• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA CABAI RAWIT DI PASAR KARISA KABUPATEN JENEPONTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA CABAI RAWIT DI PASAR KARISA KABUPATEN JENEPONTO"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA CABAI RAWIT DI PASAR

KARISA KABUPATEN JENEPONTO

IRNA IRVIANA NURJANNAH 105961100417

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2021

(2)

ii

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA CABAI RAWIT DI PASAR

KARISA KABUPATEN JENEPONTO

IRNA IRVIANA NURJANNAH 105961100417

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2021

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA CABAI RAWIT DI PASAR KARISA KABUPATEN JENEPONTO adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Makassar, 05 Mei 2021

Irna Irviana Nurjannah 105961100417

(6)

vi

ABSTRAK

IRNA IRVIANA NURJANNAH. 105961100417. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh MOHAMMAD NATSIR dan ARDI RUMALLANG.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan harga cabai rawit dan faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto terhadap variabel harga cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, inflasi, dan periode bulanan.

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2021. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif dengan menggunakan data sekunder berupa runtut waktu (time series) dengan periode waktu 2018 - 2020 tahun (dalam data perbulan), analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Analisis Regresi Linear Berganda.

Pengolahan data dilakukan menggunakan Software Microsoft Excel 2013 dan Eviews 9. Penelitian ini mengambil data dari Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jeneponto.

Perkembangan harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto tertinggi terjadi pada tahun 2019 pada bulan oktober dan harga cabai rawit terendah terjadi pada tahun 2020 di bulan Juni – Juli dan faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto adalah harga cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, inflasi, dan periode bulanan. Harga cabai rawit di petani (X1) dengan nilai koefisien sebesar 1,0263 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000 dan periode bulanan (T) dengan nilai koefisien sebesar -0,0591 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000 berpengaruh signifikan terhadap harga cabai rawit, sedangkan jumlah produksi cabai rawit (X2) dengan nilai koefisien sebesar 0,0011 dengan nilai probabilitas sebesar 0,1265 dan inflasi (X3) dengan nilai koefisien sebesar -0,0920 dengan nilai probabilitas sebesar 0,5560 tidak berpengaruh signifikan terhadap harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

Kata Kunci : Fluktuasi, Cabai Rawit, Harga, Inflasi, Produksi

(7)

vii

ABSTRACT

IRNA IRVIANA NURJANNAH. 105961100417. Analysis of Factors Affecting Price Fluctuations in Cayenne Pepper at Karisa Market, Jeneponto Regency.

Supervised by MOHAMMAD NATSIR and ARDI RUMALLANG.

This study aims to determine the development of the price of cayenne pepper and the factors that influence the price fluctuation of cayenne pepper in Karisa market, Jeneponto Regency on the variable price of cayenne pepper in farmers, the amount of cayenne pepper production, inflation, and monthly period.

This research was conducted for two months, from May to June 2021. This research is a quantitative research using secondary data in the form of a time series with a time period of 2018 - 2020 years (in monthly data), data analysis used in this study, namely Multiple Linear Regression Analysis. Data processing was carried out using Microsoft Excel 2013 and Eviews 9 software. This study took data from the Department of Agriculture, the Department of Industry and Trade, and the Central Bureau of Statistics (BPS) of Jeneponto Regency.

The development of the price of cayenne pepper in the Karisa market, Jeneponto Regency, the highest occurred in 2019 in October and the lowest price of cayenne pepper occurred in 2020 in June - July and the factors that influence the price fluctuation of cayenne pepper in the Karisa market, Jeneponto Regency are the price cayenne pepper in farmers, the amount of cayenne pepper production, inflation, and monthly period. The price of cayenne pepper in farmers (X1) with a coefficient value of 1.0263 with a probability value of 0.0000 and a monthly period (T) with a coefficient value of -0.0591 with a probability value of 0.0000 has a significant effect on the price of cayenne pepper, while the amount of cayenne pepper production (X2) with a coefficient value of 0.0011 with a probability value of 0.1265 and inflation (X3) with a coefficient value of -0.0920 with a probability value of 0.5560 has no significant effect on the price of cayenne pepper in Indonesia. Karisa market, Jeneponto Regency.

Keywords : Fluctuation, Cayenne Pepper, Price, Inflation, Production

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto“

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak sekali hambatan dan kekurangan yang memerlukan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Andi Khaeriyah, M.Pd, Selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., Selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. Mohammad Natsir, S.P., M.P, Selaku Pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

4. Ardi Rumallang, S.P., M.M, Selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan.

5. Alm. Ayahanda dan Ibunda selaku kedua orang tua yang telah banyak memberikan dorongan moril maupun materil serta motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(9)

ix

6. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah segudang ilmu kepada penulis.

7. Kepada Sukryanto yang telah membantu penyusunan skripsi serta motivasi dari awal hingga akhir kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga akhir yang penulis tidak dapat sebut satu persatu.

Seperti halnya manusia yang tidak sempurna dimata manusia lain ataupun dimata ALLAH SWT, penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan penyajiannya mengingat akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberi manfaat untuk kita semua. Aamiin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Makassar, 27 Juni 2021

Irna Irviana Nurjannah 105961100417

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ... iv

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI .... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Cabai Rawit ... 6

2.2 Fluktuasi Harga ... 8

2.3 Teori Permintaan (Demand) ...13

2.4 Teori Produksi ...15

(11)

xi

2.5 Inflasi ...17

2.6 Penelitian Terdahulu ...19

2.7 Kerangka Pemikiran ...22

III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...23

3.2 Jenis dan Sumber Data ...23

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...24

3.4 Teknik Analisis Data ...24

3.5 Definisi Operasional...27

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis ...29

4.2 Keadaan Demografis ...31

4.3 Keadaan Pertanian ...32

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perkembangan Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto ...34

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto ...35

5.3 Uji F-Statistik (Uji Model) ...37

5.4 Koefisien Determinan (R2) ...38

5.5 Uji t-Statistik (Uji Variabel) ...38

5.6 Standard Eror ...41

(12)

xii VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...43

6.2 Saran ...44

DAFTAR PUSTAKA ...45

LAMPIRAN ...47

RIWAYAT HIDUP ...64

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rata-Rata Produksi Cabai Rawit di Provinsi Sulawesi Selatan dan

Kabupaten Jeneponto Tahun 2012 – 2016 ... 2 2. Penelitian Terdahulu ... 19 3. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Jeneponto ... 30 4. Hasil Estimasi Multiple Reggresion Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa

Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (Dalam Data Perbulan) ... 36

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Kurva Permintaan ... 15 2. Kerangka Pemikiran Analisis yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto ... 22 3. Grafik Perkembangan Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa

Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (Dalam Data Perbulan) ... 34

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Peta Lokasi Penelitian ... 47

2. Tabel Variabel Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa (Rp/Kg), Harga Cabai Rawit di Petani (Rp/Kg), Jumlah Produksi Cabai Rawit (Kg), Inflasi (%), dan Periode Bulanan (T) Komoditi Cabai Rawit ... 48

3. Tabel Variabel Harga Riil Cabai Rawit di Pasar Karisa (Rp/Kg), Harga Riil Cabai Rawit di Petani (Rp/Kg), Jumlah Produksi Cabai Rawit (Kg), dan Inflasi (%) Komoditi Cabai Rawit ... 50

4. Hasil Estimasi Multiple Reggresion Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (Dalam Data Perbulan) Menggunakan Program Eviews 9 ... 52

5. Grafik Trend Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (Dalam Data Perbulan) ... 53

6. Grafik Hasil Estimasi Multiple Reggresion Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto Menggunakan Program Eviews 9 ... 54

7. Dokumentasi Penelitian ... 55

8. Surat Izin Penelitian ... 57

9. Kartu Kontrol Bimbingan Skripsi ... 60

10. Hasil Turnitin ... 62

(16)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian sehingga sektor pertanian menjadi prioritas utama dalam rangka pembangunan nasional. Sektor pertanian memiliki peranan cukup penting dalam perekonomian nasional terutama perekonomian rakyat serta mendorong pemerataan pembangunan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alamnya. Pembangunan pertanian sub sektor hortikultura di masa mendatang diarahkan untuk menumbuhkan sistem agribisnis dan agroindusti.

Keadaan ini ditunjang dengan kondisi iklim Indonesia dan besarnya lahan potensial dengan berbagai macam komoditi yang dapat dikembangkan sehingga mempunyai nilai ekonomis (Daniel, 2005). Salah satu produk hortikultura yang menjadi unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah tanaman sayuran. Sayuran merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang bermanfaat bagi kesehatan. Sayuran dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah ataupun diolah terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan yang akan digunakan. Salah satu komoditi sayur yang sangat dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai lapisan masyarakat adalah cabai sehingga tidak mengherankan bila volume peredaran di pasaran dalam skala besar (Anonim, 2011).

Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan

(17)

2 cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk meraup keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya sayuran lain. Cabai pun kini menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan.

Selain sebagai bumbu masak, buah cabai juga digunakan sebagai bahan campuran industri makanan dan untuk peternakan (Setiadi, 2000).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata konsumsi cabai perkapita adalah 500 gram/tahun. Jika jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta (sensus tahun 2010), berarti indonesia membutuhkan cabai sebesar 118.800 ton per tahun (Wahyudi, 2011). Berikut tabel rata-rata produksi cabai rawit di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto, tahun 2013 – 2016 :

Tabel 1. Rata-Rata Produksi Cabai Rawit di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Jeneponto Tahun 2012 – 2016

No Tahun Produksi di Provinsi Sulawesi Selatan

(Ton)

Produksi di Kabupaten Jeneponto

(Ton)

1. 2013 18.006 20.455

2. 2014 20.793 16.913

3. 2015 26.570 13.219

4. 2016 27.543 10.154

Rata-rata 23.228 15.185

Sumber : Badan Pusat Statistik 2016.

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa dari tahun 2013 – 2016 jumlah produksi cabai rawit di Provinsi Sulawesi Selatan mengalami peningkatan setiap tahun, sehingga rata-rata produksi cabai rawit sebanyak 23,228 ton sedangkan di

(18)

3 Kabupaten Jeneponto produksi cabai rawit mengalami penurunan setiap tahun sehingga rata-rata produksi cabai rawit sebanyak 15,185 ton.

Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan tetapi permintaan terhadap cabai untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi yang disebabkan karena naik turunnya harga cabai yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik.

Apabila harga cabai melonjak, maka akan berdampak pada daya beli masyarakat dan juga menimbulkan keresahan.

Kenaikan harga cabai sangat tergantung pada musim panen dan musim tanam serta pengaruh iklim dan cuaca. Disamping itu, kenaikan harga juga berkaitan dengan kegiatan pemasaran. Bila dibandingkan dengan harga di daerah konsumen, harga cabai di daerah produsen lebih rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor angkutan, rendahnya daya tahan cabai, dan daya beli masyarakat yang rendah (Santika, 1999).

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu meningkatnya permintaan melebihi penawaran atau diatas kemampuan berproduksi seperti peningkatan konsumsi masyarakat, berlebihnya

(19)

4 likuiditas pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk akibat ketidaklancaran distribusi barang.

Melihat kebutuhan masyarakat Kabupaten Jeneponto yang dominan mengkonsumsi cabai maka permintaan akan harga cabai akan tetap terus ada meskipun harga cabai mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kabupaten Jeneponto sering di temui bahwa harga cabai kadang tinggi dan kadang rendah bahkan cenderung tidak menentu, inilah yang menjadi masalah mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah karena cita rasa dari cabai yang cenderung pedas atau karena masyarakat Kabupaten Jeneponto yang memang menyukai cabai atau ada faktor lain yang berpengaruh terhadap harga cabai tersebut.

Jika terjadi kenaikan maupun penurunan harga cabai berarti ada faktor yang menyebabkan harga cabai tersebut yang berubah-ubah, oleh karena hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu :

1. Bagaimana perkembangan harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto ?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto ?

(20)

5 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan harga cabai rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pedagang cabai rawit Kabupaten Jeneponto, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengembangan usaha yang lebih baik lagi.

2. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Jeneponto, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang terutama dalam pengembangan harga cabai rawit.

3. Bagi Pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan, informasi, dan referensi dalam menyusun penelitian selanjutnya.

(21)

6

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman yang bersasal dari benua Amerika. Tanaman ini cocok dikembangkan di daerah tropis terutama sekitar khatulistiwa dan tumbuh baik di dataran rendah dengan ketinggian 0-500 meter dpl, akan tetapi cabai rawit bisa tumbuh baik pada ketinggian 1000 meter dpl.

Produktivitas tanaman cabai akan berkurang pada tempat yang terlalu tinggi.

Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapang yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Cahyono, 2003). Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, perbungaan tanaman, ukuran ruas, dan tipe buahnya (Prajnanta, 1999).

Berdasarkan sistematika (taksonomi) Capsicum frutescens L.

diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

(22)

7 Cabai rawit juga memiliki banyak varietas diantaranya adalah cabai mini, cabai cengek atau ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau). Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning kehijauan.

Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7-5,3 cm.

Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan. Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup 2 sampai 3 tahun. Di dataran tinggi, tanaman cabai rawit masih bisa berbuah hanya saja periode panennya lebih sedikit dibanding dataran rendah. Cabai rawit yang dibudidayakan di Indonesia sangat beragam. Secara umum, masyarakat mengenal cabai rawit putih dan cabai rawit hijau, akan tetapi setiap tempat memiliki macam cabai rawit yang berbeda-beda (Cahyono, 2003).

Tanaman cabai rawit termasuk tanaman semusim yang tumbuh sebagai perdu dengan tinggi tanaman mencapai 1,5 m. Tanaman dapat ditanam di lahan kering (tegalan) dan di lahan basah (sawah). Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi cabai rawit. Keadaan iklim dan tanah merupakan dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam menentukan lokasi penanaman cabai rawit (Pitojo, 2003). Tanaman cabai rawit memerlukan tanah yang memiliki tekstur lempung berpasir atau liat berpasir dengan struktur gembur (Nawangsih, 1999).

(23)

8 Selain itu, tanah harus mudah mengikat air, memiliki solum yang dalam (minimal 1m), memiliki daya menahan air yang cukup baik, tahan terhadap erosi dan memiliki kandungan bahan organik tinggi (Setiadi, 1987). Tanaman cabai rawit memerlukan derajat keasaman (pH) tanah antara 6,0-7,0 (pH optimal 6,5) dan memerlukan sinar matahari penuh (tidak memerlukan naungan). Tanaman cabai rawit memerlukan kondisi iklim dengan 0-4 bulan basah dan 4-6 bulan kering dalam satu tahun dan curah hujan berkisar antara 600-1.250 mm per tahun.

Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman cabai rawit adalah 60-80%. Tanaman cabai rawit Agar dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada suhu udara rata-rata tahunan berkisar antara 18-300C (Cahyono, 2003).

2.2 Fluktuasi Harga

Harga adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Istilah harga digunakan untuk memberikan nilai finansial pada suatu produk barang atau jasa. Biasanya penggunaan kata harga berupa digit nominal besaran angka terhadap nilai tukar mata uang yang menunjukkan tinggi rendahnya nilai suatu kualitas barang atau jasa.

Dalam ilmu ekonomi harga dapat dikaitkan dengan nilai jual atau beli suatu produk barang atau jasa sekaligus sebagai variabel yang menentukan komparasi produk atau barang sejenis (Wikipedia, 2021).

(24)

9 Fluktuasi adalah ketidak tetapan atau guncangan, sebagai contoh terhadap harga barang dan sebagainya, atas segala hal yang bisa dilihat di dalam sebuah grafik (Wikipedia, 2021).

Fluktuasi adalah lonjakan atau ketidak tetapan segala sesuatu yang bias digambarkan dalam sebuah grafik, seperti fluktuasi harga barang. Fluktuasi harga yang tinggi merupakan salah satu yang sering muncul dalam pemasaran komoditas holtikultura. Harga yang sangat berfluktuatif secara teoritis akan menyulitkan prediksi bisnis, fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidak seimbangan antara jumlah pasokan dan permintaan yang dibutuhkan konsumen.

Jika pasokan berlebih maka harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan maka harga naik. Dalam proses pembentukan harga, perilaku petani dan pedagang menjadi penting karena mereka dapat mengatur volume penjualan sesuai dengan kebutuhan konsumen (Irawan, 2007).

Fluktuasi harga adalah gejala atau keadaan yang menunjukkan turun naiknya harga dan sebagainya yang berlaku dari sehari ke sehari atau dari satu periode ke periode lainnya, perubahan (harga tersebut) karena pengaruh permintaan dan penawaran (KBBI, 2021).

Fluktuasi harga yang tinggi merupakan salah satu isu sentral yang sering muncul dalam pemasaran komoditas. Fluktuasi harga yang tinggi menyebabkan penerimaan dan keuntungan usaha yang diperoleh petani dari hasil kegiatan usahataninya sangat berfluktuasi. Kondisi demikian tidak kondusif bagi pengembangan agribisnis karena keuntungan yang diperoleh dari kegiatan agribisnis menjadi tidak stabil padahal tingkat keuntungan yang tinggi dan stabil

(25)

10 umumnya justru merupakan daya tarik utama bagi pelaku bisnis untuk melakukan investasi dan memperluas usahanya (Bambang Irawan, 2007).

Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidak-seimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen. Jika terjadi kelebihan pasokan maka harga komoditas akan turun, sebaliknya jika terjadi kekurangan pasokan maka harga komoditas akan naik Dalam proses pembentukan harga tersebut perilaku petani dan pedagang memiliki peranan penting karena mereka dapat mengatur volume penjualannya yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas pada dasarnya terjadi akibat kegagalan petani dan pedagang dalam mengatur volume pasokannya sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kondisi demikian dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut :

a. Pertama, produksi cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja, misalnya sekitar 90 persen produksi bawang merah nasional hanya dihasilkan di 6 provinsi dan 82 persen produksi cabai dihasilkan di 7 provinsi. Struktur produksi demikian tidak kondusif bagi stabilitas harga karena jika terjadi anomali produksi (Misalnya gagal panen akibat hama atau lonjakan produksi akibat pengaruh iklim) di salah satu daerah sentra produksi maka akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan pasar secara keseluruhan.

b. Kedua, struktur produksi yang terkonsentrasi secara regional diperparah pula oleh pola produksi yang tidak sinkron antar daerah produsen. Setiap daerah produsen umumnya memiliki pola produksi bulanan yang relatif sama sehingga

(26)

11 total produksi sayuran cenderung terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu.

Konsentrasi produksi secara temporer tersebut misalnya dapat disimak pada pola produksi kentang dan kubis di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menyumbang sekitar 90 persen dan 78 persen produksi nasional. Keempat provinsi tersebut sekitar 60-65 persen produksi kentang dan kubis hanya dihasilkan pada bulan Januari hingga Mei sehingga pada bulan- bulan tersebut harga kedua komoditas tersebut cenderung mengalami penurunan tajam.

c. Ketiga, permintaan komoditas umumnya sangat sensitif terhadap perubahan kesegaran produk. Sementara itu komoditas umumnya relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan penjualannya terlalu lama dalam rangka mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, karena hal itu dapat berdampak pada penurunan harga jual yang disebabkan oleh penurunan kesegaran produk. Konsekuensinya adalah pengaturan volume pasokan yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen tidak mudah dilakukan karena setelah dipanen petani cenderung segera menjual hasil panennya agar yang dipasarkan masih dalam keadaan segar.

d. Keempat, untuk dapat mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen maka dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran produk secara efisien. Namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan investasi yang cukup besar sedangkan teknologi penyimpanan sederhana yang dapat diterapkan oleh petani sangat terbatas.

(27)

12 Dinamika jangka pendek harga komoditas pertanian di daerah konsumen pada umumnya memiliki pola yang sama dengan dinamika harga di daerah produsen karena permintaan yang dihadapi petani didaerah produsen merupakan turunan dari permintaan di daerah konsumen. Jika terjadi kenaikan harga di pasar konsumen akibat naiknya permintaan maka pedagang akan meneruskan kenaikan harga tersebut kepada petani sehingga harga di pasar produsen juga mengalami peningkatan. Akan tetapi proses transmisi harga dari pasar konsumen ke pasar produsen tersebut umumnya tidak sempurna dan bersifat asimetris, artinya jika terjadi kenaikan harga di pasar konsumen maka kenaikan harga tersebut diteruskan kepada petani secara lambat dan tidak sempurna, sebaliknya jika terjadi penurunan harga. Pola transmisi harga seperti ini menyebabkan fluktuasi harga di pasar konsumen cenderung lebih tinggi dibanding fluktuasi harga di pasar produsen dan perbedaan fluktuasi harga tersebut akan semakin besar apabila transmisi harga yang terjadi semakin tidak sempurna (Bambang Irawan, 2007).

Penentuan harga oleh permintaan dan penawaran dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antar kurva permintaan dan kurva penawaran. Hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesa dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditas, semakin banyak jumlah komoditas tersebut yang diminta, apabila variabel lain konstan (Lipsey, 1995).

Lipsey (1995) menerangkan lebih jauh mengenai kekuatan penawaran dan permintaan. Kedua kekuatan tersebut saling berinteraksi dalam membentuk harga pada suatu pasar yang bersaing. Kondisi keseimbangan (equilibrium condition)

(28)

13 akan tercapai, jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini kedua belah pihak (produsen dan konsumen) akan terpuaskan.

2.3 Teori Permintaan (Demand)

Pada prinsipnya, teori permintaan menjelaskan mengenai ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Apabila hubungan antara permintaan dan harga tersebut kita gambarkan dalam sebuah grafik maka grafik tersebut kita kenal dengan kurva permintaan. Permintaan terhadap suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut yang dominan berpengaruh antara lain adalah sebagai berikut :

a. Harga barang itu sendiri

b. Harga barang lain yang terkait erat dengan barang tersebut c. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat d. Corak distribusi pendapatan di masyarakat

e. Citarasa masyarakat f. Jumlah penduduk

g. Ramalan atau ekspektasi mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Merupakan hal yang relatif sulit apabila kita menganalisis pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh karena itu, dalam menganalisis teori permintaan perlu untuk dibuat analisis yang lebih sederhana.

Yang perlu menjadi pertimbangan penting adalah dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh harganya, sehingga dengan kata lain dalam teori permintaan yang utama dianalisis adalah hubungan

(29)

14 antara jumlah permintaan suatu barang terhadap harga barang tersebut. Hal tersebut diasumsikan bahwa faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan atau ceteris paribus. Tetapi asumsi ini tidak berarti bahwa kita dapat mengabaikan faktor-faktor yang dianggap tetap tersebut (Sukirno, 2013).

Setelah menganalisis hubungan antara jumlah permintaan dengan tingkat harga maka selanjutnya boleh mengasumsikan bahwa harga adalah tetap dan kemudian menganalisis mengenai permintaan suatu barang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya atau faktor selain harga. Dengan demikian, dapat diketahui mengenai bagaimana permintaan terhadap suatu barang akan berubah apabila harga barang lain yang sejenis atau pendapatan masyarakat misalnya mengalami perubahan. Pada hakekatnya hukum permintaan merupakan suatu pernyataan yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan akan barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut (Sukirno, 2013).

Kenaikan harga akan menyebabkan pera pembeli mencari barang lain yang sejenis yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan. Demikian pula sebaliknya, apabila harga turun maka orang akan mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga tersebut. Kenaikan harga akan menyebabkan pendapatan riil berkurang atau merosot. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang, terutama barang yang mengalami kenaikan harga. Kurva permintaan bisa digambarkan sebagai berikut :

(30)

15 Gambar 1. Kurva permintaan (Sukirno, 2013).

2.4 Teori Produksi

Produksi adalah salah satu aktivitas ekonomi yang menghasilkan hasil akhir atau output dari suatu proses yang membutuhkan beberapa masukan atau input.

Sehingga kegiatan produksi merupakan kombinasi antara beberapa masukan atau input yang bisa disebut faktor-faktor produksi yang akan menghasilkan keluaran atau output agar nilai guna barang atau jasa tersebut bertambah (Damayanti, 2019).

Dalam suatu proses produksi dibutuhkan input yang berupa faktor-faktor produksi yaitu alat atau sarana agar kegiatan berjalan dengan lancar. Sehingga, jika faktor produksi tidak ada, maka proses produksi juga tidak akan berlangsung.

Faktor-faktor produksi antara lain adalah Capital atau modal, Labour atau tenaga kerja, Skill atau keahlian atau kemampuan, dan Land atau tanah. Capital atau modal yang sering terlintas dipikiran biasanya dalam bentuk uang. Namun, modal juga bisa berupa alat-alat seperti mesin untuk membuat barang atau jasa, ataupun juga dapat berupa bangunan atau gedung yang akan digunakan untuk kegiatan operasional usaha tersebut. Labour atau tenaga kerja dibutuhkan untuk menjalankan

(31)

16 operasional alat-alat yang tersedia agar proses produksi berlangsung dengan semestinya, para tenaga kerja bekerja dengan menggunakan skill atau keahlian atau kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan Land atau tanah merupakan lahan yang mengandung sumber daya alam atau bahan baku yang nantinya akan diolah dalam proses produksi (Damayanti, 2019).

Konsep fungsi produksi hanya berkaitan dengan kombinasi jumlah input untuk memproduksi sejumlah output. Sedangkan konsep permintaan mengandung hubungan harga dan jumlah produksi (Natsir, 2015). Fungsi produksi merupakan suatu hubungan teknis yang menghubungkan faktor produksi atau input dengan hasil produksinya atau output. Hubungan antara input dan output pada proses produksi dapat dituliskan secara sistematis sebagai berikut :

𝑄 = (𝑋1,2,𝑋3,…,𝑋𝑛)

Dalam persamaan tersebut, Q mewakili output atau jumlah hasil produksi pada periode tertentu, dan X mewakili faktor-faktor produksi atau input dalam proses produksi tersebut.

Dalam suatu proses produksi, terdapat proses produksi yang terjadi dalam kurun waktu tertentu yang terbagi menjadi dua yaitu :

a. Produksi dalam jangka pendek

Jangka pendek merupakan kurun waktu yang terjadi ketika salah satu atau lebih faktor produksi yang tidak bisa diubah atau tetap. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah disebut juga fixed input atau masukan tetap. Fixed input dalam jangka waktu ini umumnya adalah capital atau modal. Modal bersifat tetap karena jumlahnya tetap dan tidak akan berpengaruh terhadap banyaknya hasil produksi.

(32)

17 Sedangkan tenaga kerja bersifat variabel karena penggunaannya berubah sesuai dengan banyaknya hasil produksi.

b. Produksi dalam jangka panjang

Jangka Panjang suatu proses produksi tidak dapat diperkirakan akan berjalan 10 tahun, 25 tahun, atau bahkan sampai 50 tahun. Sehingga dalam kurun waktu ini semua faktor produksi yang digunakan bersifat variabel atau tidak ada faktor produksi tetap.

2.5 Inflasi

Definisi mengenai inflasi sejak awal tahun 1970-an para ahli ekonomi mendefinisikan inflasi sebagai naiknya tingkat harga umum secara terus menerus.

Adapun definisi dari teori inflasi menurut beberapa ahli ekonomi adalah sebagai berikut :

Menurut Samuelson (1995) mendefinisikan bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kenaikan tingkat harga umum. Maksud dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli masyarakat yang diikuti dengan semakin menurunnya nilai rill (intrinsic) mata uang suatu negara. Menurut Ackley dalam Iswardono (1993) inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang- barang dan jasa secara umum. Menurut Marcus (2001) inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan, maksudnya adalah inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang menunjukkan suatu kecendrungan akan naiknya harga barang secara umum yang berarti terjadinya penrunan terhadap nilai mata uang. Veneris dan

(33)

18 Sebold dalam Anton Hermanto (1991) mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan yang terus menerus dari tingkat harga umum untuk meningkat setiap waktu.

Kenaikan harga umum yang hanya terjadi sekali waktu saja menurut definisi ini tidak dapat dikatakan sebagai inflasi. Sehingga menurut Veneris dan Sebold dalam Anton Hermanto (1991), di dalam definisi inflasi tersebut ada tiga hal yang perlu ditekankan dalam memahami inflasi diantaranya adalah sebagai berikut : a. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat yang berarti bisa saja

tingkat harga yang terjadi actual pada waktu tertentu naik atau turun bila dibandingkan dengan sebelumnyan tetapi tetap menunjukkan kecendrungan yang meningkat.

b. Peningkatan harga tersebut terjadi secara terus menerus (sustained) yang berarti bukan hanya dapat terjadi pada suatu waktu saja tetapi dalam beberapa waktu lamanya. Misalnya dengan adanya kenaikan harga bakar minyak pada awal tahun saja.

c. Tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti tingkat harga yang meningkat bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat dikatakan sebagai inflasi kecuali bila kenaikan barang tersebut mengakibatkan kenaikan terhadap barang yang lain.

(34)

19 2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang diambil berkaitan dengan penelitian ini dilampirkan pada Tabel, sebagai berikut :

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti/

Tahun

Topik Penelitian

Variabel yang digunakan

Hasil Penelitian

1. Alex Muharlis (2007)

Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah di Jawa- Bali

Variabel

Independen : Harga cabai merah besar, jumlah pasokan cabai, harga cabai merah di tingkat produsen, harga jual cabai merah besar, dan dummy budaya masyarakat (D1).

Variabel dependen : Perubahan harga cabai merah besar di Jakarta, Bandung,

Semarang, Yogyakarta,

Surabaya dan Denpasar.

Perubahan harga cabai merah besar di enam kota dalam jangka panjang memiliki trend yang meningkat.

Untuk harga cabai merah keriting akan meningkat pada saat menjelang dan saat hari lebaran.

2. Tria Rosana Dewi (2009)

Analisis Permintan Cabai Merah (Capsicum annuum.L) di Surakarta

Variabel

Independen : Harga cabai merah besar, cabai merah keriting, harga bawang merah, jumlah penduduk, dan pendapatan per kapita. Variabel

Dependen :

Permintaan cabai merah di Kota Surakarta.

Variabel harga cabai merah besar, cabai merah keriting, harga bawang merah, jumlah penduduk, dan pendapatan per kapita secara bersama

berpengaruh terhadap

permintaan cabai

(35)

20 merah di Kota Surakarta.

3. Evi Silfinda (2012)

Identifikasi Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah di Kab.

Deli Serdang

Variabel

Independen : harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, harga polybag, impor cabai, kondisi cuaca atau iklim, perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan atau pesta, dan biaya pemasaran.

Variabel Dependen : Harga cabai merah di Deli Serdang

(1)Perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang

berfluktuasi, namun cenderung tetap (tidak naik dan juga tidak turun). (2) Faktor-faktor yang

diidentifikasi mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah di Kabupaten Deli Serdang adalah : Faktor Saprotan (Sarana Produksi Tanaman), Perayaan hari- hari besar keagamaan, dan Faktor cuaca.

4. Dyah Anjarwani Rosoutami (2012)

Permintaan dan Penawaran Serta Fluktuasi Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) di Kabupaten Jember

1.Variabel

Independen : Harga cabai rawit, jumlah penduduk, dan pendapatan

perkapita. Variabel

Dependen :

Permintaan cabai rawit di Kabupaten

Jember. 2.

Varibabel

Independen : harga cabai rawit waktu t- 1, luas area tanam waktu t-1, dan biaya produksi waktu t-1.

Variabel Dependen:

Penawaraan cabai

1) Variabel Independen 1 mempengaruhi permintaan cabai

rawit di

Kabupaten Jember (2) Variabel

Independen 2 mempengaruhi penawaran cabai

rawit di

Kabupaten Jember serta (3) Permintaan dan penawaran cabai rawit

berpengaruh secara signifikan

(36)

21 rawit di Kabupaten

Jember

terhadap fluktuasi harga 5. Aisyah

Arfani (2013)

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Sikap

Konsumen dalam

engkonsumsi Cabai Merah

Variabel

Independen : harga, pendapatan dan jumlah konsumsi.

Variabel Dependen : Sikap konsumen dalam

mengkonsumsi cabai merah.

Faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap konsumen dalam

mengkonsumsi cabai merah adalah harga, pendapatan dan jumlah konsumsi.

Pernyataan sikap positif lebih banyak

ditunjukkan konsumen dalam mengkonsumsi cabai merah yaitu diperoleh dengan persentase

sebanyak 90%.

6. Lisa Lestari (2015)

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Ketersediaan Konsumsi Pangan

Strategis di Sumatera Utara

Variabel

Independen : produksi cabai, harga cabai, harga ikan dan konsumsi beras. Variabel

Dependen :

Ketersediaan cabai di Sumatera Utara.

Ketersediaan cabai di Sumatera Utara secara serempak dan parsial

dipengaruhi oleh produksi cabai, harga cabai, harga ikan, konsumsi beras Konsumsi cabai di Sumatera Utara secara serempak &

parsial

dipengaruhi oleh pendapatan, harga cabai, &

produksi cabai.

(37)

22 2.7 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis.

Pengaruh antara harga cabai rawit di petani, jumlah produksi, inflasi, dan periode bulanan terhadap fluktuasi harga cabai rawit dapat digambarkan dalam satu model kerangka pemikiran sebagai berikut :

Harga Cabai P

(X1)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto Harga Cabai

Rawit di petani (X1)

Jumlah Produksi

(X2)

Inflasi (X3) Fluktuasi Harga Cabai

Rawit di Pasar Karisa (Y)

Periode Bulanan

(T)

(38)

23

III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Waktu pelaksanaan penelitian di mulai pada bulan Mei sampai Juni 2021.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini berdasarkan dimensi waktu, yaitu data time series (runtut waktu) dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar karisa, Kabupaten Jeneponto periode tahun 2018 sampai 2020 (dalam data perbulan).

Berdasarkan sumber data terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mencatat dan mengutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian sedangkan data primer adalah sumber data dalam pemberian informasi dilakukan secara langsung pada pengumpul penelitian. Data sekunder diperoleh dari publikasi atau arsip Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto, serta publikasi yang relevan dengan penelitian ini.

(39)

24 3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara mencatat dan mengutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan praktek penelitian ini. Data yang digunakan dalam bentuk time series dimulai tahun 2018 sampai tahun 2020 (dalam data perbulan), melalui pengambilan data kepublikasi atau arsip Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jeneponto, serta instansi terkait lainnya yang diperlukan serta terbitan atau publikasi lainnya, yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis trend. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis trend dengan rumus sebagai berikut :

Y = a + bx 𝑎 = ∑𝑦

𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑏 = ∑𝑥𝑦

∑𝑥

Keterangan :

Y = Nilai trend untuk harga cabai rawit (Rp/Kg) A = Nilai tetap (konstanta) atau nilai Y pada X = 0 b = Koefisien Trend

x = Periode Waktu

(40)

25 Analisis ini digunakan untuk melihat perkembangan harga cabai rawit dengan mengambil data 3 tahun terakhir (dalam data perbulan) untuk memudahkan perhitungan dalam mencari persamaan trend. Setelah itu dilanjutkan menganalisis dengan menggunakan regresi linear berganda untuk memudahkan perhitungan dalam menjelaskan pengaruh faktor-faktor fluktuasi harga cabai rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto yaitu harga cabai rawit di petani (X1), jumlah produksi cabai rawit (X2), inflasi (X3), dan periode bulanan (T). Persamaan tersebut diubah dalam bentuk persamaan linear yaitu sebagai berikut :

Yt = ß0 + ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3 +T + e Keterangan :

Yt = Harga cabai rawit di pasar karisa (Rp/Kg) ß0 = Bilangan konstanta

X1 = Harga cabai rawit di tingkat petani (Rp/Kg) X2 = Jumlah produksi cabai rawit (Kg)

X3 = Inflasi

T = Periode bulanan e = Tingkat eror

Setelah menganalisis dengan regresi linear berganda dilanjutkan dengan uji hipotesis yang digunakan adalah uji t (parsial) dan uji F (serentak). Dengan kriteria masing-masing uji hipotesis yaitu sebagai berikut :

a. Uji t (Parsial)

Pengujian secara parsial menggunakan Uji t yang merupakan uji t pengaruh signifikan variabel independen terhadap variabel dependen secara individual. Uji

(41)

26 signifikan adalah prosedur dimana hasil sampel yang digunakan untuk menentukan keputusan dalam menerima atau menolak Ho berdasarkan nilai Uji statistik yang diperoleh dari data. Prosedur dari Uji t adalah sebagai berikut :

1. Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternative (Ha) 2. Menghitung t dengan rumus :

𝑡 =

(𝑏𝑖−𝑏)

𝑆𝑏𝑖 (Agus Widarjono, 2007) Keterangan :

bi = Koefisien bebas ke - i b* = Nilai Hipotesis dari nol

SBi = Simpangan baku dari variabel bebas ke i

3. Mencari nilai kritis t dari tabel t dengan df + n – k dan α yang tertentu.

4. Keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada perbandingan t hitung dan t tabel (nilai kritis)

Jika : t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.

b. Uji F (Uji serentak)

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel independen. Pengujian F ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan F tabel, maka kita dapat menerima hipotesis alternative yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikasi mempunyai variabel dependen. Prosedur penguraian Uji F adalah sebagai berikut :

(42)

27 1. Membuat hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)

2. Menghitung nilai F, hitung dengan rumus :

𝑓𝑛 =

𝑅2∶𝑘

1− 𝑅2)∶(𝑛−𝑘−1) (Tri Bowo, 2010) Keterangan :

R2 = Koefisien determinan k = Jumlah variabel independen n = jumlah sampel

3. Mencari nilai kritis (F tabel) : df (k -1, n – k) Dimana K = jumlah parameter termasuk intersep.

4. Keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada perbandingan F hitung dan F tabel

Jika : F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.

c. Koefisien Determinan (R2)

Uji koefisien determinan atau R2 ini menunjukkan kemampuan garis regresi menerangkan variasi variabel terikat (proporsi (persen) variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas). Nilai kofisien determinan atau R2 berkisar antara 0 sampai 1. Nilai R2 semakin mendekati 1, maka semakin baik.

4.5 Definisi Operasional

Masing-masing variabel dan cara pengukurannya perlu diperjelas untuk memperoeh kesamaan pemahaman persepsi terhadap konsep-konsep penelitian ini, antara lain :

(43)

28 1. Harga cabai rawit adalah Suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang

atau barang lain untuk membeli diukur dengan satuan kg cabai rawit.

2. Harga tingkat produsen adalah harga jual yang diterima produsen sebelum komoditi di pasarkan.

3. Harga tingkat konsumen adalah harga beli yang konsumen bayarkan pada komoditi yang dipasarkan.

4. Produksi cabai rawit adalah banyaknya cabai rawit yang dihasilkan dari Kabupaten Jeneponto, biasanya dalam per satuan kilogram.

5. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus- menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar karisa.

6. Fluktuasi harga adalah persenan dari harga sekarang dikurangi harga tahun lalu dibagi harga tahun lalu dan dikali seratus.

(44)

29

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kabupaten Jeneponto dengan letak geografis 5º23’12”-5º42’1,2” Lintang Selatan (LS) dan 119º29’12”-119º56’44,9” Bujur Timur (BT) dengan posisi strategis dan aksebilitas yang tinggi sehingga memiliki peluang pengembangan ekonomi melalui keterkaitan wilayah khususnya keterkaitan dengan daerah yang mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya.

Ada beberapa kabupaten yang secara administratif berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto. Adapun batas wilayah administrasi Kabupaten Jeneponto sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Takalar.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores.

Kabupaten Jeneponto yang pusat pemerintahannya di Kota Bontosunggu terletak 91 Km di sebelah selatan Kota Makassar dengan luas wilayah tercatat 749,79 Km2 atau 74.979 Ha yang secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan dan 113 Desa/Kelurahan. Kecamatan Bangkala Barat merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Jeneponto yakni 15.269 ha atau 20,40% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Arungkeke dengan luas 2.991 ha atau 3,99% dari luas wilayah Kabupaten Jeneponto.

(45)

30 Tabel 3. Luas Wilayah Administrasi Kabupaten Jeneponto

Nama Kecamatan Jumlah

Kelurahan/ Desa

Luas Wilayah Administrasi

(Ha) % Terhadap

Total

Bangkala 14 12.182 16,25

Bangkala Barat 8 15.296 20,40

Tamalatea 12 5.758 7,68

Bontoramba 12 8.830 11,78

Binamu 13 6.949 9,27

Turatea 11 5.376 7,17

Batang 6 3.304 4,41

Arungkeke 7 2.991 3,99

Tarowang 8 4.068 5.43

Kelara 10 4.395 5,86

Rumbia 12 5.830 7,78

Total 113 74.979 100

Sumber : Jeneponto Dalam Angka, 2015.

Kabupaten Jeneponto memiliki beberapa sungai yang sebagian telah dibendung yaitu Kelara Tino dan Poko Bulo yang telah berfungsi untuk mengairi sebagian lahan persawahan. Pada daerah bagian Selatan memiliki perairan Laut Flores dengan panjang pantai berkisar 114 Km. Kabupaten Jeneponto terdapat beberapa sungai besar, misalnya sungai Kelara, Poko’bulo dan sungai Tamanroya dengan anak sungainya Topa, Canda’ dan sungai Allu. Kesemua sungai ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber air iirigasi dan air minum.

Keadaan musim di Kabupaten Jeneponto pada umumnya sama dengan keadaan musim di Sulawesi Selatan yakni musim hujan di bulan November sampai dengan bulan April dan musim kemarau di bulan Mei sampai dengan bulan Oktober. Terdapat 2 tipe iklim D3 dan Z berkisar 5 sampai 6 bulan untuk kondisi kering dan 1 sampai 3 bulan dengan kondisi basah, sedangkan tipe iklim C berkisar 5 sampai 6 bulan dengan kondisi basah dan 2 sampai 3 bulan dengan kondisi lembab

(46)

31 dijumpai pada dataran tinggi yang pada umumnya berada di wilayah Kecamatan Kelara dan Kecamatan Rumbi. Kondisi curah hujan rata-rata tahunan Kabupaten Jeneponto seperti itu, ditambah dengan distribusi curah hujan bulanan yang tidak merata, sangat berpengaruh terhadap kondisi hidrologi dan sumberdaya air di Kabupaten Jeneponto. Dalam hal ini, pada bulan-bulan tertentu (Juli, Agustus, September), umumnya menjadi periode yang sangat kering sehingga sangat sulit untuk mendapatkan air (terutama pada wilayah pesisir) bahkan untuk keperluan domestik (masak, cuci, kakus).

4.2 Keadaan Demografis

Jumlah penduduk Kabupaten Jeneponto pada tahun 2020 mencapai 365,610 jiwa yang tersebar pada 11 kecamatan. Jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2020 sebanyak 176,377 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan pada tahun 2020 sebesar 189,233 jiwa.

Perkembangan atau pertumbuhan penduduk merupakan indeks perbandingan jumlah penduduk pada suatu tahun terhadap jumlah penduduk pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Jeneponto setiap tahun mengalami peningkatan, baik yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk Kabupaten Jeneponto sendiri maupun migrasi dari daerah sekitar Kabupaten Jeneponto.

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Jeneponto mayoritas bekerja sebagai petani dan ada juga penduduk yang bekerja diluar sektor pertanian antara lain pedagang, jasa, pegawai negeri sipil (PNS), ABRI, dan lain-lain.

(47)

32 4.3 Keadaan Pertanian

Produktivitas tanaman pangan di Kabupaten Jeneponto rata-rata memiliki kesamaan dengan rata-rata produksi se kawasan namun, produktivitas tersebut masih jauh dibawah potensi genetis dari tanaman pangan yang bersangkutan.

Sebagai contoh, produktivitas padi sawah hanya sekitar 5,8 ton/ha, sementara beberapa jenis varietas padi unggul dapat berproduksi hingga 9 ton/ha bahkan lebih.

Hal ini berarti peluang untuk peningkatan produksi, sekaligus peningkatan kesejateraan rakyat dan PDRB dari sektor ini masih terbuka lebar.

Terlepas dari produktivitas tanaman pangan yang umumnya masih berpeluang untuk ditingkatkan tersebut, produksi tanaman pangan Kabupaten Jeneponto memperlihatkan trend yang cukup menggembirakan. Sebagai contoh, produksi tanaman padi sawah pada tahun 2012 hanya sekitar 123.813,00 ton, namun pada tahun 2016, produksinya telah mencapai 126.909,80 ton. Trend peningkatan produksi yang cukup signifikan tersebut disebabkan oleh peningkatan luas areal panen dimana tahun 2016 mencapai 21.881 ha.

Khusus untuk tanaman pangan, nampak bahwa pada Tahun 2016 produksinya didominasi oleh 2 jenis komoditas utama, yakni padi (sawah dan ladang) dengan produksi 126.909,80 ton dan jagung 284.859,12 ton. Komoditas pangan lain seperti ubi kayu dan ubi jalar produksinya masing-masing 76.775,41 ton dan 5.072,04 ton pada tahun yang sama. Dengan tingkat produksi pangan (khususnya padi) tersebut maka, Kabupaten Jeneponto telah menempatkan posisinya sebagai salah satu kabupaten surplus beras.

(48)

33 Untuk komoditas buah-buahan ada beberapa jenis buah yang tumbuh dan berproduksi baik di Kabupaten Jeneponto. Pada Tahun 2016, jenis buah yang produksinya paling tinggi adalah nangka, yakni sekitar 5.857,3 ton disusul mangga dengan produksi 4.242,7 ton dan pisang sekitar 1.870,4 ton. Untuk sayuran, nampak bahwa bawang merah dan tomat adalah dua jenis sayuran yang populer dikalangan petani Jeneponto, dengan produksi masing-masing 1.711,8 ton dan 1.404,7 ton.

Demikian populernya sehingga Jeneponto sudah diidentikkan sebagai salah satu produsen bawang merah di Sulawesi Selatan.

(49)

34

y = 4.9232 - 0.0591t -

10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35

Harga (Rp)

Bulan

TREND HARGA CABAI RAWIT DI PASAR KARISA V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto

Berdasarkan hasil analisis trend pada harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto pada tahun 2018 – 2020 (dalam data perbulan), harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto mengalami fluktuasi. Perkembangan harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto tahun 2018 – 2020 (dalam data perbulan) dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu sebagai berikut :

Gambar 3. Grafik Perkembangan Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (dalam data perbulan)

R² = 0.9977

Sumber : Grafik Trend Harga Rill Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

Berdasarkan Gambar 3, Harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Desember 2020 mengalami fluktuasi setiap bulan namun cenderung menurun. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang pergerakannya naik turun. Dari Grafik diatas, dapat kita lihat bahwa harga

(50)

35 cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto yang harganya mengalami kenaikan tertinggi sebesar Rp. 62.770.00 per kilogram pada bulan Oktober 2019 dan pada bulan Juni – Juli 2020 harganya mengalami penurunan sebesar Rp.

3.840.00.

Berdasarkan Gambar 3, hasil analisis trend harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto dapat dilihat dengan persamaan yang terbentuk adalah Y = 4.9232 – 0.0591t yang diperoleh nilai intersep sebesar 4,9232 yang artinya nilai rata-rata harga cabai rawit di pasar Karisa selama kurun waktu 36 bulan (2018 sampai 2020) sebesar Rp. 4,923 per kilogram dan untuk nilai koefisien diperoleh sebesar -0,0591t yang berarti bahwa berpengaruh negatif terhadap harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto artinya setiap kenaikan sebesar Rp. 1/Kg akan mempengaruhi atau menurunkan harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto cenderung (trend) turun sebesar Rp. 59,1 per kilogram setiap bulan.

5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa Kabupaten Jeneponto

Berdasarkan hasil olahan data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan bantuan software Eviews 9 adalah sebagai berikut :

(51)

36 Tabel 4. Hasil Estimasi Multiple Reggresion Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Rawit (Rp/Kg Perbulan) di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (Dalam Data Perbulan)

Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah, 2021.

Keterangan :

𝑌t = Harga cabai rawit di pasar Karisa (Rp/Kg) 𝑋1 = Harga cabai di petani (Rp/Kg)

𝑋2 = Jumlah produksi cabai rawit (Kg) 𝑋3 = Inflasi (%)

T = Periode bulanan (2018 – 2020)

Variabel Rata -

Rata

Koefisien Estimasi

Standar Eror

Uji t (t Statistik)

Probabilitas Simbol Nama (Satuan)

Intersep βο

Harga Cabai Rawit di Pasar

Karisa (Rp/Kg)

22,870 4,9232*** 0,3552 13,8585 0,0000

X1 Harga Cabai Rawit di Petani (Rp/Kg)

21,290 1,0263*** 0,0106 95,9737 0,0000

X2 Jumlah

Produksi Cabai Rawit

(Kg)

177,70 0,0011ns 0,0007 1,5704 0,1265

X3 Inflasi (%) 0,23 -0,0920ns 0,1546 -0,5952 0,5560

T Periode

Bulanan (2018 – 2020)

- -0,0591*** 0,0099 -5,9485 0,0000

R2 = 0,9977 (99,77%) ***) : Signifikan (α = 1 %) Uji F = 3438,1 **) : Signifikan (α = 5 %) Probabilitas (Uji F) = 0,0000 *) : Signifikan (α = 10 %) ns : Non Signifikan Hasil Persamaan Regresinya :

Yt = 4,9234 + 1,0263X1 + 0,0011X2 – 0,0920X3 – 0,0591T

(52)

37 Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan software Eviews 9. Variabel dependen yang digunakan dalam persamaan adalah Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa (Y) yang dipengaruhi oleh Harga Cabai Rawit di Petani (X1), Jumlah Produksi Cabai Rawit (X2), Inflasi (X3), dan Periode Bulanan (T).

5.3 Uji F-Statistik (Uji Model)

Mengetahui pengaruh variabel bebas (Independen) terhadap variabel terikat (Dependen) secara bersama-sama (Simultan) maka dilakukan uji F. Uji F adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama- sama terhadap variabel dependen. Penelitian ini menggunakan Uji F untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto yang dilakukan dengan menggunakan program EViews 9.

Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 4, dapat diliat bahwa nilai F Statistik sebesar 3438,1 dan nilai Probabilitas (F-Statistik) yang lebih kecil sebesar 0,0000 dari 0,05. Maka dapat diketahui bahwa variabel independen (Harga cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, inflasi, dan periode bulanan) secara bersama- sama berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan pada taraf kepercayaan sebesar 99% (α = 1%).

(53)

38 5.4 Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinan (R2) mencerminkan besarnya perubahan-perubahan variabel independent dalam menjelaskan perubahan-perubahan pada variabel dependen secara bersama-sama dengan tujuan untuk mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antara variabel dalam model yang digunakan. Besarnya nilai koefisien determinan adalah antara 0 hingga 1 (0<R2<1) dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Berdasarkan hasil estimasi Multiple Reggresion dengan menggunakan program EViews 9 pada Tabel 4, dapat diketahui koefisien determinan (R2) sebesar 0,9977 yang bermakna bahwa variabel bebas (independen) yaitu harga cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, inflasi, dan periode bulanan (2018 – 2020) sebesar 99,77% sedangkan sisanya sebesar 0,23% (100% - 99,77%) disebabkan oleh faktor-faktor lain diluar variabel penelitian yang digunakan dalam analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai rawit di pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto.

5.5 Uji t-Statistik (Uji Variabel)

Mengetahui pengaruh secara signifikan variabel bebas (independen) yaitu harga cabai rawit di petani, jumlah produksi cabai rawit, inflasi, dan periode bulanan (2018 – 2020) maka dapat dilakukan uji t-statistik (uji secara parsial) terhadap variabel terikat (dependen). Berdasarkan hasil estimasi Multiple

Gambar

Tabel  1.  Rata-Rata  Produksi  Cabai  Rawit  di  Provinsi  Sulawesi  Selatan  dan  Kabupaten Jeneponto Tahun 2012 – 2016
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
Gambar  2.  Kerangka  Pemikiran  Analisis  Faktor-faktor  yang  Mempengaruhi  Fluktuasi Harga Cabai Rawit di Pasar Karisa, Kabupaten Jeneponto Harga Cabai Rawit di petani (X1) Jumlah Produksi  (X2) Inflasi (X3) Fluktuasi Harga Cabai
Gambar  3.  Grafik  Perkembangan  Harga  Cabai  Rawit  di  Pasar  Karisa  Kabupaten  Jeneponto Tahun 2018 – 2020 (dalam data perbulan)
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tabel koefisien determinasi pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai adjusted R 2 sebesar 0,078 berarti diketahui bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel independen

Berdasarkan tabel koefisien determinasi diketahui bahwa nilai koefisien r Square sebesar 0,540, yang berarti Nilai r Square tersebut menunjukkan bahwa 54,0% variabel

Harga ubi kayu juga berpengaruh nyata terhadap harga beras di Kota Surabaya dengan nilai p (p- value ) sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05 dan koefisien determinasi (R 2 )

Berdasarkan hasil Uji F, f hitung sebesar 8.466 lebih besar dari f tabel atau 9.420 &gt; 3,267 dengan tingkat signifikan 0,000 sehingga dapat dikatakan variabel Faktor Budaya, Faktor

Sementara itu, dengan nilai koefisien variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 0,86 bermakna bahwa setiap tambahan satu persen Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Sutrisno (2010) pelaku atau pedagang perantara yang ikut terlibat dalam proses distribusi komoditas pertanian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1)

dinamika harga dan dinamika penawaran memiliki nilai koefisien determinan R 2 di Pasar Bungur Kabupaten Bungo dan Pasar Sarinah Kabupaten Tebo sebesar 96,8% dan

Maka dapat disimpulkan bahwa nilai F hitung lebih besar dari F tabel F hitung = 179.937> F tabel = 2,21 dengan tingkat signifikan 0,000 < 0,050, artinya variabel luas lahan X1, bibit