• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan berjenjang sekaligus berkelompok-kelompok dimana suatu norma berlaku, bersumber pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm).1 Norma hukum memainkan peran dalam hubungan kehidupan bernegara maupun bermasyarakat seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut dengan UUD 1945 menjadi dasar hukum tertulis untuk mengatur segala aspek kehidupan bernegara yang lebih lanjut diatur dalam peraturan perundang-undangan lain yang berada di bawah UUD 1945, artinya setiap peraturan perundang-undangan lain yang berada di bawah UUD 1945 harus berdasar dan bersumber pada UUD 1945 baik dalam aspek prosedur maupun dalam aspek muatannya, dan tidak dapat bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan

1 Hans Kelsen dalam Maria Farida, Ilmu perundang-undangan : jenis, fungsi, dan materi muatan, Kanisius, Yogyakarta,2007, hlm 21-22

(2)

Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Dilihat dari sisi materi muatannya, peraturan perundang-undangan bersifat mengatur (Regelling) secara umum dan abstrak, tidak konkrit dan individual seperti keputusan penetapan.

Undang-undang yang selanjutnya disebut UU adalah produk yang dikeluarkan oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR yang mana undang-undang tersebut memiliki kekuatan yang mengikat sejak disahkan oleh DPR. Sementara itu di dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2011 pasal 3 disebutkan “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan” namun demikian ada peraturan yang sama dengan undang- undang, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang selanjutnya diebut dengan UU yang mana kedudukannya berada di bawah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang selanjutnya disebut Tap MPR.2

Kedudukan undang-undang dan peraturan dibawahnya haruslah tunduk pada konstitusi dasar Negara Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan kedudukan Perppu adalah sama dengan undang-undang. Perppu mempunyai hierarki setingkat dengan Undang-Undang

2 B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia,Yogyakarta: Universitas Atma jaya, 2009, Hlm 42

(3)

Akan tetapi Perppu ini terkadang dikatakan tidak sama dengan undang- undang karena belum disetujui oleh DPR.3

Undang-undang selalu dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR, dan dalam keadaan normal, atau menurut perubahan UUD 1945 dibentuk oleh DPR dan disetujui secara bersama oleh DPR dan Presiden, serta disahkan oleh Presiden, sedangkan Perppu dibentuk oleh Presiden tanpa persetujuan DPR karena adanya “suatu hal ihwal kegentingan yang memaksa.4

Undang-undang dan Perppu dalam hierarki peraturan perundang-undangan memang memiliki kedudukan yang sama, hanya saja keduanya dibentuk dalam keadaan yang berbeda. Undang-undang dibentuk oleh Presiden dalam keadaan normal dengan persetujuan DPR, sedangkan Perppu dibentuk oleh Presiden dalam keadaan genting yang memaksa tanpa persetujuan DPR. Kondisi inilah yang kemudian membuat kedudukan Perppu yang dibentuk tanpa persetujuan DPR kadang-kadang dianggap memiliki kedudukan di bawah Undang-undang. Perppu ini memiliki jangka waktu yang terbatas atau sementara sebab secepat mungkin harus dimintakan persetujuan pada DPR, yaitu pada persidangan berikutnya.

Apabila Perppu itu disetujui oleh DPR, akan dijadikan Undang-Undang, dan apabila Perppu itu tidak disetujui oleh DPR akan dicabut. Karena itu, hierarkinya adalah setingkat/sama dengan Undang-undang sehingga fungsi maupun materi muatan Perppu adalah sama dengan fungsi maupun materi muatan Undang-

3 Maria Farida Indrati Soeprapto.. Ilmu Perundang-Undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya (Yogyakarta:kanisius:1998) hlm.96

4 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan Proses dan Teknik Pembentukannya. (Yogyakarta:Kanisius,2007) hlm 80.

(4)

undang.5 Jadi, saat suatu Perppu telah disetujui oleh DPR dan dijadikan Undang- undang, saat itulah Perppu dipandang memiliki kedudukan sejajar/setingkat dengan Undang-undang. Hal ini disebabkan karena Perppu tersebut telah disetujui oleh DPR, walaupun sebenarnya secara hierarki perundang-undangan, fungsi, maupun materi, keduanya memiliki kedudukan yang sama meski Perppu belum disetujui oleh DPR.

Kewenangan presiden dalam mengeluarkan Perppu bukanlah merupakan kewenangan tanpa batas yang dimiliki oleh presiden, “Keberanian” Presiden Pada tahun 2004 hingga 2014 dalam mengeluarkan Perppu tidak lepas dari perdebatan tentang subyektifitas presiden dalam menafsirkan “hal kegentingan memaksa”

yang diatur dalam Pasal 22 UUD 1945. Penafsiran subyektif presiden dalam pasal 22 harus dibedakan dengan penafsiran obyektif yang diatur dalam Pasal 12 UUD 1945. Dalam kondisi bahaya atau tidak normal, UUD Negara RI Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada presiden untuk melakukan tindakan khusus.

Tindakan khusus yang diberikan oleh UUD 1945diatur dalam pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 menyebutkan presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. UUD 1945 dengan tegas mengamanatkan adanya undang-undang yang mengatur keadaan bahaya yang saat ini diatur lebih lanjut dalam UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Terhadap keadaan bahaya yang diatur dalam UU (Prp) No. 23 Tahun 1959 ini, Presiden hanya dapat menafsirkan secara obyektif, dalam hukum tata negara tidak tertulis dikenal dengan doktrin noodstaatsrecht.

5 opcit hal.94

(5)

Menurut Harun Al Rasyid, dalam noodstaatsrecht, Undang-Undang keadaan bahaya selalu ada, pelaksanaan berlakunya keadaan bahaya dituangkan dalam keputusan presiden. Noodstaatsrecht harus dibedakan dari staatsnoodrecht.

Menurut doktrin staatnoodrecht, jika negara dalam keadaan darurat kepala negara boleh bertindak apapun bahkan melanggar Undang-Undang dasar sekalipun demi untuk menyelamatkan negara. Staatnoodrecht merupakan hak darurat negara, bukan hukum.6

Sementara itu, Perppu merupakan produk hukum yang sah sesuai ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Secara formal, Perppu adalah peraturan pemerintah, bukan Undang-undang. Tetapi secara substansial, meteri Perppu sama dengan materi muatan Undang-Undang (Pasal 9 UU No. 10 Tahun 2004).

Terhadap Perppu, DPR dapat melakukan legislative review untuk menyetujui Perppu sebagai undang-undang atau tidak.

Pasal 22 UUD 1945 menyebutkan:

1. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang;

2. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut;

3. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa” merupakan syarat mutlak bagi presiden untuk menggunakan haknya. Secara a contrario presiden tidak dapat menggunakan haknya selama tidak ada hal ikhwal kegentingan memaksa.

6 Kons Kleden & Imam Waluyo, Undang-undang Subversi dan Hak Asasi Manusia, Lappenas, Jakarta 1981, hlm 76-77.

(6)

Dalam Hukum Tata Negara dikenal asas hukum darurat untuk kondisi darurat atau abnormale recht voor abnormale tijden. Asas ini kemudian menjadi hak prerogatif presiden seperti dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.7

Perppu sebagai emergency legislation yang didasarkan pada alasan inner nootstand (keadaan darurat yang bersifat internal) dalam keadaan (i) mendesak dari segi substansi, dan (ii) genting dari segi waktunya. Sementara itu, Bagir Manan dalam buku Teori dan Politik Konstitusi (2004) mengatakan, hal ihwal kegentingan yang memaksa" merupakan syarat konstitutif yang menjadi dasar kewenangan presiden dalam menetapkan perppu. Apabila tidak dapat menunjukkan syarat nyata keadaan itu, presiden tidak berwenang menetapkan perppu. Perppu yang ditetapkan tanpa adanya hal ihwal kegentingan maka batal demi hukum (null and void), karena melanggar asas legalitas yaitu dibuat tanpa wewenang. Hal ihwal kegentingan yang memaksa juga harus menunjukkan beberapa syarat adanya krisis, yang menimbulkan bahaya atau hambatan secara nyata terhadap kelancaran menjalankan fungsi pemerintahan. Oleh karena itu, muatan perppu hanya terbatas pada pelaksanaan (administratiefrechtelijk).8

Muatan dan cakupan Perppu sendiri, sifat inner notstand sebagai alasan pokok hanya dapat dijadikan alasan ditetapkannya Perppu sepanjang berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan yang memerlukan dukungan payung hukum setingkat undang-undang. Beranjak dari hal-hal tersebut di atas, jelas bahwa

7 Indrianto Seno Adji , “Terorisme, Perppu No.1 Tahun 2002 Dalam Perspektif Hukum Pidana”

Dalam Terorisme; Tragedi Umat Manusia, Jakarta: O.C Kaligis & Associates, 2001, Hlm. 17

8 Jimly Ashiddiqie, Pengantar Hukum tata Negara jilid 1, Jakarta; sekretariat jenderal MK, 2006 hlm.80-85.

(7)

presiden mempunyai keterbatasan dalam menggunakan hak subyektifnya dalam mengeluarkan Perppu. Presiden hanya bisa menggunakan haknya sepanjang berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan.9

Perppu pada periode 2004 hingga 2014 ini menunjukan inkonsistensi Presiden, Sebab sebenarnya, Presiden telah menyatakan persetujuannya terhadap beberapa undang-undang Nomor, baik secara materiil maupun formil, dan motif penerbitan Perppu tersebut tidak selaras dengan kehendak konstitusi. Sebab, penerbitan Perppu oleh Presiden pada saat itu lebih didasari pada penafsiran subjektifitas Presiden.

Merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009. dalam putusan tersebut diatur bahwa Perppu hanya diperlukan apabila terdapat keadaan atau kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat, terjadi kekosongan hukum (rechtvacuum) atau undang-undang yang ada dianggap tidak memadai, serta untuk mewujudkan kepastian hukum.

Berdasarkan uraian di atas, maka Munculah masalah hukum terhadap kedudukan Perppu (Perppu) yang dikeluarkan oleh presiden Pada Periode 2004 hingga 2014, apakah dasar pertimbangan presiden dalam mengeluarkan Perppu, serta bagaimanakah seharusnya Presiden menetapkan suatu kegentingan, mengingat telah disahkanya Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia pada periode tersebut.

9 Ibid… hlm 85

(8)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah Kedudukan Perppu pada Periode Tahun 2004 Hingga Tahun 2014 Dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia?

1.3. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian dalam skripsi ini antara lain adalah: untuk mengetahui kedudukan Perppu dalam sistem perundang-undangan Indonesia.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. Kegunaan teoritis karya tulis ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk mengembangkan wawasan terutama Hukum dan Politik, terkait Kedudukan perppu di indonesia.

2. Kegunaan praktis penelitian ini berguna untuk;

a. Bahan informasi bagi masyarakat, akademi, dan kalangan birokrasi pemerintahan yang bergerak di bidang Hukum dan politik.

b. Menambah referensi bahan bacaan dan sebagai sumber data yang melakukan penelitian berhubungan dengan Hukum dan politik dalam menganalisis perppu yang dikeluarkan oleh presiden.

c. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk menyelesaikan Strata Satu pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Referensi

Dokumen terkait

a) Masih terdapat peserta didik yang kurang aktif. Pada tindakan pertama masih banyak peserta didik yang kurang memahami bagaimana proses pembelajaran dengan metode Structure

Keterkaitan antara Komponen Life Skills dalam Pembelajaran Masyarakat pada Satuan dan Program PLS Life Skills Program PLS Personal Skills Sosial Skills Academic Skills

Beberapa saran pemanfaatan produk evaluasi reflektif kurikulum rumpun MKK PBI adalah sebagai berikut: (1) model dapat dipergunakan oleh para dosen sebagai re- fleksi

e) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip atau generelisasi tertentu. Bentuk yang banyak dipakai adalah melihat hubungan sebab- akibat. Bentuk lain ialah

Metode yang digunakan dalam akuisisi data yaitu metode seismik refraksi dengan interpretasi data menggunakan Metode Hagiwara untuk menentukan kedalaman suatu lapisan tanah

Parameter kualitas air yang penting di sekitar keramba jaring apung di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar yang tidak mendukung untuk kehidupan ikan di dalam

Berdasarkan hasil siklus I dan hasil siklus II serta pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Situs web Informasi Penyakit Diabetes ini dapat membantu masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai Penyakit Diabetes dengan mudah, dimana masyarakat dapat mengakses dimana