TRADISI BUDAYA "NGALAKSA" PADA MASYARAKAT
RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG
(Studi Naturalistik tentangNilai-nilai Budaya Sebagai Upaya
Pengembangan Pendidikan Umum)TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis padaProgram Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung untuk memenuhi SyaratMemperoleh
Gelar Magister Pendidikan dalam Bidang Studi Pendidikan Umum
I
>8«ifS55s^r
\
C/5Oleh:
ARIFIN NIM: 979632
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
P E R N Y A T A A N
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya talis dengan judul "TRADISI BUDAYA
NGALAKSA PADA MASYARAKAT RANCAKALONG KABUPATEN
SUMEDANG (Studi Naturalistik Tentang Nilai-nilai Budaya Sebagai Upaya
Pengembangan Pendidikan Umum)" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pemyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila saya kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau adaklaim terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Pebruari 2000
Yang membuat pemyataan.
DISETUJUI DAN DISAHKAN
UNTUK UJIAN TAHAP H OLEH;
Pembimbirfkl
(Prof. Dr. H. Maman Abdorahnuai)
Pembimbing H
(Dr, H. Waini Rasyidm,V&£Ed)
TKvtto
"/tfxt <tanf datew} dtm IG/mt fafmufam* (yaXtc 2m <t* d<ut H¥adia) mobx
UnimataA.. *D<xh eifta <f.axf ddmaMQ-fttf* 6oQiHut motet tiMQfat&sudaA. "Da*
"rftta/k memnifti6aH oneuf-otuMf <fOMf 6eniman cUa^Ceouxmtc dent
vutM^-viaMf <fom drfeu limn 6e6enafix deurfctt".
"K*jm4&«&aA6cto tet*mttt4 ia#U don ana&bn ttMbte.
y&tudtt don rfifojtaitda. tm&aJt- unto. /tdindo, dan
faktMd<ZU*4<tl!f4Mf.
ABSTRAK
TRADISI BUDAYA NGALAKSA PADA MASYARAKAT
RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG
(Studi Naturalistik tentang Nflai-nflai Budaya Tradisional sebagai Upaya
Pengembangan Pendidikan umum)
Mdahrf pendekatan naturalistik, hacfl penditian ini terungkap bahwa tradisi
ngalaksa mempunyai sirtem nflai yang dapat meogflustrasikan jhva dan kepribadian
masyarakat Rancakalong Sumedang. Dimana sistem nflai yang diaimt dan diyakini
masyarakat dalam tradisi ngalaksa bersifat dualisnie yang kontradiktif, disatii rid
berkeutbang nilai yang bersifat positif, yaitu nilai kebersamaan (gotong-royong),
nflai kesefiakawanan sosial, nflai keketnargaan, nilai musyawarah (deniokrari), nflai
pcrsatnan dan kesatuan, nilai toleransi dan nilai keadflan. Sedangkan di sisi lain
mengandung nflai yang negatif yaitu nflai yang bcrnuansa syirik.
Untuk memperjdas penyampaian laporan ini, digunakan kerangka sistem
nflai menurut Kluckholtn, dimana Khickhohn dalam mengkaji nflai budaya
berorientasi pada hakekat hidup, hakekat karya, persepsi tentang waktu, hakekat
hubungan dengan alam dan hakekat hnbungan antar manusia. Memjuk pada
kerangka sistem nflai menurut Spranger, inaka nflai-nflai yang berkembang adalah
nflai pengetahuan, nflai ekonomi nilai sosial, nflai politik, dan nflai reKgi, merujuk
pada kerangka nflai sfetem nflai mennrot Philip H. Phenix, makna symbolics,
empirics, esthetics, synoetics, ethics dan makna synoptics. Sedangkan bila merujuk
pada kerangka sistem nilai nilai dasar dari Pancasfla, maka nilai yang berkembang
adalah nflaikemanosian, nflai persatuan, nflai kerakyatan dan nflai keadflan.
Ada beberapa faktor yang mempenganihi dianut dan diyakininya nflai-nflai
tersebut, antara lain faktor yang berasal dari ; (1) kemarga, yaitu rendahnya
petnbinaan nflai-nflai agama, pola pendidikan kcluarga dan sistem sosial ekonomi
yang membentnknya. (2) pendidikan, yaitu tingkatan pendidikan (wawasan dan
pengetahuan), pemahaman terhadap nflai budaya, dan proses bdajar-mengajar
(mulok). (3) masyarakat, sistem nflai yang dianut, pengalaman dan kebiasaan, serta
kepercayaan yang diyakininya. (4) pemerintah, kebijakan baflc secara formal
maupun informal, pola petnbinaan dan pola kerjasama antara pemerintah dengan
panitia pelaksana upacara.
Dengan menyimak beberapa basil penelitian tersebut diatas, maka akhimya
peuulis merekontendasi tentang upaya pemecahan masalah dari tradisi ngalaksa adalah sebagai berikut:
1. Untuk menekan atau menghilangkan pengaruh penyimpangan aqidah dalam
pdaksanaan tradisi ngalaksa, maka :
a. Departemen Agama hendaknya lebfli mengoptimalkan peranannya baik secara kuaiitas maupun secara koantitas kegiatan pembinaan umat mdalui
tabligh (da*wah) yang misi dan esensinya berisi pdurusan-pdurusan tradisi
ngalaksa difihat dari sudut pandang agama Islam yang dianut penduduk.
b. Pemerintah tidak hanya mahnat tradisi ini hanya sebagai asset pariwisata
atau tempat mengenalkan budaya semata-mata, mdainkan harus disertai dengan rasa tanggung jawab moral dalam pembinaan terhadap masyarakat,
sdungga nflai-nflai positif yang terkandung dalam tradisi ini dapat
dipahami dan diterima olehmasyarakat tanpa mengurangi keberagaman. c. Pihak penydenggara yang terdiri dari tokoh-tokoh (sesepuh) dengan pfliak
pemerintah hendaknya lebih membuka diri berdialog dengan alim ulama dan para cendik cendikiawan untuk turut terfibat dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat.
2. Peranan kduarga, masyarakat dan sekolah dalam mengembangkan nflai-nilai yang
positif dari kebudayaan merupakan hal yang sangat vitaL Peranan kduarga dalam menciptakan masyarakat yang madani sangat mendasar, karena kduarga adalah
merupakan wahana yang paling mendasar dalam membina nflai, moral dan norma
bagi para anggotanya. Sehingga pendidikan kduarga bagi para anggotanya dapat meningkatkan daya kritisisme dan dapat mdakukan fflter terltadap kebudayaan yang
muncul di flngkungannya. Peranan kduarga tidak akan berdiri kokoh tanpa dukungan masyarakat yang bersifat kondusif, maka mdalui optimalisasi peran serta alim ulama, juga peranan iutaiisi pemerintah yaitg terkait dalam nflai-nflai yang diyakini oldi inereka yaitu nilai relights (nilai nilai Island). Sedangkan peranan
sekolah dapat dilakukan mdalui optimalisasi materi midok dan optimalisasi materi flmu sosial lainnya
3. Berkaitan dengan kedua rekomendasi tersebut, maka periu ditditi lebih lanjut tentang
beberapa hal, antara lain :
a. Peranan lembaga-lembaga diluar sekolah, seperti kduarga, pesantren dan majdis takhm dalam mexnperkenalkan sekaligus menganafisis nflai-nilai kebudayaan setempat bagi masyarakatnya sehingga diperoleh pemahaman yang benar tentang kebudayaannya.
b. Hendaknya dibuat suatu wadah (lembaga) KPengkajian kebudayaan dalam optimalisasi peranan otonomi daerah" yang mempertimbangkan segala aspek
terutama aspek peanbmaan mental (aqidah)
DAFTARKI
HAL
HALAMAN PERNYATAAN j
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ii
ABSTRAK iv
KATAPENGANTAR vi
PENGHARGAAN DAN UCAPANTERIMA KASIH viii
DAFTARISI Xi
DAFTARTABEL xiY
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTARLAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan dan Pemyataan Masalah 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 7
D. Definisi Operasional 8
E. Asumsi Penelitian 13
BAB H SISTEM NILAI BUDAYA TRADISI NGALAKSA DIKA1TKAN
DENGAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN UMUM
A. Pandangan Konseptual Tentang Sistem Nilai Budaya Ngalaksa 14
1. Konsep Nilai dalam tradisi Budaya Ngalaksa 14
2. Konsep Sistem Nilai dalam Kebudayaan Masyarakat
Rancakalong 16
3. Refleksi Nilai Budaya Ngalaksa terhadap
Nilai Budaya Pancasila 24
B. Sistem Nilai Budaya Ngalaksa dalam Konteks Pengembangan
Kebudayaan Nasional 27
1. Perkembangan dan Pembahan Masyarakat Rancakalong
Sumedang dan Budaya Ngalaksa 27
2. Kerangka Pengembangan Kebudayaan Nasional Dalam
Pembangunan 30
C. Pandangan Konseptual tentang tradisi Ngalaksa dan Program
PendidikanUmum 34
1. Pengertian budaya ngalaksa dan Pendidikan Umum 34 2. Tujuan tradisi Ngalaksa dan Pendidikan Umum 36 3. Materi Pendidikan Umum Dalam Tradisi Ngalaksa 37
4. Proses, Pendekatan dan Metode dalam Pendidikan Umum 40
D. Peranan Nilai Budaya Ngalaksa dalam Pengembangan
Pendidikan Umum 41
1. Pendidikan dan Lingkungan Sosial Budaya 41 2. Transformasi Nilai Budaya Ngalaksa Melalui Pendidikan
Umum 42
BAB III PROSEDURPENELrnAN
A. Metode Penelitian 46
B. Paradigma Penelitian 47
C. Sumber Data dan Subjek Penelitian 48
D. Teknik Analisis Data. 48
E. Teknik PengumpulanData. 52
BAB IV HASIL PENELTriAN DAN PEMBAHASANNYA
A. Deskripsi Hasil Penelitian Tentang Tradisi BudayaNgalaksa di Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang 54 1. Selintas Sejarah Tradisi Budaya Ngalaksa 54 2. Tujuan Peringatan Tradisi Budaya Ngalaksa di Kecamatan
Rancakalong Kabupaten DT II Sumedang 55
3. Kegiatan-kegiatan dalamTradisi Budaya Ngalaksadi
KecamatanRancakalong.Kabupaten Sumedang 56
1) Babadantenan (Musyawarah) 56
2) Bewara 57
3) Mera 58
4) TahapMeuseul 61
5) Tahap UpacaraLekasan 67
B. Analisis Nilai Budaya Tradisi Ngalaksa 72
1. SistemNilai Dalam KegiatanTradisi Ngalaksa 73
2. Analisis Tentang Faktor-Faktor Penyebab dianut dan
diyakininya Nilai-Nilai Dalam Tradisi Budaya Ngalaksa
di Rancakalong 84
a Faktor Keluarga 85
b. FaktorMasyarakat 86
c. Faktor Pemerintah 88
d. Faktor Pendidikan 89
C. Pembahasan Hasil Penelitian 90
1. Pembahasan Hasil PenelitianMenurut Kerangka Sistem
Nilai dari Kluckhohn 93
2. Pembahasan Hasil PenelitianMenurut Kerangka Sistem
Nilai dari Philip H. Phenix 100
3. Pembahasan Hasil PenelitianMenurut Kerangka Sistem
Nilai dari Spranger 104
4. Faktor-faktor Penyebab Dianut dan Diyakininya nilai-nilai dalam Tradisi Ngalaksa Oleh Masyarakat
Rancakalong Sumedang 110
a Faktor Keluarga Ill
b. Faktor masyarakat 113
c. Faktor Pemerintah 116
d. Faktor Pendidikan 118
D. Sistem Nilai Dalam Tradisi Budaya Ngalaksa di Kecamatan
Rancakalong Sumedang Dalam PesrfektifBudayaPancasila. 120
E. Temuan-Temuan Penelitian 123
BAB V KESMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Penelitian 127
B. Implikasi Penelitian 129
C. Rekomendasi Penelitian 130
DAFTAR PUSTAKA 132
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Bdakang Masalah
Sampai tahun 1999 bangsa Indonesia tengah mengalami berbagai krisis yang
sangat berat, meliputi seluruh aspek kehidupan politik, ekonomi, dimana gejalanya
dimulai dari krisis moneter dan ekonomi. Krisis ini kemudian berkembang, ke
bidang hukum dan sosial budaya yang ditandai dengan rusaknya tatanan ekonomi
dan keuangan, pengangguran yang meluas dan kemiskinan yang menjurus pada
ketidakberdayaan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Menyikapi hal ini bangsa Indonesia sedang
mengkaji ulang ketetapan dan langkah-langkah pembangunan nasional yang telah
dijalankan selama pcttierinlah onle baru yang dinmlai dengan pergantian Presiden
Kepala Pemerintahan yang tadinya bam saja dipilihMPR untuk ke-7 kalinya
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (1998) berusaha untuk
melakukkan retrospeksi dengan mengadakan sidang istimewa, dan salah satu hasil
ketetapannya, yaitu TAP MPR NO XI/MPR/1998 tentang 'Tenyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme" pasal 4 berbunyi:
"•Upaya pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme hams dilakukan secara tegas terhadap siapapunjuga. baikpejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak symsta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip
praduga tak bersalah dan hak-hakazasi manusia."
Dan tak dapat dipungkiri bahwa praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, bisnis dan hukum telah
tnerambat ke berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikanpun mengalami berbagai kerusakaa, kekeroposan, kepura-puraan, dan praktek-praktek KKN-nya sendiri. Ahmad Sanusi (1998; Reformasi Bidang Pendidikan).
Untuk menciptakan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme ini pelu didukung oleh pembangunan supremasi hukum tata negara yang benar-benar solid antara nilai realitas dengan nilai-nilai yang dicita-citakan. Dan supremasi hukum tata negara akan tegak berdiri bila ditunjang oleh sumber daya manusianya Untuk membangun sumber daya manusia yang tinggi ini tiada lain adalah melalui proses pendidikan dan khususnya pendidikan umum, dapat kita lihat dari segi tujuan pendidikan umum itu sendiri sebagaimana dikemukakan oleh Sikun
Pribadi yang dikutifoleh Sopyan Sauri (1996 : 20) bahwa tujuan pendidikan umum
adalah:
"<4 MemUasakan anak berpikir kritis dm Urbuka; b) memberikan
pandangan tentang berbagai jenis nilai hidup, sepertl kebenaran,
kdndahan, keimanan, kebaikan; c) menjadi manusia yang sadar akan
dirinya, sebagai warga negara; d) mampu menghadapi tugasnya, bukan karena menguasai bidang profesinya, tetapi karena mampu mengadakan bimbingan dan hubungan sosialyang baik dengan lingkungannya.n
Pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia juga
dikemukakan oleh Philip H. Phenix dalam <4realm of meanings" (1964 : 5) ia
memandang pendidikan umum sebagai suatu proses pendidikan yang membina makna esensial yang ada pada diri manusia Dimana Phenix beranggapan bahwa
kemajuan industri sebagai salah satu dampak dari moderoisasi yang berkembang di
suatu negara dengan tidak diimbangi oleh pembangunan dibidang lainnya juga
diakibatkan oleh adanya spesialisasi secara tajam dalam berbagai bidang keilmuan,
akan menjadikan masyarakat kepada pola kehidupan tertentu dengan hilangnya makna hidup, balikan lebihjauh akanmengabaikan nilai-nilai kemanusiaaa
terjadinya disintegrasi bangsa, hal inipun sungguh bertentangan dengan akhlak dan
budi pekerti yang luhur yang bersumber dari norma-norma dan ajaran agama serta
nilai-nilai budaya bangsa
Sebenamya nilai-nilai budaya bangsa tersebut telah lama tumbuh dan
berkembang di wilayah Nusantara vans dijadikan pandangan hidup dari tiap
individu, dari pandangan tiap individu ini berkembang menjadi pandangan hidup
tiap masyarakat, dan akhimya pandangan hidup tiap masyarakat ini berkembang
menjadi pandangan hidup bangsa Dari pandangan hidup bangsa ini dikemas dengan
nama Pancasila. Sehingga nilai budaya yaitu nilai gotong-royong, toleransi, persaiuan dan kesatuau. kebei samaaii, kepaslian liukum yang tumbuli dari satu daerah di Indonesia merupakan salah satu bagian dari nilai Pancasila dan sangatlah tepat untuk mendapat perhatian dari semua pihak, dan tetap dijaga kelestariannya yang bertujuan untuk tnenyegarkan ketnbali kehidupan bangsa Indonesia serta mengantisipasi terjadinya disintegrasi bangsa
Keterkaitan antara konsep-konsep tersebut, sebagai upaya memahaminya dan mengidentifikasi lebih mendalam dart budaya suatu masyarakat wajib mendapat perhatian secara lebih seksama Sebab umumuya orang mengalami kesulitan dalam melihat nilai-nilai secara objektif Juga akan nilai-nilai yang disetujui oleh
masyarakat dalam sebuah kebudayaan ceuderung bersifat umum karena itu sukar disadari secara peuuli dalam mengamaikan nilai-nilai tersebut dirasakan akan
memberikan sesuatu vans baik menurut kebudayaaniiya Tetapi apakah hal itu akan menjadi acuan bagi setiup individu dalam masyarakat tersebut secara mikro ?.
Begitu pentingnya imhik iiieiiggali inlat-iiilai luhur budaya bangsa tersebut,
disamping sebagai perekat persahtan kesatuan bangsa Nilai budaya bangsapun adalah uipnipakau salah satu unsur bangsa vang memberikan kontribusi yang besar bagi hidup dan kehidupan bangsa.
Bahkan Talcott Parsons (R. Otje Salman 1993 : 73 - 75) mengembangkan empat persyaralan lungsi primer dalam nielestarikan "nilai budaya" yang tumbuh dan berkembang dari .suatu masyarakat yaitu ;
(1) Adanya lungsi adaptasi.
(2) Adanya mngsi mempertahankan pola (3) Adanya fungsi integrasi.
Sumedang sebagai salah satu daerah di Jawa Barat, secara historis merupakan
salah satu kota budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur budaya daerah, disamping
Priangan, Cirebon, Banten dan Iain-lain. Sumedang bersama-sama dengan Cirebon
dan Banten merupakan daerah yang memiliki sejarah tersendiri dalam pengembangan
kebudayaannya Oleh karena itu rasional bila ketiga daerah tersebut memiliki
keterkaitan yang erat baik secara heriditas maupun secara kultural.
Salah satu prosesi budaya daerah yang telah mentradisi di Kecamatan Rancakalong Sumedang adalah upacara yang dilaksanakan tiap tahun oleh masyarakat setempat. Dalam tradisi Ngalaksa di Kecamatan Rancakalong Sumedang, disamping sebagai aset budaya bangsa Sebetiamya juga akan kita dapati saratnya nilai-nilai luhur tentang hidup dan kehidupan manusia dan kemanusiaan. Ngalaksa menurut penuturan para sesepuh (tokoh masyarakat di kecamatan Rancakalong), berarti
melaksanakan amanat para leluhur, yaitu menyelenggarakan upacara setiap tiga atau
empat tahun sekali setelah selesai musim panen. dimana upacara ini dilaksanakan secara khidmat dan wajib diikuti oleh segenap lapisan masyarakat terutama warga desa dan keturunan dari orang-orang yang leluhurnya berasal dan menetap di daerah
tersebut.
Tradisi budaya ngalaksa sebagai nilai budaya merupakan hal yang positifyaitu
melahirkan nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, toleransi, setia kawan, kejujuran,
kekeluargaan, dan nilai kesederhanaan (kesahajaan), namun juga sebagai tradisi yang
nyata memperlihatkan dampak negatif yaitu adanya perilaku hidup yang bernuansa
syirik. Disadari atau tidak, sebagian besar masyarakat Rancakalong Sumedang
mengakui eksistensi dari nilai-nilai budaya tersebut, yang memberikan akibat bagi
perkembangan budaya yang bersangkutan. Lebih lanjut, mampukah tradisi ngalaksa ini
memberikan kontribusi positif dalam wahana lestarinya nilai budayadalam dinamika refomiasi untuk mencegah timbulnya disintegrasi masyarakat yang sekarang terjadi.
Di lain pihak, peraiasalahan ngalaksa ini dapat dikaji banding dan ditelusuri secara lebih mendalam melalui sumber nilai yang berlaku secara universal dan mendasar, dari ajaran agama dan masyarakat itu sendiri. Sebagai tindak lanjut dari
3 -a C3 « Q, •3 60 3 CO
£
t: S (X a> CO J3 a> jg -a £3 a a Q oI
PemerintahPola kemitraan dengan Penyelenggara.
Pembinaan dari Aparat yang belum
optimal.
Kebiiakan Formal.
Sistem Kepercayaan.
Latar Belakang Pengalaman & Kebiasaan.
Sistem Nilai yang dianut oleh sebagian besary
warga
Masyarakat
Pendidikan
Wawasan dan pengetahuan
masyarakat yang masih rendah1
Proses belajar yang kurang kondusif.
Tingkat Pendidikan
Status Sosial Ekonomi.
Pola Pendidikan Keluarga.
Pembinaan Nilai Keagamaan
[image:15.842.79.739.93.525.2]vang masih rendah.
Berkaitan dengan upaya pengembangan pendidikan umum, secara eksplisit
membahas permasalahan masyarakat dan kebudayaan. Juga bagaimana mengupayakan
agar kedua aspek tersebut menjadi satu kesatuan yang integral dalam mengembangkan
nilai-nilai budaya yang positifmaka penelitian ini mengambil judul: 'Tradisi Budaya
"Ngalaksa" Pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang".
B. Rumusan Dan Pemyataan Masalah
Tradisi budaya yang yang berkembang dari suatu masyarakat tidak teriepas dari
berbagai fenomena, dengan meiihat realitas dalam kehidupan masyarakat terkadang
kita sulit memisahkan mana aktivitas budaya semata-mata dan mana yang bersifat
ritual keagamaan. Aktivitas budaya yang bersifat ritual keagamaan, bahkan
berkembang pula orientasi yang bersifat syirik. Fenomena tersebut tidak mustahil
terjadi dalam pemahaman dan penerimaan masyarakat Rancakalong Sumedang
terhadap budaya ngalaksa yang sehanisnya diterima dan difahami sebagai suatu
aktivitas budaya semata-mata
Dalam hal ini sebaiknya juga dipahami bahwa masyarakat Sumedang memiliki
kerangka orientasi tertentu terhadap tradisi budaya ngalaksa yang mewujud dalam
bentuk perilaku masyarakat, yang mencerminkan suatu sistem nilai ritual keagamaan
yang dianut dan diyakininya Oleh karena itu periu penelaahan sistem nilai apa yang
dianut dan diyakini masayarakat Sumedang dalam tradisi Ngalaksa tersebut
Untuk memahami tradisi budaya ngalaksa secara proporsional sebagai suatu
aktivitas budaya periu dilacak nilai makna yang terkandung dalam aktivitas tersebut
Hal ini penting untuk meluruskan pandangan yang diyakini sebagian masyarakat
Rancakalong Sumedang bahwa tradisi ngalaksa bukan semata-mata aktivitas budaya
Tetapi dimasukan juga kepada kegiatan yang bersifat ritual keagamaan, tentunya hal
ini bertentangan dengan nilai keagamaan yang mereka anut dan yakini.
1. Sistem nilai apakah yang dianut dan diyakini masyarakat Rancakalong Sumedang
dalam konteks tradisi ngalaksa ?
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab masyarakat Rancakalong Sumedang
menganut dan meyakini sistem nilai budaya dalam konteks tradisi ngalaksa ?
3.
Sejauh manakah peranan sistem nilai yang dianut dan diyakini masyarakat
Rancakalong Sumedang tentang tradisi ngalaksa sebagai faktor pendorong
perkembangan dan pembahan masyarakat di erareformasi ?
C. Tujuan Dan Kepraaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini ingin mengungkapkan dan merumuskan
berbagai nilai budaya Ngalaksa pada Masyarakat Rancakalong Kabupaten DT H
Sumedang. Secara khusus tujuan tersebut adalah :a
Untuk mengidentifikasi sistem yang dianut dan diyakini masyarakat
Rancakalong
Sumedang terhadap
tradisi
ngalaksa
dalam
konteks
pengembangan budaya padamasakini dan masayang akan datang.
b.
Untuk mengetahui faktor penyebab berkembangnya sistem nilai yang dianut
dan diyakini masyarakat dalam konteks tradisi ngalaksa
c. Untuk menganalisa dan mengidentifikasi peranan sistem nilai yang dianut dan
diyakini masyarakat dalam mendorong perkembangan dan pembahan
masyarakat guna memahami pembahan sosial budaya di era reformasi.
2. Kegunaan penelitian
Sedangkan kegunaan penelitian tentang nilai budaya ngalaksa pada
Masyarakat RancakalongSumedang sebagai berikut:
1. Dari segi teoritis antara lain adalah :
Memperkaya upaya pengembangan Pendidikan Umum, khususnya kerangka
pemikiran dari Khickhohn. dan materi Pendidikan Umum dari Phenix yang
begitu iuas ruang lingkupnya. 2. Dari segi praktis antara lain :
a Menjadi rujukan bagi para pendidik baik gum maupun orang tua dalam memberikan materi dan metode pelajaran dasar umum sesuai dengan
b. Memberikan follow up, pembahan sikap, pola berbagai masukan
mengenai nilai budaya ngalaksa pada masyarakat Rancakalong
Sumedang, serta berbagai lembaga dan instansi yang peduli dan turut
andil memberi jalan keluar tentang nilai budaya yang menyimpang
seperti perilaku syirik dari nilai-nilai ajaran agama
c. Sebagai salah satu upaya pembangunan karakter bangsa dalam
melanjutkan reformasi khususnya bidang sosial budaya dan hukum
dalam menyongsong;' hidup dan kehidupan bangsa dimasa yang akan
datang.
d. Ditinjau dari sudut upaya pembangunan pendidikan nasional yang telah
tercemari oleh tmsur KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) semasa
Orde Baru, maka hasil penelitian ini dapat memberikan masukan
kepada pemerintah daerah dalam rangka pengembangan dan
pemberdayaan otonomi daerah, sebagaimana diamanatkan oleh
undang-undangno. 22/1999.
D. Definisi Operasional
Untuk memperjelas maksud judul dan permasalahan yang akan diteliti, periu
dibina perasmaan persepsi mengenai konsep-konsep di atas, maka definisi
operasional dari judul adalah sebagai berikut:
1) Tradisi
Yang dimaksud tradisi dalam konteks penelitian upacara ngalaksa adalah
segala sesuatu yang erat kaitannya dengan adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan,
ajaran dan sebagaiuya, dilakukan secai a tuiun-temurun dari generasi yang satu ke .
generasi berikutnya Kebiasaan merujuk pada suatu gejala bahwa seseorang di
dalam tindakan selalu ingin perilaku yang teratur baginya
Bagi masyarakat Rancakalong Sumedang, tradisi ngalaksa ini lebih menekankan padaperilaku tentang syiikuran atas hasil panen padi yang dilakukan setiap satu tahun satu kali, diantara bulan Syawal dengan bulan Dzulqoidah, diwujudkan dalam upacara sosio religius yang berlangsung selama satu minggu dengan taliapan-taliapan mulai dari tahap peisiapan, bewara, mera, meuseul dan
lekasan. Tentunya upacara tradisi ngalaksa ini berkaitan erat dengan beberapa
Sehingga dari hal-hal tersebut, dapat diketahui nilai budaya yang terkandung di
dalamnyaHal ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto, (1987 : 161-162)
bahwa:
"Kebiasaan seseorang dapat dijadikan patokan bagi orang lain.
Kebiasaan yang dijadikan dasar bagi hubungan antara orang-orang
tertentu, seltingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat
diatur. Akan menimbulkan norma-norma atau kaidah-kaidah.
Kaidah-kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya
pada suatu soot dinamakan adat atau adat-isUadat Adat istiadat
berbeda di satu tempat dengan tempat lain, dan senantiasa dipelihara
secara lurun-temurun atau bersifat tradisional" (Soerjono Soekanto, 1987:161-162).
2) Nilai Budaya
Tradisi ngalaksa adalah merupakan kebudayaan, dimana setiap kebudayaan memiliki sistem nilai yang dianut dan diyakini oleh pengikutnya Dan sistem budaya dari suatu kebudayaan mempunyai mngsi sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia Meskipun nilai-nilai budayaberfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep suatu budaya nilai budaya bersifat umum, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata, karena nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan. Dan sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1985 : 25) bahwa nilai budaya adalah
"Suatu rangkaian dari konsp abstrak yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang hams
dianggappenting dan berhargadalamhidupnya".
Menurut Clyde Khickhohn dan Florence Khickhohn sebagaimana dikutip Koentjaraningrat (1993 : 28-29) bahwa kebudayaan di dunia ini mengandung
lima masalali pokok dalam hidup yang menjadi orientasi nilai budaya manusia,
yaitu masalah hakekat hidup manusia hakekat karya manusia, hakekat kedudukan
manusia dalam ruang dan waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan
hubungan manusia dengan sesamanya
10
a Masalah mengenai hakekat darihidup manusia
Dalam tradisi ngalaksa memandang hidup manusia (seseorang) pada
hakekatnya mempunyai kelemahan, karena itu hams dihindari, tetapi manusia
(seseorang) dapat mengusahakan untuk menjadikan hidup suatu hal yang baik
dan menggembirakan. Dengan meminta bantuan kepada orang-orang suci dan
dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu para nabi,wali dan para karuhun
untuk meminta didoakan. Perilaku mereka ini sebenamya kurang tepat,
sesungguhnya Allah Swt menilai seseorang (manusia) bukan dari kedudukan atau status yang disandangnya tetapi diukur dari kadarketaqwaannya.
b. Masalah mengenai hakekat dari karyamanusia
Tradisi ngalaksa memandang manusia manusia itu pada hakekatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup. Mereka mewujudkannya dengan perilaku
"menghormati dan melestarikan amanat dan karya leluhur" dengan
menonjolkan sikap kolektifhya Perilaku ini tidak cocok dengan pembangunan karena tidak memacu individu dalam masyarakat untuk berprestasi dalam pembangunan nasional.
c. Masalah hakekat kedudukan manusiadalam ruangwaktu
Tradisi ngalaksa memandang penting dalam kehidupan manusia dimasa lampau, menurut pandanganmereka hidup yang paling baik adalah "melaksanakan
apa-apa yang dilakukan oleh para leluhur dimasa lalu", tentunya perilaku itu
melemahkan kemampuan seseorang untuk berorientasi kemasa depan. d Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitaraya
Masyarakat Rancakalong dalam hidup mempunyai konsep, yaitu adanya keselarasan hidup dengan alam. Dan menurut mereka, dalam hidup ini hams menerima apa adanya. Karena manusia adalah hanya bagian kecil dari "alam semesta", sikap ini diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari hams menerima nasib yang sudah menjadi suratan Tentunya hal ini sangat bertentangan dengan
jiwa pembangunan.
e. Masalah mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya
11
melemahkan motivasi dan prestasi secara individu dalam pembangunan,
sehanisnya memberikan peluang kepada tiap individu untuk berprestasi yang
produktifyang amat dibutuhkan dalam mengisi pembangunan.
3) Ngalaksa
Yang dimaksud ngalaksa dalam penelitian ini adalah sejenis upacara
tradisional yang dilaksanakan setelah panen, dan bisanya tiga atau empat tahun
sekali yang didalamnya ada hubungan dengan pembahan cara bertani dari sistem
perladangan kepada sistem pertanian di sawah sekaligus mengembangkan sistem
pengairan dan sawah-sawah berteras dan jugaupacara ini merupakan pengungkapan
rasa terimakasih kepada Tuhan Yang MahaEsa, yang telah melimpahkan kesuburan dan keberhasilan panen kepada penduduk serta sekaligus sebagai prasarana pemuas keinginan berkomunikasi dengan Khalik yang dipuja sebagai kekuatan adikodrati
tertinggi.
Adapun pelaksanaannya melalui beberapa tahapan-tahapan yaitu sebagai
berikut:
(1) Babadantenan/Tahapan persiapan
Dalam tahapan persiapan ini sesepuh dari masyarakat setempat terlebih dahulu mengadakan suatu kumpulan (musyawarah), yang maksudnya untuk saling
mengingatkan bahwa tiba wakhmya untuk memenulii tunhitan tradisi warisan nenek moyang dengan melaksanakan upacara ngalaksa Dalam pertemuan terbatas ini segeradiadakan mufakat tentang waktu, tempat pelaksanaan dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan upacara itu sendiri. Ditentukan juga siapa-siapa saja yang akan
diundang dalam upacara kali ini dan berapa besar biaya yang dikeluarkan serta bagaimana unmk mengumpulkan biayanya Hasil mufakat dari musyawarah tahap pertama ini akan menjadi kepirtusan semua yang hams segera diketahui dan dipatuhi oleh segenap warga masyarakat Kecamatan Rancakalong.
(2) Bewara
Tahap bewara ini merupakan saat pengumuman hasil babadantenan kepada wakil-wakil kelompok musyawarah dari berbagai kampung dan babakan di
lingkungan Kecamatan Rancakalong. Maksudnya supaya masyarakat segera
menyiapkan segala sesuahi yang telali diadatkan dan diperlukan sebagai pelengkap
dalam upacara nanti, seperti pengadaan berbagai macam sesajian, peraiatan, dan
12
disebut tarawangsa, serta mempersiapkan diri masing-masing secara mental
spiritual dan fisik yang prima untuk masuk ke suasana sakral yang akan menyelimuti
jalannya upacara
(3) Mera
Dalam tahap mera ini dilaksanakan pembagian bibit padi yang khusus akan
digunakan pada waktu upacara berjalan nanti. Tahap pembagian bibit ini biasanya
sudah mulai diramaikan dengan mengadakan pagelaran "tarawangsa" yang
berlangsung semalam suntuk.
(4) Meuseul
Dalam tahap meuseul ini kaum wanita mulai menumbuk padi yang telah
dibagi-bagikan dalam tahap mera diatas. Setelah menjadi beras segera dicuci
sampai bersih, kemudian diperam (ngineubkeun) beberapa malam.
(5) Lekasan
Yaitu tahap membuka beras yang telah diperam beberapalama itu kemudian
ditumbuk halus menjadi tepung beras. Bahan tepung lalu sebagian dibuat menjadi
leupeut (ketupat), dan sebagian lagi dibuat adonan laksa sampai masak menjadi
laksayang siap digunakan dalam masakan.
Setiap tahapan upacara diatas selalu disertai dengan pengadaan tarian sakral dan diramaikan dengan iringan niusik tarawangsa yang berlangung semalam suntuk.
Upacara ngalaksa ini dilaksanakan pada bulan Syawal dan Dzulqaidah, bulan
Syawal dipilih untuk memulai pelaksanaan ritus bewara, sedangkan ritus puncak
hams jatuh pada pertengalian bulan Dzulqaidah, yaitu pada saat bulan penuh empat
betas hari (purnama). Dan upacara ini biasanya berlangsung satu minggu (sumber : upacaraadat ngalaksa, Dinas Patiwisata DT II Sumedang : 1998).
Tradisi ngalaksa dilaksanakan melalui beberapa tahapan, seperti yang telah disebutkan diatas dimulai dari taliap persiapan, tahap bewara, tahap mera, tahap meuseul serta tahap lekasan, kegiatan berlangsung dalam jangka waktu satu minggu, dimana didalamnya saral akan nilai-nilai bernuansa syirik serta upacara tradisi ngalaksa ini mengilustrasikan hal-hal sebagai berikut:
13
manusia dengan Khalik (Pencipta) yang dipuja sebagai kekuatan adikodrati
tertinggi.
2) Merupakan suatu pembahan cara bertani dari sistem perladangan kepada sistem
pertanian di sawah dan sekaligus mengembangkan sistem pengairan dan
pengembangan sawah-sawah secarateratur (modern).
3) Memelihara dan mengembangkan nilai-nilai sosial budaya yang positifyaitu nilai
kebersamaan,
gotong-royong,
toleransi,
kekeluargaan,
kejujuran
dan
kesederhanaan (bersahaja), sepanjang nilai-nilai instrumen tersebut tidak
bertentangan dengan nilai religius (sesuai dengan keyakinan agama yang
dipegangnya).E. Asumd Penelitian
Penelitian dalam konteks tradisi ngalaksa ini didasarkan pada asumsi sebagai
berikut:Pertama, tradisi budaya ngalaksa yang dilakukan oleh masyarakat Rancakalong
Sumedang, adalah merupakan salah satu ragam kebudayaan yang mengandung sistem
nilai, dijadikan anutan dan keyakinan bagi para pendukungnya.
Kedua, tiap-tiap kebudayaan memiliki keunikan dan keanekaragaman tersendiri,
hal ini merupakan aset kekayaan hidup yang berharga bagi suatu masyarakat atau
bangsaKetiga, kebudayaan merupakan totalitas respon manusia dalam menghadapi
segala persoalan hidupnya. Dengan melalui proses belajar (tidak secara naluriah)
bemsaha untuk mengatasi dan memecahkan segala persoalan hidup yang dihadapinya
Hal ini sangat sesuai dengan definisi kebudayaan dari Koentjaraningrat (1985 : 1)
yaitu:"Seluruh totalitas dan pemikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakarpada nalurinya dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia
setelah melalui proses belajar".
Keempat, tidak adamasyarakat tanpa adanya kebudayaan, dan sebaliknya tidak
ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat Pada prinsipnya kebudayaan yang
berkembang dari suatu masyarakat, diwamai oleh karakteristik masyarakat tersebut
BABIH
PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik, karena
data dari penelitian ini berkenaan dengan perilaku manusia dalam situasi sosial dan pendidikan mulai dari perilaku yang positif dari budaya Ngalaksa, sehingga data-data diperoleh melalui penghayatan dan penafsiran baik secara internal maupun
eksternal. Data-data tersebut dalam kehidupan mempakan data dari situasi dan
kondisi berwujud perilaku dan interaksi aktual atau apa adanya, karena data
tersebut diperoleh oleh pengamat yang berpartisipasi dengan subjeknya (pengamat
adalali paitisipau juga).
Sejalan dengan metode penelitian di atas, penulis mengumpulkan data melalui
pengamatan, wawancara secara langsung dengan subjek penelitian pada bulan Juni 1999.bertepatan dengan bulan Maulud (bulan Islam) atau tepatnya dari tanggal 23
sampai dengan tanggal 30 Juni I999.dilaksanakannya acara ini pada tanggal tersebut
berkaitan juga dengan agenda Kepariwisataan Kabupaten DT II Sumedang (Dinas
Pariwisata 1998 : 3) Penulis juga mengamati situasi dan interaksi antara tokoh
masyarakat dengan warga masyarakat. warga masyarakat dengan unsur pemerintah
setempat, warga masyarakat dengan tokoh agama, tokoh agama dengan pemerintah,
warga masyaiakat dengan lembaga pendidikan. Dalam memberdayakan masyarakat tersebut baik dilihat dari politik, ekonomi dan sosial budaya
Dengan observasi diharapkan akan terlihat atau teramati apa-apa yang sedang
dilakukan atau dikerjakan dan dampak dari aktivitas tersebut terhadap pembinaan nilai-nilai positif dan inengoreksi at.au nielumskan unsur negatif dari budaya
ngalaksa tersebut. Dengan demikian data yang diperoleh akan memiliki makna
sesuai dengan pokok permasnlahan dalam penulisan ini. Penulis sadar betul bahwa
tidak semua data dapat diperoleh dengan nienggunakan teknik observasi, karena teknik observasi juga menganduug beberapa aspek kelemahan, seperti tidak seluruh perilaku respouden dapat diamati secata eksternal.
47
B. Paradigma Penelitian
Yang dimaksud paradigma dalam penelitian ini, mempakan kumpulan longgar
dari sejumlah asumsi, yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang
mengarahkan cara berpikir dan cara penelitian (Bogdan dan Biklen, 1982 ; 32).
Lebih lanjut penelitian ini nienggunakan paradigma penelitian alamiah (naturalistic
paradigm Lexy J. Moleong 1996 ; 30-31), yang dilakukan dalam langkali-langkali
metode penelitian kualitatif.
Paradigma kualitatif ini nienggunakan kriteria relevansi dan bersumber dari
dasar teori (grounded), sedangkan persoalan kualitas lebih mengungkapkan apa
yang menjadi faktor kausalitas yang' menjadi latar alamiah. Dasar teori akan
menjadi penunjang dalam penelitian ini, lebih erat kaitannya dengan ilmu
pengetaliuan sosial aiau pendidikan ilmu peugetaliuan sosial, yang meliputi antara
lain sosiologi, hukum dan antropolgi Di lain pihak landasan-landasan pilosofis
akan dijadikan salali satu acuan dalam pengembangan konsep, serta di sisi lain yang
utama bagaimana pengembangan konsep-konsep dasar dari teori yang ada
dipadukan dalam rumusan pendidikan umum.
Dengan demikian "naturalistik paradigm" yang ada, dapat dipandang sebagai
dasar tilikan, sehingga berbagai sisi dari permasalahan yang ada dapat terungkap
secara koinpiehensip, mtegialistik dan holistik. Sehingga bila penelitian ini
digambarkan dalam suahi bagan akan terlihat seperti di bawah ini:
Tujuan PU ~~
[image:26.595.80.490.217.723.2]48
C. Sumber Datadan Subjek Penelitian
1. Somber Data
Dalam penelitian ini data yang tersaji terbagi ke dalam dua jenis
yaitu:
a Data Primer, terdiri dari:
1) Sumber lisan dan tertulis yang berasal dari hasil wawancara penulis dengan beberapa responden baik yang direkam (melalui tape recorder dan Catalan secara tertulis).
2) Hasil observasi dan pengamatan penulis terhadap perilaku masyarakat Rancakalong baik dalam aktivitas upacara maupun kegiatanhidup dan kehidupan mereka sehari-hari.
b. Data Sekunderyang terdiri atas :
1) Sumber tertulis yang berasal dari buku dan majalah ilmiah, arsip dan dokumen resmi yang berkaitan dengan budaya ngalaksa serta riwayat berdirinya kabupaten Sumedang.
2) Foto-foto mengenai kegiatanbudaya ngalaksa mulai dari persiapan
sampai dengan selesai.
2. Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian yang akan dipergunakan dalam penelitian
ini dapat dikategorikan dalamdua kelompok sebagai data primer, yaitu : 1. Untuk memperoleh data tentang nilai-nilai yang dianut dan diyakini
dalam tradisi budaya ngalaksa diambil dari orang-orang yang terkait langsung dengan upacara tradisi ngalaksa, seperti saehu (tokoh adat) sebagai penyelenggara tradisi ngalaksa
2. Dalam mengkonfirmasikan data kelompok pertama periu membandingkan dengan pandangan dan pendapat beberapa narasumber. Untuk itu data akan diambil dari pandangan tokoh masyarakat Rancakalong Sumedang, Bapak K.H. Abdr (ulama), Bapak
N.S (budayawan), Bapak Drs. S (pemerintah), Bapak Pkh (gum) dan
Bapak Abs (guru).
D. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data tradisi budaya ngalaksa digunakan penelitian yang
bersifat kualitatif • naturalistik maka analisis terhadap data bukan lagi berdasarkan
49
a Penulis terjun ke lapangan memperoleh data yang setiap hari terus bertambah,
data tersebut secara keseluruhan ditulis secara rinci. Namun untuk memperoleh
ketajaman dalam penelitian penulis bemsaha untuk merangkum kembali dan
memfokuskan kepada hal-hal yang bersifat penting sesuai dengan fokus masalah
dan tema penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (1999 : 129),
bahwa:"Reduksi data, dimana data yang diperoleh dari lapangan ditulis
dalam bentuk uraian atau laporan yang terinci yang akan senantiasa
terus bertambah sehinggaperiu untuk dirangkum, dipilih hal-hal yang
pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting serta dicari tema atau
polanya"b. Untuk mempertajam dalam menganalis datapenulis bemsaha membuat networks
(jaringan kerja), seperti yang terlihat dalam lampiran. Hal ini dipertegas dengan
pendapat dari Nasution (1996 : 129) dimana setelah melakukan reduksi data
yaitu melakukan display data, dimana data yang banyak dan bertumpuk-tumpuk
periu dibuat berbagai macam triks, grafik, networks, dan chart agar dapat
melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu.
c. Setelah melakukan display data selanjutnya penulis membuat kesimpulan dan
verifikasi, bahwa tradisi ngalaksa mengandung nilai-nilai yang layak untuk
dikembangkan
yaitu
nilai
kebersamaan,
gotong-royong,
toleransi,
kesetiakawanan, kejujuran, kekeluargaan dan nilai kesederhanaan (kesehajaan)
sepanjang nilai-nilai tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai religius dan
edukatif Kegiatan membuat kesimpulan dan verifikasi data sesuai dengan
pendapat Nasution (1996 : 130), bahwa:"Penarikan keasimpulan secara sementara dalam penelitian kualitatif
sudah dimulai sejakpengambilan data dengan berkembangnya data
akan berguna sebagai verifikasi sehingga diperoleh kesimpulan yang
lebih tepat"
Dan pelaksanaan penelitian ini melalui beberapa tahapan, yakni tahap
orientasi, tahap eksplorasi, tahap member check, tahap triangulasi dan tahap
50
1. Tahap Orientasi
Tahap orientasi dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai rencana tema penelitian yang akan diajukan serta mempertajam masalah dan fokus penelitian, sebelum desain penelitian di susun. Pada
tahap ini penulis menguiijmigi beberapa tokoh masyarakat yang ada di
Rancakalong Sumedang juga, salali satu lokasi yang sering digunakan prosesi ngalaksa Setelah ineneniui beberapa pihak yang mengelola tradisi budaya tersebut baik pihak Diparda Daerah Tingkat II Sumedang,
Depdikbud, Yayasan Pangeran Sumedang penulis mengadakan wawancara
pendaliuluan di sekitar tradisi ngalaksa, disamping mengadakan observasi di
sekitar lokasi penelitian tersebut Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat
mempertajam fokus bagi keinmigkinan dilakukan penelitian secara mendalani sebagai dasar bagi tahap selanjutnya.
2. Tahap Eksplorasi
Dari kumpulan data yang diperoleh pada tahap orientasi, diperoleh
gambaran dan paradigma yang seiiiakin terarah, sehingga memberikan arah
yang semakin jelas bagi dilakukannya teknik pengumpulan data, baik melalui observasi, wawancara iiiaupiin dokumentasi.
Dalam tahap ini penulis mulai melakukan wawancara kepada tokoh adat (saehu). disamping melakukan observasi secara langsung sehingga diperoleh data yang lengkap. Subjek penelitian mulai berkembang sesuai dengan tunhitan informasi, begitu juga teknik-teknik pengumpulan data semakin beragam. Tetapi pada intinya tahap ini meliputi kegiatan :
a. Menyusun dan menentukan sumber data yang dapat dipercaya untuk
memberikan infomiasi tentang tenia penelitian, baik dari pihak masyarakat setempat maupun dari pihak-pihak lain yang dipandang periu,
seperti dari ketua MUl Kecamatan Rancakalong (Bapak K.H. Abdr),
tokoh masyaiakat (Bapak Abs) dan Bapak Camat Kecamatan
Rancakalong Sumedang..
51
c. Mengadakan wawancara dengan tokoh adat (Bapak Skm), seorang
pedagang (Ibu Irh) dan seorang petani (Bapak Amn), disamping
melakukan observasi terhadap pelaksanaan prosesi budaya ngalaksa
d. Mengimipulkan photo-photo (dalam lampiran) yang berkaitan dengan tenia penelitian untuk meleugkapi data primer dari hasil wawancara dan
observasi
e. Menyusun hasil laporan yang meliputi kegiatan menggambarkan, menganalisis dan menafsirkan data hasil penelitian secara
berkesinambungan sampai selesai.
3. Tahap Member Check
Pada tahap ini dilakukan untuk memperoleh tingkat kredibilitas hasil
penelitian, sehingga informasi yang ada bisa dipertanggungjawabkan..
Tahap member check meliputi kegiatan :
a Menyusun laporan penelitian yang diperoleh dari tahap eksplorasi.
b. Menyampaikan laporan tersebut kepada masing-masing responden untuk
diperiksa ulang kebeharaitnya, baik kepada pihak Diparda DT LI
Sumedang, tokoh adat (Bapak Skm), tokoh masyarakat (Abs) dan Ketua
MUI tingkat Kecamatan (Bapak Adi) maupun tingkat Kabupaten (Bapak Str)..
4. Tahap Triangulasi
Pada tahap ini mempakan pemeriksaan keshahihan data yang
diperoleh deiuuui cara meiiiaidaaikan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembauding terhadap data yang ada Tahap ini
dilakukan dengan cat a sebagai bet ikut:
a. Membandingkan hasil observasi (secara tertulis) dengan hasil
wawancara.(lertulis dan hasil lekaniau). Daii hasil observasi penulis memperoleh data bahwa tradid budaya ngalaksa mengandung nilai-nilai yang layak dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat seperti nilai
kebeisauiatui. tiilai gotoug-ioyong. kesetiakawanan, kekeluargaan dan
nilai kesederhanaan {kesahajaan) namun hatt/g dibersihkan dahulu dari
52
tokoh adat (saehu) yaitu bapak (Skr) kesimpulan dari hasil wawancara tersebut cenderung melihat tradisi ngalaksa mengandung nilai-nilai yang layak untuk dikembangkan, pendapat ini didukung oleh para pendukungnya. Sedangkan para ulama setempat baik dari kalangan Nahdahil Ulama (Nil), Muhanimadiyaii, dan Persatuan Islam (Persis)
juga beberapa tokoh masyarakat lainnya, baliwa tradisi ngalaksa
cendemng bemuansa syirik dan tenhmya hal ini hams secepatnya mendapat penanganan dari pihak-pihak terkait.
b. Membandingkan infonnasi yang diperoleh dari pihak penyelenggara
tradisi budaya Ngalaksa, yakni pihak masyarakat setempat dan aparat
pemerintah, dengan pihak cendekiawan, ulama, budayawan ,tokoh masyaiakat dan generasi muda. Temyata masing-masing memiliki persepsi, tergantung daii sudut paiidang mana merekamelihat.
c. Membandingkan situasi dan kondisi subjek penelitian dengan situasi dan kondisi orang luar lainnya, hal ini penulis lakukan dengan meminta pendapat berbagai kalaugan baik dari rekan dan tokoh-tokoh masyarakat
lainnya.
5. Tahap Audit Trail
Adapun manfaat adanya tahap audit trail dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan keshahihaii data yang ditampilkan dalam laporan ini. Sehingga setiap data yang ditampilkan disertai dengan keterangan yang
nieuuiijukkan suniberuya, sehingga data mudaii ditelusuri sumber dan
kebenarannya
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data ini diantaranya
adalah mempergunakan teknik sebagai berikut : 1 Teknik Observasi
53
"Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan. Dengan observasi
dapat kitaperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial,
yang sukar diperoleh dengan metode lean"
2. Teknik wawancara
Selama penelitian tentang tradisi budaya ngalaksa penulis telah melakukan wawancara dengan tokoh adat. tokoh agama, tokoh masyarakat, para petani maupun pedagang. Hal ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong
(1996 : 135), bahwa : " Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) rang fKengajul-an pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang membenkan jawaban alas pertanyaan itu."
Sedangkan maksud mengadakan wawancara menurut Lincoln dan Guba, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut oleh Lexy J. Moleong adalali:
Mengkonstrukst mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, raottvasi, tuntutan, kepedulian, dan Iain-lain kebulatan;
merekonstruksi kebulatau-kebulatan demikian sebagai yang dialami masa lalu: racraproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai
yang telah dibarapkan untuk dialami pada masa yang akan dataug; meinverifikasi, mengubah dan inemperluas konstruksi
rang dikembaugkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
3. Teknik Dokumentasi
Dalam penelitian tradisi budaya ngalaksa , penulis mendapatkan catatafr , buku dan beberapa photo di lapanagan yang penulis peroleh daii pihak Diparda DT II Siuiiedaug dan penguims Musium Prabu Geusan Ulun
Sumedaug, teutuuya hal ini dapat membantu akurasinya penelitian
itiiSebagaimana pendapat Suharsiuii Aiikuuto (1991 : 188), bahwa
"Dokumentam sebagai "mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yam berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
BABV
KESIMPULAN, IMPLKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilengkapi dengan beberapa temuan peiiemuan penelitian di alas, setelah diadakan analisis terhadap data-data tersebut, makapenulis nieramuskan beberapa kesimpulan daii penelitian ini:
(1) Tradisi ngalaksa. sebagai salah satu wujud kebudayaan masyarakat
Rancakalong Sumedang, memiliki sistem nilai tertentu yang dapat
menggambarkan pandangan hidup dari masyarakat Rancakalong Kabupaten
Simiedang menurut para responden, memberikan dampak positif dan negatif Dampak positif, tradisi ngalaksa sebagai tatanan sosial budaya dalam suatu masyarakat, banyak memberikan kontribusi bagi pelaksanaan pembangunan, sebab nilai budaya yang ada dari tradisi ngalaksa ini seperti kesetiakawanan sosial, rasa persaudaraan (kekeluaigaan) atau persatuan dan kesatuan, gotong royong, tepa selira, memberikau aili tei^endiri bagi kehidupan masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang Adapun dampak negatif, tradisi ngalaksa
berkembang iiilai-nilai yang betuuansa syirik yaitu mempercayai kekuatan lain
yang dapat membantu hidupnya selain Allali SWT, hendaknya nilai-nilai negatif ini dapat diniininialish kalau mungkin di hilangkan, agar tidak mengundang konflik batin dan gejolak sosial..
(2) Tradisi ngalaksa telah mengakar di masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang dan titik persoalannya sudah jelas yaitu mengandung unsur syirik. Namun mengkritik bahwa tradisi ini mempakan perbuatan syirik yang hams di beiantas, karena dilarang agama, tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justra akan menambah persoalan bam. Periu dicari suatu solusi yang paling tepat yaitu dengan nieuibtna dan niengat alikan masyarakat agar tidak terjebak
kepada perbuatan syirik, dengan niehiruskan tradisi budaya ngalaksa hendaknya
dipandang sebagai budaya semata tidak niemasukkan unsur keagamaan ke
dalam tradisi tersebut.
128
(3) Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi budaya ngalaksa bila:
a Memjuk pada kerangka sistem nilai menurut Khickhohn, maka nilai yang
berkembang dalam tradisi ngalaksa adalah nilai hakekat hidup, hakekat
karya yang semu, persepsi tentang waktu masa lalu, hakekat hubungan
dengan alam yang harmonis dan hakekat hubungan antara manusia yang
kurang horizontal.
b. Memjuk pada kerangka sistem nilai menurut Philip H. Phenix, maka makna
yang berkembang dalam h-adisi ngalaksa adalah makna Symbolics, makna
Empirics, makna Esthetics, makna Synnoetics, makna Ethics dan makna
Synoptics.
c. Memjuk pada kerangka sistem nilai menumt Spranger, maka nilai yang
berkembang dalam tradisi ngalaksa adalah nilai pengetahuan, nilai ekonomi,
nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
d. Memjuk pada kerangka sistem nilai menurut perspektif budaya pancasila,
maka nilai yang berkembang dalam tradisi ngalaksa yang di selenggarakan di
Rancakalong Kabupaten Sumedang memiliki nilai-nilai dasar yaitu nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan.
(4) Dianut dan diyakininya nilai-nilai tersebut diatas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah:a Faktor keluarga
1)Pembinaan nilai keagamaan yang masih rendah.
2) Pola pendidikan keluarga terutama bersifatkeislaman..
3) Status nilai ekonomi memerlukan tradisi budaya ngalaksa
b. Faktor masyarakat1) Sistem nilai yang dianut oleh sebagian besar warga memerlukan ethos
kerja
2) Latar belakang pengalaman dan kebiasaan mewarisi tradisi-tradisi.
3) Sistem kepercayaan masih mengandung unsur yang mengutamakan
tradisi masa lalu.
c. Faktor Pemerintah
129
2) Belum optimalnya pembinaan aparatKUA danDinasPariwisata 3) Pola kemitraan dengan penyelenggara dari masyarakat
d Faktor Pendidikan
1) Wawasan dan pengetahuan masyarakat masih kurang sadar atas
untungnyapenataan nilai budaya
2) Proses KegiatanBelajar Mengajarhanyaterbatas di sekolah.
3) Tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan makin sedikitl kepedulian kepada tradisi ngalaksa
5) Tradisi ngalaksa, secara sosio kultural maupun secara sosio ekonomi, memiliki
tujuan yang positif, yaitu menanamkan nilai-nilai kesetiakawanan sosial, nilai
persatuan dan kesatuan (kekeluargaan), musyawarah, keadilan, tepa selira yang
dapat memberikan arti bagi perubahan dan perkembangan kehidupan sosial,
dan akhir-akhir ini pihak pemerintah melalui Diparda bemsaha mengangkat
tradisi budaya ngalaksa sebagai asset pariwisata, dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat setempat dan umumnya
pemerintah DT II Kabupaten Sumedang. Oleh karena itu terdapat kesenjangan
antara nilai tradisi dan ekonomi berhadapan dengan kurangnya nilai tantangan
masa depan dan nilai religius.
B. Imphkasi Penelitian
Dari beberapa kesimpulan di atas, dapat ditarik implikasi dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Tradisi ngalaksa pada masyarakat Rancakalong dapat menimbulkan berbagai fenomena, bukan hanya pada sosial kemasyarakan yang berimplikasi pada budaya yang ada, melainkan berdimensi juga pada bidang pendidikan,
ekonomi, dan keutuhan masyarakat Rancakalong Sumedang itu sendiri.
130
dengan menggunakan berbagai pendekatan yang lebih brjaksana, melalui upaya yang lebih komprehensif dan integralistik, sesuai dengan sumber daya yang
ada, Dan pada gilirarmya ditemukan pemecahan masalah secara lebih
proporsional dengan tidak meninggalkan nilai budaya yang positif dari tradisi ngalaksa itu sendiri.
2. Kita mengaku bahwa pendidikan harus berakar pada kebudayaan bangsa, maka
pertama-tama hams dilakukan adalah meneliti dan mengkaji kembali
kebudayaan-kebudayaan bangsa tersebut untuk dipilah dan dipilih mana bagian
dari kebudayaan tersebut yang sesuai dan mana yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai luhur bangsa, hal ini dapat ditempuh melalui jalur formal, informal dan
nonformal, maka optimalisasi peran dan penyadaran tanggungjawab keluarga,
masyarakat dan pemerintah terhadap transformasi dan reformasi nilai-nilai budaya bangsa merupakan faktor penentu bagi generasi muda, tidak hanya pengenalan tetapi juga kritisme generasi muda terhadap budaya daerahnya
dalam mencegah timbulnya disintegrasi bangsa yang diakibatkan oleh adanya
konflik sosial.
3. Berkaitan dengan hal tersebut, praktisi dan teoritisi Pendidikan Umum dituntut
turut mengambil peran dalam transformasi dan tempi nilai-nilai budaya bangsa,
melalui optimalisasi dan pemihakkan mereka terhadap kebudayaan bangsa
tersebut Hendaknya masyarakat lebih menghargai dan bervisi ke depan, lebih menghargai karya individual, dan bersikap adil tarhadap sesama manusia,
karena semua orang memiliki hak dan kewajiban yang satna. Optimalisasi dan
pemihakan bagi teoritisi Pendidikan Umum berarti menggalakkan kembali pengkajian-pengkajian kebudayaan bangsa sebagai sumber bagi pembenhikan kerangka keilmuan Pendidikan Umum Sedangkan optimalisasi dan pemihakan bagi teoritisi Pendidikan Umum berarti tumt berkiprah dalam menanamkan nilai, norma dan moralitas luhur kebudayaan bangsa, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
C. Rekomendasi Penelitian
Dengan memperhatikan dan menyimak hasil-hasil penelitian tersebut di atas,
maka pada bagian akhir penulisan ini penulis sempatkan beberapa rekomendasi
131
(1) Untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir dampak penyimpangan aqidah dalam pelaksanaan tradisi ngalaksa maka:
(a) Departemen Agama di tingkat Kecamatan maupun di tingkat Kabupaten selaku pembina masyarakat khususnya berkaitan dengan perayaan tradisi ngalaksa lebih mengoptimalkan keterlibatannya dengan memperbanyak kegiatan tablig yang berisi penjelasan tentang misi dan esensi peringatan ngalaksa, baik pada saat atau diluar waktu pelaksanaan tradisi tersebut dilihat dari sudutpandang syariah (Islam).
(b) Pemerintah tidak hanya melihat tradisi ini sebagai komoditi pariwisata atau wahana memperkenalkan budaya semata-matamelainkan harus juga disertai dengan tanggung jawab pembinaan terhadap masyarakat, sehingga nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tradisi ini dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari hidupnya, serta tidak bertentangan dengan syariah (agama Islam) yang dipegangnya
(c) Pihak penyelengara dalam hal ini sesepuh (tokoh-tokoh adat) masyarakat Rancakalong dengan Diparda Kabupaten DT II Sumedang, memberi kesempatan yang lebih luas kepada para ulama untuk tumt terlibat dalam memberikan pembinaan kepada masyarakat, tidak sekedar mendengar atau
menghadiri perayaan tradisi ngalaksa
(2) Peranan keluarga, sekolah dan masyarakat dalam memperkenalkan dan menganalisis suatu kebudayaan daerah sekitarnya dirasakan sangat penting.
Peranan keluarga melalui membina dan mengarahkan anggota-anggota
keluarganya tentang nilai-nilai kebudayaan di lingkungan sekitarnya, sehingga anggota keluarga memiliki kepekaan dan kritisisme terhadap suatu kebudayaan yang berkembang dilingkungannya, keluarga mempakan penentu bagi moralitas putra-purtrinya, karena daii keluargalah seorang anak pertama kali mengenai nilai, norma dan moralitas, mengenai baik buruk, mengenai pengetahuan dan keterampilan-keterampilan dasar dan sebagainya Oleh karena itu, harapan pembahan dan perbaikan masyarakat terutama terletak pada keluarga masing-masing. Peranan sekolah dapat dilakukan melalui optimalisasi materi muatan lokal (Mulok), sedangkan peranan sekolah dapat dilakukan melalui
132
dalam membuka dan mengarahkan masyarakat, sehingga memiliki pemahaman
danperilaku yang selaras dengan nilai-nilai Islam
(3) Berkaitan dengan keduarekomendasi tersebut, maka periu diteliti lebih lanjut tentang beberapa hal, antara lain :
a) Peranan lembaga-lembaga diluar sekolah, seperti majelis taklim, pesantren dan keluarga, dalam memperkenalkan sekaligus menganalisis nilai-nilai kebudayaan setempat bagi masyarakatnya sehingga diperoleh pemahaman masyarakatyang benar terhadap kebudayaannya
b) Optimalisasi peran dan fungsi Muatan Lokal (Mulok) di sekolah dalam mengkaji kebudayaan-kebudayaan setempat, sehingga peserta didik memperoleh bekal alam menyikapi suatu fenomena kebudayaan yang
berkembang di masyarakat secara tepat
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan. 1995. Pendidikan Nilai,, konsep dan Moral. Malang : IKIP Malang Achmad Sanusi. 1998. "Reformasi Di Bidang Pendidikan".Bahan Perkuliahan. UPI
Bandung: tidak diterbitkan
Ahmad Kosasih Djahiri. 1985. Strategi Pengajaran Afektif Nilai Moral dan
pendidikan Nilai Moral. Bandung : Laboratorium Pengajaran PMP-KN
UPI Bandung.
1988. Kurikulum dan Dunia Afektif nilai-moral. Bandung ::
Laboratorium Pengajaran PMP danIlmu-ilmu Sosial UPIBandung. Ahmad Mansur Suryanegara 1996. Menentukan Sejarah : Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia. Bandung :Penerbit Mizan.
Bappeda Tingkat II Kabupaten Sumedang dan Kantor Statistik Kabupaten Sumedang. 1998. indikator Kesejahteraan Rrakyat Kabupaten
Sumedang Tahun 1997. Sumedang : Kerjasama : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Daerah Tingkat R
Sumedang dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang.
1998. Kabupaten Sumedang dalam Angka 1997. Sumedang : Kerjasama BAPPEDA Tingkat H Kabupaten Sumedang dan Kantor Statistik Kabupaten Sumedang.
Bushar Muhammad. Prof S.H. 1986. Asas-asas Hukum Adat : Suatu Pengantar. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Diparda Tingkat II Kabupaten Sumedang. 1997. Upacara Adat Ngalaksa di Rancakalong Kabupaten Sumedang. Dinas Pariwisata Kabupaten DT II Sumedang.
1997. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten DT II
Sumedang. Kerjasama Dinas Pariwisata Kabupaten DT II Sumedang
dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang.
Djamari. 1988. Agama dalam Perspektf Sosiologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorst Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga TenagaKependidikan.
Eash, M. J. 1967. Reading and Thingking. Garden City New York : Dobleday & Company, Inc.
Gordon, Thomas. 1996. Menjadi Orang Tua Efektif Diterjemahkan oleh Tim
Psikologi Klinis. Farida Lestira Subard/a Koordinator. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
134
1997. Menjadi Guru Efektif (MGE), Diterjemahkan oleh Aditya
Kumara Dewi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Habib Mustopo, M. 1983. Ilmu Budaya Dasar : Manusia dan Budaya (Kumpulan
Essay). Surabaya: UsahaNasional.
Hassan, A. 1985. Soal Jawab Masalah Agama, (Jilid 1-2). Bandung : CV
Diponegoro.
Henry, Nelson. B. 1952. The Fijty-first Yearbook oftheNational Society For The
Study of Education, Part 1 : General Education Chicago. Illinois :
The University ofChicago Press.
Jalaludin Rakhmat 1992. Keluarga Muslim (Dalam Masyarakat Modem).
Bandung: PT. RemadjaRosdakarya
Jaraianto. 1982. Pancasila Suatu Tinjauan Aspek Historis dan Sosiopolitis. Yogyakarta : Liberty.
Jujun S. Suriasumantri. 1987. Pembangunan Sosial Budaya Secara Terpadu.
Dalam Soedjatmoko, etal. 1987. Masalah Sosial Budaya Tahun 2000
: Sebuah Bunga Rampai. Yogyakarta : Tiara Wacana
Kantor Departemen Penerangan RI. 1998. TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998.
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Semarang: CV. Aneka Ilmu.Khutson, Andie. L. 1965. The Individual Society and Health Behavior. New York : Russel Sage Foundation.
Koentjaraningrat. 1982. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Penerbit
Djambatan.
1984. Masalah-masalah Pembangunan Budaya : Bunga Rampai.
Antropologi Terapan. Jakarta : Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial LP3ES.
1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: AksaraBaru.
1993. Kebudayaan Mentaiitas dan Pembangunan. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka
Lexy J. Moleong. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
RosdakaryaMar'at. 1982. Sikap Manusia: Perubahan dan Pengukuranya. Jakarta: Indonesia
MiftahToha 1988. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :
135
Nasution, S. 1995. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito
NataSaputra. M. 1981. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Mukti Aksara.
Nursid Sumaataadja 1996. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya dan
Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta
Phenix, Philip H. 1964. Realm OfMeaning : A Philosophi ofThe Curriculum for
General Education. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. 1979. Adat Istiadat Daerah
Jawa Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah.1981. Sejarah Daerah Jawa Barat. Jakarta : Pusat Penelitian Sejarah
dan BudayaDaerah Pendidikan danKebudayaan.
Salman, R. Otje. 1993. Beberapa Aspek Sosiologi Hukum. Bandung : Penerbit
Alumni.
Soerjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Rajawali
Press.Soelaeman, M. I. 1987. Suatu Telaah Tentang Manusia-Religi-Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Subiyanto. 1999. Tradisi Muludan di Cirebon dalam Persfektif Budaya
Pancasila (Studi Naturalistik Tentang Nilai Budaya sebagai Upaya Pendidikan Umum). Thesis PPS UPI, UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Suharsimi, Arikunto. Dr. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta
Titus, Harold H 1959. Living Issues in Philosophy. New York : American Book
Coy.
Teriska Setiawan (Dengan team). 1999. Cakrawala Pendidikan Umum dan Suatu
Upaya Mempertegas Body of Knowledge,
PPS
Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung. Ikatan Mahasiswa dan Alumni
Pendidikan Umyum (MA-PU) PPS Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUPNNo. 2 1989) dan Peraturan
Pelaksanaannya,
dilengakapi
dengan
Peraturan
Perundang-undangan yang dikeluarkan sampai dengan 1994. Jakarta : Sinar
136
Undang-Undang Otonomi Daerah (UU No. 22 Th 1999 tentang Pemerintahan
Daerah). Jakarta: Sinar Grafika
Yatim Rianto. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar.
Surabaya: PT. SIC.
Yayasan Penyelenggara Penterjeniah Al-Qur'an. 1992. Al-Qur'an dan
Terjemahannya Juz 1 - Juz 30 (Edisi Baru). Semarang : PT Tanjung
Maskiti.
Yusuf 1996. Mengenai Musium Prabu Geusan Ulun Serta riwayat Leluhur
Sumedang. Sumedang : Museum Prabu Geusan Ulun : tidak diterbitkaa
ZainudinHamdy, H etal. 1992. Terjemah HaditsShaliih Bukhori I-TV. Jakarta :