• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK SALAK PADA ALAT PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP

(The Frying Temperature Test of Snake Fruits in Vacuum Frying (Vacuum Pump Type))

Suryadi1,2), Ainun Rohanah1), Lukman Adlin Harahap1)

1)Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian USU Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155

2) email :poisedon_1991@yahoo.com

Diterima: 2 Maret 2015 / Disetujui: 22 April 2015

ABSTRACT

Food processing by cooking needs a special technique to maintain the nutrition of the food. This research was aimed to measure the effective frying temperature in vacuum frying (vacuum pump type). This research was carried out at Agricultural Engineering Laboratory, Faculty of Agriculture USU in March – April 2014 using non factorial randomized block design with five levels, i.e. 75oC, 80oC, 85oC, 90oC, and 95oC.

Parameters observed were water content, loss of oil, organoleptic value, and economic analysis. The results showed that frying temperature had highly significant effects on water content, loss of oil, and organoleptic value, but it showed that there was no highly significant effect on taste. Economic analysis showed that investment with this equipment was non - profitable.

Keywords: Snake Fruit, Temperature, Chips, and Vacuum Frying.

PENDAHULUAN

Sifat hasil pertanian secara fisik adalah perishabel adalah mudah busuk dan rusak, voluminous yaitu hasil pertanian yang berat membutuhkan ruang atau tempat yang cukup besar dan bulk yaitu, mengambil banyak tempat sehingga sulit untuk dipindahkan karena berat dan sifat fisiknya agak kaku. Contohnya adalah buah salak. Salak memiliki sifat tidak tahan untuk penyimpanan jangka panjang dan membutuhkan ruangan yang cukup besar karena ukurannya (Nugraha, dkk, 2012).

Salak merupakan salah satu komoditi buah – buahan khas Sumatera Utara.

Jumlahnya cukup banyak sehingga memerlukan penanganan khusus dalam pengolahannya. (Sitinjak, 2013). Keripik salak merupakan salah satu bentuk hasil pengolahan buah salak dan bisa kita jumpai di sentra penghasil salak terbesar di Sumatera Utara yaitu Padang Sidempuan (Lintasnews, 2010).

Pada saat dilakukan pengolahan dengan cara memasak, diperlukan teknik yang tepat selain untuk mendapatkan cita rasa yang diinginkan juga untuk mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan agar tidak seluruhnya hilang.

Misalnya pada saat penggorengan suhu tinggi

akan menghilangkan sebagian besar nutrisi yang terkandung dalam bahan. Selain itu minyak goreng akan rusak dan berdampak bagi kesehatan (Ketaren, 1989).

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan penelitian pada alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe vacuum pump dengan suhu yang berbeda pada tekanan yang sama untuk dapat menentukan suhu penggorengan yang baik pada penggorengan pada keadaan vakum.

Hal yang perlu diketahui dari penelitian ini bahwa penelitian ini sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa Keteknikan Pertanian angkatan 2008 (Dewi Sartika).

Penelitian beliau menggunakan komoditi ubi jalar untuk menguji alat ini. Penelitian ini, merupakan lanjutan dari penelitian saudara Agustami Sitorus mahasiswa Keteknikan Pertanian angkatan 2008 dimana beliau merancang alat ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur suhu efektif penggorengan pada komoditi buah salak dengan menggunakan alat penggoreng hampa udara (vacuum frying).

(2)

BAHAN DAN METODE

Bahan-bahan yang digunakan adalah salak padang sidempuan sebanyak 3,5 kg setiap penggorengan, minyak goreng sebanyak 26 liter, dan air sebanyak 30 liter. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe vacuum pump, pisau, sarung tangan, talenan, ember / baskom, timbangan, kompor, spinner, termometer, stopwatch, alat tulis, oven, kamera, dan komputer.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial dengan lima taraf sebagai berikut:

T1 = 75 oC T2 = 80 oC T3 = 85 oC T4 = 90 oC T5 = 95 oC

dengan T adalah suhu penggorengan.

Pengamatan dilakukan terhadap kehilangan minyak, kadar air, serta uji organoleptik warna, kerenyahan, rasa, dan penerimaan keseluruhan.

Kadar Air

Kadar air dihitung dengan cara mengambil sampel 5 g tiap perlakuan di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat kosongnya.

Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 oC selama 4 jam atau sampai beratnya konstan. Kemudian didinginkan lalu ditimbang berat akhirnya. Kadar air kemudian dihitung menggunakan rumus:

Kadar Air = W1 ሺkgሻ- W2 (kg) W1(kg) ×100%

W1 = berat awal W2 = berat akhir Kehilangan Minyak

Kehilangan minyak diperoleh dengan menimbang keripik yang telah selesai digoreng dengan alat penggoreng vakum sebelum ditiriskan, kemudian setelah ditiriskan ditimbang kembali. Lalu dimasukkan ke dalam rumus:

Kehilangan Minyak = A – B dimana:

A = Berat keripik sebelum ditiriskan B = Berat keripik setelah ditiriskan.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik digunakan sebagai parameter penelitian ini untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Uji menggunakan panelis sebanyak 10 orang. Uji

organoleptik yang digunakan dalam penelitian adalah uji hedonik (kesukaan) terhadap keripik salak hasil penggorengan vakum dengan lima taraf suhu yakni 75oC, 80oC, 85oC, 90oC, dan 95oC dimana untuk setiap taraf suhu dilakukan tiga kali ulangan. Uji organoleptik dilakukan terhadap 10 orang panelis dengan parameter warna, kerenyahan, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-5 (sangat tidak suka – sangat suka).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehilangan minyak adalah selisih berat keripik yang digoreng sebelum ditiriskan dengan yang sudah ditiriskan. Tabel 1 dapat dilihat bahwa kehilangan minyak tertinggi diperoleh pada perlakuan T2 sebesar 30,53 g dan terendah pada perlakuan T5 yaitu 7,73 g. Suhu terbaik berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT dalam hal kehilangan minyak pada penggorengan vakum ini adalah suhu 95oC, dimana pada suhu ini jumlah kehilangan minyak paling sedikit.

Tabel 1. Pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kehilangan minyak

Perlakuan Ulangan

Rataan

I II III

T1 13,30 11,4 11,9 12,20 T2 26,40 36,6 28,6 30,53 T3 19,50 22,1 27,9 23,17 T4 20,10 16,7 15 17,27

T5 7,20 9,6 6,4 7,73

Hubungan antara suhu penggorengan dengan kehilangan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar dapat dilihat hubungan antara suhu dengan kehilangan minyak dimana bentuk grafik yang terbentuk adalah grafik kuadratik dan ini sesuai dengan literatur (Ratnaningsih, dkk., 2007) yang menyatakan bahwa grafik hubungan antara suhu dan kehilangan minyak adalah polinominal berderajat dua.

Gambar 1 juga menunjukkan terjadi kenaikan minyak yang hilang mulai dari suhu 75oC hingga 80oC. Kemudian terjadi penurunan mulai dari titik suhu 80oC hingga ke suhu 95oC.

Hal ini disebabkan pada suhu 75oC hingga 80oC energi yang terdapat dalam penggorengan hanya mampu membuat minyak terserap pada bagian permukaan bahan tetapi tidak sampai ke bagian dalam bahan secara keseluruhan.

(3)

Gambar 1. Hubungan suhu penggorengan vakum terhadap kehilangan minyak Pada suhu 80oC hingga 95oC terjadi

penurunan kehilangan minyak. Hal ini disebabkan energi penggorengan pada suhu ini mampu membuat minyak terserap pada bahan secara keseluruhan sehingga air dalam bahan dapat keluar menjadi uap selanjutnya membuat bahan menjadi lebih kering yang mengakibatkan terbentuknya kerak. Semakin tinggi suhu penggorengan, maka semakin kering bahan disertai pembentukan kerak yang dapat menghalangi masuknya minyak ke dalam bahan. Sehingga pada saat penirisan, sedikit minyak yang keluar akibat gaya sentirfugal pada spinner. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (1989) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu penggorengan maka semakin banyak pori – pori ruang yang diikuti terbentuknya kerak (crust) yang berpengaruh pada masuknya minyak pada bahan.

Kadar Air

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan.

Hubungan suhu penggorengan dengan kadar air bahan dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 2 menunjukkan kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 yaitu 9,17% dan terendah pada perlakuan T5 yaitu 2,92%.

Perlakuan T1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan. Hal ini disebabkan pada perlakuan T1 (suhu 75oC) energi yang terdapat dalam penggorengan tidak mampu membuat minyak dapat terserap ke bagian dalam bahan tetapi hanya bagian permukaan, sehingga tidak dapat menguapkan air dalam jumlah besar. Hal ini sesuai dengan literatur Yang (1997) yang menyatakan bahwa penggorengan vakum memiliki prinsip yang hampir sama dengan penggorengan konvensional dimana diperlukan sejumlah besar energi untuk dapat menguapkan air dalam bahan melalui minyak goreng

dipanaskan yang pada dasarnya dipengaruhi suhu penggorengan.

Tabel 2. Pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap kadar air keripik salak Perlakuan Ulangan

Rataan

I II III

T1 8,89 10,79 7,83 9,17 T2 5,43 5,26 5,51 5,40 T3 4,52 4,77 4,35 4,55 T4 3,35 3,15 3,42 3,31 T5 2,81 2,60 2,63 2,68

Dari pengujian DMRT dapat dilihat juga bahwa pengaruh yang tidak nyata antara perlakuan T5 dan T4, T4 dan T3, serta T3 dan T2.

Hal ini terjadi karena pada perbedaan suhu yang kecil antar perlakuan sehingga perbedaan kadar air bahan yang tertinggal setelah proses penggorengan sangat kecil.

Setyawan, dkk (2011) menyatakan bahwa penggorengan sama seperti pengeringan, yang membedakan hanya medium yang digunakan dimana pengeringan menggunakan udara panas sedangkan penggorengan menggunakan minyak goreng. Peristiwa ini mirip dengan pengeringan dimana semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar pula perbedaan jumlah uap air yang hilang sehingga berpengaruh pada perbedaan kadar air yang tertinggal pada bahan.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu penggorengan maka semakin rendah kadar air. Hal ini disebabkan ketika bahan dimasukkan dalam minyak panas, terjadi penguapan sejumlah air di permukaan bahan pangan yang diikuti penguapan air di dalam bahan pangan. Semakin tinggi suhu minyak, maka semakin banyak air yang diuapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shu dan Waang (2011) yang menyatakan bahwa pengurangan kadar air dalam hasil

(4)

penggorengan vakum terjadi bersamaan dengan adanya peningkatan suhu penggorengan.

Gambar 2. Hubungan suhu penggorengan vakum terhadap kadar air Nilai Hedonik Warna

Suhu penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 4,77 (agak suka) dan terendah pada perlakuan T5 yaitu 2,30 (tidak suka). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT, maka diperoleh suhu penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan warna keripik salak adalah suhu 80oC. Dari tabel 3, dapat dilihat kenaikan nilai organoleptik warna dari suhu 75oC hingga 80oC dan penurunan nilai organoleptik dari 80oC hingga 95oC. Terjadinya peningkatan nilai disebabkan suhu 75oC hingga 80oC merupakan fase terjadinya awal penggorengan dimana pada suhu tersebut diperlukan sejumlah energi untuk dapat melakukan penetrasi minyak ke dalam bahan agar dapat mengeluarkan air dalam bahan dalam bentuk uap sekaligus merubah warna bahan itu

sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (1989), yang menyatakan bahwa pada proses penggorengan, proses masuknya minyak ke dalam bahan menentukan warna bahan yang dihasilkan pada pengorengan.

Dari Tabel 3 dapat dilihat terjadi penurunan nilai organoleptik warna. Hal ini disebabkan adanya perubahan warna ke arah kecoklatan pada penggorengan salak seiring dengan peningkatan suhu. Peningkatan suhu penggorengan menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi gula pada daging salak yang digoreng sehingga warna dihasilkan pada semakin coklat seiring dengan peningkatan suhu.

Hal ini sesuai dengan literatur Jamaluddin (2009) menyatakan setiap terjadinya pencoklatan pada buah dalam penggorengan vakum disebabkan adanya proses karamelisasi gula yang diakibatkan pemanasan gula di dalam bahan selama proses penggorengan.

Tabel 3. Pengaruh suhu penggorengan vakum terhadap nilai organoleptik warna, kerenyahan, rasa dan penerimaan keseluruhan dari keripik nangka

Perlakuan Uji Organoleptik

Warna Kerenyahan Rasa Penerimaan eseluruhan

T1 3,93 2,83 1,67 2,6

T2 4,77 3,07 2,27 3,13

T3 4,17 4,27 4,47 4,84

T4 3,33 4,3 4,87 4,2

T5 2,3 4 6,27 4,17

Nilai Hedonik Kerenyahan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan suhu penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik kerenyahan. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik kerenyahan tertinggi diperoleh pada perlakuan T5 yaitu 6,27 (sangat renyah) dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 1,67

(sangat tidak renyah). Dengan demikian, nilai uji organoleptik kerenyahan mengalami peningkatan seiring meningkatnya suhu penggorengan vakum. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT, maka diperoleh suhu penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan kerenyahan keripik salak adalah pada suhu 95oC.

(5)

Dari Tabel 3, dapat dilihat peningkatan nilai kerenyahan seiring dengan peningkatan suhu penggorengan berdasarkan penilaian panelis.

Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kadar air bersamaan dengan meningkatnya suhu penggorengan sehingga bahan menjadi lebih kering dan rapuh. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (1989), yang menyatakan bahwa kadar air bahan yang digoreng akan berkurang dengan meningkatnya suhu minyak dalam proses penggorengan dan dalam literatur Garayo dan Moreira (2002) yang menyatakan bahwa tingkat kerenyahan akan meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu minyak pada penggorengan.

Nilai Hedonik Rasa

Rasa adalah campuran dari tanggapan cicip dan bau. Menurut Winarno (2002) rasa dipengaruhi beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketehui bahwa suhu memberikan tidak memberikan pengaruh yang sangat nyata pada semua perlakuan terhadap rasa (α = 0,01).

Tetapi memberikan pengaruh yang nyata pada seluruh perlakuan secara umum (α = 0,05).

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik rasa tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 yaitu 4,27 (agak suka) dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 2,83 (tidak suka). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT, maka diperoleh suhu penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan rasa keripik salak adalah pada suhu 85oC.

Nilai Hedonik Penerimaan secara keseluruhan Dari hasil analisis sidik ragam dapat diketahui bahwa suhu penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai hedonik penerimaan keseluruhan. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai penerimaan keseluruhan pada perlakuan T3 yaitu 4,70 (agak suka) dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 2,59 (tidak suka). Berdasarkan hasil pengujian menggunakan DMRT, maka diperoleh suhu penggorengan terbaik terhadap tingkat kesukaan penerimaan secara keseluruhan keripik nangka adalah pada suhu 85oC.

Tabel 3 menunjukkan hubungan suhu penggorengan vakum dan nilai hedonik penerimaan secara keseluruhan mengalami nilai naik turun (fluktuatif) yaitu naik dari suhu 75oC hingga ke 85oC kemudian turun dari 85oC ke 95oC. Hal ini disebabkan karena pada sampel yang sama, terdapat penilaian tiap panelis yang berbeda – beda yang dipengaruhi penilaian dengan indera setiap panelis berbeda – beda dan ini sesuai dengan literatur Sjaifullah (1996) yang

menyatakan bahwa mutu bahan pangan jika diukur dengan kemampuan organ indera manusia secara langsung maka penilaiannya akan bersifat subjektif karena tergantung dari kemampuan indera memberikan penilaian.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini.

Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.

Umumnya setiap investasi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Namun ada juga investasi yang bukan bertujuan untuk keuntungan, misalnya investasi dalam bidang sosial kemasyarakatan atau investasi untuk kebutuhan lingkungan, tetapi jumlahnya sangat sedikit.

Biaya penggorengan keripik salak

Dari analisis ekonomi yang dilakukan diperoleh biaya untuk produksi buah salak Dari analisis ekonomi yang dilakukan diperoleh biaya untuk memproduksi keripik salak sebesar

Rp158.933,02/ kg pada tahun pertama, Rp151.380,33 / kg pada tahun kedua,

Rp148.868,21 / kg pada tahun ketiga, Rp147.611,41 / kg pada tahun keempat, Rp146.858,69/ kg pada tahun kelima, dan Rp 146.319,07/ kg pada tahun keenam, serta pada tahun ketujuh sebesar Rp146.004,04/kg. Dan secara umum dengan asumsi harga jual keripik salak konstan yaitu Rp 140.000 /kg, jika akan dibuat usaha dengan alat ini, maka akan diperoleh kerugian karena biaya pengeluarannya lebih besar daripada pemasukkannya

Break even point

Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dalam analisis ini keuntungan awal dianggap nol.

Manfaat perhitungan titik impas (break even point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operational tanpa adanya keuntungan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 9), alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe Vacuum Pump ini akan mencapai break even point pada nilai 23,84 kg / tahun . Hal ini berarti alat ini akan mencapai titik impas apabila telah

(6)

memproduksi keripik salak sebanyak 23,84 kg/

tahun.

Net present value

Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh pada penelitian dapat diketahui besarnya nilai NPV 6%

dari alat ini adalah sebesar -Rp 33.193.579,75.

Hal ini berarti usaha ini tidak layak untuk dijalankan karena nilainya lebih kecil dari nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darun (2002) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:

- NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan;

- NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi usaha tidak menguntungkan;

- NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Internal rate of return

Internal rate of return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu dalam menginvestasikan sampai dimana kelayakan usaha itu dapat dilaksanakan. Dari perhitungan dapat disimpulkan bahwa kita tidak akan mendapat keuntungan apapun jika berinvestasi dengan modal pinjaman dari bank ataupun koperasi.

Karena nilai IRR yang diperoleh adalah imajiner yang berarti berapapun besarnya bunga pinjaman dari bank atau koperasi, pasti tidak akan diperoleh keuntungan jika modal pinjaman diinvestasikan untuk alat ini.

KESIMPULAN

1. Perbedaan suhu penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kehilangan minyak dan kadar air sehingga berpengaruh terhadap nilai organoleptik yaitu warna, kerenyahan, rasa dan penerimaan keseluruhan.

2. Berdasarkan pengujian menggunakan DMRT, suhu terbaik penggorengan vakum dalam hal efisiensi kehilangan minyak goreng adalah pada suhu 95oC, sedang nilai kesukaan warna terbaik diperoleh pada suhu 80oC yaitu 5,7 (suka), untuk kesukaan kerenyahan terbaik diperoleh pada suhu 95oC yaitu 6,4 (sangat renyah), untuk kesukaan rasa terbaik diperoleh pada suhu

85oC yaitu 4,2 (agak suka), dan untuk kesukaan penerimaan secara keseluruhan terbaik diperoleh pada suhu 85oC yaitu 4,70 (agak suka).

3. Analisis ekonomi menunujukkan bahwa secara ekonomi alat ini tidak menguntungkan karena secara umum biaya pengeluarannya lebih besar dari total pemasukkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Garayo, J., dan Moreira R., 2002. Vacuum Frying of Potato Chips. Dalam Innovation in Food Engineering ed. Maria L. Passos and Claudio P. R. CRC Press. Boca Raton.

Jamaluddin, 2009. Pengaruh Suhu dan Tekanan Vakum Terhadap Penguapan Air dan Perubahan Warna Keripik Buah Selama Proses Penggorengan Vakum. Universitas Negeri Makassar. Makassar.

Ketaren, S., 1989. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Lintasnews, 2010. http://lintasnewswordpress.

Nagogo Drink [diakses pada 14 Juli 2013].

Nugraha, S., Sugiyanto, Sulvana N.F., Tito R., Titis K., 2012. Makalah Tataniaga Pertanian “Elastisitas dan Permintaan Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret.

Surakarta.

Ratnaningsih, B. Rahardjo, dan Suhargo, 2007.

Kajian Penguapan Air dan Penyerapan Minyak pada Pengggorengan Ubi Jalar (Ipopomea batatas L.) dengan Metode Deep-Fat Frying. Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Sitorus, A.. 2012. Rancang Bangun Alat Penggoreng Buah Salak Hampa Udara (Vacuum Frying) Tipe Vacuum Pump.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Shyu S., Hau L., dan Hwang L. S., 1998. Effect of Vacuum Frying on The Oxidate Stability of Oils. J of American Oil Chemical Society 5:

1393 – 1398.

Sitinjak, E., 2013. http://radaronline.co.id. Dibalik Khasiat Buah Salak [diakses 19 Juli 2013].

Yang, R. J., 1997. Vacuum frying technology. In Novel Technology for Modern Food Engineer,ed. Gao, F.C., Chinese Light Industry Publishers. Beijing.

Gambar

Tabel  1.  Pengaruh  suhu  penggorengan  vakum  terhadap kehilangan minyak
Gambar 1. Hubungan suhu penggorengan vakum  terhadap kehilangan minyak  Pada  suhu  80 o C  hingga  95 o C  terjadi
Tabel  3.  Pengaruh  suhu  penggorengan  vakum  terhadap  nilai  organoleptik  warna,  kerenyahan,  rasa  dan  penerimaan keseluruhan dari keripik nangka

Referensi

Dokumen terkait

Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

hal yang sama mengenai sikap dan motivasi belajar, yang menyebutkan bahwa semangat atau tidak semangatnya siswa dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap

[r]

Bagi pelamar perpanjangan BPP-LN Semester-8 yang termasuk MODA-1, syarat khusus yang harus dipenuhi, yaitu bahwa karyasiswa telah selesai menulis seluruh

Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Grobogan.

Bagian Kesatu: Data Pokok Pendidikan Tinggi (Pasal 4-6) Bagian Kedua: Data Referensi Pendidikan Tinggi (Pasal 7) Bagian Ketiga: Data Transaksional Pendidikan Tinggi (Pasal 8). BAB

[r]

[r]