• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perkuatan Struktur pada Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya Kasus Studi: Toko Dynasti, Jalan AM Sangaji Yogyakarta

Augustinus Madyana Putra(1), Andi Prasetiyo Wibowo(2)

madyanaputra@gmail.com, andiprasetiyo@staff.uajy.ac.id

(1) Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Bangunan Arsitektural (PPBA),

(2) Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Teknologi Arsitektural (PPTA), Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Abstrak

Prinsip menjaga bangunan cagar budaya salah satunya agar identitas kawasan atau kota dari sisi historisnya tetap terjaga. Salah satu strategi atau metode agar tujuan tersebut tercapai yaitu dengan mem-vitalkan kembali bangunan cagar budaya dengan mengubah fungsi bangunan menjadi fungsi baru yang menjawab tuntutan fungsional saat ini tanpa mengubah fisik bangunan terlalu banyak.

Pada studi kasus bangunan cagar budaya yang terletak di Jalan AM. Sangaji no 35 Yogyakarta, perubahan fungsi yang dilakukan yaitu perubahan fungsi lama sebagai rumah tinggal menjadi bangunan komersial. Perubahan fungsi pada bangunan ini menyebabkan adanya perubahan komposisi pelingkup dan strukturnya. Salah satu perubahan yang dilakukan yaitu adanya perkuatan di beberapa titik sebagai konsekuensi akibat perubahan pelingkup dan pelapukan material bangunan.

Perubahan komposisi ruang menuntut perubahan dari sistem struktur awal (bearing wall) menjadi struktur baru berupa hubungan kolom dan balok baru dengan sistem struktur kaku. Perubahan- perubahan yang terjadi pada bangunan tidak berdampak banyak pada bentukan fisik bangunan dan tetap memperlihatkan bentuk fisik eksistingnya, sehingga prinsip revitalisasi bangunan cagar budaya tetap terpenuhi.

Kata-kunci: pelingkup, perkuatan, revitalisasi, struktur

Pendahuluan

Bangunan cagar budaya berfungsi sebagai salah satu elemen pembentuk kota yang dapat menjadi identitas pada suatu kawasan karena memiliki nilai sejarah, nilai estetika, dan nilai sosial yang berdampak positif baik untuk masa lampau, sekarang, maupun masa depan (Burra Charter, 1999).

Hal ini menunjukkan bahwa cagar budaya berperan sebagai sebuah propelling urban artifact, yang dapat memberi dampak positif baik dari sisi fungsi bangunan itu sendiri juga kegiatan yang terbentuk di sekitarnya (Rossi,1982). Salah satu metoda yang digunakan untuk menjadikan bangunan cagar budaya sebagai urban artifact yang propelling adalah dengan mengubah fungsi bangunan dari fungsi lama sebagai rumah tinggal menjadi fungsi bangunan komersial yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

Terdapat banyak hal yang harus diperhatikan secara menyeluruh dalam proses revitalisasi terutama pada keunikan dan keunggulan karakter bangunan yang harus dipertahankan, mengingat bangunan terletak pada kawasan budaya. Mulai dari fungsi, ruang, bentuk, pelingkup dan konteks pada bangunan merupakan komponen pokok dalam perancangan alih fungsi bangunan (White, 1986).

Ruang merupakan elemen bangunan yang diubah secara menyeluruh mengikuti perubahan fungsi bangunan. Sedangkan bentuk dan pelingkup dari bangunan tidak berubah secara signifikan dengan tujuan untuk mempertahankan karakter khas yang telah terbentuk dari masa lampau. Maka dari hal

(2)

berfungsi untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru sesuai kehidupan saat ini dan tidak meninggalkan kebudayaan setempat.

Kegiatan

Bangunan cagar budaya pada kasus studi ini terletak pada tanah seluas 825 m2 dan berlokasi di Jl.

AM Sangaji no. 35, Yogyakarta. Pada awal mulanya bangunan ini difungsikan sebagai bangunan rumah tinggal dengan konsep bentuk bangunan kolonial sesuai dengan lokasi yang pada masa kolonial merupakan kompleks permukiman warga Eropa dengan komposisi multi massa. Menanggapi perubahan jaman, maka perubahan fungsi bangunan menjadi bangunan komersial dilakukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Fungsi baru bangunan ini menuntut tersedianya komposisi ruang baru, yaitu adanya ruang display, ruang administrasi, dan ruang servis.

Kegiatan revitalisasi kasus ini termasuk dalam adaptive reuse yang memfungsikan kembali bangunan cagar budaya dengan fungsi baru, tetapi dengan seminimal mungkin mengubah bentuk bangunan lama.

-“Outsides” are public, historic, and regulated, while “insides” are private, fluid and free- Lynch (1972)

Pernyataan Lynch di atas ingin menunjukkan bahwa prinsip revitalisasi bangunan cagar budaya yaitu adanya perubahan bagian “dalam” dengan tetap mempertahankan bagian “luar”. Bagian luar bangunan dianggap sesuatu milik publik yang dibatasi dengan atura dan nilai sejarah, sedangkan bagian dalam merupakan bagian privat dan bebas dirancang sesuai kebutuhan pengguna bangunan.

Strategi mengatur ruang memiliki tiga inti pokok yaitu unsur (kegiatan), kualitas (kekhasan/ ciri sesuatu/ sifat), penolok (standar yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan penilaian; kriteria).

Berdasarkan ketiga pokok tersebut, maka dalam perancangan bangunan dapat dikelompokkan dalam lima tata atur yaitu fungsi, ruang, geometri, tautan, dan pelingkup (White, 1986).

kamar kamar kamar r. keluarga

garasi

Bangunan tambahan (apotek)

Dinding antar ruang sebagai perkuatan struktur bangunan

Gambar 1.

Denah Eksisting

(3)

Augustinus Madyana Putra Pada awal mulanya bangunan cagar budaya ini hanya terdiri dari satu lantai pada seluruh bagian bangunan dan memiliki komposisi ruang yang biasa terdapat didalam fungsi rumah tinggal pada umumnya, yaitu ruang keluarga, kamar, dapur dan garasi. Bentuk atap terdahulunya merupakan perpaduan antara limasan, berbentuk segi lima, dan ornamen gebel. Tetapi di bagian depan bangunan utama terdapat bangunan tambahan yang difungsikan sebagai apotek dengan bentuk atap limasan yang serupa dengan bangunan utama. Melihat fungsi dan pembagian komposisi ruang yang cukup banyak, maka bangunan ini awalnya terdiri dari banyak sekat dinding dengan ketebalan satu batu sebagai perkuatan struktur bangunan itu sendiri, sehingga struktur yang digunakan adalah sistem struktur bearing wall. (lihat gambar 1)

Lantai 1

Bangunan utama

Toilet

R. display R. sorting

Bangunan tambahan (R.

penerimaan) R. genset

Struktur bearing wall di bongkar dan diganti dengan sistem struktur kaku (kolom dan balok) pada pelingkup bangunan

Lantai 2

Bangunan utama tetap terdiri dari 1 lantai

Bagian bangunan yang dijadikan 2 lantai

Gambar 2.

Denah Perubahan

(4)

Melalui proses revitalisasi dengan fungsi bangunan komersial bangunan dirancang menjadi dua lantai hanya pada bagian bangunan belakang dengan komposisi ruang yang berbeda seperti yang terlihat pada gambar 2. Pada lantai satu, komposisi ruang bangunan terdiri dari ruang display, ruang sorting, toilet dan ruang genset yang terpisah dari bangunan utama, sedangkan pada lantai dua terdapat ruang direktur, ruang administrasi dan ruang tamu (lihat gambar 2). Bentuk atap tidak mengalami perubahan yang signifikan tetapi pada bangunan tambahan, saat ini difungsikan sebagai area penerimaan atau teras dengan bentuk atap dak (lihat gambar 3). Perbahan fungsi dan komposisi ruang memiliki konsekuensi perubahan struktur bangunan itu sendiri, sehingga sistem struktur yang digunakan adalah sistem rangka kaku antara kolom dan balok

Atap pada bangunan tambahan berupa atap limasan

Perubahan atap bangunan tambahan beruapa atap dak

Gambar 3.

Foto Eksisting dan Perubahan Tabel 1. Pelajaran

FUNGSI RUANG BENTUK PELINGKUP KONTEKS

EKSISTING  Bangunan rumah tinggal

 Pembagian ruang lebih kecil

 Sekat-sekat dinding sebagai penguat struktur

 Bentuk atap limasan dengan ornament gebel

 Terdapat banyak pelingkup berupa sekat antar dinding kamar

 Pada masa colonial berapada pada permukiman orang Eropa

PERUBAHAN  Bangunan komersial

 Komposisi ruang lebih sedikit dan pembagian ruang lebih besar

 Perkuatan struktur pada kolom balok di pelingkup bangunan

 Bentuk atap perpaduan antara atap limasan dengan oranament gebel dan atap dak pada bangunan tambahan

 Pelingkup terbentuk dari dinding ruang display

 Berada pada kawasan cagar budaya

(5)

Augustinus Madyana Putra Berdasarkan analisis diatas diketahui bahwa elemen fungsi, ruang, pelingkup dan konteks yang mengalami perubahan, sedangkan hanya elemen bentuk saja yang tidak mengalami perubahan secara signifikan. Pada setiap perubahan perancangan akan memiliki konsekuensi masing-masing, seperti pada bangunan ini perubahan fungsi akan mengubah komposisi ruang di dalamnya dan selanjutnya akan berdampak pada perubahan sistem struktur bangunan itu sendiri. Maka konsep adaptive reuse telah dapat dterapkan dengan baik pada kasus studi ini.

Kunci utama dalam usaha adaptive-reuse ini adalah mepertahankan bentuk bangunan utama agar karakter bangunan cagar budaya tetap dapat dikenali. Hal ini bertujuan untuk menjaga nilai kultural (cultural significance) yang ada pada bangunan ini.

Tantangan lain yang menuntut perhatian adalah faktor usia bangunan. Kelapukan material bangunan A. Penambahan kolom pada pelingkup bangunan yang

berguna untuk memperkuat sruktur bangunan

B. Perkuatan struktur dengan penambahan balok yang menghubungkan kolom-kolom struktur baru

C. Perpaduan kolom dan balok dengan baja sebagai pengaku struktur bangunan

Gambar 4.

Sistem perkuatan struktur bangunan

Gambar 5.

Metode perkuatan/kestabilan struktur (Schodek D.L., 1980)

(6)

Penggantian dengan plesteran kedap air dilakukan agar outlet dapat berfungsi secara optimal. Selain itu, dilakukan juga penambahan perkuatan struktur dengan menggunakan struktur beton komposit untuk fungsi kolom dan balok di sekeliling bangunan utama. Penambahan massa bangunan pada bagian depan bangunan dapat berfungsi untuk menjepit bangunan utama dan menyalurkan beban atap ke kolom beton baru, yang dahulunya penyaluran beban terarah ke sekat-sekat dinding ruangan. Sistem titik hubung kaku yang terbentuk merupakan integrasi antara kolom dengan balok.

Pelingkup vertikal bangunan berupa dinding berornamen bangunan kolonial dan bukaan pintu jendela dengan komposisi rangkap berbahan kayu jati dan kaca warna. Kekhasan pintu jendela daun rangkap ini tetap dipertahankan dan digunakan kembali pada fungsi barunya. Pelingkup horisontal dapat berupa penutup lantai yang menggunakan tegel berukuran 20 m x 20 cm dan diperkuat dengan pemilihan motif klasik. Hal ini semakin memperjelas eksistensi bangunan cagar budaya era masa kolonial di masa kini.

Kesimpulan

1. Proses revitalisasi kasus studi ini membawa perubahan pada elemen fungsi, ruang, pelingkup dan konteks tetapi tidak mengalami perubahan secara signifikan pada elemen bentuk.

2. Perubahan fungsi pada bangunan cagar budaya menuntut perubahan komposisi dan besaran pembagian ruang dan selanjutnya membawa perubahan pada sistem struktur yang pada awalnya berupa bearing wall menjadi struktur dengan teknik titik hubung kaku yang mengintegrasikan antara kolom dan beton komposit.

Daftar Pustaka

Kleden, U. C. & Fanani, F. (2016). Harmonisasi Ketentuan Peruntukan Bangunan Cagar Budaya Dalam Perspektif Regulasi Di Kawasan Budaya Kotabaru, Kota Yogyakarta-DIY. In Prosiding Seminar Nasional ReTII.

Lynch, K. (1972). What Time is This Place. MIT Press Media Department.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Nomor 01/PRT/M/2015, Bangunan Gedung Cagar Budaya Yang Dilestarikan

Rahardjo, S. (2013). Beberapa permasalahan pelestarian kawasan cagar budaya dan strategi solusinya. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, 4-17.

Rossi, A. (1982). The Architectural of The City. MIT Press Cambrige Massachusetts.

Schodek D.L. (1980). “Stucture”, Prentice Hall International, Inc, London.

The Burra Charter. (1999). The Australia ICOMOS Charter for Places of Cultural Significance.

White, E.T. (1986). Tata Atur: Pengantar Merancang Arsitektur. Bandung: Penerbit ITB.

Referensi

Dokumen terkait

Pegadaian (Persero) Kanwil V Manado, yaitu sebagai berikut: (1) Pihak manajemen diharapkan dapat membuat laporan keuangan berdasarkan rasio keuangannya terutama

Seiring dengan itu penulis sangant berterimakasih kepada kedua orang tua, keluarga besar, sahabat dan teman-teman yang tercinta yang telah memberikan kasih sayang,

1. Metode Studi Pustaka dengan pencatatan secara cermat terhadap obyek yang diamati yaitu mengenai game 2D. Data diperoleh yakni dari buku, jurnal, artikel

Organisasi proyek adalah sistem hubungan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat pada suatu proyek pembangunan dalam mengatur pelaksanaan berbagai pekerjaan

Penelitian ini terbatas pada penerapan 2-tier multiple choice format untuk tes diagnosis kognitif fisika pada materi Gelombang dan Optik, yang sesuai dengan Standar

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam

Berdasarkan hasil dari penelitian Skripsi ini, diharapkan dengan adanya Sistem Informasi Penjualan yang diranncang dapat membantu Lung Ma Motor dalam melakukan

Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis mikroorganisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus)