• Tidak ada hasil yang ditemukan

Militer dan konstruksi identitas nasional: analisis buku teks pelajaran sejarah SMA masa orde baru.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Militer dan konstruksi identitas nasional: analisis buku teks pelajaran sejarah SMA masa orde baru."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

88

 

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of the

military in constructing national identity

through history lesson textbooks for high schools

in the period of New Order government. The

move is motivated by the understanding that

history lesson textbooks are important media to

instill a national identity. The research method

used was qualitative through content analysis of

history lesson textbooks. The analysis focused on

historical narratives about the revolution of

inde-pendence (1945-1950). The results show that the

narratives in textbooks are influenced by the

views of the military. It can be seen from the

mil-itaristic narratives and heroification of military

figures. On the other hand, the roles of political

figures are negated and distorted.

Keywords: history, history lesson, textbook,

mili-tary, heroification, distortion, negation

ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud menganalisis pengaruh

kelompok militer dalam pembentukan identitas

nasional melalui buku teks pelajaran sejarah

un-tuk SMA pada masa pemerintahan Orde Baru.

Langkah itu dimotivasi oleh pemahaman bahwa

buku teks pelajaran sejarah merupakan media

yang penting untuk menanamkan identitas

na-sional. Metode penelitian yang digunakan adalah

kualitatif melalui analisis isi buku teks pelajaran

sejarah. Analisis dilakukan terhadap narasi

se-jarah tentang revolusi kemerdekaan (1945-1950).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasi

dalam buku teks dipengaruhi oleh pandangan

kelompok militer. Hal itu antara lain dapat

disimak dari narasi yang bersifat militeristik dan

pemahlawanan (heroifikasi) tokoh-tokoh militer.

Di lain pihak, peran tokoh-tokoh politik

dinegasi-kan dan ditenggelamdinegasi-kan.

Kata kunci: sejarah, pelajaran sejarah, buku teks,

militer, heroifikasi, distorsi, negasi.

MILITER DAN KONSTRUKSI IDENTITAS

NASIONAL: ANALISIS BUKU TEKS PELAJARAN

SEJARAH SMA MASA ORDE BARU

Hieronymus Purwanta

Jurusan Sejarah, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

purwantah@gmail.com

PENDAHULUAN

Secara etimologis, identitas

nasion-al merupakan penggabungan dua kata,

yaitu “identitas” dan “nasional”. Kata

identitas berasal dari bahasa Inggris

identity yang dapat dimaknai sebagai

ciri, tanda atau jati diri yang melekat

pada seseorang, kelompok atau sesuatu

sehingga membedakan dengan yang

lain. Identitas memiliki fungsi sangat

penting, karena memberikan penjelasan

yang relatif benar dan tepat. Tanpa

identitas, sesuatu akan sulit

diidentifi-kasi dan digali informasi yang jelas,

benar dan tepat. Kartodirdjo (2005)

menjelaskan pentingnya identitas

dengan menganalogikan pada orang

yang kehilangan ingatan. Analogi yang

dikemukakan Kartodirdjo tersebut

ber-laku tidak hanya pada tataran

individu-al atau perseorangan, tetapi juga pada

tataran kolektif, baik keluarga, etnik

maupun bangsa. Dari sudut pandang

ini, tanpa memiliki identitas, bangsa

a k a n t i d a k m e m i l i k i a k a r u n t u k

(3)

menghidupi aktivitas, vitalitas dan

krea-tivitasnya (Wiriaatmadja, 1992: 68).

Kata ke dua adalah “nasional”

yang merujuk pada konsep kebangsaan.

P a d a k a s u s b a n g s a I n d o n e s i a ,

pengertian nasional secara legal dan

for-mal berlandas pada proklamasi

ke-merdekaan RI pada tanggal 17 Agustus

1945. Dari sudut pandang ini pengertian

nasional dapat diidentikkan dengan

pengertian Indonesia. Pada penelitian

ini proklamasi kemerdekaan RI pada

tanggal 17 Agustus 1945 ditempatkan

sebagai hari kelahiran Indonesia,

dengan tanpa mengesampingkan proses

pembentukannya yang berlangsung

la-ma sebelumnya. Secara filosofis,

identi-tas keindonesiaan yang telah

dinya-takan pada saat proklamasi tersebut

akan tetap berlaku, meski tanpa ada

pengakuan dari pihak lain.

Benedict Anderson (1991)

menem-patkan negara kebangsaan sebagai

imag-ined community

yang diterjemahkan ke

bahasa Indonesia menjadi komunitas

imajiner. Berbeda dengan komunitas

yang nyata di mana anggotanya saling

kenal dan secara intensif saling

ber-interaksi,

imagined community

merupa-kan komunitas yang anggotanya secara

garis besar dapat dikatakan tidak saling

kenal serta tidak pernah saling bertemu

dan berinteraksi secara langsung. Dari

sudut pandang inilah maka negara

ke-bangsaan ditempatkan sebagai

komuni-tas yang “tercita dan tercitra” kan.

Penempatan negara kebangsaan

sebagai komunitas yang tercitakan,

ka-rena keberadaannya sebagai hal yang

hendak diwujudkan bersama oleh

komunitas-komunitas di bawahnya.

Re-nan mengajukan pandangan bahwa

ter-dapat dua unsur yang menjadi prinsip

spiritual negara bangsa. Pertama adalah

s e j a r a h y a n g b e r i s i p e n g a l a m a n

-pengalaman bersama dan menjadi

in-gatan kolektif, sehingga menumbuhkan

solidaritas sebagai pewaris berbagai

nilai yang dihidupi sampai sekarang

dan pemilik nasib yang sama. Unsur ke

dua adalah keinginan untuk hidup

ber-sama, kehendak untuk secara bersama

mempertahankan dan mengembangkan

berbagai warisan masa lampau

(Renan,

1996: 58).

Pada kutipan di atas, Renan secara

jelas menyatakan bahwa bangsa,

se-bagaimana perseorangan, merupakan

hasil dari masa lampau yang panjang

dan penuh pengorbanan dan kebaktian.

Di antara semua kebudayaan, budaya

para leluhur adalah yang paling sah,

karena para leluhurlah yang membuat

kita seperti sekarang ini. Masa lampau

orang-orang besar yang heroik

merupa-kan modal sosial tempat bersemainya

gagasan tentang negara bangsa.

Me-miliki kebesaran masa lampau dan

se-mangat untuk secara bersama membuat

keberhasilan besar merupakan hal yang

mendasar sebagai rakyat.

Selain sebagai cita-cita bersama,

negara kebangsaan juga menjadi citra

bersama. Dalam Kamus Bahasa

Indone-sia (2008: 286) kata citra diartikan

se-bagai gambaran atau rupa. Gambaran

tersebut bukan dalam arti nyata, tetapi

lebih merupakan aktivitas mental. Pada

Webster Dictionary penjelasan lebih

de-tail diberikan untuk kata “

image

se-bagai “

a mental conception held in common

by members of a group and symbolic of a

basic attitude and orientation

” atau “

a

pop-ular conception (as of a person, institution,

or nation) projected especially through the

mass media”

(http://www.merriam-w e b s t e r . c o m / d i c t i o n a r y / i m a g e ?

show=0&t=1286555314). Dalam konteks

ini, citra merupakan gambaran yang

mengendap pada pikiran warga bangsa

tentang negara bangsa Indonesia dan

dibangun melalui informasi dari media.

(4)

da-lam nasionalisme Eropa, antara lain

menjelaskan sebagai berikut.

the development of print-as-commodity

is the key to the generation of wholly new

ideas of simultaneity, still, we are simply

at the point where communities of the

type 'horizontal-secular, transverse-time'

become possible. Why, within that type,

did the nation become so popular? The

factors involved are obviously complex

and various. But a strong case can be

made for the primacy of capitalism

(Anderson, 1991: 37).

Dari kutipan tersebut dapat

dipa-hami penjelasan Anderson bahwa

perkembangan komoditas cetak

meru-pakan kunci lahirnya generasi yang

memiliki gagasan yang

sungguh-sungguh baru, dimana komunitas

bertipe “horisontal-sekuler, melintang

waktu” menjadi mungkin diwujudkan.

Faktor yang menjadikan gagasan

ten-tang negara bangsa sangat populer pada

masyarakat tipe tersebut adalah

kom-pleks, tetapi terutama adalah hasil atau

produk dari kapitalisme. Dari sudut

pandang ini, komoditas cetak

merupa-kan industri yang berkembang di bawah

sistem kapitalisme, sehingga secara

tid-ak langsung nasionalisme juga

merupa-kan produk kapitalisme.

Tentu saja media cetak bukan

merupakan faktor penyebab tunggal

lahir dan berkembangnya nasionalisme.

Pada kasus nasionalisme Indonesia

yang sebagian besar rakyatnya tidak

media cetak

minded

, komunikasi terjadi

dalam berbagai cara, antara lain melalui

media cetak, radio, rapat-rapat akbar

dan berita dari mulut ke mulut.

Kesadaran sebagai warga bangsa

merupakan sumber bagi lahir dan

berkembangnya identitas nasional. Oleh

karena negara bangsa merupakan

ima-gined community

, maka identitas

nasion-al pada umumnya bersifat abstrak dan

berkembang dari waktu ke waktu.

Sar-tono Kartodirdjo berpendapat bahwa

identitas nasional memiliki ciri pokok:

historisitas, keunikan dan partikular.

Selanjutnya dia menjelaskan:

H i s to r i s i ta s s e b a g a i c i r i u ta m a

sebenarnya inheren pada identitas

sebagai tumpuan pengalaman

kolek-tif, tidak lain karena pengalaman itu

berakumulasi lewat proses historis

atau perkembangan. Proses itu terjadi

s e c a r a u n i k y a i t u b a g a i m a n a

sebenarnya terjadi dan menghasilkan

produk yang kita kenal sebagai

identi-tas. Hasil itu mau tidak mau

merupa-kan hal yang khusus atau

partikulari-tas. Subjektivitas menonjol apabila

identitas itu ditempatkan dalam

h i r a r k h i i d e n t i t a s h u m a n i t a s

-universalitas (Kartodirdjo dalam

Depdikbud, 1990: 56).

Dari pandangan Kartodirdjo

ten-tang ciri pokok identitas nasional, dapat

diambil pemahaman bahwa sejarah

memiliki peran sentral dalam

menarasi-kan pengalaman kolektif yang menjadi

sumber bagi lahirnya identitas nasional.

Dengan kata lain, sejarah memiliki

tanggungjawab untuk mewacanakan

identitas nasional melalui eksplanasi

tentang pengalaman kolektif yang

di-lakukannya dalam historiografi yang

berupa sejarah nasional dan semua

turunannya, termasuk buku teks

pelaja-ran sejarah.

(5)

METODE PENELITIAN

P e n e l i t i a n i n i m e r u p a k a n

penelitian kualitatif dengan buku teks

pelajaran sejarah untuk SMA sebagai

subjek kajian. Penelitian mengkaji 9

bu-k u t e bu-k s p e l a j a r a n s e j a r a h y a n g

digunakan dalam pembelajaran pada 3

periode kurikulum nasional, yaitu 1975,

1984 dan 1994. Adapun peristiwa

se-jarah yang dikaji difokuskan pada masa

revolusi kemerdekaan (1945-1950),

dengan pertimbangan bahwa militer

Indonesia mewacanakan “semangat

1945” sebagai ikon penting mereka.

Pengkajian terhadap kehadiran

kepent-i n g a n m kepent-i l kepent-i t e r d kepent-i l a k u k a n d e n g a n

menganalisis term-term superior, baik

dalam bentuk kata, kalimat maupun

frasa. Term-term superior itu “

not only

the object of a particular knowledge, but also

the object of a vision

” (Spivak dalam

Der-rida, 1997: lviii), sehingga ditempatkan

sebagai penanda kehadiran kelompok

kepentingan (Derrida, 1997: 12); serta

term-term inferior yang difungsikan

un-tuk menegasikan pihak-pihak lain

(

others

). Penegasian dapat berupa

ungkapan yang menyalahkan,

mempen-jahatkan maupun mengorbankan

pihak-pihak yang dianggap tidak sejalan

dengan kelompok kepentingan yang

sedang berkuasa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Militer dalam konsepsi Orde Baru

bertanggungjawab atas pertahanan dan

keamanan. Oleh karena itu, kehadiran

kepentingannya dapat ditengarai dari

pengutamaan narasi tentang pertahanan

dan keamanan. Dalam buku teks

pela-jaran sejarah, kehadiran kepentingan

militer antara lain tampak dari

menon-jolnya narasi tentang konflik fisik. Di

antara berbagai peristiwa sepanjang

periode revolusi kemerdekaan

Indone-sia, yang paling menonjol dibahas

ada-lah konflik fisik antara Indonesia

dengan bangsa-bangsa asing, terutama

Jepang, Sekutu (Inggris) dan Belanda.

Pengutam aan konflik fisik d a pat

disimak antara lain pada judul bab yang

merepresentasikannya, seperti “Perang

Kemerdekaan” (Siswoyo, 1979: 192;

No-tosusanto dkk., 1981: 97; 1992: 127; dan

Moedjanto dkk., 1992: 91). Dengan judul

“Perang Kemerdekaan” pengarang

ber-maksud menyampaikan pesan bahwa

sebagai besar konflik yang terjadi dalam

bentuk konflik terbuka atau perang.

Tidak hanya pada judul bab,

pe-nonjolan konflik fisik juga terdapat pada

isi buku teks pelajaran sejarah. Ditinjau

dari genetika historis, konflik antara

In-donesia dengan bangsa-bangsa asing

pada periode revolusi kemerdekaan

terutama dikarenakan oleh adanya

per-benturan kepentingan. Di satu pihak,

Indonesia digambarkan sebagai bangsa

merdeka dan eksistensinya sah secara

hukum internasional. Idris (

1979, 65-66)

dengan mengutip Piagam San Fransisco

m e n g a m b i l k e s i m p u l a n b a h w a

“Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus

1945 memiliki kedudukan yang kuat

baik nasional maupun internasional,

lebih-lebih bahwa kerajaan Belanda

sendiri turut serta sebagai

penandatan-gan Piagam San Fransisco/Piagam PBB

26 Juni 1945 itu”.

Di pihak lain, Jepang dan Sekutu

memiliki kepentingan masing-masing.

Kepentingan keduanya yang

mengaki-batkan terjadinya benturan dengan

kepentingan Indonesia, digambarkan

oleh Soewarso (1986: 87) sebagai

beri-kut.

(6)

In-donesia menjadi bangsa merdeka dan

berdaulat. (1) Jepang, yang telah kalah

perang, secara de facto tetap berkuasa

di Indonesia lengkap dengan

persen-jataannya. Mereka diharuskan

mem-p e r t a h a n k a n

s t a t u s q u o

s e p e r t i

keadaan pada tanggal 15 Agustus

1945 hingga Pasukan Sekutu tiba di

t a n a h a i r k i t a . P r ok l a m a s i K e

-merdekaan kita pada tanggal 17

Agustus 1945 dianggap sebagai

pem-berontakan yang akan mengubah

sta-tus quo

. Oleh sebab itu gerakan

ke-merdekaan rakyat Indonesia harus

ditumpas; (2) Kedatangan pasukan

Sekutu di Indonesia akhir September

1945 pada hakekatnya akan

mengem-balikan kekuasaan Belanda. Menurut

anggapan mereka Indonesia adalah

"milik" Belanda yang direbut oleh

Je-pang pada waktu perang. Berhubung

perang telah selesai dan Jepang telah

kalah, maka Indonesia harus

dikem-balikan kepada "pemiliknya".

Prokla-masi kemerdekaan bangsa kita

diang-gap sebagai perbuatan sekelompok

teroris yang harus dihancurkan.

Pada kutipan di atas, pengarang

menjelaskan bahwa Jepang

berkepen-tingan untuk “mempertahankan

status

quo

seperti keadaan pada tanggal 15

Agustus 1945 hingga Pasukan Sekutu

tiba”. Selain itu, Inggris sebagai pihak

yang mewakili Sekutu digambarkan

m e m i l i k i k e p e n t i n g a n u n t u k

“mengembalikan kekuasaan Belanda”.

Kedua kepentingan tersebut tidak

mem-beri ruang untuk kemerdekaan

Indone-sia.

Pemahaman terhadap peta

kepen-tingan menjadikan para pemimpin

na-sional Indonesia sangat berhati-hati

da-lam mengambil kebijakan. Akan tetapi,

kehati-hatian tersebut mengakibatkan

kebijakan mereka sering mengecewakan

golongan pemuda. Salah satunya adalah

kebijakan tentang pembentukan Badan

Keamanan Rakyat (BKR) yang

digam-barkan sebagai berikut.

BKR dibentuk karena Pemerintah

sen-gaja tidak mau segera membentuk

tentara nasional berdasarkan

pertim-bangan politik. Pimpinan Nasional

(Pemerintah) berpendapat bahwa

pembentukan tentara nasional pada

saat itu akan mengundang pukulan

gabungan Tentara Serikat dan Jepang.

Diperkirakan bahwa kekuatan

nasi-onal belum mampu menghadapi

pukulan tersebut. Kebijaksanaan

Pemerintah ini tidak memuaskan

go-longan pemuda. Mereka

mengharap-kan dibentuknya tentara nasional

se-bagai tulang-punggung pertahanan

keamanan negara yang baru. Karena

itu sebagian golongan pemuda

mem-bentuk badan-badan perjuangan atau

laskar-laskar bersenjata. Kemudian

terbentuklah badan-badan perjuangan

seperti Angkatan Pemuda Indonesia

(API), Pemuda Republik Indonesia

(PRI), Barisan Pemuda Indonesia

(BPI) dan lain-lain, hampir di seluruh

pelosok tanah air. Para bekas anggota

Peta dan heiho pada umumnya

me-masuki BKR di daerah masing-masing

dan bertekad untuk menjadikan

ba-dan ini sebagai alat perjuangan

ber-senjata untuk menegakkan

kedau-latan Republik Indonesia. Mereka

menganggap dirinya

pejuang,

seperti

j u g a p e m u d a - p e m u d a l a i n n y a

(Notosusanto, 1981, jilid 3: 98).

(7)

b a d a n - b a d a n p e r j u a n g a n , y a n g

dikatakannya terjadi di “hampir di

se-luruh pelosok tanah air”.

Keberpihakan Notosusanto (1981)

d i j a d i k a n p e g a n g a n o l e h p a r a

pengarang buku teks pelajaran sejarah

pada periode selanjutnya. Keberpihakan

para pengarang buku teks terhadap

pandangan pemuda itu semakin terlihat

antara lain dari uraian mereka yang

lebih menonjolkan konflik terbuka

anta-ra pemuda dengan kekuatan asing.

K e t e g u h a n p e m u d a d a l a m

menegakkan kedaulatan negara

tercermin pula dalam dua kasus di

dua kota besar pada waktu yang

ber-samaan, yakni tanggal 19 September

1945. Satu peristiwa terjadi di Jakarta,

berupa rapat raksasa menyambut

proklamasi kemerdekaan di Lapangan

Ikada. Rapat itu dipelopori oleh para

pemuda Menteng Raya 31 dan para

mahasiswa asrama Prapatan 10.

Ken-dati tentara Jepang berusaha

mengga-galkannya dengan pasukan lapis baja,

rakyat tetap membanjiri rapat

terse-but. Presiden Soekarno dan Wapres

Hatta hadir dalam rapat tersebut,

teta-pi demi menghindari insiden dengan

Jepang maka Presiden hanya

ber-bicara pendek…

Sementara itu, peristiwa lainnya

terjadi di Surabaya, yaitu peristiwa

yang kemudian lebih dikenal sebagai

insiden bendera...

Dengan didasari

se-mangat menegakkan kedaulatan

negara, rakyat berbondong-bondong

menuju ke Tunjungan menyerbu

Ho-tel Yamato dan merobek warna biru

bendera Belanda. Mereka

mengibar-kan kembali menjadi bendera

Merah-Putih, bendera Indonesia. (Moedjanto,

101-102).

Pada kutipan di atas, sejak awal

pengarang terlihat menonjolkan

pemu-da pemu-dalam usaha “menegakkan

ke-merdekaan” secara militer, melalui

penarasian peran mereka sebagai

inisi-ator dan organisinisi-ator rapat akbar di

lapangan Ikada, Jakarta dan perobekan

bendera Belanda di hotel Yamato,

Sura-baya.

Usaha menonjolkan peran pemuda

berkembang menjadi penonjolan

peristi-wa konflik fisik atau aksi-aksi

militeris-tik melawan kekuatan asing kemiliteris-tika

membahas kehadiran pasukan Sekutu

di Indonesia. Semua buku teks

memba-has panjang lebar tentang aksi-aksi

mili-teristik yang terjadi sepanjang periode

revolusi kemerdekaan. Bahkan

dinya-takan bahwa “Perbenturan bersenjata

t e r j a d i d i s e l u r u h I n d o n e

-sia” (Notosusanto, dkk., 1981: 105).

Alasan perang yang disusun pengarang

antara lain adalah sebagai berikut.

Pemerintah dan rakyat Indonesia

menerima baik kedatangan

pasukan-pasukan Serikat dengan catatan

bah-wa mereka tidak akan

mengembali-kan kekuasaan kolonial Belanda.

Na-mun ketika diketahui bahwa mereka

membiarkan dirinya diboncengi oleh

Belanda yang bermaksud untuk

mengembalikan pemerintah

kolonial-nya, rakyat Indonesia terpaksa

me-ngadakan perlawanan. Apalagi ketika

mereka mempersenjatai

serdadu-serdadu Belanda yang dibebaskan

dari tawanan Jepang. Timbullah

per-tempuran di pelbagai tempat antara

pihak Indonesia melawan pihak

I n g g r i s y a n g m e w a k i l i S e r i k a t

(Notosusanto, dkk., 1981: 106).

K u t i p a n d i a t a s s e c a r a j e l a s

menarasikan pandangan pengarang

bahwa alasan perang adalah karena

Sekutu atau Serikat “membiarkan

dirinya diboncengi oleh Belanda yang

bermaksud untuk mengembalikan

pemerintah kolonialnya”. Bahkan

pengarang menempatkan perang

meru-pakan langkah yang “terpaksa”

di-lakukan, sebagai bentuk “perlawanan”.

(8)

menjadi pahlawan atau hero. Salah satu

tokoh yang dipahlawankan oleh para

pengarang buku teks adalah Sudirman.

Ketika terjadi agresi Belanda 19

Desem-ber 1948, Sudirman digambarkan

se-bagai berikut.

Dalam pada itu beberapa bulan

sebe-lum Belanda menyerang, Jenderal

Soedirman, Panglima Besar Angkatan

Perang, menderita sakit paru-paru

yang sangat parah sehingga harus

dirawat di rumah sakit dan kemudian

di rumah. Namun ketika situasi

men-jadi gawat, ia berkata bahwa jika

Be-landa menyerang kembali ia akan

me-megang kembali pimpinan Angkatan

Perang dan memimpin

prajurit-prajuritnya dalam suatu perlawanan

gerilya. Janji itu ditepati. Pada saat

Belanda menyerang, ia bangkit dari

tempat tidurnya dan meminta diri

kepada Presiden untuk pergi ke luar

kota guna memimpin gerilya. Maka

dengan diiringi oleh ajudan dan

pasukan pengawalnya, Jenderal

S o e d i r m a n n a i k g u n u n g t u r u n

gunung, masuk hutan ke luar hutan,

menempuh terik matahari dan

cu-rahan hujan lebat untuk memimpin

perlawanan rakyat semesta terhadap

musuh. Dalam masa yang paling

gelap bagi Republik, Pak Dirman

memberikan pegangan dan kekuatan

batin kepada rakyat dan

prajurit-prajurit yang berjuang habis habisan

u n t u k k e l a n g s u n g a n h i d u p

negaranya. MBKD dan MBKS segera

diaktifkan di bawah panglimanya

masing-masing. Pemerintah Militer

memutar rodanya dengan lancar.

Dengan demikian dimana masih ada

prajurit TNI, di sana Republik

Indone-sia masih berdiri (Notosusanto, dkk.,

1992, Jilid 3: 155).

H e r o i f i k a s i y a n g d i l a k u k a n

pengarang antara lain terlihat dari

peng-gambaran kondisi Jenderal Sudirman

sebagai sedang “menderita sakit

paru-paru yang sangat parah”, tetapi tetap

menepati janji untuk “naik gunung

turun gunung, masuk hutan ke luar

hu-tan, menempuh terik matahari dan

cu-rahan hujan lebat untuk memimpin

per-lawanan rakyat semesta”. Bahkan

penu-lis menjadikannya sebagai tokoh yang

mampu “memberikan pegangan dan

kekuatan batin kepada rakyat dan

prajurit” pada saat Indonesia sedang

mengalami “masa yang paling gelap”.

Tokoh lain yang oleh pengarang

dimunculkan sebagai pahlawan periode

revolusi kemerdekaan adalah Letnan

Kolonel (Letkol) Suharto, yang menjadi

Presiden Republik Indonesia pada

ta-hun 1966-1998. Kepahlawanan Letkol

Suharto yang pada waktu itu menjabat

sebagai Komandan Wehrkreise III,

teru-tama dalam peristiwa yang dikenal

se-bagai Serangan Umum 1 Maret 1949.

Dikisahkan bahwa kepahlawanan

Letkol Suharto berusaha digambarkan

oleh pengarang buku teks dengan

menempatkannya sebagai tokoh yang

“menetapkan untuk melancarkan

se-rangan umum pada siang hari”, dan

“memimpin sendiri pertempuran pada

pagi hari, tanggal l Maret 1949 itu,

dengan menyandang senapan otomatis

Qwengun MK 143 di bahunya”.

Se-rangan itu dapat “mengingatkan

Bel-anda bahwa Republik Indonesia masih

kuat dan tegak berdiri dan TNI sewaktu

-waktu masih dapat memberikan

puku-lan maut kepada tentara Bepuku-landa”, serta

menjadi semakin hebat ketika “berita

kemenangan serangan itu oleh para

pe-juang disiarkan ke luar negeri melalui

radio di Wonosari, ke Bukittinggi

(PDRI), ke Aceh, ke Rangoon (Birma),

d a n a k h i r n y a k e N e w D e l h i

(India)” (Waridah, dkk., 2000: 252).

Untuk lebih meyakinkan pembaca

akan kepahlawanan Letkol Suharto,

Waridah (2000: 252-253) lebih lanjut

menguraikan sebagai berikut.

(9)

masih berdiri tegak. Peristiwa tersebut

diabadikan dalam sebuah Monumen

Serangan Umum 1 Maret 1949 yang

terletak di depan gedung negara,

pusat jantung kota Yogyakarta.

Wujud monumen tersebut adalah

se-bagai berikut: (1) Lima buah patung

menggambarkan wakil golongan

da-lam berjuang mempertahankan RI

yaitu: TNI, pelajar, pedagang, petani,

dan wanita.; (2) Patung singa

mengan-dung arti angka satu; (3) Patung api

berlidah tiga mengandung maksud

bulan tiga atau bulan Maret; (4)

Tu-lisan

jer basuki mawa bea

artinya untuk

sukses harus ada korban.

Tetesing

Lu-diro Kusumoning Bawono

mengandung

a r t i 1 9 4 9 ( b a w o n o : 1 , k u s u m o :

9,ludiro: 4, dan tetesing: 9)…

Keberhasilan serangan umum

pada tanggal 1 Maret 1949 (6 jam

menguasai ibu kota perjuangan

Yog-yakarta) mempunyai makna nasional

dan internasional. Peristiwa itu

disiar-kan oleh RRI dari Banaran Playen

G u n u n g k i d u l , d i t e r u s k a n k e

Bukittinggi, ke Takengon Aceh, dari

Aceh ke Rangoon Birma, ke New

Del-hi India, akDel-hirnya sampai ke New

York. Yang dimaksudkan dengan

makna nasional, adalah bahwa

peristi-wa tersebut menambah kepercayaan

masyarakat Indonesia untuk tetap

merdeka dan mengakui semangat

per-juangan rakyat melawan Belanda.

Adapun yang dimaksud dengan

mak-na intermak-nasiomak-nal adalah bahwa

peristi-wa tersebut menjadi pendorong

pe-ngukuhan eksistensi RI oleh Dewan

Keamanan PBB.

Dengan menunjukkan adanya

monumen, pen ga ran g berma ksud

menggambarkan bahwa seakan-akan

Serangan Umum 1 Maret 1949

sungguh-sungguh merupakan pertempuran yang

dahsyat. Bahkan pengarang juga

mem-berikan data tentang korban perang,

meski sama sekali tidak secara khusus

menunjuk korban Serangan Umum 1

Maret 1949. Pada bagian akhir dari

kutipan, pengarang berusaha

menun-jukkan bahwa peristiwa tersebut sangat

besar maknanya, yaitu secara nasional

mampu “ menam ba h keperca yaan

masyarakat Indonesia untuk tetap

merdeka” dan secara internasional

ber-hasil “menjadi pendorong pengukuhan

eksistensi RI oleh Dewan Keamanan

PBB”.

Penonjolan perjuangan fisik yang

disertai dengan heroifikasi terhadap

tokoh-tokoh militer yang terlibat di

da-lamnya juga dilakukan dengan melalui

pendistorsian dan penegasian terhadap

berbagai peristiwa historis non fisik,

yaitu perjuangan diplomasi. Distorsi

dan negasi tampak antara lain di

lakukan oleh Notosusanto (1992: 145)

yang buku karangannya menjadi buku

p a k e t , k e t i k a m e n g g a m b a r k a n

Persetujuan Linggarjati sebagai berikut.

Dalam bulan November 1946

diselenggarakan perundingan antara

pihak Indonesia dan Belanda di

Ling-gajati (atau Linggarjati), sebuah

tem-pat peristirahatan di sebelah selatan

Cirebon. Persetujuan Linggarjati yang

ditandatangani pada tanggal 25 Maret

1 9 4 7 i t u b e r i s i a n t a r a l a i n : ( 1 )

Pemerintah RI dan Belanda

bersama-sama menyelenggarakan berdirinya

sebuah negara yang berbentuk

feder-asi dengan nama Republik Indonesia

Serikat (RIS), (2) Pemerintah RIS dan

Pemerintah Belanda akan bekerja

sa-ma dalam sebuah perserikatan negara

yang bernama Uni Indonesia-Belanda.

(10)

Pada kutipan di atas tampak

pengarang dengan bersembunyi di balik

kata “antara lain” secara sengaja hanya

menampilkan dua isi perjanjian.

Noto-susanto dengan sengaja

menyembunyi-kan isi perjanjian Linggarjati yang

sangat penting, yaitu “Pemerintah

Bel-anda mengakui kekuasaan secara de

facto pemerintahan RI atas wilayah

Ja-wa, Madura. dan Sumatra”, untuk

mendistorsi dinamika historis

per-juangan diplomasi. Pengakuan akan

ek-sistensi RI itu merupakan isi perjanjian

yang paling penting dan menjadi tujuan

utama perjuangan para diplomat

Indo-nesia. Perdana Menteri Syahrir, jauh

sebelum perundingan Linggarjati

diada-kan telah menyatadiada-kan bahwa

permusya-waratan Indonesia dengan Belanda bisa

dilakukan sesudah Belanda mengakui

kemerdekaan Republik Indonesia.

Per-nyataan itu secara lengkap dimuat oleh

surat kabar

Berita Indonesia

pada tanggal

5 Desember 1945.

Dari berita surat kabar tersebut

dapat dilihat bahwa pemimpin nasional

menghendaki penyelesaian konflik

dengan Belanda melalui perundingan

yang difasilitasi oleh Perserikatan

Bang-sa-Bangsa (

United Nations

) dan bukan

dengan jalan kekerasan seperti yang

te-lah ditempuh oleh Belanda. Untuk

tujuan itulah, para pemimpin nasional

Indonesia menempatkan pengakuan

kemerdekaan sebagai tujuan utama

per-juangan, seperti disampaikan oleh

Presi-den Soekarno dalam nota balasan

kepa-da van Mook tertanggal 12 Maret 1946

yang antara lain berisi tuntutan bahwa

“Republik Indonesia harus diakui

se-bagai negara yang berkedaulatan penuh

atas wilayah bekas jajahan Hindia

Bel-anda” Waridah (2000, Jilid 2: 242)

Selain mendistorsi, Notosusanto

(1981/1992) juga berusaha menegasikan

Perjanjian Linggarjati. Pernyataan

bah-wa oleh pihak kolonialis Belanda,

Persetujuan Linggajati memang hanya

dianggap sebagai alat untuk

memung-kinkan mereka mendatangkan

pasukan-p a s u k a n y a n g l e b i h b a n y a k d a r i

negerinya. Setelah mereka merasa

cukup kuat, mereka beralih kepada

maksud semula, yakni menghancurkan

Republik dengan kekuatan senjata”

lebih merupakan pandangan yang

terla-lu dipaksakan untuk memberi kesan

negatif terhadap isi Perjanjian

Ling-garjati. Pernyataan tersebut

menging-kari realitas historis yang menunjukkan

bahwa sejak pengakuan Belanda

ter-hadap kemerdekaan RI melalui

Perjan-jian Linggarjati, berbagai negara

men-jadi ikut mengakuinya, seperti ditulis

oleh Idris (1979: 72) sebagai berikut.

Untuk Indonesia pengakuan ini yang

pertama-tama diberikan oleh Inggris

pada tanggal 31 Maret 1947.

Kemudi-an disusul oleh: Amerika Serikat, 17

April 1947; Mesir, 11 Juni 1947;

Li-banon, 29 Juni 1947; Syria, 2 Juli 1947;

Afghanistan, 23 September 1947;

Bur-ma, 23 Nopember 1947; Arab Saudi,

24 Nopember 1947; Yaman, 3 Mei

1948; dan Uni Sovyet, 26 Mei 1948

Meski oleh pengarangnya tidak

dimaksudkan untuk menjelaskan akibat

Perjanjian Linggarjati, tetapi fakta

his-toris yang dimunculkannya sangat

berguna. Dari urutan waktu pada

kutipan di atas tampak bahwa

Perjan-jian Linggarjati yang ditandatangani

pada tanggal 25 Maret 1947 memiliki

pengaruh besar. Kurang dari sepekan,

Inggris kemudian ikut mengakui

ke-merdekaan RI dan disusul oleh Amerika

Serikat.

(11)

Linggarjati, menjadi prasyarat bagi

ma-suknya PBB. Dari sudut pandang ini,

pengakuan kemerdekaan sebagai tujuan

utama perjuangan yang dicanangkan

oleh pemimpin nasional menjadi lebih

dapat dipahami, sekaligus pemahaman

bahwa hasil Perjanjian Linggarjati

meru-pakan prestasi besar yang diukir semasa

Syahrir menjadi Perdana Menteri.

Di lain pihak, langkah Belanda

melakukan “aksi polisionil” pasca

penandatanganan Perjanjian Linggarjati

lebih merupakan ekspresi kegusaran

t e r h a d a p b l u n d e r p o l i t i k , y a i t u

pengakuan terhadap kemerdekaan RI,

oleh para diplomatnya. Akan tetapi,

langkah militer itu tidak mampu

mengembalikan posisi RI kembali

men-jadi “Hindia Belanda”. Konflik

Indone-sia-Belanda telah menjadi permasalahan

antar dua negara merdeka yang secara

hukum internasional sah untuk PBB

campur tangan.

Distorsi dan negasi juga terjadi

pada saat buku teks menguraikan

hasil-hasil perundingan Renville. Moedjanto

(1992, Jilid 3: 109 -110) saat membahas

isi perjanjian Renville, antara lain

menyatakan sebagai berikut.

P a d a p e r k e m b a n g a n b e r i

-kutnya, hanya melalui desakan KTN,

Pemerintah RI terpaksa menyetujui isi

Persetujuan Renville yang amat

menguntungkan Belanda itu. Dari

Renville, RI menyetujui dibentuknya

Negara Indonesia Serikat dengan

ma-sa peralihan sehingga secara tidak

langsung pendudukan Belanda atas

beberapa daerah RI mendapatkan

pembenaran. Daerah-daerah itu akan

diklaim oleh Belanda dan diakui oleh

RI sampai diselenggarakan

plebisit

(penentuan pendapat rakyat = pepera)

untuk menentukan apakah rakyat

mau bergabung dengan RI atau tidak.

Selain itu, pihak RI juga bersedia

menarik pasukan-pasukan TNI dari

daerah-daerah pendudukan Belanda

atau kantong-kantong gerilya ke

wila-yah yang masih bersisa milik RI. Ini

merupakan satu kekalahan terbesar

dari sebuah perjanjian, namun perlu

disadari bahwa dalam percaturan

politik tingkat tinggi hal tersebut tidak

bersifat mutlak dan tetap. Sejarah

re-volusi belum berakhir, tetapi baru

sampai pada

jeda

tertentu yang masih

akan berlanjut. Dalam masa jeda RI

dapat menyusun kembali kekuatan

dan siasat perjuangan yang baru.

Persetujuan Renville yang amat

merugikan RI itu ditandatangani pada

tanggal 17 Januari 1948. Walaupun

dengan berat hati, itikad baik untuk

mematuhinya, memaksa

pasukan-pasukan TNI meninggalkan dan

me-n g o s o me-n g k a me-n d a e r a h g e r i l y a d i

belakang garis van Mook yang sangat

luas. Seperti kita ketahui garis itu

menghubungkan satu daerah

terde-pan yang dikuasai Belanda dengan

daerah terdepan lainnya. Sementara

disebut daerah "kantong" adalah

dae-rah RI yang ada di belakang garis van

Mook. Dari Jawa Barat ada sekitar

35.000 orang tentara anggota Divisi

Siliwangi dihijrahkan menuju daerah

RI di Jawa Tengah, di antaranya

ditempatkan di Sala. Begitu juga

da-lam skala lebih kecil, kurang lebih

6.000 tentara dari Jawa Timur juga

dibawa menuju Jawa Tengah atau

Yogyakarta, yang sejak tanggal 4

Jan-uari 1946 telah menjadi ibukota RI.

Pada kutipan di atas secara jelas

m e r e p r e s e n t a s i k a n p a n d a n g a n

pengarang bahwa pemerintah RI berada

di bawah “desakan KTN”, sehingga

ber-sedia menandatangani Perjanjian

Ren-ville yang “amat menguntungkan

Be-landa” dan “amat merugikan RI”.

Bahkan dengan sangat tegas pengarang

menyatakan bahwa Perjanjian Renville

“merupakan satu kekalahan terbesar

dari sebuah perjanjian”.

(12)

dilakukan oleh para pengarang buku

teks pelajaran sejarah tidak berjalan

sendiri. Pola itu merupakan bagian dari

sebuah “gerakan” besar yang disponsori

pemerintah Orde Baru. Gerakan itu

ada-lah mempromosikan sejarah militer

kepada seluruh komponen bangsa,

teru-tama generasi muda. Sejarah militer

pa-da masa Orde Baru dikembangkan oleh

lembaga kemiliteran dengan tokoh

uta-ma A.H. Nasution dan Nugroho

Noto-susanto (Adam dalam Nordholt dkk,

2008). Sejarah militer mewacanakan

p e r a n p e n t i n g m i l i t e r , t e r u t a m a

Angkatan Darat dalam berbagai

peristi-wa sejarah di Indonesia. Mereka

menempatkan militer sebagai pahlawan

bagi bangsa dan negara Indonesia,

teru-tama ketika menghadapi masa-masa

krisis.

Salah satu instruksi yang diberikan

oleh Seminar Angkatan Darat 1972

kepada militer ialah agar mereka

mengedarkan versi mereka sendiri

kepada masyarakat Indonesia melalui

memoar, film, museum, monumen,

dan buku pelajaran sejarah. Yang

menjadi sasaran proyek-proyek ini

ialah generasi muda agar mereka

menghargai apa yang telah dilakukan

oleh Generasi 1945, yang kemudian

mendominasi posisi-posisi yang

pal-ing senior dalam rezim. Dalam

proyek-proyek sejarah yang baru ini,

militer berfokus kepada memajukan

peran mereka sebagai pahlawan dan

pemimpin perjuangan kemerdekaan

1945-1949 dan mempromosikan

nilai-nilai militeristik pada umumnya

(McGregor, 2008: 249).

Dari kutipan di atas secara jelas

dapat disimak bahwa salah satu

in-struksi dari Seminar Angkatan Darat

1972 kepada militer adalah untuk

mengedarkan sejarah versi militer

kepa-d a m a s y a r a k a t I n kepa-d o n e s i a p a kepa-d a

umumnya. Penyebaran dilakukan

me-lalui memoar, film, museum, monumen,

dan buku pelajaran sejarah. Sasaran

penyebaran terutama adalah generasi

muda, agar mereka menghargai apa

yang telah dilakukan oleh Generasi

1945. Dari sudut pandang ini, dapat

di-ambil pemahaman bahwa buku teks

pelajaran sejarah sejak kurikulum 1975

menjadi salah satu media pewarisan

nilai-nilai dalam semangat 1945, seperti

diamanatkan oleh Tap MPR No: IV/

MPR/1973. Nilai 1945 antara lain adalah

rela berkorban, persatuan dan kesatuan,

kerjasama, saling menghargai, dan cinta

tanah air (Badrika, 1997: 315-316).

Secara historis, pengaruh

pan-dangan militeristik terhadap produksi

buku teks pelajaran sejarah dimulai

dengan penunjukkan Nugroho

Noto-susanto sebagai kepala tim riset buku

sejarah untuk sekolah menengah

se-bagai berikut.

Pada tahun 1974, Menteri Pendidikan

mengangkat Nugroho dan anggota

staf yang lain sebagai kepala tim riset

untuk buku sejarah bagi sekolah

menengah. Staf Pusat Sejarah ABRI

juga membantu menyiapkan buku

teks sejarah untuk sekolah menengah

pertama dan sekolah menengah atas

dari tahun 1975/1976 dan untuk

pen-didikan tinggi dari tahun 1970-1974.

Pusat Sejarah ABRI juga berperan

ser-ta dalam evaluasi buku-buku untuk

perpustakaan sekolah dan dalam

merancang kurikulum sejarah untuk

sekolah (McGregor, 2008: 271-272).

Dari kutipan di atas tampak

bah-wa pengaruh militer cukup mendalam,

baik pada penyusunan buku teks

mau-pun kurikulum pelajaran sejarah.

(13)

pela-jaran PSPB tersebut, pemerintah

menge-luarkan Surat Keputusan Menteri

Pen-didikan dan Kcbudayaan Indonesia No.

290a/U/1985 tanggal 8 Juli 1985 dan

No. 216/C/Kep/1985 tanggal 7

Novem-ber 1985 yang Novem-berisi tentang

pelaksa-naan mata pelajaran PSPB dan GBPP

PSPB.

Seperti pada mata pelajaran

se-jarah un tuk periode revolusi

ke-m e r d e k a a n , ke-m a t e r i P S P B j u g a

menekankan pada fenomena historis

yang menonjolkan perjuangan fisik.

Perbedaannya, PSPB mencakup periode

sejarah yang lebih luas, yaitu mulai dari

Tanam Paksa sampai dengan Orde

Bar u . U n t u k p e Bar i o d e Bar e v o l u s i k e

-merdekaan, isi keduanya relatif sama.

Sebagai contoh adalah saat membahas

perundingan Indonesia-Belanda, antara

lain dipaparkan sebagai berikut.

Dengan penengah Lord Killearn,

per-undingan Indonesia - Belanda

diada-kan lagi di Linggajati, di kaki Gunung

Cereme, Cirebon sejak tanggal 10

No-vember 1946. Hasil perundingan

diparaf kedua belah pihak pada

tang-gal 25 Maret 1947. Isi pokoknya

ada-lah: (1) Belanda mengakui secara de

facto kedaulatan Republik Indonesia

atas Sumatera, Jawa, dan Madura.

Paling lambat pada tanggal 1 Januari

1949 Belanda harus sudah

meninggal-kan daerah de facto; (2) Republik

In-donesia dan Belanda akan bekerja

sa-ma dalam membentuk Negara

Indo-nesia Serikat. Pemerintah RI

merupa-kan salah satu negara bagian dari

negara Indonesia Serikat; (3) Republik

Indonesia Serikat dan Belanda akan

membentuk Uni Indonesia-Belanda

dengan Ratu Belanda sebagai ketua

Uni (Lestariyono, 1988: 6).

Kesamaan isi terutama ketika

menyangkut fakta-fakta keras, seperti

tanggal kejadian dan isi perjanjian.

Akan tetapi, menyangkut gaya bahasa

dan interpretasi historis, buku teks PSPB

terlihat lebih provokatif, seperti dapat

disimak dari kutipan berikut.

Nyata sekali dalam tiap

pe-rundingan. Belanda selalu

memaksa-kan kemauannya menjajah kembali

bangsa dan negara Indonesia.

Se-baliknya bangsa Indonesia bertekad

mempertahankan Proklamasi. dan

menjadi bangsa merdeka

selama-lamanya. Persetujuan Linggajati yang

jelas-jelas merugikan Indonesia pun

masih diingkari Belanda dengan

melancarkan Agresi Militer I.

Per-j u a n g a n b a n g s a I n d o n e s i a d i

Perserikatan Bangsa-Bangsa

me-nyebabkan Dewan Keamanan PBB

menyerukan gencatan senjata dan

atas usul Amerika dibentuk Goodwill

Commission (Komisi Jasa-Jasaa Baik),

yang kemudian terkenal dengan

sebutan Komisi Tiga Negara (KTN)

untuk membantu menyelesaikan

per-sengketaan Indonesia Belanda.

KTN berhasil mempertemukan

Indonesia dan Belanda dalam

pe-rundingan Renville. Persetujuan

Ren-ville yang juga sangat merugikan

Re-publik Indonesia itu masih dilanggar

Belanda dengan melancarkan agresi

militer II terhadap RI. Semua kota di

Indonesia. bahkan Yogyakarta, ibu

kota negara RI pada waktu itu

diduduki pasukan penjajah Belanda

Rakyat Indonesia sama sekali

tidak gentar menghadapi Belanda

yang mempunyai persenjataan

mo-dern menurut ukuran saat itu.

Perla-wanan tidak dihentikan. bahkan

makin berkobar. Dengan bergerilya

pasukan Indonesia terus- menerus

melancarkan serangan terhadap

kedudukan Belanda. Belanda

terke-pung. Bahkan kota Yogyakarta yang

sudah diduduki Belanda itu pada

tanggal 1 Maret 1949 sempat direbut

dan diduduki pasukan gerilya

Indo-nesia selama enam jam di bawah

ko-mando Letnan Kolonel Suharto

(sekarang Presiden RI) (Lestariyono,

1988: 7-8).

(14)

mengherankan apabila penelitian

Darmiasti (2002: 127) mengambil

ke-simpulan bahwa PSPB merupakan buku

teks yang bersifat ideologis. Sejarah

di-ajarkan bagi siswa di sekolah bukan

se-bagai pengetahuan belaka, tetapi sejarah

ditampilkan sebagai upaya untuk

me-nanamkan rasa cinta terhadap tanah air.

Oleh karena itu, kebenaran sejarah

ditentukan oleh pemerintah.

Peristiwa-peristiwa sejarah yang ditampilkan

da-lam PSPB pun lebih banyak peristiwa

politik yang dianggap memiliki nilai

patriotisme.

Wacana militeristik menjadikan

revolusi kemerdekaan digambarkan

hanya sebagai usaha mempertahankan

kemerdekaan dari ancaman bangsa

a-sing, baik Jepang sebagai penjaga status

quo, Sekutu sebagai pemenang perang

maupun NICA yang berusaha menjajah

kembali Indonesia. Berbagai fenomena

historis yang terjadi di daerah tidak

dapat dimasukkan ke dalam buku teks

pelajaran sejarah, hanya karena bukan

perjuangan melawan kekuatan asing.

Salah satu fenomena yang tidak ada

da-lam buku teks adalah revolusi sosial

yang terjadi antara lain di Sumatera

Ti-mur dan Surakarta. Di Sumatera TiTi-mur

revolusi sosial meletus pada tanggal 3

Maret 1946. Pada awalnya masyarakat

b e r m a k s ud m e n gh a d a n g B e l a n da

(NICA) yang dikabarkan akan mendarat

di Tanjung Balai. Ketika NICA tidak jadi

datang, massa rakyat beralih sasaran ke

kaum bangsawan Melayu, karena

di-anggap memihak penjajah Belanda.

Di pihak lain, pada revolusi sosial

di Surakarta yang meletus pada bulan

Oktober 1945, rakyat menghendaki

pemerintahan dalam bentuk swapraja.

Pada Oktober itu juga, penasihat Sunan

Pakubuwana XII, KRMH

Sosrodi-ningrat, diculik dan dibunuh.

Bupati-bupati di Daerah Istimewa Surakarta

yang masih kerabat Kraton diturunkan

oleh massa. Pada April 1946, penasihat

Sunan yang baru, KRMT Yudonagoro,

juga diculik dan dibunuh bersama

sem-bilan pejabat di Kepatihan. Dengan

ber-dasar perkembangan situasi itu, maka

pada tanggal 16 Juni 1946 pemerintah

mengakhiri status Surakarta sebagai

Daerah Istimewa dan menggantinya

sebagai karesidenan.

Berbeda dengan pada kedua

dae-rah di atas, pada tiga daedae-rah di Jawa

Tengah, yaitu Pemalang, Tegal dan

Brebes massa rakyat melakukan

revolu-si sorevolu-sial terhadap birokrarevolu-si

pemerinta-han dari tingkat residen sampai kepala

desa. Revolusi sosial yang meletus pada

bulan Agustus 1945 dan terkenal

se-bagai Peristiwa Tiga Daerah itu

di-dorong oleh dendam kepada para

peja-bat pemerintahan, karena dianggap

menjadi kepanjangan tangan penjajah.

Mereka menempatkan rakyat hanya

se-bagai sapi perahan.

Dinamika yang begitu kaya di

berbagai daerah tidak mampu

dican-tumkan oleh buku teks pelajaran

se-jarah, sehingga keberagaman menjadi

tidak dapat terwacanakan dengan

opti-mal. Akibatnya siswa sebagai pembaca

akan memperoleh kesan bahwa masa

revolusi kemerdekaan hanya berisi

ten-tang perlawanan masyarakat terhadap

pasukan Jepang dan Sekutu/NICA.

Tanpa bermaksud menafikan

pen-tingnya nilai-nilai patriotisme, dominasi

narasi tentang aksi-aksi militeristik akan

menyampaikan pesan kepada para

siswa SMA sebagai pembacanya bahwa

perang merupakan solusi terbaik bagi

permasalahan Indonesia pada periode

revolusi kemerdekaan.

(15)

pela-jaran sejarah akan mengembangkan

karakter generasi muda yang memuja

kekerasan sebagai jalan untuk

mem-peroleh kebenaran, dan bukan diskusi

kritis seperti diwacanakan oleh

Haber-mas (McCarthy, 2009).

SIMPULAN

Dalam buku teks pelajaran sejarah

SMA periode kurikulum 1975 – 1994.

Pengaruh militer dilakukan dengan

menonjolkan peristiwa-peristiwa

histor-is periode revolusi kemerdekaan yang

merepresentasikan konflik fisik.

Penon-jolan peran militer dalam sejarah

revolu-si kemerdekaan dilakukan bersamaan

dengan peminggiran peran sipil, baik

dengan jalan negasi maupun distorsi.

Peminggiran peran sipil paling tampak

pada penegasian keberhasilan Syahrir

dalam memperoleh pengakuan

ke-merdekaan RI melalui Perjanjian

Ling-garjati (25 Maret 1947). Selain

meming-girkan peran sipil, sejarah yang

militer-i s t militer-i k j u g a g a ga l m e n g g a m b a r k a n

kekayaan nuansa yang terjadi selama

revolusi kemerdekaan, seperti

ter-jadinya revolusi sosial yang terjadi di

Sumatera Timur, Surakarta, Pemalang,

Tegal dan Brebes. Dengan wacana

mili-teristik itu akan mengembangkan

karak-ter generasi muda yang memuja

keke-rasan sebagai jalan untuk memperoleh

kebenaran

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Benedict. 1991.

Imagined

Commu-nities: Reflection on the Origin and

Spread of Nationalism.

New York:

Ver-so.

Berita Indonesia

pada tanggal 5 Desember

1945

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

1990.

Seminar Sejarah Nasional V: Sub

Tema Pengajaran Sejarah.

Jakarta:

Direktorat Sejarah dan Nilai-nilai

Tradisional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

Kamus Bahasa Indonesia

. Jakarta: Pusat

Bahasa

Derrida, Jacques. 1997.

Of Grammatology

.

Translated by Gayatri Chakravorty

Spivak. London: The Johns Hopkins

University Press

h t t p: // w ww . m e r r i a m- we bs te r . c o m /

d i c t i o n a r y / i m a g e ?

show=0&t=1286555314

Kartodirdjo, Sartono. 2005.

Sejak Indische

sampai Indonesia.

Jakarta: Kompas.

Lestariyono. 1988.

Pendidikan Sejarah

Per-juangan Bangsa

. Jilid 2. Klaten: Intan

Pariwara.

McCarthy, Thomas. 2009.

Teori Kritis Jurgen

Habermas

. Terjemahan Nurhadi.

Yog-yakarta: Kreasi Wacana.

McGregor, Katharine E. 2008)

Ketika Sejarah

Berseragam:

Membongkar Ideologi

Mili-ter Dalam Menyusun Sejarah Indonesia.

Yogyakarta: Syarikat Indonesia

Nordholt, Henk Schulte, Bambang

Purwan-to dan Ratna Saptari, ed.. 2008.

Per-spektif Baru Penulisan Sejarah

Indone-sia

. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Renan, Ernest. 1882. “What is A Nation?”

dalam Woolf, Stuart, (ed.). 1996.

Na-tionalism in Europe, 1815 to Present

.

London: Routledge.

Wiriaatmadja, Rochiati. 1992. “Peranan

Pengajaran Sejarah Nasional

Indone-sia Dalam Pembentukan Identitas

Nasional”.

Disertasi

. Bandung:

Prog-ram Pascasarjana IKIP Bandung.

Buku Teks Pelajaran Sejarah (Subjek

Penelitian)

Badrika, I Wayan. 1997.

Sejarah Nasional

In-donesia dan Umum untuk SMA

, Jilid

2. Jakarta: Erlangga.

Idris, Z.H., dan Tugiyono. 1979.

Sejarah

Un-tuk SMA

. Jakarta: Mutiara

Moedjanto, G., Nani Sunarti, Chr. Kristanto

Dh., Anton Haryono dan AA Padi.

1992.

Sejarah Nasional Indonesia.

Jilid

3. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Nugroho Notosusanto dan Yusmar Basri,

(16)

Indonesia Untuk SMA

. Jilid 3. Buku

paket. Jakarta: Departemen

Pendidi-kan dan Kebudayaan.

Sardiman, A.M., dan Kusriyantinah. 1996.

Sejarah Nasional dan Umum untuk

SMA

, Jilid 2b dan 2c. Surabaya:

Ken-dang Sari

Siswojo, S.W. 1979.

Sejarah Untuk SMA

, Jilid

1. Klaten: Intan

Soewarso, Ibnoe. 1986.

Sejarah Nasional

Indo-nesia dan Dunia

. Jilid 3. Surakarta:

Widya Duta.

Waridah Q., Siti, J. Sukardi, P. Sunarto, dan

Rubiyatno. 2000.

Sejarah Nasional

dan Umum untuk SMA

. Jilid 2.

(17)

Jurnal Nasional Terakreditasi

Judul Jurnal Ilmiah (Artikel)

: Militer dan Konstruksi Identitas Nasional: Analisis Buku Teks

Pelajaran Sejarah SMA masa Orde Baru

Penulis Jurnal Ilmiah

: Dr. Hieronymus Purwanta, M .A.

Identitas Jurnal Ilmiah :

a) Nama Jurnal

: Paramita

b)

NomorNolume

: No lNol 23

c) Edisi (bulan/tahun) : April/2013

d)

Penerbit

: Jurusan Sejarah, FIS, Universitas Negeri Semarang

e) Jumlah halaman

: 15 halaman

f)

ISSN/ISBN

: ISSN 0854-0039

g) Url

: http:/ !repository. usd .ac.id/4384/

Nilai Maksimal Jurnal Ilmiah

Komponen yang

Inter

Nasional

Nasional

Nilai Akhir

Inter

Nasional

Yang

dinilai

nasional

nasional

Terakreditasi

Tidak

Terindeks

diperoleh

Bereputasi

Terakreditasi

DOAJ

Kelengkapan dan

kesesuaian isi J urnal

2.50

2

(10%)

Ruang Lingkup dan

Kedalaman

7.50

6

Pembahasan (30%)

Kecukupan dan

Kemutakhiran Data/

7.50

6

Informasi dan

Metodologi (30%)

Kelengkapan Unsur

dan Kualitas Penerbit

7.50

6

(30%)

(18)

1.

2.

3.

4.

Tentang Kelengkapan dan Kesesuaian Unsur

~

~

ji;Jf~

{t=!!!_

~~J12::;;::-~

Kecukupan dan Kemutakhiran data serta Metodologi

tt~~ut

~-£=~

I

Kelengkapan Unsur Kualitas Penerbit

UNKES

5.

Indikasi Plagiasi

6.

Kesesuaian Bidang Ilmu

Surakarta, 0

aret 2017

(PROF. R. HERMANU JOEBAGIO M.PD.)

NPP/NIP

: 195603031986031001

(19)

HASIL PENILAIAN SEJA WAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW

Jurnal Nasional Terakreditasi

Judul Jurnal Ilmiah (Artikel)

: Militer dan Konstruksi Identitas Nasional: Analisis Buku Teks

Pelajaran Sejarah SMA masa Orde Baru

Penulis Jurnal Ilmiah

: Dr. Hieronymus Purwanta, M.A.

Identitas Jurnal Ilmiah :

a) Nama Jurnal

: Paramita

b)

NomorNolume

: No lNol 23

c) Edisi (bulan/tahun) : April/2013

d)

Penerbit

: Jurusan Sejarah, FIS, Universitas Negeri Semarang

e) Jumlah halaman

: 15 halaman

f)

ISSN/ISBN

: ISSN 0854-0039

g) Url

: http://repository.usd.ac.id/4384/

N ilai Maksimal J urnal Ilmiah

Komponen yang

Inter

Nasional

Nasional

Nilai Akhir

Inter

Nasional

Yang

dinilai

nasional

nasional

Terakreditasi

Tidak

Terindeks

diperoleh

Bereputasi

Terakreditasi

DOAJ

Kelengkapan dan

kesesuaian isi Jurnal

2.50

2

(10%)

Ruang Lingkup dan

Kedalaman

7.50

7

Pembahasan (30%)

~

Kecukupan dan

Kemutakhiran Data/

7.50

6

Informasi dan

Metodologi (30%)

Kelengkapan Unsur

dan Kualitas Penerbit

7.50

.

7

(30%)

Total=100%

25.00

22,0

(20)

Komentar Per Reviewer :

1.

Tentang Kelengkapan dan Kesesuaian Unsur

v\ruur -

uruuf

~"fd1c.l

\

lM\On

Let13\lap

clc.An

tnemeru\-ii

kriterlo..

S-ebaq~

C\r..\\'ie\..

[)urflll.

f\t4f\oVlot

-ter~~r-etMrosl.

Tllffi

-tullr

.re.rua.\

\:;umvtcm

redei1ai'

~urn"\,.

2.

Tentang Ruang Lingkup dan Kedalaman Pembahasan

.

\c.o.

8

\ori

meMbon~.r

bu~u

teltr

~elaj0ftAn

Sf1Jret\.,

ln~w.r1

CAi

-top1k:

peran.0

ken'l.erd~n.

~ernboViur

ari

~VVlPr<-h

eniif k\aM

W\e"g1u"\-\1\

f\ar~1\

-ten+zin3

perarf\

wkttfer .

3.

Kecukupan dan Kemutakhiran data serta Metodologi

verrn~alc4til4n

a<An

j

~OJ~bon

~ llflli~ori

c;\µ1,.gctnj-f>laf' ·

.Cumber

W\Ura\c

(ti

i

r

~

ffierr1aci~.

~et-ocldoqi

1an_gat

baiK

dtl+'l

-tepC'tl .

4.

Kelengkapan Unsur Kualitas Penerbit

5.

Indikasi Plagiasi

6.

Kesesuaian Bidang Ilmu

Surakarta,

08

Maret

2017

(PROF. DR. SARIYATUN M.PD., M.HUM.)

NPP/NIP

:96103181989032001

(21)

58% Unique

Total 49040 chars, 7673 words, 183 unique sentence(s).

Custom Writing Services

-

Paper writing service you can trust. Your assignment is our priority! Papers ready in 3 hours!

Proficient writing: top academic writers at your service 24/7! Receive a premium level paper!

@charset "UTF-8"; html{height:100%;padding-bottom:1px;} small,.small{font-size:0.9em;} .cssTable { margin:0px;padding:0px; width:100%; box-shadow: 10px 10px 5px

#888888; border:1px solid #ffffff; mozborderradiusbottomleft:0px; webkitborderbottomleftradius:0px; borderbottomleftradius:0px; mozborderradiusbottomright:0px;

-webkit-border-bottom-right-radius:0px; border-bottom-right-radius:0px; border-radius-topright:0px; -webkit-border-top-right-radius:0px; border-top-right-radius:0px;

-moz-border-radius-topleft:0px; -webkit-border-top-left-radius:0px; border-top-left-radius:0px; } .cssTable table { border-collapse: collapse; border-spacing: 0; width:100%; height:100%;

margin:0px;padding:0px; } .cssTable tr:last-child td:last-child { -moz-border-radius-bottomright:0px; -webkit-border-bottom-right-radius:0px; border-bottom-right-radius:0px; }

.cssTable table tr:first-child td:first-child { -moz-border-radius-topleft:0px; -webkit-border-top-left-radius:0px; border-top-left-radius:0px; } .cssTable table tr:first-child td:last-child

{ mozborderradiustopright:0px; webkitbordertoprightradius:0px; bordertoprightradius:0px; }.cssTable tr:lastchild td:firstchild{ mozborderradiusbottomleft:0px;

-webkit-border-bottom-left-radius:0px; border-bottom-left-radius:0px; } .cssTable tr:hover td{ color:#e5e5e5; } .cssTable td{ vertical-align:middle;

background-color:#fcfcfc; border:1px solid #ffffff; border-width:0px 1px 1px 0px; text-align:left; padding:7px; font-size:12px; font-family:Arial; font-weight:normal; color:#000000; } .cssTable

tr:last-child td { border-width:0px 1px 0px 0px; } .cssTable tr td:last-child { border-width:0px 0px 1px 0px; } .cssTable tr:last-child td:last-child { border-width:0px 0px 0px 0px; }

.cssTable tr:first-child td { background:-o-linear-gradient(bottom, #cccccc 5%, #cccccc 100%); background:-webkit-gradient( linear, left top, left bottom, color-stop(0.05, #cccccc),

color-stop(1, #cccccc) ); background:-moz-linear-gradient( center top, #cccccc 5%, #cccccc 100% ); filter:progid:DXImageTransform.Microsoft.gradient(startColorstr="#cccccc",

endColorstr="#cccccc"); background: -o-linear-gradient(top,#cccccc,cccccc); background-color:#cccccc; border:0px solid #ffffff; text-align:center; border-width:0px 0px 1px 1px;

font-size:14px; font-family:Arial; font-weight:bold; color:#000000; } .cssTable tr:first-child:hover td { background:-o-linear-gradient(bottom, #cccccc 5%, #cccccc 100%);

background:-webkit-gradient( linear, left top, left bottom, color-stop(0.05, #cccccc), color-stop(1, #cccccc) ); background:-moz-linear-gradient( center top, #cccccc 5%, #cccccc

100% ); filter:progid:DXImageTransform.Microsoft.gradient(startColorstr="#cccccc", endColorstr="#cccccc"); background: -o-linear-gradient(top,#cccccc,cccccc);

background-color:#cccccc; } .cssTable tr:first-child td:first-child { border-width:0px 0px 1px 0px; } .cssTable tr:first-child td:last-child { border-width:0px 0px 1px 1px; }

Results

Query

Domains (original links)

4 results

88 Paramita Vol

researchgate.net

researchgate.net

2 results

The move is motivated by the understanding that history lesson textbooks are important media to instill a national

identity

researchgate.net

researchgate.net

15 results

The research method used was qualitative through content analysis of history lesson textbooks

rethinkingschools.org

americanhistory.oxfordre.com

ep.liu.se

allthingsliberty.com

kau.diva-portal.org

seab.gov.sg

researchgate.net

history.state.gov

(22)

2 results

The analysis focused on historical narratives about the revolution of inde- pendence (1945-1950)

2 results

The results show that the narratives in textbooks are influenced by the views of the military

researchgate.net

researchgate.net

1 result

It can be seen from the mil- itaristic narratives and heroification of military figures

researchgate.net

3 results

On the other hand, the roles of political figures are negated and distorted

e-jurnal.com

researchgate.net

1 result

Langkah itu dimotivasi oleh pemahaman bahwa buku teks pelajaran sejarah merupakan media yang penting untuk

menanamkan identitas na- sional

researchgate.net

3 results

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif melalui analisis isi buku teks pelajaran sejarah

e-jurnal.com

researchgate.net

3 results

Analisis dilakukan terhadap narasi se- jarah tentang revolusi kemerdekaan (1945-1950)

e-jurnal.com

researchgate.net

1 result

Hasil penelitian menunjukkan bahwa narasi dalam buku teks dipengaruhi oleh pandangan kelompok militer

researchgate.net

1 result

Hal itu antara lain dapat disimak dari narasi yang bersifat militeristik dan pemahlawanan (heroifikasi) tokoh-tokoh

militer

researchgate.net

1 result

Di lain pihak, peran tokoh-tokoh politik dinegasi- kan dan ditenggelamkan

researchgate.net

1 result

Kata kunci: sejarah, pelajaran sejarah, buku teks, militer, heroifikasi, distorsi, negasi

researchgate.net

7 results

Identitas memiliki fungsi sangat penting, karena memberikan penjelasan yang relatif benar dan tepat

researchgate.net

researchgate.net

5 results

Tanpa identitas, sesuatu akan sulit diidentifi- kasi dan digali informasi yang jelas, benar dan tepat

cowbuyer.com

blogs.mprnews.org

codefights.com

factfinder.census.gov

bbl.net

2 results

Kartodirdjo (2005) menjelaskan pentingnya identitas dengan menganalogikan pada orang yang kehilangan ingatan

sites.google.com

researchgate.net

1 result

Analogi yang dikemukakan Kartodirdjo tersebut ber- laku tidak hanya pada tataran individu- al atau perseorangan,

tetapi juga pada tataran kolektif, baik keluarga, etnik maupun bangsa

researchgate.net

2 results

Dari sudut pandang ini, tanpa memiliki identitas, bangsa akan tidak memiliki akar untuk Paramita Vol

sites.google.com

researchgate.net

1 result

1 - Januari 2013 [ISSN: 0854-0039] Hlm

researchgate.net

1 result

88—102 89 menghidupi aktivitas, vitalitas dan krea- tivitasnya (Wiriaatmadja, 1992: 68)

researchgate.net

1 result

Kata ke dua adalah “nasional” yang merujuk pada konsep kebangsaan

researchgate.net

5 results

Pada kasus bangsa Indonesia, pengertian nasional secara legal dan for- mal berlandas pada proklamasi

(23)

1 result

Dari sudut pandang ini pengertian nasional dapat diidentikkan dengan pengertian Indonesia

5 results

Pada penelitian ini proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 ditempatkan sebagai hari kelahiran

Indonesia, dengan tanpa mengesampingkan proses pembentukannya yang berlangsung la- ma sebelumnya

zubarman.wordpress.com

sayanda.com

uvi-vilovyca.blogspot.com

danangpoenya.blogspot.com

danangpoenya.blogspot.com

2 results

Secara filosofis, identi- tas keindonesiaan yang telah dinya- takan pada saat proklamasi tersebut akan tetap

berlaku, meski tanpa ada pengakuan dari pihak lain

koboyiseng.blogspot.com

kompasiana.com

1 result

Benedict Anderson (1991) menem- patkan negara kebangsaan sebagai imag- ined community yang diterjemahkan

ke bahasa Indonesia menjadi komunitas imajiner

researchgate.net

5 results

Dari sudut pandang inilah maka negara ke- bangsaan ditempatkan sebagai komuni- tas yang “tercita dan tercitra”

kan

pressreader.com

pasyafamily.blogspot.com

lingkaran57.blogspot.com

asiswanto.net

pelitabatak.com

1 result

Penempatan negara kebangsaan sebagai komunitas yang tercitakan, ka- rena keberadaannya sebagai hal yang

hendak diwujudkan bersama oleh komunitas-komunitas di bawahnya

researchgate.net

22 results

Re- nan mengajukan pandangan bahwa ter- dapat dua unsur yang menjadi prinsip spiritual negara bangsa

maulafa.blogspot.com

digilib.unila.ac.id

sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com

repository.usd.ac.id

banguntidur.com

rozaqisrofi.blogspot.com

translate.com

konselingbki21.blogspot.com

bagalanyah.wordpress.com

dieskapurnomoblog.wordpress.com

2 results

Unsur ke dua adalah keinginan untuk hidup ber- sama, kehendak untuk secara bersama mempertahankan dan

mengembangkan berbagai warisan masa lampau (Renan, 1996: 58)

sites.google.com

researchgate.net

1 result

Pada kutipan di atas, Renan secara jelas menyatakan bahwa bangsa, se- bagaimana perseorangan, merupakan

hasil dari masa lampau yang panjang dan penuh pengorbanan dan kebaktian

researchgate.net

1 result

Di antara semua kebudayaan, budaya para leluhur adalah yang paling sah, karena para leluhurlah yang membuat

kita seperti sekarang ini

researchgate.net

5 results

Masa lampau orang-orang besar yang heroik merupa- kan modal sosial tempat bersemainya gagasan tentang

negara bangsa

elasgary.wordpress.com

galangkurniaardi.wordpress.com

lathevha.wordpress.com

muhammadnurrezki.blogspot.com

muntasircivil.blogspot.com

1 result

Me- miliki kebesaran masa lampau dan se- mangat untuk secara bersama membuat keberhasilan besar merupakan

hal yang mendasar sebagai rakyat

researchgate.net

6 results

Selain sebagai cita-cita bersama, negara kebangsaan juga menjadi citra bersama

regifauzi.wordpress.com

thanianada20.blogspot.com

(24)

4 results

Dalam Kamus Bahasa Indone- sia (2008: 286) kata citra diartikan se- bagai gambaran atau rupa

academia.edu

repository.usd.ac.id

1 result

Gambaran tersebut bukan dalam arti nyata, tetapi lebih merupakan aktivitas mental

researchgate.net

1 result

merriam- webster.com/dictionary/image

researchgate.net

1 result

show=0&t=1286555314)

researchgate.net

1 result

Dalam konteks ini, citra merupakan gambaran yang mengendap pada pikiran warga bangsa tentang negara bangsa

Indonesia dan dibangun melalui informasi dari media

researchgate.net

1 result

Media berperan sangat penting dalam penumbuhkembangan identitas nasional tersebut

researchgate.net

1 result

yang mengkaji tentang peran media cetak da- Militer dan Konstruksi Identitas Nasional

researchgate.net

1 result

—Hieronymus Purwanta 90 Paramita Vol

researchgate.net

1 result

1 - Januari 2013 lam nasionalisme Eropa, antara lain menjelaskan sebagai berikut

researchgate.net

1 result

Why, within that type, did the nation become so popular

researchgate.net

1 result

The factors involved are obviously complex and various

researchgate.net

1 result

But a strong case can be made for the primacy of capitalism (Anderson, 1991: 37)

researchgate.net

1 result

Faktor yang menjadikan gagasan ten- tang negara bangsa sangat populer pada masyarakat tipe tersebut adalah

kom- pleks, tetapi terutama adalah hasil atau produk dari kapitalisme

researchgate.net

1 result

Dari sudut pandang ini, komoditas cetak merupa- kan industri yang berkembang di bawah sistem kapitalisme,

sehingga secara tid- ak langsung nasionalisme juga merupa- kan produk kapitalisme

researchgate.net

1 result

Tentu saja media cetak bukan merupakan faktor penyebab tunggal lahir dan berkembangnya nasionalisme

researchgate.net

1 result

Kesadaran sebagai warga bangsa merupakan sumber bagi lahir dan berkembangnya identitas nasional

researchgate.net

1 result

Oleh karena negara bangsa merupakan ima- gined community, maka identitas nasion- al pada umumnya bersifat

abstrak dan berkembang dari waktu ke waktu

researchgate.net

1 result

Sar- tono Kartodirdjo berpendapat bahwa identitas nasional memiliki ciri pokok: historisitas, keunikan dan partikular

researchgate.net

(25)

1 result

Subjektivitas menonjol apabila identitas itu ditempatkan dalam hirarkhi identitas-humanitas- universalitas

(Kartodirdjo dalam Depdikbud, 1990: 56)

researchgate.net

43,400 results

Salah satu pihak yang mera- sa berkepentingan dalam penyusunan buku teks pelajaran sejarah di Indonesia pada

periode Orde Baru adalah militer

oyez.org

oyez.org

faa.gov

cogsci.ucsd.edu

oha.ed.gov

exeter1031.com

oshrc.gov

etsjets.org

afraf.oxfordjournals.org

Free Download | Mozilla

Firefox® Web Browser www.mozilla.orgDownload

Firefox - the faster, smarter, easier way to browse

the web and all of Yahoo 12345Next43,400 results

1 result

Oleh karena itu, sesuai dengan judul, penelitian ini akan memfokuskan diri untuk mengkaji pengaruh militer dalam

mengkonstruksi identitas nasional Indo- nesia

researchgate.net

1 result

91 METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan buku teks pelajaran sejarah untuk

SMA sebagai subjek kajian

researchgate.net

1 result

Penelitian mengkaji 9 bu- ku teks pelajaran sejarah yang digunakan dalam pembelajaran pada 3 periode kurikulum

nasional, yaitu 1975, 1984 dan 1994

researchgate.net

1 result

Adapun peristiwa se- jarah yang dikaji difokuskan pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1950), dengan

pertimbangan bahwa militer Indonesia mewacanakan “semangat 1945” sebagai ikon penting mereka

researchgate.net

1 result

Pengkajian terhadap kehadiran kepent- ingan militer dilakukan dengan menganalisis term-term superior, baik

dalam bentuk kata, kalimat maupun frasa

researchgate.net

1 result

Penegasian dapat berupa ungkapan yang menyalahkan, mempen- jahatkan maupun mengorbankan pihak- pihak

yang dianggap tidak sejalan dengan kelompok kepentingan yang sedang berkuasa

researchgate.net

1 result

HASIL DAN PEMBAHASAN Militer dalam konsepsi Orde Baru bertanggungjawab atas pertahanan dan keamanan

researchgate.net

1 result

Referensi

Dokumen terkait

Dari sudut pandang ini, distorsi makna yang sangat fatal apabila Sumpah Pe- muda dirumuskan oleh pengarang buku teks sebagai “Ikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan buku teks telah menyajikan peran kedua tokoh di setiap peristiwa sejarah mulai dari masa pergerakan kebangsaan,

Menurut A rthur Schopenhauer, “hanya dengan sejarah suatu bangsa menjadi sadar akan dirinya sepenuh- penuhnya.” Kesadaran nasional sebenarnya terutam a timbul dari

Materi dalam buku teks pelajaran sejarah yang mengandung nilai kerja keras yaitu Sumber Sejarah, Manusia Purba Indonesia dan Dunia, Peradaban Awal Masyarakat Indonesia

Dalam buku teks sejarah, bukan saja konsep Reformasi bermakna dan diopinikan baik, sedangkan zaman pemerintahan Orde Baru (1966- 1998) bersifat buruk, melainkan juga para

Setelah dianalisis buku-buku teks sejarah SMP dan SMA dapat disimpulkan bahwa pendekatan tematis seperti sejarah sosial itu erat dengan kehidupan masyarakat,

Teks yang dimaksud dalam penelitian ini adalah narasi sejarah yang tertuang dalam buku teks pelajaran Sejarah Na- sional Indonesia untuk SMA.. Dengan demikian, sumber data peneltian ini