BAB V
POLA PENGUASAAN LAHAN
DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN
5.1 Penguasaan Lahan Pertanian
Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan sehingga lahan pertanian dapat dikatakan sebagai pemasukan yang penting untuk proses keberlanjutan produksi, juga eksistensi lahan terkait dengan tatanan kelembagaan masyarakat petani dan budayanya (Darwis 2009). Namun, di Indonesia distribusi lahan pertanian tidaklah merata terutama di desa jawa karena penduduknya yang padat. Dua konsep tradisional mengenai hak atas tanah yang saling berkaitan yaitu raja atau kaum elit yang mengklaim mengenai pajak dan kepemilikan tanah sementara petani menganggap tanah sebagai milik mereka kerena mereka yang membuka lahan dan menjadikannya sesuatu yang berharga yang dapat diwariskan kepada anak cucu.
Ketimpangan lahan menjadikan pemerintah memperhatikan keadaan yang merugikan petani sehingga usaha pemerintah Indonesia dalam membangun sosial- ekonomi difokuskan pada pembangunan pertanian. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan yang merencanakan peningkatan produksi beras untuk mencapai swasembada. Namun kebijakan ini dianggap telah gagal karena hanya mencakup petani bersawah yang mendapat kredit dalam program tersebut, sedangkan syarat untuk meningkatkan kesejahteraan orang miskin (terutama di desa) adalah dengan mengikutsertakan petani gurem dan petani tak bertanah ke dalam reforma agraria.
Redistribusi lahan dilaksanakan karena adanya kebijakan UUPA tahun 1960 yang
berpihak kepada petani gurem dan petani tak bertanah. Namun, di awal tahun
tersebut banyak pemilik tanah yang ketakutan akan peraturan landreform sehingga
mereka menyerahkan tanah kepada penggarap dan meninggalkan praktik
pertanian bagi hasil dan beralih ke penggunaan buruh upahan. Hal ini dilakukan
karena dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan mempekerjakan petani
penggarap untuk menggarap tanah mereka.
Kampung Cijengkol merupakan salah satu kampung yang penduduknya cukup padat diantara kampung-kampung lain yang berada di Desa Cigudeg.
Kampung ini pun salah satu kampung dimana penduduknya banyak melakukan aktivitas pertanian terutama di sawah dan kebun. Namun, ada juga sebagian kecil warga yang melakukan aktivitasnya di ladang, pekarangan, hutan bahkan diluar pertanian. Jika dibandingkan dengan kampung lain yang ada di Desa Cigudeg, lebih banyak warga Kampung Cijengkol yang berpendapatan rendah.
Kebanyakan dari warga memanfaatkan, mengolah dan mengambil keuntungan dari lahan yang mereka garap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sawah yang ditanami padi dan kebun yang ditanami sayur-sayuran atau kayu jenjeng (warga menyebutnya ki ambon) yang dapat dijual untuk mendapatkan tambahan uang. Namun hasil yang mereka telah tanam hanya dapat dinikmati oleh sendiri (subsisten). Hal ini mengartikan bahwa mereka yang beraktivitas di pertanian (sebagai petani) dapat dikatakan sebagai petani gurem.
Jumlah penduduk di kampung ini terbilang cukup padat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah anggota keluarga yang ada. Tabel 12 menggambarkan bahwa banyaknya jumlah anggota keluarga setiap satu keluarga.
Tabel 12. Jumlah anggota setiap keluarga di Kampung Cijengkol
Kategori IK Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Persentase (%)
Banyak > 7 15 32,60
Sedang 4 < x ≤ 7 19 41,30
Sedikit 1 < x ≤ 4 12 26,10
Total 46 100,00