• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI C PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 1992

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT. No SERI C PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 1992"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

No. 3 1993 SERI C

______________________________________________________________

PERATURAN DAERAH TINGKAT I PROPINSI JAWA BARAT

NOMOR : 7 TAHUN 1992 TENTANG

PELAKSANAAN IURAN PELAYANAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan di bidang pertanian, sejak Pelita I Pemerintah telah banyak membangun jaringan irigasi yang hasil dan manfaatnya telah dirasakan antara lain dengan meningkatnya produktivitas lahan dan tercapainya swasembada pangan;

b. bahwa dalam rangka mempertahankan swasembada pangan dan menjamin tersedianya air irigasi, sudah waktunya Pemerintah mengikut-sertakan masyarakat pemakai jasa irigasi untuk membiayai kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang telah ada dalam bentuk Iuran Pelayanan Irigasi

c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1992 tentang Iuran Pelayanan Irigasi perlu ditetapkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tentang Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat;

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1981 tentang Iuran Pembiayaan Eksploitasi dan

(2)

Pemeliharaan Prasarana Pengairan;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pegaturan Air;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1990 tentang Perum Otorita Jatiluhur;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II;

11. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Pengairan (Pengaturan Air dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi);

12. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1984 tentang Pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A);

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1992 tentang Iuran Pelayanan Irigasi;

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi;

15. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi;

16. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 5 Tahun 1987 tentang Irigasi;

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT TENTANG PELAKSANAAN IURAN PELAYANAN IRIGASI

BAB I

(3)

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

a. Daerah adalah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat;

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat;

c. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat;

d. Pembantu Gubernur adalah Pembantu Gubernur Wilayah I sampai dengan V di Jawa Barat;

e. Daerah Tingkat II adalah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II di Jawa Barat;

f. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah adalah Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II di Jawa Barat;

g. Dinas adalah Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat;

h. Cabang Dinas adalah Cabang Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat;

i. Perum Otorita Jatiluhur yang selanjutnya disebut POJ adalah Perum Otorita yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1970 jis. Nomor 35 Tahun 1980 jo. Nomor 42 Tahun 1990;

j. Divisi Pengairan adalah Divisi Pengairan Perum Otorita Jatiluhur;

k. Iuran Pelayanan Irigasi yang selanjutnya disebut IPAIR adalah iuran yang dipungut dari petani pemakai air atas jasa pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah di bidang Irigasi;

l. Panitia Irigasi adalah Forum Musyawarah di Tingkat Propinsi dan Kabupaten yang berfungsi membantu Kepala Daerah dalam penyediaan pembagian dan pemberian air irigasi bagi tanaman dan keperluan lainnya;

m. Badan Musyawarah IPAIR yang selanjutnya disebut BAMUS IPAIR adalah Forum Musyawarah di Tingkat Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II antara wakil petani pemakai air dengan Instansi Pemerintah yang terkait dalam merumuskan kebijaksanan pelaksanaan IPAIR;

(4)

n. Perkumpulan Petani Pemakai Air Mitra Cai yang selanjutnyua disebut P3A Mitra Cai adalah perkumpulan petani pemakai air Mitra Cai yang Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya telah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang;

o. Gabungan P3A Mitra Cai adalah perkumpulan yang beranggotakan beberapa P3A Mitra Cai yang berada di dalam suatu jaringan irigasi tertentu;

p. Petani Pemakai Air adalah penggarap lahan yang dalam menjalankan usahanya mendapat air dari jaringan irigasi;

q. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian;

r. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya;

s. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satu jaringan irigasi;

t. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi;

u. Petak tersier adalah kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapat air irigasi dari saluran tersier yang sama;

v. Pola Tanam adalah jenis tanaman yang diusahakan dalam satu tahun;

w. Tata Tanam adalah pengaturan waktu, tempat, jenis, luas penanaman dalam satu tahun disertai penggunaan air yang efisien untuk mendapatkan produksi yang tinggi;

x. Daftar Areal Tanam yang selanjutnya disebut DAT adalah daftar lahan yang ditanami pada suatu petak tersier dalam suatu musim tanam;

y. Daftar Areal Panen yang selanjutnya disebut DAP adalah daftar lahan yang siap dipanen dalam suatu petak tersier pada suatu musim tanam.

BAB II

SASARAN DAN DAERAH PELAKSANAAN IPAIR Pasal 2

Setiap petani pemakai air yang memanfaatkan jasa pelayanan irigasi dikenakan IPAIR.

Pasal 3

(5)

(1) Daerah pelaksanaan IPAIR terletak pada daerah-daerah irigasi dalam Daerah Tingkat II di Jawa Barat.

(2) Daerah pelaksanaan IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan pada daerah irigasi yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

(3) Pelaksanaan IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) Pasal ini dilakukan secara bertahap yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB III

TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG Pasal 4

(1) Penyelenggaraan kegiatan pemungutan IPAIR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini merupakan wewenang Gubernur Kepala Daerah.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini Gubernur Kepala Daerah menugaskan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah bertindak untuk dan atas nama Gubernur Kepala Daerah.

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 5

(1) Tanggung jawab Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Daerah ini tidak mengurangi tanggung jawab Dinas atau POJ dalam menyelenggarakan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama beserta bangunan pelegkapnya.

(2) Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur lebih lanjut oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah dengan Kepala Cabang Dinas/Kepala Divisi Pengairan.

(3) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah menyampaikan laporan tahunan kepada Gubernur Kepala Daerah tentang pelaksanaan IPAIR di daerahnya.

Pasal 6

(1) Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Daerah ini, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah diberikan wewenang :

a. menetapkan tingkat pelayanan dalam suatu jaringan

(6)

irigasi;

b. mengesahkan pola tanam dan tata tanam bagi daerah irigasi dan jaringan irigasi yang bersangkutan.

c. mengesahkan rencana eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang bersangkutan;

d. menetapkan besarnya IPAIR;

e. menetapkan penggunaan dana IPAIR;

f. menetapkan keringanan, pembebasan dan pemberian perangsang serta pelaksanaan sanksi dalam kaitan pnerikan IPAIR.

(2) Untuk melaksanakan kewenangan sebagaaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah dibantu oleh Panitia Irigasi dan atau BAMUS IPAIR.

Pasal 7

(1) BAMUS IPAIR sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 6 Peraturan Daerah ini dibentuk dengan Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah.

(2) BAMUS IPAIR beranggotakan :

a. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah sebagai Ketua merangkap anggota;

b. Ketua BAPPEDA Daerah Tingkat II sebagai Wakil Ketua merangkap anggota.

c. Kepala Cabang Dinas/Kepala Divisi Pengairan sebagai Sekretaris merangkap anggota;

d. Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II sebagai Bendahara merangkap anggota;

e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II sebagai anggota;

f. Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Tingkat II sebagai anggota;

g. Kepala Bagian Perkenomian Sekretariat Wilayah/Daerah Tingkat II sebagai anggota;

h. Dua orang wakil gabungan P3A Mitra Cai dari daearh pelaksanaan IPAIR;

(3) Wakil Gabungan P3A Mitra Cai sebagaimana dimaksud pada huruf h ayat (2) Pasal ini dipilih dan diusulkan oleh Rapat Gabungan

(7)

P3A Mitra Cai kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah.

Pasal 8

(1) BAMUS IPARI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah ini mempunyai tugas :

a. menyusun tata laksana pemungutan IPAIR yang efisien termasuk mengusulkan keringanan, pembebasan dan perangsang bagi pembayar tepat jumlah dan tepat waktu serta mengusulkan sanksI atas kelalaian petani pemakai air atau P3A Mitra Cai;

b. memberikan bahan pertimbangan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah tentang besarnya IPAIR;

c. menyiapkan rencana pemungutan IPAIR;

d. menyusun rencana dan menetapkan kebijaksanaan penggunaan dana IPAIR;

e. menyusun uraian tugas dan mekanisme kerja BAMUS IPAIR dari masing-masing anggota;

f. menentukan tingkat pelayanan yang diterima oleh petani pemakai air dalam satu daerah irigasi atau bagian-bagian tertentu dari suatu daerah pelaksanaan IPAIR.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya BAMUS IPAIR tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Panitia Irigasi.

(3) BAMUS IPAIR mengadakan rapat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali untuk setiap musim tanam dengan persetujuan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah.

(4) Dalam melaksanakan tugasnya, BAMUS IPAIR dibantu oleh Sekretariat yang bertugas memberikan pelayanan dan mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan.

(5) Pembentukan Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pasal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah atas usul BAMUS IPAIR.

Pasal 9

(1) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah wajib melakukan pembinaan dan koordinasi atas semua Instansi terkait dalam pelaksanaan IPAIR serta melakukan pengendalian sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Dalam hal suatu irigasi mneliputi beberapa Daerah Tingkat II, koordinasi pelaksanaan IPAIR dilakukan oleh Pembantu Gubernur

(8)

yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Daerah ini.

BAB IV

KEBIJAKAN POLA TANAM Pasal 10

Untuk meningkatkan produksi pertanian ditetapkan kebijakan pola dan tata tanam bagi setiap daerah irigasi yang dikenakan IPAIR.

Pasal 11

(1) Dua minggu sesudah musim tanam dimulai Cabang Dinas/DivisI Pengairan bersama-sama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Tingkat II dan P3A Mitra Cai wajib menyusun dan menyampaikan DAT kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Dinas Pendapatan Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.

(2) Dua minggu sebelum masa panen Cabang Dinas/Divisi Pengairan bersama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah Tiogkat II dan P3A Mitra Cai wajib menyusun dan menyampaikan DAP kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Dinas Pendapatan Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.

BAB V

RENCANA EKSPLOITASI DAN PEMERLIHARAAN IRIGASI Pasal 12

(1) Rencana eksploitasi dan pemeliharaan irigasi disusun oleh Cabang Dinas/Divisi Pengairan dan disahkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah setelah mendapat pertimbangan dari BAMUS IPAIR dan persetujuan Dinas/POJ.

(2) Penyusunan rencana eksploitasi dan pemeliharaan irigasI tediri dari rencana kegiatan dan rencana biaya untuk operasional pembagian air dan untuk pemeliharaan jaringan irigasi serta bangunan pelengkapnya.

Pasal 13

(1) Rencana eksploitasi dan pemeliharaan irigasi sebagaimna dimaksud dalam ayat (2) Pasal 12 Peraturan Daerah ini disusun atas dasar kebutuhan nyata jaringan irigasi beserta bangunan pelengkapanya.

(2) Penyusunan rencana eksploitasi dan pemeliharaan irigasi

(9)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini disusun oleh Cabang Dinas/Divisi Pengairan dengan mempertimbangkan hasil penelusuran jaringan irigasi yang dilakukan oleh instansi terkait bersama denga gabungan P3A Mitra Cai.

BAB VI BESARNYA IPAIR

Pasal 14

(1) Penetetapana besarnya tarif IPAIR didasarkan kepada tingkat pelayanan yang diterima petani pemakai air DAP dengan memepertimbangkan :

a. biaya eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi;

b. kemampuan sosial ekonomi petani;

c. kelangkaan air;

d. kehandalan suplai air;

e. jenis komoditi yang ditanam;

f. intensitas tanam;

g. hal-hal lainnya.

(2) Besarnya tarif IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Sesuai dengan musyawarah BAMUS IPAIR setiap tahun.

Pasal 15

(1) Besarnya IPAIR yang wajib dibayar oleh para petani pemakai air pada setiap musim tanam ditetapkan dalam surat ketetapan IPAIR.

(2) Penetapan besarnya IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dihitung berdasarkan DAP dan tarif IPAIR.

(3) Surat Ketetapan IPAIR diterbitkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II atas nama Bupati/Walikotamadya Kepala Daearh setiap tahun sesuai dengan rencana tata tanam yang ditetapkan.

(4) Berdasarkan Surat Ketetapan IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini, Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II menerbitkan Surat Tagihan.

Pasal 16

Kewajiban membayar IPAIR tidak mengurangi kewajiban petani pemakai air untuk membayar iuran sebagai anggota P3A Mitra Cai guna kepentingan eksploitasi dan pemeliharaan di tingkat jaringan irigasi.

Pasal 17

(10)

(1) Pemungutan IPAIR diselenggarakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dalam pelaksanaannya menugaskan P3A Mitra Cai yang bersangkutan.

(2) Untuk kelancaran Pemungutan IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dapat mengikutsertakan perangkat Desa yang bersangkutan.

(3) Kepala Desa berkewajiban mendorong wajib IPAIR untuk membayar IPAIR dan melakukan pemantauan pelaksanaan pemungutan IPAIR yang ada di wilayahnya setiap musim tanam.

Pasal 18

(1) Pembayaran IPAIR untuk setiap musim tanam dilakukan dalam masa panen.

(2) Pembayaran IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima Surat Tagihan IPAIR.

(3) Surat Tagihan IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pasal ini disampaiakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II kepada petani pemakai air melalui Pengurus P3A Mitara Cai yang bersangkutan selambat-lambatnya 1 (satu) minggu sebelum panen.

Pasal 19

(1) Bendaharawan Khusus Penerimaan pembayaran IPAIR wajib menyetorkan uang yang diterima selambat-lambatnya dalam waktu 1 x 24 jam kepada Bank yang ditunjuk atas nama Pemerintah Daerah Tingkat II dan dimasukkan ke dalam Rekening IPAIR untuk selanjutnya disetorkan ke Kas Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

(2) Jumlah uang yang disetorkan ke kas Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini harus sama dengan jumlah uang yang diterima dari Pengurus P3A Mitra Cai.

Pasal 20

Selambat-lambatnya (1) bulan setelah berakhirnya masa panen, BAMUS IPAIR melakukan pemeriksaan dan mengadakan evaluasi atas hasil pemungutan IPAIR diwilayah kewenangannya.

BAB VII

PENGGUNAAN DANA IPAIR Pasal 21

(1) Dana IPAIR hanya dapat dipergunakan untu membiayai kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama beserta bangunan pelengkapnya yang ada di daerah pelaksanaan IPAIR.

(11)

(2) Dana IPAIR tidak dapat dipergunakan untuk biaya investasi atau rehabilitasi irigasi.

(3) Jumlah biaya administrasi dan uang perangsang tidak boleh melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari penerimaaan bruto di daerah pelaksanaan IPAIR.

(4) Uanga perangsang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini diperuntukan bagi :

a. kewajiban IPAIR yang membayar tepat waktu dan tepat jumlah;

b. petugas pemungut, pengurus P3A Mitra Cai dan perangkat Desa yang membantu pemungutan IPAIR.

(5) Pengaturan Penggunaan biaya administrasi dan uang perangsang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah.

Pasal 22

Kepala Cabang Dinas/Kepala Divisi Pengairan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah atas penggunaan dana IPAIR untu kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi utama beserta bangunan pelengkapnya sesuai dengan rencana yang dirumuskan dalam rapat BAMUS IPAIR.

Pasal 23

Cabang Dinas/Divisi Pengairan dalam melaksanakan pemeliharaan jaringan utama beserta bangunan pelengkapnya sedapat mungkin memanfaatkan petani pemakai air setempat.

BAB VIII

PEMBEBASAN DAN SANKSI Pasal 24

(1) Wajib IPAIR dapat dibebankan dari kewajiban membayar IPAIR apabila mengalami puso atau kegagalan panen berdasarkan bukti- bukti yang dikukuhkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Permohonan pembebasan pembayaran IPAIR disampaikan kepada BAMUS IPAIR untuk dilakukan penelitian dan evaluasi sebagai bahan pertimbangan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah.

(3) Pembebasan pembayaran IPAIR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah dalam bentuk pembebasan sepenuhnya atau pembebasan sebagian.

(12)

Pasal 25

(1) Kepada petani pemakai air yang menunggak pembayaran IPAIR dibebani tambahan pembayaran sebesar 1,5% (satu setengah perseratus) perbulan atau setinggi-tingginya 9% (sembilan perseratus) dari jumlah pokok Surat Tagihan IPAIR.

(2) Apabila penunggakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini menyangkut seluruh atau sebagian besar dari satu petak tersier, dapat mengakibatkan ditutupnya pintu-pintu air yang mengalirkan kepetak tersier yang bersangkutan.

BAB IX PELAPORAN

Pasal 26

Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah menyampaikan laporan tahunan kepada Gubernur Kepala Daerah melalui Satuan Pembina IPAIR Daeah tentang pelaksanaan IPAIR dan usulan langkah-langkah penyempurnaan yang dipandang perlu.

Pasal 27

(1) Satuan Pembina IPAIR Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

(2) Satuan Pembiana IPAIR Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini bertugas :

a. mengarahkan kebijaksanaan Daerah di bidang eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi;

b. mengkoordinasikan kebijaksanaan pembinaan program IPAIR di Tingkat Propinsi;

c. menyusun dan merumuskan alokasi dana pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta penggunaan dana IPAIR;

d. merumuskan dan mengusulkan penyediaan dana pendamping untuk biaya eksploitasi dan pemeliharaan disamping dari dana IPAIR.

Pasal 28

Ketentuan mengenai teknis pelaporan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB X PENGAWASAN

(13)

Pasal 29

Pengawasan terhadap pelaksanaan IPAIR dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 30

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 27 Tahun 1992 tentang Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi dan semua ketentuan yang mengatur pelaksanaan IPAIR yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenaii teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Guernur Kepala Daerah.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Barat.

Bandung, 22 Setember 1992 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GUBERNUR KEPALA DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I TINGKAT I JAWA BARAT

JAWA BARAT Ketua,

Cap/Ttd Cap/Ttd

H. AGUS MUHYIDIN H.R. MOCH. YOGIE S.M Peraturan Daerah ini telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Keputusan Nomor 611.32.655 tanggal 14 Juli 1993.

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 3 tahun 1993 Seri C.

SEKRETARIS WILAYAH DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

Cap/Ttd

DRS H UKMAN SUTARYAN

(14)

Pembina Utama NIP.480025165 PENJELASAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA BARAT

NOMOR : 7 TAHUN 1992 TENTANG

PELAKSANAAN IURAN PELAYANAN IRIGASI I. UMUM

Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undangn Dasar 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata, dengan demikian dalam pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan pertumbuhan keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Untuk terlaksananya maksud tersebut, antara lain telah ditetapkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, yang bersifat Nasional dan sesuai dengan perkembangan keadaan di Indonesia, baik ditinjau darisegi ekonomi, sosial dan teknologi.

Dalam Undang-undang tersebut diantaranya telah ditetapkan mengenai pemanfaatan dan pengaturan air serta sumber- sumbernya, meliputi usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian baik air permukaan maupun air tanah yang disebut irigasi.

Irigasi sebagai salah satu bidang pembinaan pengairan termasuk Tata Pengaturan Air dan Tata Pengaturan atas Penyediaan airnya, dimaksudkan untuk dapat memenuhi kebutuhan air bagi usaha pertanian dalam jumlah dan waktu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan bagi semua komoditi pertanian menurut Tata Tanam yang telah ditetapkaan untuk memperoleh hasil produksi yang optimal, disamping juga memperhatikan kebutuhan air untuk keperluan lainnya.

Dalam rangka memanfaatkan air irigasi secara berdayaguna dan berhasil guna serta dalam rangka memperhtikan kelestarian fungsi jaringan irigasi perlu dilakukan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi mulai dari bangunan pengambilan sampai pada saluran tersier sepanjang 56 M sesudah bangunan sadap, oleh Pemerintah Pemerintah Daerah.

Yang dimaksud dengan eksploitasi irigasi yaitu segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan daya guna air yang berasal dari sumber air melewati jaringan irigasi sehingga pemanfaatan air irigasi untuk keperluan pertanian dapat dicapai secara optimal, sedangkan yang dimaksud dengan pemeliharaan adalah segala kegiatan yang dilaksanakan untuk mempertahankan

(15)

kelestarian fungsi jaringan irigasi.

Untuk terselenggaranya kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan pelengkapnya, memerlukan biaya yang memadai baik yang bersumber dari dan Pemerintah maupun masyarakat yang memperoleh manfaat langsung dari adanya jaringan irigasi.

Keikutsertaan masyarakat dalam membiayai kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dimaksud, adalah sesuai dengan ketetapan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi, bahwa badan hukum, badan sosial dan perorangan yang memperoleh manfaat langsung dari adanya jaringan irigasi sebagai hasil pembangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut serta menanggung pembiayaan sebagai pengganti jasa penyelenggaraan dalam bentuk iuran yang diberikan kepada Pemerintah.

Dengan demikian bertambah banyaknya pembangunan jaringan irigasi yang telah selesai, mutlak perlu adanya peningkatan kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan untuk menjamin daya guna prasarana yang telah ada, agar dapat melakukan fungsinya sesuai dengan umur ekonominya, sehingga akan memerlukan biaya yang terus meningkat dalam setiap tahun.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dengan harapan untuk menanamkan dan menumbuhkan rasa keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembaungan, pemeliharaam dan rasa ikut memiliki jaringan irigasi, maka kepada masyarakat pemakai air dalam hal ini Petani Pemakai Air diwajibkan untuk membayar Iuran Pelayan Irigasi.

Harapan ini adalah wajar dan tidak berlebihan, karena dengan meningkatnya keadaan dan pelayanan prasarana irigasi, akan meningkatkan pula hasil masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana irigasi tersebut.

Untuk terselenggaranya Iuran Pelayanan Irigasi ini, telah dilaksanakan uji coba di beberapa Daerah termasuk Jawa Barat yaitu di Kabupaten Daerah Tingkat II Subang, sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 1989 tentang Iuran Pelayanan Irigasi di Daerah Percobaan jo Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 1989 tentang Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 tahun 1989 tentang Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi di Daerah-daerah Percobaan.

Sesuai dengan hasil uji yang telah dilakukan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1992 tentang Iuran Pelayanaan Irigasi yang antara lain menetapkan bahwa Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I mulai musim tanam tahun 1992/1993 harus sudah melaksanakan Iuran Pelayanan Irigasi yang Pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Daerah pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi akan dilakukan secara bertahap di beberapa Daerah Tingkat II di Jawa Barat, sesuai dengan situasi dan kondisi pelayanan irigasi terhadap petani pemakai air pada Daerah Tingkat II. Hasil pemungutan Iuran Pelayanan Irigasi itu sendiri adalah merupakan pengutan bertujuan, dimana seluruh hasil pungutan akan digunakan untuk biaya kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang ada pada Daerah Tingkat II yang melaksanakan Iuran

(16)

Pelayanan Irigasi, sehingga penyetorannya akan melalui kas Daerah Tingkat II dan masuk dalam APBD Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pasal ini menegaskan arti beberapa istilah yang digunakan dalam Peraturan Daerah ini, dengan maksud untuk menyamakan pengertian tentang istilah-istilah tersebut, sehingga dengan demikian dapat dihindarkan kesalah pahaman dalam menafsirkannya.

a sampai dengan y cukup jelas.

Pasal 2

Petani pemakai air yang dikenakan IPAIR sebagaimana dimaksud dalam pasal ini adalah Badan Hukum, Badan Sosial atau Perorangan yang memanfaatkan jasa pelyanan irigasi untuk keperluan usaha dalam bidang pertanian, perikanan dan perkebunan.

Pasal 3

Ayat (1) cukup jelas.

Ayat (2)

Daerah irigasi yang dikelola oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah Daerah Irigasi yang jaringan irigasi besrta bangunan pelengkapanya, berada di bawah pengurusan Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas.

Ayat (3) cukup jelas, Pasal 4 cukup jelas Pasal 5

Ayat (1)

Tanggung jawab Bupati dan atau Walikotamadya Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, hanya yang menyangkut penyelenggaraan pemungutan IPAIR, sedangkan penyelenggaraan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan oleh Dinas sesuai dengan ketentuan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1987, tentang Penyerahan Sebagaian Urusan Pemerintah di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah.

Ayat (2) dan (3) cukup jelas.

Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai dengan e cukup jelas

(17)

Huruf f Keringanan diberikan kepada petani yang produksi pertaniannya tidak mencapai target, karena bencana alam, hama dan penyakit, dapat mengajukan keringanan/pembebasan dari pembayaran iuran pada waktu panen.

Pengajuan keringanan/pembebasan ini disampaikan oleh P3A Mitra Cai dengan sepengetahuan Kepala Desa, Penyuluh Pertanian Lapangan dan diajukan kepada BAMUS IPAIR secara berkelompok.

Pasal 6 ayat (2) cukup jelas.

Pasal 7

BAMUS IPAIR merupakan forum musyawarah yang membantu Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dalam penyelenggaraan IPAIR. Untuk itu pembentukannya ditetapkan oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Pasal 8 sampai dengan 10 cukup jelas Pasal 11

Daftar areal Tanam (DAT) dan Daftar Areal Panen (DAP) disusun berdasarkan Pola dan tata tanam sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 10 Peraturan Daerah ini yang keguanaannya adalah :

a. DAT antara lain untuk tata pengaturan dan pelayanan kebutuhan air bagi petani pemakai air dan perhitungan besarnya biaya yang dibutuhkan dalam rangka eksploitasi dan pemeliharaaan jaringan irigasi.

b. DAP antara lain untuk perhitungan besarnya pungutan IPAIR, baik di setiap Daerah Irigasi maupun setiap wajib IPAIR.

Pasal 12 cukup jelas Pasal 13

Ayat (1) cukup jelas.

Ayat (2)

Kegiatan penelusuraan jaringan irigasi pada dasarnya hampir sama dengan kegiatan yang telah biasa dilaksanakan oleh Dinas yang disebut Survey Lapangan dalam rangka untuk mengetahui kondisi kerusakan jaringan irigasi, keperluan tenaga, peralatan dan bahan untuk operasioanl jaringan irigasi yang hasilnya digunakan untuk menyusun rencana ekploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Pasal 14 Ayat (1)

Besarnya tarif didasarkan atas perhitungan besarnya anggaran

(18)

kebutuhan nyata eksploitasi dan pemeliharaan irigasi pada suatu Daerah Irigasi dibagi rata dengan luas areal yang diairi. Perhitungan ini belum mencerminkan tingkat pelayanan irigasi sesuai dengan prinsip IPAIR, karenanya perlu dihitung faktor-faktor lain yang mencerminkan tingkat pelayanan irigasi yang bersangkutanb.

Ayat (2)

Mengingat besarnya tarif akan ditetapkan dalam setiap tahun, yang antara lain didasarkan pada tingkat pelayanan terhadap Petani Pemakai Air dan Daftar Areal Panen, maka besar tarif IPAIR antar Daerah Tingkat II akan bervariasi dan sulit untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah, sehingga perlu ditetapkan oleh Bupati/Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

Pasal 15 Ayat (1)

Yang dimaksud musim tanam adalah periode tanam dari suatu jenis tanaman tertentu.

Ayat (2) sampai dengan (4) cukup jelas.

Pasal 16

Dengan tidak mengurangi kewajiban Petani Pemakai Air untuk membayar Iuran sebagai Anggota P3A Mitra Cai, berarti ada dua kewajiban membayar iuran yaitu IPAIR dan Iuran P3A Mitra Cai.

Penggunaan dana IPAIR adalah untuk pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah, sedangka Iuran P3A Mitra Cai untuk biaya eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat tersier yang menjadi kewajiban P3A Mitra Ca.

Pasal 17 sampai dengan 32 cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

minat akan pengurut-an tinggi rendah benda kurang menarik. Kurangnya kemampu-an anak didik dalam pengurutan tinggi rendah benda. Tindakan pengurutan ting-gi rendah

Beberapa efek samping menjadi resiko potensial bagi pasien yang diterapi jangka panjang sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap potensi interaksi dari obat

Menurut Andriati (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian

kerapatan atmosfer pada orbit LEO karena pengaruh dua sumber utama gangguan kerapatan atmosfer, yaitu radiasi EUV dari matahari dan peristiwa aktivitas geomagnet

kenyamanan dari pengguna, namun beberapa layanan pada fitur-fitur tertentu yang sama sekali tidak memiliki metode pengamanan pada data yang disimpannya, salah satunya

Dalam hal pelayanan selain siswa, pihak sekolah juga telah menyediakan karyawan untuk membantu siswa dalam mengelola smesa mart. Siapa pun yang melayani pembeli, baik itu

Adalah lubang colokan bawaan untuk masukan Mikropon. Mikropon harus disambungkan pada lubang colokan ini. Untuk mengkonfigurasi audio 7.1-kanal, Anda harus menyambungkan dengan

Dalam ranah pendidikan dan pembelajaran, sebaiknya seorang guru dapat membuat anak didiknya semakin bersemangat untuk belajar dan mengubah diri menjadi lebih