ARS) dan penginderaan

jauh satelit, sedangkan berdasarkan sifat sumber energi elektromagnetik yang

digunakan penginderaan jauh dibedakan atas:

1. penginderaan jauh pasif

adalah suatu sistem yang menggunakan sumber energi yang telah ada (

reflektansi energi matahari / radiasi dari obyek secara langsung)

2. penginderaan jauh aktif

adalah suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan

(microwave).

B.Citra Satelit SPOT 4 Vegetasi

SPOT atau Systeme Probatoire d’Observation de la Terre merupakan

(17)

Monitoring Instrument) yang berguna di dalam pemantauan untuk wilayah yang

luas. Vegetation merupakan program satelit yang dimiliki secara gabungan oleh

Perancis, Komisi Eropa, Belgia, Italia dan Swedia. Komponen satelit atau sensor

ini diluncurkan pada bulan Maret 1998 diatas satelit SPOT 4. Sensor satelit ini

didesain untuk melakukan perekaman dengan periode harian dan mempunyai

resolusi 1 km2. Sensor tersebut menggunakan 4 saluran yang meliputi 2 band sinar

tampak biru dan merah (blue dan red), 1 band infra merah dekat (NIR, Near Infra

Red), dan 1 band infra merah gelombang pendek (SWIR, Short Wave Infrared)

Tabel 1 Karakteristik band pada SPOT 4 Vegetasi

Band Panjang

gelombang (µ m)

Kegunaan

1. Blue 0.43-0.47 Penetrasi tubuh air dengan baik sehingga baik untuk pemetaan perairan pantai, pembedaan tanah dan vegetasi, analisa tanah dan air dan pembedaan tumbuhan berdaun lebar dan konifer

2. Red 0.61-0.68 Diskriminasi vegetasi yang berguna untuk pembedaan jenis tumbuhan. Puncak penyerapan klorofil pada panjang gelombang 0.665 ìm sehingga baik untuk inventarisasi vegetasi dan penilaian kesuburan

3. Near Infra

Red

0.78-0.89 Reflektansi vegetasi maksimal terjadi pada band ini yang pada dasarnya berhubungan dengan struktur kanopi dan persentase penutupan vegetasi di permukaan bumi. Saluran ini penting untuk pemisahan kelas vegetasi dan memperkuat kontras antara penampakan vegetasi dan non vegetasi

4. Short Wave Infrared

1.58-1.75 Saluran yang peka terhadap akumulasi biomassa vegetasi. Identifikasi jenis tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air Sumber : Vegetation Overview (2000)

C.Citra Satelit Landsat ETM +

ETM + (Enhanced Thematic Mapper +) adalah sensor yang ditambahkan

pada satelit Landsat 7. Sensor satelit ini mempunyai karakteristik band yang

hampir sama dengan Landsat TM (Thematic Mapper) yaitu : 3 band sinar tampak

(18)

serta terdapat tambahan band pankromatik pada sensor satelit ini. Satelit ini

mempunyai resolusi spasial yang lebih tinggi daripada SPOT 4 Vegetasi.

D.Karakteristik Reflektansi Spektral

Menurut Howard (1996), spektrum matahari untuk tujuan praktis dapat

dianggap mempunyai panjang gelombang antara 0.30 µm dan 3.0 µm; tetapi

untuk penginderaan jauh pasif batasan spektrum tersebut dapat lebih jauh. Batas

untuk penginderaan jauh pasif dalam kehutanan adalah pada spektrum infra merah

tengah, dengan adanya intensitas rendah untuk irradiasi matahari pada permukaan

bumi, dikombinasikan dengan penurunan daya pantul spektral vegetasi dan

saluran yang terjadi penyerapan air secara kuat, yaitu sekitar 2.3 µm - 2.4 µm.

Dalam studi biologi, penting untuk membedakan antara pantulan spektral

dan daya pantul spektral untuk menghindari kesalahan dalam melakukan

interpretasi data (Howard, 1966). Pengukuran daya untuk tanah, dan lain-lain

menghasilkan pembacaan yang tetap dengan mengabaikan ketebalan dari contoh

benda yang diukur. Berbeda dengan itu, daun/tajuk hutan memberikan

pengukuran yang bervariasi dengan indeks luas daun dan faktor lainnya yang

berkaitan dengan adanya tampalan vegetasi (Howard, 1996)

Menurut Jaya (2002), radiasi yang dideteksi oleh sistem penginderaan

jauh umumnya :

1. refleksi cahaya atau energi matahari

2. panas yang dipancarkan oleh setiap obyek yang mempunyai suhu lebih

besar dari 0 K

3. refleksi gelombang mikro

Air jernih memantulkan sekitar 10 % pada berkas sinar biru dan hijau,

hanya sedikit sekali pada berkas sinar merah, dan tidak ada sama sekali pada infra

merah. Tanah mempunyai reflektansi yang mendekati monotonikal terhadap

panjang gelombang 1,4 µm, 1,9 µm dan 2,7 µm yang tampak banyak ditentukan

oleh pigmentasi tumbuh-tumbuhan. Band penyerap klorofil terletak pada daerah

sinar biru dan merah.

Pantulan spektral untuk vegetasi sehat berdaun hijau dipengaruhi oleh

(19)

menyerap energi pada panjang gelombang yang terpusat pada sekitar 0.4 µm dan

0.6 µm. Berdasarkan hal itu maka kita menangkap vegetasi sehat berwarna hijau

disebabkan oleh besarnya penyerapan energi pada spektrum hijau. Apabila suatu

tumbuhan mengalami beberapa bentuk gangguan, yang mempengaruhi proses

pertumbuhan dan produksinya yang normal, maka hal itu akan mengurangi atau

mematikan produksi klorofil. Akibatnya terjadi penurunan serapan oleh klorofil

pada saluran biru dan merah. Sering pantulan pada spektrum merah bertambah

hingga kita lihat tumbuhan tampak berwarna kuning, gabungan antara hijau dan

merah.

Mendekati spektrum infra merah, pantulan vegetasi sehat meningkat pada

rentang 0.7 µ m-1.3 µm, pada rentang ini daun tumbuhan memantulkan 50 %

tenaga yang datang padanya dan sebagian besar dari 50 % energi selebihnya

ditransmisikan, karena serapan pada daerah spektral ini minimal. Pantulan

tumbuhan pada panjang gelombang 0.7 µm-1.3 µm terutama dihasilkan oleh

struktur internal tumbuhan tersebut. Pengukuran pantulan pada panjang

gelombang ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan spesies tumbuhan

karena struktur internal banyak berbeda untuk berbagai spesies tumbuhan

(Lillesand dan Kiefer, 1979).

E. Klasifikasi Penutupan Lahan

Klasifikasi diartikan sebagai proses mengelompokkan piksel-piksel ke

dalam kelas-kelas atau kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai

kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) piksel yang

bersangkutan (Jaya, 2002).

Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkup (situs), yang

diartikan berkaitan dengan jumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi, tanah,

topografi, hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981 dalam Lo, 1995).

Menurut Lo (1995), tiga kelas data yang mencakup dalam penutupan

lahan secara umum adalah :

1. struktur fisik yang dibangun oleh manusia

2. fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan bentang

(20)

F. Knowledge Based Classification

Knowledge based classification dicirikan dengan adanya penyusunan

rule (aturan) oleh interpreter. Dalam Richard (1993) dijelaskan bahwa analisa

sistem berdasarkan rule adalah cara yang efektif untuk menangani data citra multi

resolusi, sebagai contoh, rule dapat diaplikasikan sebagai awal untuk melihat

apakah terdapat pengakuan dari label yang tersedia pada piksel-piksel data citra

dengan resolusi rendah. Jika ada maka sumber data dengan resolusi spasial tinggi

tidak diperlukan, dan waktu untuk proses data dapat dihemat. Namun sistem

berdasarkan rule hanya dapat memberi dukungan yang lemah terhadap label yang

tersedia dalam basis data resolusi rendah, sehingga kemudian harus digabung

dengan sumber data yang beresolusi tinggi untuk melihat apakah ada piksel-piksel

yang lebih kecil yang dapat diberi label dengan tingkat kepastian yang lebih

tinggi. Hal seperti ini dapat menjadi contoh kasus pada daerah urban dimana

piksel-piksel dengan resolusi rendah akan susah diklasifikasikan karena

merupakan campuran dari vegetasi dan bangunan.

Untuk menyusun rule dalam pengklasifikasian citra dapat digunakan

teknik fuzzy. Menurut Zadeh, 1966 dalam Pal dan Majumder (1986), teori

kumpulan fuzzy merupakan alat matematik dan teknik yang cocok dalam

menganalisis sistem-sistem yang kompleks dan proses keputusan yang

ketidaktentuan polanya disebabkan variabilitas bawaan dan/atau samaran

(kefuzzian) daripada keacakan (randomness). Tidak terdapat batasan yang tepat

disebabkan kefuzzian bawaan daripada keacakan dalam pola -pola. Dengan cara

yang sama, karena sebuah grey tone gambar memiliki beberapa ambiguitas di

dalam piksel disebabkan tingkat kecemerlangan berharga ganda yang mungkin,

jelaslah diterapkan konsep dan logika kumpulan fuzzy daripada teori kumpulan

biasa terhadap sebuah masalah pemrosesan citra. Dengan kenyataan ini dalam

sebuah citra dapat dianggap sebagai deretan (array) singleton fuzzy, yang

setiapnya memilih sebuah harga fungsi keanggotaan yang menyatakan tingkat

(21)

G. Perubahan Lahan

Perubahan lahan terdiri dari perubahan yang bersifat tetap (land use) dan

bersifat sementara (land cover). Perubahan yang bersifat tetap artinya perubahan

dari satu jenis penggunaan menjadi penggunaan lahan jenis lain, sedangkan

perubahan sementara artinya yang berubah hanya penutupan lahannnya, jenis

penggunaan lahannya tetap (Lo, 1981).

Sunar, 1996 dalam Sumantri (2004) menyatakan bahwa dalam

pemantauan perubahan secara digital, respon spektral suatu piksel pada dua waktu

akan berbeda jika penutupan lahan berubah dari satu penutupan lahan ke

penutupan lahan yang lain. Band yang sensitif terhadap perubahan dapat

ditentukan dengan karakteristik reflektansi spektral masing-masing band terhadap

vegetasi, tanah dan air. Analisis perubahan lahan dapat dilakukan dengan

beberapa metode diantaranya : image overlay, diferensiasi citra (image

differencing), analisis komponen utama (principa l component analysis), dan

(22)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Maret 2005,

dan dilanjutkan pada bulan Juni sampai Agustus 2005. Pengolahan data

dilaksanakan di laboratorium Perencanaan Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Citra satelit SPOT 4 Vegetasi untuk wilayah Asian Island, dengan resolusi

spasial 1 km x 1 km.

2. Citra satelit landsat ETM path 123 row 064 tahun 2001, path 126 row 060

tahun 2001, path 126 row 061, path 128 row 060, path 127 row 059, path

127 row 060 dan path 131 row 057.

3. Peta Vektor wilayah Sumatera.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Seperangkat komputer pribadi (personal computer) dengan software

ERDAS IMAGINE ver 8.5 sebagai pengolah data citra, ER Viewer 7.0e, dan

Microsoft Office (Microsoft Word, Microsoft Excel).

C. Metode Penelitian 1. Pengolahan Awal Citra

Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara

sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu data yang direkam pada

umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas data/c itra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan

kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut, perlu dilakukan pra

pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah dikoreksi

secara geometrik.

Sebelum data diolah lebih lanjut, sebelumnya harus dilakukan beberapa

(23)

a. Import data

Import data dilakukan untuk merubah format data citra awal yang

tersedia ke dalam format data yang dapat diolah oleh komputer.

b. Layerstack

Layer stack merupakan tahapan pengintegrasian saluran-saluran spektral

pada data citra (blue, red, near infrared, short wave infrared) untuk disusun

menjadi satu tumpukan / lapisan/ layer saluran spektral data citra satelit.

c. Koreksi geometrik

Rektifik asi adalah teknik koreksi geometris untuk memproyeksikan data

pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan peta. Koreksi

ini dilakukan untuk memudahkan pengecekan obyek citra di lapangan,

memudahkan penggabungan citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami

distorsi luas sehingga memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel

(Jaya,2002).

Atas dasar acuan yang digunakan, rektifikasi dapat dibedakan atas :

1. rektifikasi citra ke citra (image to image rectification)

2. rektifikasi citra ke peta (image to map rectification)

Koreksi geometrik dimulai dengan memilih sejumlah titik -titik kontrol

lapangan (ground control point, GCP). GCP adalah suatu titik pada permukaan

bumi yang diketahui koordinatnya baik pada citra (kolom/piksel dan baris)

maupun pada peta (yang diukur dalam lintang bujur feet atau meter). Syarat

pemilihan GCP adalah tersebar merata di seluruh citra dan relatif permanen atau

tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek (seperti jalan, jembatan, sudut

bangunan dan sebaga inya) (Jaya, 2002).

d. Cropping

Cropping atau pemotongan citra dilakukan dengan membatasi areal

penelitian, cropping dilakukan untuk mendapatkan data citra satu pulau Sumatera.

e. Penghilangan awan

Preproceed data yang tersedia yaitu perekaman tiga kali dalam sebulan

mengandung banyak tutupan awan (Vegetation Overview, 2000). Untuk dapat

mengoptimalkan kegiatan pengidentifikasian kelas penutupan lahan maka sedapat

(24)

Salah satu cara menghilangkan penampakan awan adalah dengan

memanfaatkan data time series dari band asli sehingga diperoleh citra yang relatif

bersih dari awan. Beberapa time series data dikomposit dengan fungsi Statistical

Nilai Minimum. Pemilihan metode ini disebabkan nilai digital penutupan awa n

yang lebih tinggi dibandingkan nilai digital penutupan non awan pada semua band

sehingga dengan menggunakan komposit nilai minimum diharapkan akan

menghasilkan komposit citra time series yang mengandung sedikit penutupan

awan.

f. Interpretasi visual citra

Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) merupakan suatu

kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada di

permukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar

karakteristik spasial, spektral dan temporal. Pendekatan ini melibatkan

analis/interpreter untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan

cara interpretasi visual. Keberhasilan ini sangat bergantung pada analis di dalam

mengeksploitir secara selektif obyek-obyek yang tampak pada citra. Interpretasi

visual dilakukan pada citra satelit Landsat ETM + dan SPOT 4 Vegetasi untuk

mengidentifikasikan sebaran dan jumlah kelas penutupan lahan yang terdapat di

areal penelitian sehingga mempermudah dalam menentukan kelas penutupan yang

akan diklasifikasikan. Oleh karena itu dipilih kombinasi 3 saluran dalam format

RGB yang mempunyai karakteristik khusus untuk memperoleh warna komposit

yang paling jelas pada setiap jenis penutupan.

2. Image Processing

a. Pengenalan pola spektral

Dari penelitian terdahulu didapatkan bahwa citra SPOT 4 Vegetasi dapat

membedakan 5 kelas penutupan lahan yaitu hutan alam, vegetasi non hutan alam,

areal terbuka, badan air dan awan. Identifikasi nilai spektral citra dilakukan

dengan pembuatan training area dalam menentukan penciri kelas (class

signature). Training area merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi prototipe

dari sejumlah piksel yang mewakili dari masing-masing kelas atau kategori yang

(25)

di lapangan dengan bantuan citra warna komposit Landsat ETM+ sebagai citra

referensi dan peta vegetasi untuk setiap kelas penutupan lahan.

Untuk pembuatan training area digunakan data citra satelit Landsat

ETM+ pada 7 wilayah Sumatera, meliputi Aceh (path 131 row 057), Sumatera

Utara, Sumatera Barat, Riau dan Jambi (path 126 row 060 tahun 2001, path 126

row 061, path 128 row 060, path 127 row 059,dan path 127 row 060), serta

daerah Lampung (path 123 row 064 tahun 2001).

b. Klasifikasi knowledge based

Ada beberapa cara yang dapat ditangkap dan dicatat oleh para ahli untuk

penggunaan sistem analisa dengan knowledge based. Yang paling sederhana dan

yang paling umum adalah dengan menggunakan aturan-aturan (rules) (Richard,

1993).

Pembuatan aturan dalam knowledge based classification dimulai dengan

menentukan membership function bagi tiap piksel pada citra. Dalam Pal dan

Majumder (1986) diterangkan bahwa sebuah kumpulan fuzzy (A) dalam sebuah

ruangan titik -titik X = {x} ialah sebuah kelas kejadian (class of events) dengan

sebuah mutu keanggotaan kontinu (grade of membership) dan ditandai oleh

sebuah fungsi keanggotaan µA (x) yang dihubungkan dengan setiap titik dalam X

oleh sebuah bilangan real dalam interval [0,1] dengan nilai µA (x) pada x

menyatakan mutu keanggotaan x dalam A. Secara formal, sekumpulan fuzzy A

dengan sejumlah penyokong hingga x1, x2, …, xn didefinisikan sebagai kumpulan

pasangan yang diurutkan :

A = {(µA(xi), xi), i= 1, 2, …, n}

Dimana penyokong A adalah subkumpulan X yang didefinisikan sebagai

S(A) = {x, xåX dan µA(x) > 0}

µi, mutu keanggotaan xi dalam A, menyatakan tingkat yang sebuah kejadian xi

boleh menjadi anggota A atau kepunyaan A. Fungsi karakteristik ini ternyata

dapat dipandang sebagai suatu koefisien pembobotan yang merefleksikan

ambiguitas dalam sebuah kumpulan dan jika ia mencapai harga satu, mutu

(26)

Menurut Jaya (1997), klasifikasi merupakan proses pengelompokan

piksel-piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori-kategor i yang telah ditentukan

berdasarkan nilai kecerahan (brightness value/BV atau digital number/DN) yang

bersangkutan. Pada penelitian ini klasifikasi dilakukan berdasarkan aturan yang

didapat berdasar knowledge based dengan teknik fuzzy.

Klasifikasi dilakukan berdasarkan aturan yang dihasilkan. Peneliti

memegang peranan utama dalam memberikan pertimbangan. Pada setiap langkah

dalam proses ini, suatu kesimpulan dapat memiliki pertimbangan yang valid dan

kebalikannya. Hal ini memungkinkan untuk menduga label yang paling

mendukung untuk penentuan kelas. Aturan ini disebut endorsement (pengesahan)

(Richard, 1993).

Aturan yang dihasilkan diaplikasikan pada tahun yang berbeda. Hal ini

dimaksudkan untuk memperbaiki rule yang telah dihasilkan.

c. Evaluasi hasil klasifikasi

Akurasi klasifikasi dapat dievaluasi dengan cara membuat matriks contingency

atau biasa disebut confusion matrix (matriks konfusi). Ukuran akurasi yang dapat

dihitung berdasarkan matriks ini adalah overall accuracy, producer’s accuracy,

dan user’s accuracy.

Overall accuracy merupakan perbandingan antara jumlah total area (piksel) yang

diklasifikasikan dengan benar terhadap jumlah total area (piksel) observasi.

Akurasi ini menunjukkan tingkat kebenaran citra hasil klasifikasi. Producer’s

accuracy adalah probabilitas suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan

secara rata-rata menunjukkan seberapa baik setiap kelas di lapangan telah

diklasifikasi. Ukuran ini juga dapat digunakan untuk menduga rata -rata dari

kesalahan omisi (omission error), yang terjadi jika suatu area di lapangan tidak

diklasifikasi pada kelas yang benar. User’s accuracy adalah probabilitas rata-rata

suatu piksel dari citra yang telah terklasifikasi secara aktual mewakili kelas-kelas

tersebut di lapangan. Ukuran ini dapat digunakan untuk menduga rata -rata dari

kesalahan komisi (commission error), yang terjadi jika suatu area diklasifikasikan

(27)

Gambar 1. Diagram alir penelitian Mulai

Pengolahan awal citra tahu n 2001

Pengolahan awal citra tahun 2004

Interpretasi visual citra

Pengenalan pola spektral pada SPOT 4 Veget asi

Penyusunan

rule based

Klasifikasi

Citra tahun 2001

Analisis uji akurasi

diterima

Citra tahun 2004

Evaluasi rule Citra

Landsat ETM+

Selesai

tidak

Analisis multitemporal

(28)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A.Letak Geografis dan Luas.

Pulau Sumatera terletak antara 95ºBT-103ºBT dan 6ºLU-10ºLS dengan

luas area 475.605 km2 atau mewakili 25 % dari keseluruhan luas wilayah

Indonesia. Pulau ini berbatasan dengan Samudera Hindia di sebelah Barat, dengan

Selat Sunda yang membatasi dengan Pulau Jawa di sebelah Tenggara, dengan

Selat Karimata yang membatasi dengan Pulau Kalimantan di sebelah Timur dan

dengan Selat Malaka yang membatasi dengan Semenanjung Malaya di bagian

Utara (Sumber : http.www. wikipedia/sumatera)

B. Wilayah Administrasi

Sumatera terbagi ke dalam 10 propinsi yaitu : Nanggroe Aceh

Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi,

Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, dan Bangka Belitung.

C.Kondisi Fisik 1. Musim dan Iklim

Musim yang terdapat di pulau Sumatera sama seperti umumnya yang

terjadi di Indonesia. Di Indonesia, hanya dikenal dua musim, yaitu musim

kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin

berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga

mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan

Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra

Pasifik terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu terjadi setiap setengah tahun

setelah melewa ti masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November.

Pulau Sumatera mempunyai iklim tropis dan basah. Setiap bulannya

hujan cenderung turun, sementara bulan November merupakan bulan dengan

curah hujan paling banyak. Suhu Sumatera pada tahun 2003 me nunjukkan variasi

(29)

2. Topografi

Secara geografis wilayah Sumatera dapat dibagi dalam 4 subwilayah,

yaitu:

1. dataran rendah di pantai timur

2. pegunungan di bagian tengah

3. dataran rendah yang sempit di pantai barat

4. pulau-pulau di bagian barat dan bagian timur.

Di pantai Timur tanahnya terdiri dari rawa-rawa dan payau yang

dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan palmae dan kayu

rawa (bakau). Sedikit makin ke barat merupakan dataran rendah yang

luas. Lebih masuk ke dalam wilayah barat semakin daerahnya bergunung-gunung

dan ini merupakan rangkaian dari Bukit Barisan yang terdapat di bagian barat

pulau Sumatera pada sumbu terpanjangnya.

3. Keadaan Tanah

Secara garis besar keadaan tanah di pulau Sumatera dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Jenis tanah di pulau Sumatera dan daerah penyebarannya

Jenis Tanah Daerah Penyebaran

Organosol dan Klei Humus Sepanjang pantai dan dataran rendah

Litosol Pinggiran pegunungan terjal sepanjang bukit barisan Alluvial Sepanjang sungai dan punggunng Bukit Barisan

Hidromorf Dataran rendah

Regosol Sekeliling pantai timur

Andosol Semua kerucut vulkan tua dan muda, umumnya jenis tanah ini ditemui di wilay ah dengan ketinggian lebih 100 meter di atas permukaan laut

Latosol U mumnya terdapat di wilayah tanah kering

(30)

4. Hidrologi

Di pantai timur terdapat aliran sungai-sungai terbesar di Sumatera,

seperti Wampu, Siak, Indragiri, Kampar, Batanghari dan Musi. Semua sungai ini

dapat dilayari sampai jauh ke pedalaman (Sumber : www.bps.go.id).

D. Flora dan fauna

Kekayaan flora di pulau Sumatera terdiri dari bermacam-macam jenis.

Pada hutan dataran rendah pulau ini kaya akan beragam jenis Dipterocarpaceae,

selain itu juga terdapat pinus Sumatera (Pinus merkusii) dan beragam kayu jenis

komersil yang tumbuh di berbagai tipe hutan seperti ramin (Gonystilus bancanus)

di hutan rawa yang saat ini dilindungi. Di pulau ini juga terdapat jenis unik seperti

raflesia dan bermacam jenis anggrek.

Fauna di pulau Sumatera antara lain : Gajah (Elephas maximimus

sumatranus), Badak (Dicerorhinos sumatrensis), Harimau (Panthera tigris

sumatrae), Beruang (Helarctos malayanus), bermacam primata (Presbitis sp.,

Hylobates sp., dan Symphalangus sp.), Rusa (Cervus unicolor), Kijang

(Muntiacus muntjak), Ayam Hutan (Lophura ignita), Kambing Hutan

(Capricornus sumatrensis) , Babi (Sus sp.), Buaya (Crocodilus porosus), Tapir

(Tapirus indicus) dan lain -lain (Sumber : www. info_indo.com).

E. Demografi

Jumlah penduduk pulau Sumatera berdasar sensus penduduk tahun 2000

adalah 39,2 juta orang atau sebesar 20,7 % dari total penduduk Indonesia.

Kepadatan penduduk sekitar 85 orang per km2. Wilayah dengan populasi besar

adalah pada Sumatera Utara dan bagian tengah dataran tinggi di Sumatera Barat,

sedangkan pusat urban utama pulau ini adalah Medan dan Palembang..

Penduduk pulau ini umumnya merupakan suku Melayu yang terbagi ke

dalam suku-suku berbeda, dengan bahasa dan logat yang berbeda, namun masih

terdapat beberapa kesamaan dan budaya yang masih berhubungan. Di Sumatera

bagian utara terdapat suku Batak dan di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(31)

V. PEMBAHASAN

A. Interpretasi Visual Citra

Interpretasi visual dilakukan terhadap kelas penutupan lahan yang dapat

dibedakan dengan baik oleh citra SPOT 4 Vegetasi. Dalam Kartikasari (2004)

disimpulkan bahwa kelas penutupan terbaik yang dapat dibedakan adalah 5 kelas,

yaitu hutan alam, vegetasi non hutan alam, areal terbuka, badan air dan awan.

Penampakan visual kelas penutupan ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2 Piksel hutan alam Gambar 3 Piksel Areal Terbuka

Gambar 4 Piksel badan air Gambar 5 Piksel vegetasi non hutan alam

B. Image Processing

1. Pengenalan Pola Spektral

Pengenalan pola spektral pada SPOT 4 Vegeta si dilakukan dengan

membuat area contoh (training sample) pada tiap kelas penutupan lahan untuk

setiap band. Untuk keperluan pembuatan training area digunakan data citra satelit

(32)

Sumatera Barat, Riau dan Jambi, serta daerah Lampung. Lokasi ini dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6 Lokasi pengambilan training area untuk penentuan pola spektral

Dari training area yang dibuat, diidentifikasi nilai dijital hutan alam,

vegetasi non hutan alam, areal terbuka dan badan air. Rekapitulasi nilai spektral

setiap kelas penutupan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Rentang Spektral Kelas Penutupan Lahan pada Tiap Band

Gambar 7 Rentang spektral kelas penutupan lahan pada tiap band

Panjang gelombang sinar tampak (band biru dan band merah)

memperlihatkan pola pembedaan rentang spektral untuk kelas penutupan

bervegetasi dan tanpa vegetasi. Kelas penutupan bervegetasi memiliki reflektansi

rendah pada panjang gelombang sinar tampak. Dalam Lillesand dan Kiefer (1979) Landsat path 127 row059

Landsat path 126 row 061 Landsat path 127 row 060

Landsat path 128 row 060

Landsat path 126 row 060

(33)

telah dijelaskan bahwa klorofil banyak menyerap energi pada panjang gelombang

yang terpusat pada sekitar 0.45 µm dan 0.65 µm (panjang gelombang sinar

tampak) . Penyerapan ini menyebabkan reflektansi vegetasi menjadi rendah.

Pada band inframerah dekat dan band inframerah sedang reflektansi

spektral setiap kelas penutupan lahan menjadi tinggi. Dalam Lillesand dan Kiefer

(1979) diterangkan bahwa mulai dari spektrum tampak ke arah inframerah

pantulan kira-kira pada 0.7 µm, pantulan vegetasi sehat meningkat dengan cepat.

Pada panjang gelombang antara 0.7 µ m-1.3 µm, daun memantulkan 50 % tenaga

yang datang dan selebihnya ditransmisikan, karena serapan pada daerah spektral

ini minimal.

Berdasar rentang spektral terlihat bahwa band inframerah sedang dapat

membedakan kelas penutupan areal terbuka, hutan alam, dan badan air. Menurut

Lillesand dan Kiefer (1979), setelah panjang gelombang 1.3 µm, tenaga yang

datang pada vegetasi pada dasarnya akan diserap atau dipantulkan, dan tidak ada

atau sedikit ditransmisikan. Penurunan pantulan terjadi pada panjang gelombang

1.4 µm, 1.9 µm, dan 2.7 µm karena air yang terdapat di daun kuat sekali

serapannya pada panjang gelombang ini.

2. Klasifikasi Knowledge Based

Klasifikasi knowledge based dilakukan berdasar pengetahuan interpreter

terhadap pola spektral dengan bantuan teknik fuzzy. Fungsi keanggotaan

masing-masing kelas penutupan lahan bernilai benar apabila termasuk ke dalam rentang

spektral yang telah diidentifikasi. Fungsi keanggotaan untuk nilai spektral

dibawah atau diatas rentang tersebut dihitung dengan menggunakan rumus

sehingga didapatkan fungsi keanggotaan antara 0 sampai 1 yang merupakan piksel

fuzzy.

Nilai yang digunakan untuk menyusun fungsi keanggotaan fuzzy berasal

dari nilai dijital piksel yang didapatkan dari training area. Nilai dijital dari setiap

kelas penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan pengetahuan terhadap nilai dijita l piksel didapatkan band

penentu yang berbeda untuk setiap kelas penutupan lahan. Kelas penutupan hutan

(34)

Spektral kelas penutupan vegetasi non hutan alam berbeda dengan kelas

penutupan lain pada band inframerah dekat, sehingga band ini menjadi band

penentu. Kelas penutupan areal terbuka menggunakan band penentu dari band

biru dan band inframerah sedang. Badan air menggunakan band penentu dari band

biru, inframerah dekat dan inframerah sedang.

Tabel 3 Rekapitulasi nilai dijital setiap kelas penutupan lahan

Kelas Band Minimum Mean Maximum

Nilai pada band penentu dipergunakan dalam menyusun rule dengan

bantuan teknik fuzzy. Rule disusun dengan menggunakan fungsi conditional.

Formula yang dipergunakan secara umum menggunakan logika berdasarkan

fungs i keanggotaan fuzzy dari setiap kelas penutupan lahan. Logika tersebut

adalah jika fungsi keanggotaan pa da band penentu bernilai benar untuk suatu

penutupa n lahan maka suatu piksel diklasifikasikan menjadi kelas penutupan yang

dimaksud. Deskripsi fungsi keanggotaan pada setiap band dapat dilihat pada

Gambar 8 sampai Gambar 11.

Aplikasi rule menghasilkan piksel yang telah diyakini sebagai suatu

penutupan lahan serta piksel yang masih bersifat fuzzy atau belum yakin

keanggotaannya. Untuk piksel fuzzy, maka pengambilan keputusan berdasarkan

derajat keanggotaan terbesar dari tiap penutupan lahan yang dimiliki piksel

tersebut. Deskripsi rule selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai

(35)

0 1

1 6 11 16 21 26 31 36 41

Nilai Piksel

Derajat Keanggotaan

areal terbuka

badan air

Gambar 8 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 1

0 1

1 2 3 4 5

Nilai Piksel

Derajat Keanggotaan

hutan alam

Gambar 9 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 2

0 1

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56

Nilai Piksel

Derajat Keanggotaan

vegetasi non huttan badan air

Gambar 10 Fungsi keanggotaan fuzzy pada band 3

0 1

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81

Nilai Piksel

Derajat Keanggotaan

hutan alam badan air areal terbuka

(36)

3. Analisis M ultitemporal Citra

Aplikasi rule untuk citra multitemporal dilakukan pada citra tahun 2004.

Hasil klasifikasi pada tahun 2004 memperlihatkan bahwa rule dapat digunakan

untuk analisis multitemporal dengan beberapa batasan. Batasan tersebut adalah

kondisi re flektansi citra harus sama atau tidak terdapat bias spektral. Apabila

terdapat bias nilai spektral, citra harus dikoreksi secara radiometrik. Salah satu

cara untuk koreksi radiometrik adalah dengan menggunakan image to image

contrast matching (Richard, 1993). Pada citra SPOT 4 Vegetasi wilayah pulau

Sumatera untuk kedua tahun ini tidak terdapat perbedaan nilai spektral, sehingga

rule dapat langsung diaplikasikan.

Dengan mengganti input pada model, citra tahun 2004 dapat

diklasifikasikan dengan menggunakan rule seperti yang digunakan pada tahun

2001. Hasil klasifikasi tahun 2001 dan 2004 dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13.

Penampakan visual hasil klasifikasi tahun 2001 menunjukkan adanya

kelas penutupan yang tidak sesuai dengan training area yang diambil. Kondisi ini

ditemukan pada daerah Sumatera bagian utara. Pada daerah tertentu tidak dapat

diklasifikasi dengan baik karena pada wilayah tersebut terdapat awan tipis (haze).

Adanya haze (awan tipis) pada beberapa daerah untuk tahun 2001 menyebabkan

meningkatnya reflektansi kelas penutupan (Gambar 15).

Hasil klasifikasi citra pada tahun 2001 menunjukkan bahwa pada daerah

yang tertutup haze diklasifikasikan sebagai awan. Sedangkan pada tahun 2004,

daerah tersebut diklasifikasikan sebagai hutan alam. Hal ini terjadi karena kondisi

citra pada tahun 2004 cenderung lebih bersih dari haze untuk daerah tersebut

(Gambar 13). Koreksi yang dilakukan adalah dengan mengasumsikan kelas

penutupan hutan alam pada tahun 2004 tetap menjadi hutan alam pada tahun

2001, terutama pada daerah citra yang tertutup haze (Gambar 14).

Penggunaan komposit time series bulanan dapat mengurangi penutupan

awan tebal tetapi tidak dapat menghilangkan haze pada citra multitemporal.

Kondisi tersebut dapat terjadi karena tingkat penutupan dan leta knya tidak sama

antar periode waktu yang digunakan. Gangguan haze dapat terjadi karena

pengaruh interaksi antara radiasi matahari dengan atmosfer bumi. Jaya (2002)

(37)

yang tidak sistematis. Pengaruh dari interaksi tersebut dapat berupa meningkatnya

kecerahan (brightness) apabila radiasi matahari dipencarkan (scattering),

sedangkan apabila radiasi diserap akan menyebabkan menurunnya brightness.

Secara temporal, diasumsikan bahwa semua kelas yang terklasifikasi

sebagai hutan alam pada tahun 2004 juga merupakan hutan alam pada tahun 2001,

atau kelas penutupan vegetasi non hutan alam pada 2001 dapat berubah menjadi

hutan alam pada tahun 2004. Berdasarkan asumsi ini diambil beberapa sampel

nilai dijital pada daerah yang seharusnya merupakan hutan alam pada tahun 2001.

Nilai dijital ini dimaksudkan untuk memperbaiki rule sehingga dapat

mengklasifikasikan kelas penutupan dengan benar. Hasil pengambilan sampel ini

menunjukkan semua nilai dijital telah termasuk ke dalam rule awal sehingga tidak

(38)

Gambar 12 Aplikasi rule pada tahun 2001

Gambar 13 Aplikasi rule pada tahun 2004

Gambar 14 Perbaikan citra hasil klasifikasi tahun 2001 Keterangan

Hutan alam

Vegetasi non hutan alam

Areal terbuka

Badan air

Keterangan Hutan alam

Vegetasi non hutan alam

Areal terbuka

Badan air

Keterangan

Hutan alam

Vegetasi non hutan alam

Areal terbuka

(39)

Tahun 2001 Tahun 2001 terklasifikasi

Tahun 2004 Tahun 2004 terklasifikasi

Tahun 2001 Tahun 2004

(40)

4. Evaluasi Hasil Klasifikasi

Keakuratan hasil klasifikasi dapat dihitung secara kuantitatif untuk

mendukung evaluasi secara visual. Analisa citra satelit bersifat obyektif karena

dapat dikontrol dari data statistik dengan tingkat ketelitian serta ketepatan

klasifikasi (Harjadi, 2003).

Penampakan visual hasil klasifikasi di-overlay dengan citra referensi

dalam melihat akurasi hasil klasifikasi dengan knowledge based. Kuantifikasi

hasil klasifikasi diukur dengan producer’s accuracy, user’s accuracy, dan overall

accuracy yang dihitung dari matriks konfusi berdasar overlay hasil klasifikasi

dengan citra referensi (Lampiran 7) . Producer’s accuracy yang paling tinggi

adalah pada kelas penutupan hutan alam sebesar 94.80 % dan paling rendah pada

kelas penutupan areal terbuka sebesar 75.74 %. Sedangkan user’s accuracy paling

tinggi adalah pada kelas areal terbuka sebesar 98.70 % dan paling rendah pada

kelas penutupan vegetasi non hutan alam sebesar 75.68 %. Nilai overall accuracy

untuk klasifikasi knowledge based adalah 86.84 % (Tabel 3).

Tabel 4 Hasil analisis akurasi klasifikasi pada citra tahun 2001

Kelas Penutupan Lahan Nilai Akurasi (%) Hutan alam Vegetasi non

hutan alam

Areal terbuka Badan air

Producers’

accuracy

94.8 88.94 75.74 87.59

User’s accuracy 88.15 75.68 98.70 96.62

Overall accuracy 86.84

C. Perubahan Penutupan Lahan di Pulau Sumatera

Pemanfaatan citra satelit untuk pemantauan luas penutupan lahan telah

dilakukan untuk seluruh wilayah Indonesia oleh Badan Planologi Kehutanan.

Salah satunya adalah pemantauan penutupan lahan hutan dan non hutan yang

diperoleh dari mosaik citra Landsat TM tahun 1999-2000. Klasifikasi dilakukan

dengan lebih detail dibanding klasifikasi pada SPOT 4 Vegetasi. Untuk itu

dilakukan klasifikasi ulang agar didapat kelas penutupan yang sama. Kelas

(41)

adalah hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer

dan hutan mangrove primer. Vegetasi non hutan alam terdiri dari hutan rawa

sekunder, hutan mangrove sekunder, hutan tanaman, belukar, belukar rawa,

perkebunan, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan kering campuran. Areal

terbuka terdiri dari tanah terbuka, daerah transmigrasi, pertambangan, pemukiman

dan rawa. Badan air terdiri dari sawah, tambak dan tubuh air lainnya.

Secara visual terlihat kekonsistenan perubahan penutupan lahan dari

tahun 1999-2000 ke tahun 2001. Perubahan hutan alam banyak terjadi di pesisir

timur Sumatera dan berubah menjadi areal terbuka. Perubahan yang logis juga

terjadi pada penutupan hutan alam di sepanjang Bukit Barisan. Hal ini didukung

dengan data luas penutupan pada Tabel 4. Luas penutupan hutan alam menjadi

lebih kecil dibanding tahun 1999-2000. Resolusi spasial SPOT 4 Vegetasi lebih

kecil dibanding Landsat TM, maka luasan yang diperoleh adalah perkiraan untuk

kelas yang tidak detail.

Tabel 5 Keadaan penutupan vegetasi di Sumatera

Perkiraan Luas (ha) No Kelas Penutupan

Lahan

Luas Penutupan Lahan

tahun 1999-2000 (ha) Tahun 2001 Tahun 2004

1 Hutan alam 10.2 30.000 8.490.902 7.541.450

2 Vegetasi non hutan alam

26.431.000 31.163.613 30.991.750

3 Areal terbuka 1.782.000 2.677.880 4.220.837

4 Badan air 849.000 1.843.957 1.601.372

5 Awan 6.337.000 1.452.648 1.273.590

Hasil klasifikasi tahun 2001 dan 2004 menunjukkan kekonsistenan

dalam perubahan penutupan lahan yang terjadi. Hutan alam menunjukkan

kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Menurut penelitian Critical

Ecosystem Partnership Fund tentang Sumatera Forest Ecosystem of the

Sundaland Biodiversity Hotspot terdapat beberapa hal yang menjadi ancaman

penyebab semakin berkurangnya penutupan hutan di pulau Sumatera. Diantaranya

adalah pemerintah daerah yang masih kurang siap dalam otonomi daerah. Belum

terdapat deskripsi yang jelas untuk kekuasaan dan tanggung jawab pemerintah

(42)

areas). Hal ini memicu terjadinya illegal logging di berbagai kawasan dilindungi.

Selain itu juga terdapat illegal logging di kawasan hutan produksi yang dilakukan

oleh masyarakat desa sekitar hutan dan dimodali oleh para ’cukong kayu’ yang

berasal dari luar daerah. Faktor lain yang menyebabkan semakin berkurangnya

penutupan hutan adalah maraknya pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa

sawit da n pertambangan. Di Sumatera juga terjadi kasus pembangunan jalan yang

melewati kawasan lindung seperti terjadi di Taman Nasional Gunung Leuser dan

Taman Nasional Kerinci Seblat.

Dengan rule yang sederhana, tingkat akurasi yang dapat diterima dan

kemudahan mendapat data, maka SPOT 4 Vegetasi dapat digunakan untuk

melihat perubahan penutupan lahan meliputi area yang luas. Selain itu

pemantauan dapat dilakukan dalam waktu sesering mungkin sesuai kebutuhan

karena data ini tersedia dalam periode harian atau dalam komposit 10 harian.

Dengan tujuan yang sama untuk melihat perubahan hutan secara umum,

apabila dibandingkan dengan citra yang memiliki resolusi spasial tinggi seperti

Landsat maka biaya yang diperlukan akan jauh lebih rendah. Faktor kemudahan

menangani data juga menyebabkan citra dengan resolusi spasial rendah dapat

dipilih untuk tujuan tersebut. Permasalahan yang muncul karena banyak terdapat

awan dan haze dapat diatasi dengan memanfaatkan multi temporal data atau citra

lain yang memiliki resolusi spas ial dan temporal yang sama, seperti NOAA

(43)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Rule disusun berdasarkan band penentu bagi setiap kelas penutupan lahan.

Band biru dapat digunakan untuk mengidentifikasi areal terbuka dan badan

air, band merah pada SPOT Vegetasi dapat mengidentifikasi kelas

penutupan hutan alam, band inframerah dekat dapat mengidentifikasi

vegetasi non hutan alam dan badan air, serta band inframerah sedang dapat

mengide ntifikasi hutan alam, areal terbuka dan badan air.

2. Fungsi keanggotaan fuzzy dapat dipergunakan untuk kuantifikasi klasifikasi

knowledge based. Secara umum, logika yang dipergunakan adalah apabila

fungsi keanggotaan piksel pada band penentu bernilai benar maka piksel

akan masuk kelas penutupan lahan yang dimaksud. Pada piksel yang masih

overlap, maka klasifikasi dilakukan berdasar fungsi keanggotaan terbesar

dari setiap kelas penutupan lahan yang dimiliki piksel tersebut.

3. Analisis perubahan rule dengan citra multitemporal pada tahun 2004

memperlihatkan bahwa rule awal telah benar dan tidak perlu dilakukan

perubahan.

4. Aplikasi klasifikasi knowledge based dengan teknik fuzzy di Pulau Sumatera

memberikan nilai akurasi sebesar 86.84 %.

5. Rule dapat dipakai untuk citra pada tahun berbeda, dengan tingkat akurasi

yang dapat diterima, citra SPOT 4 Vegetasi dapat digunakan untuk

monitoring perubahan lahan dalam areal yang luas dan waktu yang

berdekatan.

B. Saran

SPOT 4 Vegetasi dengan klasifikasi menggunakan metode knowledge

based dapat dipakai untuk monitoring perubahan tutupan hutan di Indonesia,

keberadaan awan dan haze dapat diatasi menggunakan data time series dari citra

satelit yang sama atau dari citra satelit lain yang memiliki resolusi spasial dan

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2000. Vegetation Overview. http://www.free.vgt. vito.be/ overview.html [ 26 Januari 2005].

_________. 2002. Landsat ETM+. http://www.agrecon.canberra.edu.au [11 Agustus 2005].

Brule, James.F. 1985. Fuzzy System - A Tutorial.

http://www.austinlinks.com/fuzzy/tutorial.html [9 Agustus 2005].

Critical Ecosystem Partnership Fund. 2001. Sumatera Forest Ecosystems of the Sundaland Biodiversity Hotspot. CEPF, Jakarta

Erdas Inc. 1999. Erdas Field Guide. Fifth Edition. Erdas Inc. Georgia, Atlanta

________. 2001. Expert Classifier Overview. Erdas, Inc. Atlanta, Georgia

________. 2001. Erdas Field Guide. Erdas, Inc. Atlanta, Georgia

Geist and Lambin. 2002. Proximate Causes and Underlying Driving Forces of Tropical Deforestation. http://www.giscenter.isu.edu [10 April 2004].

Harjadi, Beny. 2000. Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. BP2TPDAS. Surakarta

Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumberdaya Hutan : Teori dan Aplikasi. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

http://www.bps.go.id , 2005

http://www.mediawiki/sumatera, 2005.

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INTAG/Peta%20Tematik/PL_Veg/Veg_2

002/Vaceh.gif, 15 September2005

http://www. info_indo.com/geography/sumatra.htm. Januari 2005

Jaya, I. N. S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit Untuk Kehutanan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

(45)

Kartikasari, R. 2004. Klasifikasi Penutupan Lahan dengan Teknik Maksimum Likelihood dan Fuzzy pada SPOT 4 Vegetation (Studi Kasus di Pulau Kalimantan) [skripsi]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. Third Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York

_______________________________. 1990. Penginderaan Jauh dan

Interpretasi Citra.Terjemahan dari: Remote Sensing and Image

Interpretation. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Lo C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Lupo, F. And Reginster. 2000. Land Cover Change in West Africa : Multi Temporal Change Vector Analysis at A Coarse Scale and Change Process Categorisation with SPOT Vegetation Data. Vito

Mather, P.M. 1999. Land Cover Classification Revisited. Di dalam: Peter M. Atkinson and Nicholas J. Tate, editor. Advances in Remote Sensing and GIS. Selected papers from a meeting held at the university of Southampton, July 25, 1996. John Wiley& Sons, Inc. New York

Pal, Sankar dan Dwijesh K. Majumder. 1989. Fuzzy Pendekatan Matematik Untuk

Pengenalan Pola. Sardy S, penerjemah. Terjemahan dari: Fuzzy

Mathematical Approach to Pattern Recognition. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Purwadhi. 2001. Interpretasi Citra Dijital. Grasindo. Jakarta

Prabowo, A.E. 2000. Penggunaan Model Kurva Fuzzy Nonlinear dan Metode Defuzifikasi Maximum Output pada Prototipe Spela Tabutro [skripsi]. Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Richards, J.A. 1993. Remote Sensing Digital Image Analysis: An Introduction. Springer-verlag. Berlin

Suartana, N.N. 2002. Pengembangan Basis Data Relasional Fuzzy untuk Pengukuran Tingkat Kemiskinan Penduduk [skripsi]. Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor

(46)

Sumantri, B. 2004. Identifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit dengan Teknik Klasifikasi Pendekatan Piksel dan Obyek : Studi Kasus di Daerah Sekitar Aliran Sungai Way Besai, Sumberjaya, Lampung [skripsi]. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

(47)

Lampiran 1. Rule based penutupan hutan alam keanggotaan piksel = 1(piksel bernilai benar)

Jika nilai band 1 lebih besar dari 1 dan

kecil dari 4 maka dihitung menggunakan rumus fuzzy

Jika DN band 1 lebih besar dari 4 maka dihitung menggunakan rumus fuzzy

CONDITIONAL { ($n1_060101(2) > 0 && $n1_0601 01(2) <= 1) 1 , ($n1_060101(2) > 1 && $n1_060101(2) < 4 == (4 - 41 maka fungsi keanggotaan piksel = 1(piksel bernilai benar)

Jika DN band 2 lebih kecil dari 16 maka

dihitung dengan menggunakan rumus fuzzy

Jika nilai band 1 lebih besar dari 41 maka

dihitung dengan menggunakan rumus fuzzy

CONDITIONAL { ($n1_060101(4) >= 16 && $n1_060101(4) <= 41) 1 ,

Jika penjumlahan fungsi keanggotaan pada band penentu sama dengan 2 maka fungsi keanggotaan piksel =1

Jika penjumlahan fungsi keanggotaan pada band penentu lebih kecil dari 2 maka

fungsi keanggotaan pada citra adalah nilai penjumlahan semua band itu sendiri dibagi dengan 2

CONDITIONAL { ( $n7_hab2 == 1 AND $n9_hab4 == 1) 1, ($n7_hab2 + $n9_hab4 < 2)($n7_hab2 + $n9_hab4) / 2

Lampiran 2. Rule based penutupan vegetasi non hutan alam

No Variabel Rule based Aplikasi rule based pada ERDAS

1 Band 3

Jika DN band 3 lebih besar sama dengan 55 maka fungsi keanggotaan piksel = 1(piksel bernilai benar)

Jika nilai band 3 lebih besar dari 13 dan lebih kecil dari 55 maka

dihitung dengan menggunakan rumus fuzzy (Conditional 2)

Jika DN band 3 lebih kecil dari 13 maka dihitung dengan menggunakan rumus fuzzy

Gambar

Tabel 1  Karakteristik band pada SPOT 4 Vegetasi
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Tabel 2  Jenis tanah di pulau Sumatera dan daerah penyebarannya
Gambar 7  Rentang spektral kelas penutupan lahan pada tiap band
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan pre-tes yang dilakukan peneliti yang bertindak mengajar dan meneliti pada materi pelajaran ruang lingkup kearsipan diperoleh data sebagai berikut:

Dalam penelitian ini ibu rumah tangga dengan HIV (+) cenderung dirugikan karena kemiskinan akibat tidak bekerja dan pendidikan yang rendah.. Selain itu responden juga

Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian dalam penyusunan

apakah masih besar pula pengaruh dari faktor lain seperti harga dan diskon, dari persentase di atas kita tahu diskon memeliki persentase besar yaitu 26.90%, pada dasarnya

Bila file HTML tujuan berada domain name pada yang sama tetapi pada direktori yang tidak sama maka kita bisa menggunakan url relatif, yaitu path name relatif berdasarkan posisi

Prediksi optimasi terhadap 15 orang pengguna layanan produk operator IM3 Smart, sebanyak 3 orang dikenali sebagai pengguna IM3 Smart, 2 orang pengguna produk

KHSDWLWLV LQL GLDQWDUDQ\D DGDODK ³ Aplikasi Diagnosis Penyakit Hepatitis Menggunakan J2ME Dengan Metode Certainty Factor ´ ROHK 6XVDQWR + [6] VHUWD ³ Rancang Bangun Aplikasi

Sifat formaldehida yang mudah terhidrolisis atau larut dalam air menyebabkan formaldehida yang seharusnya mengikat urea dan tanin agar daya rekat menjadi kuat lebih terikat atau