• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HISTORIS TENTANG KETERLIBATAN MILITER DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO PADA MASA AWAL ORDE BARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HISTORIS TENTANG KETERLIBATAN MILITER DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO PADA MASA AWAL ORDE BARU"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: contoh krisis hukum pada masa orde baru

(2)

ABSTRAK

TINJAUAN HISTORIS TENTANG KETERLIBATAN MILITER DALAM PEMERINTAHAN SOEHARTO PADA MASA AWAL ORDE BARU

Oleh PRIHATANTI

0813033009

Pada masa awal Orde Baru keterlibatan militer secara aktif bertujuan untuk memulihkan krisis nasional yang terjadi akibat pemberontakan G30-S/PKI karena pada saat itu kondisi atau situasi politik di Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis ekonomi, sehingga militer turut serta dalam usaha mempertahankan dan mengisi pembangunan bangsa sehingga keterlibatan militer dalam fungsinya sebagai kekuatan sosial politik dalam upaya membangun bangsa bukan untuk memperoleh jabatan diluar bidangnya atau jabatan sipil, namun seiring dengan berjalanannya waktu keterlibatan militer dibidang birokrasi terlihat dimana banyaknya anggota militer yang dikaryakan di dalam menteri kabinet pembangunan I pada tahun 1968-1973 dan pembangunan II pada tahun 1973-1978, serta terdapat beberapa anggota militer yang dikaryakan dalam kepala daerah tingkat I.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru. Metode yang digunakan adalah metode historis. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi, sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.

(3)

Pada masa awal Orde Baru peran militer begitu besar dibidang pemerintahan. Maka sejak pengaruh militer mulai dirasakan dimana-mana yaitu dari badan-badan eksekutif, dari pusat hingga daerah, badan-badan legeslatif dan yudikatif, serta organisasi-organisasi kemasyarakatan, sosial politik, ekonomi, bisnis dan sosial budaya.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN ABSTRAK... ii

HALAMAN PENGESAHAN... v

SURAT PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP... vii

MOTTO... viii

PERSEMBAHAN... ix

SANWACANA... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Analisis Masalah... 7

1.2.1 Identifikasi Masalah... 7

1.2.2 Pembatasan Masalah... 7

1.2.3 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian... 8

1.3.1 Kegunaan Penelitian... 8

1.3.2 Ruang Lingkup Penelitian... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka... 10

2.1.1 Konsep Tinjauan Historis... 10

2.1.2 Konsep Militer... 12

2.1.3 Konsep Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto... 14

2.1.4 Konsep ABRI... 17

2.1.5 Konsep Dwifungsi ABRI... 19

2.1.6 Konsep Awal Orde Baru... 20

2.1.7 Konsep Birokrasi... 21

1.2.Kerangka Pikir... 22

1.3.Paradigma... 24

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian yang digunakan... 27

(7)

3.2 Variabel Penelitian... 30

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 31

3.3.1 Teknik Studi Kepustakaan... 32

3.3.2 Teknik Dokumentasi... 33

3.3.3 Teknik Analisis Data... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 4.1 Gambaran Umum Lahirnya Orde Baru... 38

4.2 Keterlibatan Militer di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru... 41

4.2.1 Proporsi Militer Pada Kabinet Pembangunan I dan II Pada Masa Awal Orde Baru... 42

4.2.2 Keterlibatan Militer Dalam Jabatan Kepala Derah Tingkat I... 49

B. PEMBAHASAN 4.3 Keterlibatan Militer di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru... 54

4.4 Kepala Daerah Tingkat I... 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 61

5.2 Saran... 62 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Menteri Pimpinan Departemen Pada Kebinet I... 42

2. Menteri Pimpinan Departemen Pada Kebinet II... 46

3. Militer Dalam Kepala Daerah Tingkat I... 49

4. Nama-nama Gubernur pada setiap Propinsi tahun 1966-1970... 51

(9)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan kebulatan tekad atau komitmen dari segala kekurangan pada masa sebelumnya, Orde Baru merumuskan tujuannya secara jelas yakni melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Sebagaimana diungkapkan oleh Soeharto dalam salah satu pidatonya

Koreksi secara mendasar terhadap kekeliruan masa lampau itulah yang melahirkan Orde Baru. Ialah, tatanan kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang kita letakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian Pancasila dan UUD 1945. Sejarah lahirnya Orde Baru ini harus kita camkan sedalam-dalamnya dalam lubuk hati dan kesadaran kita semua tanpa kecuali”(Departemen Pertanian, 1994:6)

Sejak permulaan Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang sejalan dengan pergeseran pusat perhatian dari masalah pembinaan bangsa ke masalah pembangunan ekonomi, muncul perhatian yang serius untuk menata kembali suatu sistem politik yang diharapkan akan dapat menunjang kegiatan pembangunan ekonomi tersebut (Manuel Kaisiepo, 1987: 14).

(10)

2

menciptakan suatu sistem birokrasi modern yang efisien dan efektif (Mohtar Mas’oed, 1989:7).

Rezim Orde Baru dibangun dengan dukungan penuh dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas dari kekacauan masa lalu, baik kekacauan politik, ekonomi, maupun budaya pada masa Orde Lama dengan Soekarno sebagai presiden.

Pembangunan pemerintah pada awal Orde Baru berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650% setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah” (Ali Moertopo, 2009:48).

Pemerintahan Orde Baru adalah suatu penataan kembali seluruh kehidupan bangsa dan negara serta menjadi titik awal koreksi terhadap penyelewengan pada masa yang lalu. Orde Baru bisa diartikan sebagai orde yang mempunyai sikap dan tekad mendalam untuk mengabdi kepada rakyat serta mengabdi kepada kepentingan nasional yang didasari oleh falsafah Pancasila dan menjunjung tinggi asas serta sendi Undang-undang Dasar 1945.“Orde Baru juga bisa diartikan sebagai masyarakat yang tertib dan negara yang berdasarkan hukum, dimana terdapat keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat serta warga negara mempunyai pemimpin atau penguasa yang tunduk kepada ketentuan yang berlaku” (Jenderal Soeharto, 1967:7).

(11)

3

Presiden, sehingga sebagai simbol pun Soekarno tidak diakui sebagai pemegang kekuasaan. Kemudian pada bulan Maret 1968 MPRS menganggkat dan melantik Letjen Soeharto sebagai Presiden (Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984: 415).

Pengertian, ciri-ciri, dan hakekat Orde Baru sebagai yang dirumuskan oleh seminar II Angkatan Darat pada bulan Agustus 1966 adalah:

Orde Baru menghendaki suatu tata fikir yang lebih realistis dan pragmatis, walaupun tidak meninggalkan idealisme perjuangan. Orde Baru menghendaki diutamakannya kepentingan nasional, walaupun tidak meninggalkan idiologi perjuangan anti kolonialisme dan anti imprealisme. Orde Baru menginginkan suatu tata susunan yang lebih stabil, berdasarkan kelembagaan dan bukan tata susunan yang dipengaruhi oleh oknum-oknum yang menegembangkan kultur individu. Akan tetapi, Orde Baru tidak menolak kepemimpinan dan pemerintahan yang kuat, malahan menghendaki ciri-ciri demikian dalam masa peralihan dan pembangunan. Orde Baru menghendaki pengutamaan konsolidasi ekonomi dan sosial dalam negeri. Orde Baru menghendaki pelaksanaan yang sungguh-sungguh dan cita-cita demokrasi ekonomi. Orde Baru adalah suatu tata kehidupan baru disegala bidang yang berlandaskan Pancasila dan

UUD 1945”(Nugroho Notosusanto, 1985: 31).

Keterlibatan militer dalam penyusunan agenda Orde Baru yang memang untuk menyiapkan militer memimpin rezim ini, berimbas besar terhadap berbagai lini kehidupan masyarakat sepanjang masa Orde Baru. Militer dilibatkan dalam setiap institusi yang dibangun Orde Baru untuk menunjang dan menjalankan kekuasaannya. Terutama dalam bidang politik dan ekonomi, militer menjadi peran utama. (Eddy Budiarso, 2000:2-3).

Untuk menyingkirkan sisa-sisa pengaruh Soekarno dan unsur PKI dalam pemerintahan, maka usaha yang dilakukan Orde Baru adalah mengamankan agenda Politik Pemilu yang direncanakan pada tahun 1968 dari partai-partai lama yang diduga masih tersimpan sisa-sisa pengaruh Soekarno. Dari sini muncullah konsep perombakan struktur politik oleh Ali Moertopo yang dikenal dengan istilah“Strategi Politik Nasional.

Dalam bukunya Strategi Politiki Nasional, Ali Moertopo menulis:

(12)

4

struktur kepartaian, introduksi pengangkatan dalam anggota DPR dan MPR, dan format Pemilu berikut 12 item consensus tentang itu yang dicapai antara kekuatan-kekuatan politik sipil dari partai, kalangan ABRI (TNI-AD), dan pemerintah dibuat dalam rangka mendukung ide stabilisasi politik dan ekonomi tersebut”(Ali Moertopo, 1974:22).

Angkatan Darat Indonesia berbeda dengan kebanyakan angkatan darat pada umumnya yang telah merebut kekuasaan politik, karena tidak pernah sebelumnya menganggap diri sebagai suatu organisasi yang tidak berpolitik. Dari awal sejarahnya dalam tahun 1945 sebagai tentara gerilya yang memerangi kembalinya kekuasaan penjajah Belanda sampai konsolidasi kekuasaan politiknya di bawah Orde Baru. Dengan keikutsertaan sepenuhnya dalam perjuangan nasional melawan kekuasaan belanda itu, kebanyakan perwira tersebut merasa bahwa suara mereka harus didengar dalam urusan politik di masa sesudah kemerdekaan. Sesudah berlaku undang-undang keadaan perang tahun 1957, hak peran serta mereka itu diberi pengakuan resmi melalui pengangkatan-pengangkatan dalam kabinet, parlemen dan administrasi. Semasa zaman Demokrasi Terpimpin, Angkatan Darat menjadi salah satu dari dua kekuatan politik penting yang terorganisasi, dan bersama dengan Presiden Soekarno menguasai politik dewasa itu. Akhirnya pembersihan angkatan Darat terhadap PKI tahun 1965 dan keberhasilannya dalam menurunkan Presiden Soekarno dari kedudukannya, menjadikan Angkatan Darat sebagai kekuatan dominan satu-satunya di atas punggung politik Indonesia (Harold Crouch, 1986 :389).

(13)

5

Kedua peran ABRI yakni peran di bidang hankam dan bidang sosial politik juga disebut sebagai fungsi-fungsi ABRI, oleh sebab itu ABRI menjalankan kedua fungsinya secara bersamaan sehingga ABRI tidak saja menjalankan fungsi hankam tetapi juga sosial politik yang memberikan peluang bagi anggota ABRI untuk memangku jabatan sipil tanpa meninggalkan statusnya sebagai anggota ABRI. Dan menurut pemahan Orde baru mengenai Dwifungsi ABRI yaitu keikutsertaan ABRI dalam politik penyelenggaraan kekuasaan negara, yang lahir pada masa perang kemerdekaan. Dari segi historis tersebut ABRI merasa memiliki kewajiban dalam mempertahankan dan menjaga Indonesia dengan ikut serta berperan disegala bidang kehidupan. Dimana fungsi non-hankam ABRI ini lebih dikenal dengan peran sosial politik ABRI.

Pada awal Orde Baru keterlibatan militer secara aktif bertujuannya untuk memulihkan krisis nasional yang terjadi akibat pemberontakan G30-S/PKI karena pada saat itu kondisi atau situasi politik di Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis ekonomi, sehingga militer terut serta dalam usaha mempertahankan dan mengisi pembangunan bangsa. Kemudian keterlibatan militer pun ikut menentukan status kepengurusan dalam organisasi kemasyarakatan maupun sosial politik pada masa Orde Baru.

(14)

1.2 Analisis Masalah

6

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Sosial Politik Pada Masa Awal Orde Baru.

2. Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru.

3. Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Ekonomi Pada Masa Awal Orde Baru.

1.2.2 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada “Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru.

1.2.3 Rumusan Masalah

(15)

1.3 Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian

7

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi pada masa Awal Orde Baru.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, para pembaca maupun pihak lainnya, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai tambahan wawasan dan tambahan informasi tentang adanya Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto di Bidang Birokrasi pada masa Awal Orde Baru.

2. Bagi mahasiswa sejarah, ini merupakan sebuah wawasan sejarah lokal yang diharapkan sebagai pelajaran yang bisa di ambil untuk masa yang akan datang.

1.3.3 Ruang Lingkup Penelitian

1. Subjek Penelitian : Keterlibatan Militer

2. Objek Penelitian : Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto Di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru 3. Tempat penelitian : Perpustakaan Daerah Lampung

4. Waktu penelitian : 2013

(16)

REFERENSI

Departemen Pertanian. 1994. Presiden Soeharto dan Pembangunan Pertanian. PT. Citra Media Persada, Jakarta. Halaman 6

Kaisiepo Manuel. 1987. Dari Kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara: Birokrasi dan Politik Indonesia. Jurnal Umum Politik 2. PT. Gramedia.Jakarta. Halaman 14

Mohtar Mas’oed. 1989.Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971,LP3ES. Jakarta. Halaman 7

Ali Moertopo. 2004. Strategi Pembangunan Nasional Dalam Eka Nova Prasetya Pinem. Kebijakan Politik Fusi : Suatu Tujuan Politik Kepartaian Rezim Orde Baru, FISIP, Universitas Sumatera Utara. Halaman 48

Jenderal Soeharto. 1967. Orde Baru (Kutipan dari Pidato Pejabat Presiden Soeharto pada Sidang Paripurna Kabinet Ampera tanggal 19 April 1967). Grip. Surabaya. Halaman 7 Marwati Djoenet Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional

Indonesia VI. Depdikbud dan PN, Balai Pustaka. Jakarta. Halaman 415

Nugroho Notosusanto. 1985.Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969, dalam: Pancasila Ideologi dan dasar Negara RI, Dep-pen. Halaman 31

Eddy Budiarso. 2000. Menentang Tirani, Aksi Mahasiswa 77/78. Grasindo. Jakarta. halaman 2-3

Ali Moertopo. 1974.Strategi Politik Nasional, Center For Strategi Ard International Studies. Jakarta. Halaman 22

Harol Crouch. 1986.Militer dan Politik di Indonesia. Sinar Harapan. Jakarta. Halaman 389

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA FIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 KonsepTinjauan Historis

Tinajaun historis adalah tinjauan tentang masa lalu mengenai manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah dan lengkap meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran juga penjelasan yang memberikan pengertian dan pemahaman tentang apa yang telah berlalu.

Tinajuan historis memiliki pengertian sebagai suatu bentuk penyelidikan ataupun penelitian terhadap gejala peristiwa masa lampau manusia baik individu atau kelompok beserta lingkungan yang ditulis secara ilmiah, kritis dan sistematis meliputi urutan fakta dan masa kejadian peristiwa yang telah lampau (kronologis) dengan tafsiran dan penjelasan yang mendukung serta memberi pengetahuan terhadap gejala peristiwa tersebut. (http.wikipedia.org/wiki/sejarah/11-08-2013).

Sejarah menurut Moh. Yamin dalam buku karangan Husin Sayuti, adalah ilmu pengetahuan pada umumnya yang berhubungan dengan cerita bertarich tentang kejadian dalam masyarakat pada waktu yang lampau sebagai hasil penyelidikan bahan-bahan atau tanda-tanda yang lain (Husin Sayuti, 1974:1).

(18)

10

ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran (Moh. Nazir, 2009:48).

Sejarah menurut Mohammad Ali dalam Hugiono dan PK. Poerwantana adalah :

1) Jumlah perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam kenyataan sekitar kita 2) Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam kenyataan sekitar

kita

3) Ilmu yang bertugas perubahan-perubahan, kejadian dan peristiwa dalam kenyataan sekitar kita (Hugiono dan PK. Poerwantana, 1992 : 2 ).

Adapun manfaat belajar sejarah antara lain :

1) Memberikan pelajaran bahwa kita dapat belajar dari pengalaman-pengalaman masa lampau yang dapat kita jadikan pelajaran, sehingga hal yang buruk dapat kita hindari. 2) Memberikan ilham bahwa tindakan kepahlawanan dan peristiwa gemilang di masa

lampau dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan sekarang serta peristiwa besar akan memberikan ilham besar pula.

3) Memberikan kesempatan, bahwa kita dapat terpesona oleh suatau roman yang bagus dengan sendirinya kita berhasil mengangkat aspek seni (Nugroho Notosusanto, 1964: 17).

(19)

11

2.1.2 Konsep Militer

Menurut Amos Perlmutter, militer adalah :

Sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Militer adalah suatu profesi sukarela karena setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun ia juga bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas untuk membentuk suatu perkumpulan sukarela melainkan terbatas kepada situasi hirarki birokrasi”(Amos Perlmutter, 2000:2).

Atas dasar diatas maka militer merupakan sebuah institusi dan komponen yang melayani kepentingan umum, dan dalam hal ini mereka bertanggung jawab terhadap pertahanan dan keamanan negara.

Abdul Fattah menyatakan bahwa peran militer adalah sebagai alat negara yang menjaga keutuhandan kedaulatan negara untuk mensejahterakan kehidupan bangsa” (Abdul Fattah, 2005:41).

Hal ini berarti bahwa militer memiliki peran sebagai alat pertahanan keamanan yang menjaga kedaulatan dan keutuhan negara dari ancaman serta gangguan dari bangsa dan negara lain, termasuk adanya pergolakan dan pemberontakan.

Menurut M.D.La Ode, Militer versi Indonesia adalah terdiri dari :

a. TNI Angkatan Darat yang mengemban tugas khusus untuk mengawal kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Wilayah daratan.

b. TNI Angkatan Laut yang mengemban tugas khusus untuk mengawal kedaulatan NKRI di wilayah lautan.

c. TNI Angkatan Udara untuk mengemban tugas khusus sebagai pengawal kedaulatan NKRI dari segala bentuk AGTH (Ancaman, Gangguan, Tantangan dan Hambatan) yang berasal dari dalam maupun dari luar (M.D.La Ode, 2006:24).

Selanjutnya M.D.La Ode mengatakan bahwa:

(20)

12

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Hasnan Habib “organisasi militer untuk menghadapi dan mengatasi keadaan darurat (emergency organization) yang bercirikan organisasi keras, ketat, hirarkis sentralistis, berdisiplin keras dan bergerak atas komando”(Cholisin, 2002:11).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua sifat prisip itulah yang dikembangkan oleh militer untuk membebaskan NKRI dari segala bentuk pemberontakan dan separatisme seperti yang terjadi pada masa Demokrasi Liberal, dimana 1/6 wilayah Republik Indonesia dikuasai oleh pemberontak. Pertikaian antara pusat dan daerah yang acap kali terjadi pada sebuah negara merupakan satu sumber kekuatan dan dorongan bagi para jenderal militer untuk memasuki gelanggang politik. “Alasan utama bagi militer untuk melancarkan politik adalah kelahiran aktivitas politik dan produksi ekonomi masyarakat daerah terpencil yang berkembang di tengah-tengah masyarakat (Amos Perlmutter, 2000:249).

2.1.3 Konsep Keterlibatan Militer dalam Pemerintahan Soeharto

Menurut karangan Hasan Alwi, keterlibatan memiliki arti keadaan terlibat. Sedangkan Militer berarti : tentara : anggota tentara; ketentaraan. (Alex MA, 2005: 668 )

Lalu, Pemerintahan adalah kekusaan yang memerintah suatu negara, atau badan tertinggi yang memerintah suatu negara di segala badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara serta jawatan atau aparatur dalam susunan politik (http://andiismailhamzah-duniakampus.blogspot.com/2012/04/definisi pemerintah .html).

(21)

13

kegiatan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara serta jawatan atau aparatur dalam susunan politik oleh Presiden Soeharto.

Akan tetapi, pengertian secara etimologi tersebut, belumlah cukup untuk menjelaskan konsep keterlibatan militer dalam pemerintahan Soeharto. Oleh karena itu, konsepsi tersebut harus juga di lihat dari berbagai aspek yang lain. Aspek pertama untuk menjelaskan konsep keterlibatan militer dalam pemerintahan Soeharto yaitu sebab-sebab keterlibatan militer dalam politik. Menurut Yahya A. Muhaimin, ada beberapa sebab yang mendorong militer secara aktif memasuki arena politik dan sistem politik dan memainkan peranan politik. Faktor-faktor ini lebih terletak pada kehidupan politik atau sistem politik, yaitu faktor diluar militer atau faktor eksternal

1. Adanya ketidakstabilan politik. Keadaan seperti itu akan menyebabkan terbukanya kesempatan dan peluang yang besar untuk menggunakan kekerasan di dalam kehidupan politik.

2. Kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi atmosfir kehidupan politik dan bahan untuk memperoleh peranan-peranan politik yang menentukan

3. Peranan dan status militer di dalam masyarakat dan juga yang berkenaan dengan persepsi mereka terhadap kepemimpinan kaum sipil dan terhadap sistem politik secara keseluruhan. (Yahya A. muahaimin, 1992: 3)

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Amos Perlmutter, yang menyatakan bahwa keterlibatan militer dalam politik disebabkan oleh adanya konflik antara kelompok sosial dan inefektivitas institusi-institusi sehingga memicu krisis legitimasi politik :

(22)

14

2. melemahnya efektivitas serta legitimasi institusi-institusi politik yang otonom, tidak berwibawa, mudah dibeli dan kurang mampu melaksanakan fungsinya di masyarakat. (Amos Perlmutter, 2000: 249

Selain sebab eksternal yang bersifat objektif, keterlibatan militer dalam politik juga disebabkan faktor internal yang bersifat subjektif. Menurut Yahya A. Muhaimin, sebab internal itu terdiri atas :

1. Militer mempunyai keyakinan bahwa eksistensinya di dalam negara mengemban tugas suci selaku juru selamat tanah airnya. pendirian ini timbul sebab mereka dibentuk dengan tugas selaku pertahanan negara.

2. Ada semacam kepercayaan pada golongan militer bahwa mereka memiliki identifikasi khusus yaitu identifikasi dengan kepentingan nasional. (Yahya A. Muhaimin,1992:6)

Aspek kedua mengenai konsep keterlibatan militer dalam politik yaitu model-model keterlibatan militer dalam politik. salah seorang pengamat militer terkemuka, S.E. Finer mengidentifikasi enam model intervensi militer :

(1) melalui saluran konstitusinal yang resmi;(2) kolusi dan/atau kompetisi dengan otorital sipil;(3) Intimidasi terhadap otoritas sipil;(4) ancaman nonkoperasi dengan, atau kekerasan terhadap otoritas sipil;(5) kegagalan untuk mempertahankan otoritas sipil menentang kekerasan;(6) penggunaan kekerasan terhadap otoritas sipil. (S.E.Finer, dalam, Indra Samego, et al. 1998:68)

(23)

15

tingkatan lain, militer dapat pula mengangkat seorang kepala negara/kepala pemerintahan dari golongan sipil. (S.E.Finer, dalam, Indra Samego, et al. 1998:68)

Konsep keterlibatan militer dalam pemerintahan dapat pula dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan militer dalam struktur politik. Menurut Mac Parling ada dua model struktur politik yaitu suprastruktur dan infranstruktur. Kedua model tersebut merupakan jalur atau saluran yang digunakan berbagai kekuatan politik dalam merealisasikan perjuangan politiknya.

Dalam struktur politik, terdapat dua model pokok yaitu pertama, suprastruktur yang terdiri atas lembaga tinggi negara, lembaga tertinggi negara, para menteri serta agen pemerintah. Kedua, infranstruktur yang terdiri atas partai politik, kelompok fungsional, figur-figur politik, dan kelompok-kelompok kepentingan. (Mac Parling, dalam Indra Samego, et. al 1988:36)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat di ambil kesimpulan bahwa keterlibatan militer dalam pemerintahan Soeharto dapat terlibat secara langsung dan terlibat secara tidak langsung. Keterlibatan militer secara langsung dalam pemerintahan Soeharto berhubungan dengan adanya bahkan dominannya unsur militer dalam struktur lembaga pengambilan keputusan. Sedangkan keterlibatan secara tidak langsung berkaitan dengan kemampuan golongan militer dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam birokrasi,dan politik.

2.1.4 Konsep ABRI

(24)

16

Sedangkan menurut A.H Nasution Pidato Dies Natalis Akademi Militer Nasional pada tahun 1958 dalam Soebijono dkk, bahwa yang dimaksud ABRI adalah : “Bahwa ABRI perlu ikut dalam pembinaan negara, karena kalau dibendung adalah laksana kawah gunung merapi, yang pasti dalam waktu akan meledak. Ia adalah sebagai kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu membahu dengan kekuatan rakyat lainnya“. (Soebijono dkk, 1992:86)

Dalam Soebijono dkk, Panglima Besar Jenderal Sudirman menegaskan mengenai apa, siapa, dan bagaimana ABRI, “ABRI lahir karena proklamasi 17 Agustus 1945, hidup dengan Proklamasi itu dan bersumpah mati-matian hendak mempertahankan kesucian proklamasi tersebut, satu-satunya hak milik nasional republik yang masih tetap utuh tidak berubah-ubah meskipun harus menghadapi segala soal perubahan, adalah hanya ABRI. Maka sebenarnya jadi kewajiban bagi kita sekalian, yang senantiasa hendak mempertahankan tegaknya proklamasi 17 Agustus 1945 untuk tetap memelihara, agar satu-satunya hak milik nasional yang masih utuh itu tidak berubah-ubah oleh keadaan bagaimanapun”.(Soebijono dkk, 1992:84-85)

Dan pada Orde Baru sesuai dengan keputusan presiden no 132/1967, maka ABRI terdiri atas : a. Angkatan Darat disingkat AD

b. Angkatan Laut disingkat AL c. Angkatan Udara disingkat AU

d. Angkatan Kepolisian disingkat AK, (Poesponegoro, Notosusanto, 1993:464)

(25)

2.1.5 Konsep Dwifungsi ABRI

17

Dwifungsi ABRI menurut Soebijono ialah suatu konsep politik yang menempatkan ABRI baik sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam supra maupun infra struktur politik sekaligus (Soebijono, 1992:1)

Pengertian Dwifungsi ABRI yaitu sebagai penugasan tentara yang masih aktif dalam tugas non-militer, khususnya dalam lembaga-lembaga pemerintahan baik yang legeslatif (DPR, MPR) maupun eksekutif (dari lurah sampai menteri). (Soebijono, 1992:58)

Pengertian Dwifungsi ABRI menurut Soebiyanto dalam Muhammad Rusli Karim:

Bahwa ABRI itu mempunyai 2 (dua) fungsi, ialah sebagai kekuatan HANKAM maka ABRI merupakan aparatur Negara/Pemerintah, ABRI menjalankan fungsi HANKAMNAS untuk mempertahankan dan mengamankan negara dan bangsa terhadap serangan/ancaman/bahaya yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam fungsinya sebagai kekuatan sosial ABRI merupakan salah satu golongan karya yang ikut secara aktif dalam segala usaha dan kegiatan masyarakat dan negara di semua bidang dalam rangka pencapaian tujuan Nasional”(Karim, 1991:59).

Sedangkan hakikat Dwifungsi ABRI adalah jiwa dan semangat pengabdian ABRI untuk bersama-sama dengan kekuatan rakyat lainnya memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik dibidang kesejahteraan nasional, maupun di bidang pertahanan keamanan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. (Notosusanto, 1994:170).

(26)

2.1.6 Konsep Awal Orde Baru

18

Sesuai dengan ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Presiden ditetapkan sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 5 tahun (1968-1973) dan dilantik pada tanggal 27 Maret 1968.menurut ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 kabinet yang harus dibentuk adalah Kabinet Pembangunan. Dengan ketetapan tersebut otomatis Kabinet Ampera harus Domissioner, diganti kabinet baru yang sudah diberi nama Kabinet Pembangunan. Sebagai realisasi terhadap Kabinet Pembangunan adalah tanggal 6 Juni 1968 susunan Menteri Kabinet Pembangunan terbentuk dan diumumkan. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juni 1968. Kabinet ini merupakan Kabinet Presidensial sebagaimana kabinet lain sejak kita kembali ke UUD 1945 (Bibit Suprapto, 1985:341).

Dalam negara yang bersistem Kabinet Presidensial, domissionernya kabinet karena adanya reformasi kabinet (Regrouping Kabinet Zaman Orde Lama) atau Reshuffle kabinet secara keseluruhan untuk semua menteri dalam kabinet, walaupun kabinet sebenarnya masih mampu memerintah. Seperti halnya Kabinet Pembangunan I domissioner ketika Kabinet Pembangunan II terbentuk/diumumkan tanggal 27 Maret 1973 tepat pukul 19.20 WIB dan dilantik pada esok harinya tanggal 28 Maret 1973 (Bibit Suprapto, 1985:360-361).

(27)

2.1.7 Konsep Birokrasi

19

Terminologi Birokrasi dalam literatur Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu politik sering dipergunakan dalam beberapa pengertian. Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pengertian yang sering terkandung dalam istilah birokrasi, yaitu:

1) Organisasi yang rasional, 2) Ketidakefisienan organisasi, 3) Pemerintahan oleh para pejabat, 4) Administrasi Negara, 5) Administrasi olehpejabat, 6) Bentuk organisasi dengan ciri-ciri dan kualitas tertentu seperti hirarki dan peraturan-peraturan, 7) Salah satu ciri yang esensial dari masyarakat modern (Arifin Ramlan, 1998:136).

Dalam tahap baru ini timbul kesan, bahwa Birokrasi pemerintah akan ditata menyerupai apa yang oleh Max Weber disebut “legal-rasional”yang ditandai oleh:

(a), Tingkat spesialis yang tinggi. (b), Struktur kewenangan hirarkis dengan batas-batas kewenangan yang jelas. (c), Hubungan antar anggota organisasi yang tidak bersifat pribadi. (d), Rekruitmen yang didasarkan atas kemampuan teknis. (e), Diferensiasi antara pendapatan resmi dan pribadi. Kualitas ini ingin dicapai melalui pengaturan struktural seperti hirarki kewenangan, pembagian kerja, profesionalisme, tata kerja, dan sistem pengubahan yang kesemuanya berlandasan peraturan-peraturan (Priyo Budi Santoso, 1997: 2-13).

Dalam pengertian netral birokrasi diartikan sebagai “Keseluruhan pejabat negara di bawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif, atau birokrasi bisa juga diartikan sebagai setiap organisasi yang bersekala besar”.

Birokrasi adalah keseluruhan organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi pemerintah di bawah lembaga departemen dan lembaga non-departemen, baik ditingkat pusat maupun daerah, seperti propinsi, kabupaten dan kecamatan, bahkan tingkat kelurahan atau desa (http://massofa.wordpress.com).

(28)

20

di bawah lembaga departemen maupun no-departemen baik ditingkat pusat maupun di daerah.

2.2 Kerangka Pikir

Pada masa awal Orde Baru keterlibatan militer secara aktif bertujuan untuk memulihkan krisis nasional yang terjadi akibat pemberontakan G30-S/PKI karena pada saat itu kondisi atau situasi politik di Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis ekonomi, sehingga militer turut serta dalam usaha mempertahankan dan mengisi pembangunan bangsa sehingga keterlibatan militer dalam fungsinya sebagai kekuatan sosial politik dalam upaya membangun bangsa bukan untuk memperoleh jabatan diluar bidangnya atau jabatan sipil, namun seiring dengan berjalanannya waktu keterlibatan militer dibidang birokrasi terlihat dimana banyaknya anggota militer yang dikaryakan di dalam menteri kabinet pembangunan I pada tahun 1968-1973 dan pembangunan II pada tahun 1973-1978, serta terdapat beberapa anggota militer yang dikaryakan dalam kepala daerah tingkat I.

Maka, dengan adanya keterlibatan militer dalam sosial politik pada masa awal orde baru diterapkannya militer diluar bidang Hankam, sehingga memberikan peluang bagi anggota militer untuk memangku jabatan sipil tanpa meninggalkan statusnya sebagai anggota militer. Dan tidak bisa dihindari dengan adanya keterlibatan militer di lembaga-lembaga pemerintah khususnya di bidang

(29)

21

Dan Penerapan Dwifungsi ABRI dipemerintahan pada masa awal Orde Baru berakibat pada di tempatkannya anggota ABRI di departemen dalam negeri dan pejabat non-departemen. Dengan adanya Dwifungsi ini maka pelaksanaannya disegala bidang menjadi acuan para anggota ABRI untuk ikut serta di pemerintahan fungsinya disegala bidang.

2.5 Paradigma

Keterlibatan Militer Dalam Pemerintahan Soeharto Di Bidang Birokrasi Pada Masa

Awal Orde Baru

Proporsi Kabinet

Pembangunan I dan II Jabatan Kepala Daerah

Tingkat I

(30)

REFERENSI

http.wikipedia.org/wiki/sejarah/11-08-2013

Mohammad Nazir. 2009.Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Medan. Halaman 48 Hugiono, dkk. 1992.Pengantar Ilmu Sejarah. Rineka Cipta.Semarang. Halaman 2

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Intidayu Press : Jakarta. Halaman 17

Amos, Perlmutter. 2000.Militer dan Politik. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Abdul Fattah. 2005.Demilitarisasi Tentara: Pasang surut politik Militer

1945-2004, Yogyakarta

M.D.La Ode. 2006.Peran Militer dalam Ketahanan Nasional(studi kasus bidang Hankam Indonesia 1967-2000). Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Ibid, Hal 90

Cholisin. 2002.Militer dan Gerakan Prademokrasi. Tirawancana Yogya. Yogyakarta

Amos Perlmutter, Op Cit. Halaman 24

Alex MA. 2005.Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, Karya Harapan. Surabaya. Halaman 668

http://andiismailhamzah-duniakampus.blogspot.com/2012/04/definisi pemerintah-pemerintahan.html. Di Akses Pada 21 september 2013, Pukul 21:05 WIB

Yahya A. muahaimin. 1992.Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Gajah Mada University Press. Yogyakarta . Halaman 3

Amos Perlmutter. 2000.Militer dan Politik. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Halaman 249

Yahya A. Muhaimin, Op cit. hal 6

(31)

23

Ibid, Hal.68

Mac Parling, dalam Indra Samego, et. al, Ibid, hal 36

Selo Soemardjan, 1999.Kisah Perjuangan Reformasi. Pusat Sinar Harapan. Jakarta. halaman 7

Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto. 1993.Sejarah Nasional Indonesia VI. Balai Pustaka. Jakarta. Halaman 464

Soebijono, dkk. 1992.Dwifungsi ABRI.Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Halaman 86

Ibid, Halaman 84-85 Ibid, Halaman 1 Ibid, Halaman 58

Muhammad Rusli Karim. 1983.Peranan ABRI Dalam Politik. Yayasan Idayu. Jakarta. Halaman 59

Nugroho Notosusanto. 1994.Pejuang dan Prajurit. Pustaka Sinar Harapan Ikapi. Jakarta. Halaman 170

Bibit Suprapto, 1985. Perkembangan Kabinet Dan Pemerintahan Di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta Halaman 341

Ibid. hal 360-361

Arifin Ramlan, 1998.Sistem Politik Indonesia. SIC. Jakarta. Halaman 136

Priyo Budy Susanto, 1997. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru: Persepektif Kultural dan Struktural,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Halaman 2

(32)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan

Menurut Husin sayuti (1989:32) yang dimaksud metode adalah cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode yang menyangkut tata kerja yaitu cara kerja untuk memahami objek yang akan dijadikan sasaran ilmu yang akan dijadikan penelitian.

Metode merupakan cara utama untuk yang digunakan untuk mencapai tujuan misalnya untuk menguji hipotesis dengan memepergunakan tekhnik serta alat-alat tertentu (Winarno Surachmad, 1982:111).

Berbeda dengan pendapat diatas, menurut Joko Subagyo metode adalah jalan yang berkaitan dengan jalan kerja dalam mencapai sasaran objek yang dikendalikan dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan. (P. Joko Subagyo, 1997:1).

Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah disampaikan oleh beberapa ahli tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa metode merupakan cara kerja yang dilakukan secara ilmiah di dalam suatu penelitian untuk mendapatkan kebenaran sesuai dengan ilmu yang bersangkutan.

(33)

3.1.1 Metode Historis

25

Metode historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau masalah. Selanjutnya kerapkali juga hasilnya dapat digunakan untuk meramal kejadian atau keadaan masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode historis. Menurut Nugroho Notosusanto (1984: 10-11) metode historis adalah sekumpulan prinsip atau aturan yang sistematis yang dimaksud untuk memberikan bantuan secara efektif dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan dalam sejarah, menilai secara kritis dan kemudian menyajikan suatu sintesa secara utuh.

Muhammad Nazir (1983: 55-56) menggunakan metode historis adalah penyelidikan yang kritis terhadap perkembangan, serta pengalaman dimasa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati tentang bukti validitas dari sumber-sumber keterangan tersebut.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa metode historis adalah suatu cara menggambarkan kejadian atau kehidupan masa lampau dengan cara mengumpulkan, menilai, menganalisis serta menginterprestasikan secara teliti sumber-sumber sejarah yang harus diperoleh.

(34)

1. Heuristik

26

Yaitu proses mencari data serta mengumpulkan sumber-sumber atau pun data yang ada kaitannya mengenai Keterlibatan Militer Dalam Pemerintaha Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru. Kegiatan ini difokuskan pada studi arsip-arsip dokumen, literatur ilmiah, majalah maupun internet berkenaan dengan tema penelitian yaitu kegiatan menyusun jejak-jejak masa lampau. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung.

2. Kritik

Merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyeleksi sumber-sumber sejarah yang telah didapatkan. Setelah data terkumpul, kegiatan peneliti selanjutnya adalah melakukan penyelidikan apakah jejak-jejak itu sejati, baik bentuk maupun isi. Setelah itu penulis akan memilih sumber-sumber sejarah tersebut sesuai dengan kebutuhan penulis yang berkaitannya dengan Keterlibatan Militer dalam Pemerintahan Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru.

3. Interpretasi

Pada tahap Interpretasi ini peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang didapatkan dan selanjutnya peneliti berusaha untuk menetapkan makna yang saling berhubunga dari fakta-fakta yang di peroleh.

4. Historiografi

(35)

27

Dari pendapat-pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penelitian historis adalah sebuah penelitian yang digunakan untuk memecahkan sebuah permasalahan dengan menggunakan data-data masa lalu berupa peninggalan-peninggalan dengan tujuan untuk merekonstruksi masa lalu tersebut dengan langkah-langkah yang sistematis sehingga menghasilkan sebuah jawaban atas permasalahan tersebut secara utuh berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang diperoleh.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah tujuan yang akan menjadi bahan pengamatan suatu penelitian, dimana variabel akan menjadi suatu permasalahan yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Karena variabel yang akan dijadikan penelitian tersebut harus dimulai dari arah mana dan doakhiri dengan arah yang sesuai dengan tujuan dari adanya suatu tumpang dalam melakukan penelitian.

Yang dimaksud dengan variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 1989: 91).

Berbeda dari pendapat di atas menurut Hadari Nawawi dan Mimi Martini Variabel adalah himpinan beberapa gejala yang berfungsi sama dalam suatu masalah (Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1994: 49).

Variabel dapat diartikan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel juga sering dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Suryadi Suryabrata, 2000: 72).

(36)

28

tunggal dengan pokok penelitian yaitu “Keterlibatan Militer di Bidang Birokrasi Pada Masa Awal Orde Baru”.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah suatu prosedur data yang akan diperlukan. Oleh sebab itu diharapkan dengan adanya penggunaan teknik-teknik tertentu yang sistematis dan standar akan dapat diperoleh data-datanya yang akan dapat menjawab dari apa yang menjadi permasalahan dari penelitian yang direncanakan.

Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang teliti, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.3.1 Teknik Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini digunakan sebagai salah satu usaha untuk mengumpulkan data dan informasi yang bersifat teoritis yang berkenan dengan masalah yang akan diteliti. Tekhnik ini merupakan suatu bentuk pengajian dan menganalisa literatur dan bahan-bahan bacaan dalam usaha untuk menemukan konsep yang diperlukan dan menjadi rujukan penelitian.

Studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperlukan dari perpustakaan, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku literature yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Oleh karena dalam penelitian ini tidak pernah dapat dilepaskan dari literatur-literatur ilmiah, maka kegiatan studi kepustakaan ini menjadi sangat penting terutama dalam penelitian kualitatif (Hadari Nawawi, 1993: 133).

(37)

29

dalam kepustakaan misalnya koran, buku, naskah, majalah-majalah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen, dan bahan yang relevan dengan penelitian kepustakaan merupakan penelitian dengan menggunakan literatur.

Kegiatan yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data dengan tekhnik kepustakaan adalah mengumpulkan data pustaka, membaca, dan memahami buku-buku untuk memperoleh data-data dan teori-teori yang dapat menunjang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Manfaat dari penggunaan tekhnik kepustakaan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah topik penelitian kita telah diteliti oleh orang lain sebelumnya, sehingga penelitian kita bukan hasil duplikasi.

2. Untuk mengetahui hasil penelitian orang lain yang ada kaitannya dengan penelitian kita, sehingga kita dapat memanfaatkannya sebagai bahan referensi tambahan.

3. Untuk memperoleh data yang mempertajam orientasi dan dasar teoritis tentang masalah dalam penelitian kita.

4. Untuk memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang telah diterapkan (Muhammad Nasir, 1989: 97).

3.3.2 Teknik Dokumentasi

Teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui peningkatan tertulis berupa arsip-arsip dan juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Hadari Nawawi, 1994).

(38)

30

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto Teknik dikumentasi yaitu teknik mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, surat kabar, majalah, notulen, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1989: 188).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dengan mengunakan teknik dokumentasi peneliti berusaha untuk mengumpulkan buku-buku tentang Keterlibatan Militer Dalam pemerintahan Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru di Perpustakaan Universitas Lampung maupun Perpustakaan Daerah Lampung.

3.3.3 Teknis Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data serta mengambil kesimpulan. Karena data-data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi berupa fenomena-fenomena sehingga menggunakan teknik analisis data kualitatif.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif karena data yang diperoleh tidak berbentuk angka dan tidak diuji dengan rumus statik. Data-data yang telah terkumpul diolah dan dianalisis sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

(39)

31

Sedangkan analisis data menurut Moloeng, adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moloeng, 1988:103).

Teknik analisis data kualitatif digunakan untuk memperoleh arti dari data yang diperoleh melalui penelitian kualitatif, dan bermuatan kualitatif diantaranya berupa catatan lapangan serta pemaknaan peneliti terhadap dokumen atau peninggalan (Mohammad Ali. 1992:171).

Berdasarkan pendapat di atas langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam kaitannya dengan analisis data kualitatif ialah sebagai berikut :

1. Penyusunan data

Penyusunan data dilakukan untuk mempermudah menilai data apakah data yang dikumpulkan sudah memadai atau belum.

2. Klasifikasi data

Klasifikasi data merupakan usaha untuk menggolongkan data berdasarkan kategorisasi tertentu. Kumpulan data yang didapat setelah malalui proses pencarian di Perpustakaan Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung, dan setelah melalui proses editing yaitu pemisahan/pemilihan data mana yang dianggap penting/relevan dan mana yang sebaliknya.

Proses editing yang dilakukan oleh para petugas yang disebut sebagai editor memeriksa, yaitu :

1. Kelengkapan jawaban/data 2. kejelasan dari jawaban/data

(40)

,

32

Data yang setelah melalui proses ini kemudian dikumpulkan untuk disusun dalam bentuk pengaturan klasifikasi-klasifikasi atau sejenisnya klasifikasi dibuat sesuai dengan keinginan peneliti yang mengarah pada analisis data. Klasifikasi dilakukan menurut ciri-ciri data yang telahterkumpul dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

3. Pengolahan data

Setelah semua data terkumpul kemudian diolah sehingga sistematis, jelas dan mudah dipahami.

4. Penafsiran dan penyimpulan data

(41)

REFERENSI

Husin Sayuti.1989.Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta. Halaman 32

Winarno Surachmad.1982. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tekhnik, ITB. Bandung.

Halaman 111

Joko Subagyo, 1997.Metode Penelitian, Gramedia. Jakarta. Halaman 1

Nugroho Notosusanto. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Suatu Pengalaman, Intidaya Press, Jakarta. Halaman 10-11

Suharsini Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Halaman 91

Hadari Nawawi & Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan, Gajahmada University Press, Yogyakarta. Halaman 49

Surya, Brata. 2000.Metode Penelitian, Grafindo Persada, Jakarta. Halaman 72

Hadari Nawawi, 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Halaman 133

M. Nasi. 1988.Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Halaman 97 Suharsini Arikunto. Op Cit. Halaman 188

Mohammad Nasir. Op Cit. Halaman 419

Lexy J. Moleong, 1988.Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Halaman 103

(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

Selama Orde Baru militer melibatkan diri dalam berbagai macam aktifitas negara yaitu sebagai berikut :

(43)

56

serta organisasi-organisasi kemasyarakatan, sosial politik, ekonomi bisnis dan sosial budaya.

2.

Pada masa awal Orde Baru militer dibidang birokrasi dimana terdapat beberapa anggota militer yang memangku jabatan gubernur. Dan terlibatnya militer di departemen dalam negeri yaitu menjadi gubernur merupakan jabatan yang strategis sebab gubernur memiliki peran besar pada wilayah atau daerahnya yakni sebagai pengatur dan berhubungan langsung dengan pusat. Sehingga militer pada masa awal Orde Baru memiliki peran besar dalam bidang sosial polik juga.

Terlibatnya militer pada masa awal Orde Baru mengenai implementasi dari Melibatkan diri pada departemen dan non-departemen pada masa Awal Orde Baru menunjukkan luasnya peranan militer dibidang non-hankam khususnya di bidang sosial politik. Dimana pada masa awal Orde Baru terlibatnya militer bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik negara yang kemudian dijadikan alat penyaluran anggota militer diluar hankam.

5.2 Saran

Dalam penelitian skripsi yang berjudul “ Tinjauan Historis Tentang Keterlibatan Militer Dalam pemerintahan Soeharto Pada Masa Awal Orde Baru” penulis memberikan saran sebagai berikut :

(44)

57

untuk berusaha membangun dan menjaga keutuhan negara Indonesia dengan turut serta dalam penyukseskan tujuan dan pembangunan nasional.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fattah. 2005. Demilitarisasi Tentara: Pasang surut politik Militer 1945- 2004, Yogyakarta

Ali, Mohammad. 1992. Metode Penelitian. Ghalia. Jakarta.

Amos, Perlmutter. 2000. Militer dan Politik. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Arikunto, Suharsini. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Budiarso, Eddy. 2000. Menentang Tirani, Aksi Mahasiswa 77/78. Grasindo. Jakarta Cholisin. 2002. Militer dan Gerakan Prademokrasi. Tirawancana Yogya.

Yogyakarta

Crouch, Harold. 1986. Militer dan Politik di Indonesia. Sinar Harapan. Jakarta

Departemen Pertanian. 1994. Presiden Soeharto dan Pembangunan Pertanian. PT. Citra Media Persada, Jakarta.

Finer, S.E. dalam, Indra Samego, et al. 1998. Desakan kuat Reformasi Atas Konsep ABRI. Mizan. Bandung

Hugiono, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sejarah. Rineka Cipta. Semarang

Jenderal Soeharto. 1967. Orde Baru (Kutipan dari Pidato Pejabat Presiden Soeharto pada Sidang Paripurna Kabinet Ampera tanggal 19 April 1967).Grip. Surabaya MA, Alex. 2005. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer. Karya Harapan. Surabaya

Manuel, Kaisiepo. 1987. Dari Kepolitikan Birokratik ke Korporatisme Negara: Birokrasi dan Politik Indonesia. Jurnal Umum Politik 2. PT. Gramedia. Jakarta. Mas’oed, Mohtar. 1989. Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, LP3ES.

(46)

M.D.La Ode. 2006. Peran Militer dalam Ketahanan Nasional (studi kasus bidang Hankam Indonesia 1967-2000). Pustaka Sinar Harapan, Jakarta

Muhaimin, Yahya. 1982. Perkembangan Militer dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, GajahMada University Press, Yogyakarta.

Moertopo, Ali. 2004. Strategi Pembangunan Nasional Dalam Eka Nova Prasetya Pinem. Kebijakan Politik Fusi : Suatu Tujuan Politik Kepartaian Rezim Orde Baru, FISIP, Universitas Sumatera Utara

Moleong, Lexy J.1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Nawawi, Hadari & Mimi Martini. 1994. Penelitian Terapan, Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. Nazir, Mohammad. 2009. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Medan

Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Suatu Pengalaman, Intidaya Press, Jakarta.

Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoenet Poesponegoro. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Depdikbud dan PN, Balai Pustaka. Jakarta

Notosusanto, Nugroho. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969, PN Balai Pustaka, Jakarta.

Notosusanto, Nugroho. 1994. Perjuangan dan Prajurit. Pustaka Sinar Harapan Ikapi. Jakarta.

Parling, Mac. dalam Indra Samego, et al. 1998. Desakan kuat Reformasi Atas Konsep ABRI. Mizan. Bandung

Ramlan, Arifin. 1998. Sistem Politik Indonesia. SIC. Jakarta

Rusli Karim, Muhammad. 1983. Peranan ABRI Dalam Politik. Yayasan Idayu. Jakarta

(47)

SANTOSO, Priyo Budy. 1997. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru: Persepektif Kultural dan Struktural, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Soebijono dkk. 1992. Dwifungsi ABRI. Gajah Mada Universitty Press. Yogyakarta

Soebijono, dkk. 1992. Dwifungsi ABRI. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Soemardjan, Selo. 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Pusat Sinar Harapan. Jakarta

Subagyo. Joko. 1997. Metode Penelitian, Gramedia. Jakarta.

Sundhaussen, Ulf. 1986. Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwifungsi ABRI. LP3ES .Jakarta

Suprapto, Bibit. 1985. Perkembangan Kabinet Dan Pemerintahan Di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta

Susanto, Redy. 2011. Mari Mengenal Kabinet Indonesia. Lazuardi Buku Utama. Jakarta Surachmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Tekhnik,

ITB, Bandung.

Surya, Brata. 2000. Metode Penelitian, Grafindo Persada, Jakarta.

Sumber Lain :

http://andiismailhamzah-duniakampus.blogspot.com/2012/04/definisi-pemerintah pemerintahan. html. Diakses pada 21 September 2013, Pukul 21:05 WIB http://deeaida88.blogspot.com/2010/12/dominasi-militer-dalam-birokrasi.html.

Diakses pada 21 September 2013, Pukul 21:02 WIB

http://massofa.wordpress.com. Diakses pada 20 April 2013, Pukul 13:01

http://nama-nama Gubernur Indonesia.htm. Di akses pada 25 Mei 2013, Pukul 21:17 Wib

(48)

Referensi

Dokumen terkait

Diskursus masyarakat madani dalam berita pada masa pasca Orde Baru juga meliputi identifikasi warisan rezim Orde Baru berupa hilangnya ketrampilan sosial -karena "negara

Keempat, relevansi antara pandangan dunia pengarang dengan kekerasan politik masa Orde Baru dalam naskah drama “Mengapa Kau Culik Anak Kami?” merupakan kesadaran

Salah satunya ialah Perkeretaapian Indonesia: Telaah tentang Perkembangan Sosial-Ekonomi pada Masa Orde Baru (1966-1998). Perkembangan sosial-ekonomi perkeretaapian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep pandangan dunia Islam modernis dalam karya-karya Ahmad Tohari yang merupakan bagian dari struktur sosial masa pemerintahan

Dengan metode Historical Comparative Research kami mengkaji peran Pemerintah pada masa Orde Baru dan Reformasi di balik kebijakan perfilman yang dibuat.. Kami menyadari

Surabaya Tentang Penetapan Awal Masa Iddah Pada Perkara Cerai Gugat Dalam menentukan awal masa iddah menurut pasal 153 ayat 4 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu:

Keempat, pandangan dunia Seno dan kelompok sosialnya seperti yang disebutkan di atas memiliki relevansi dengan kekerasan politik pada masa Orde Baru yang