4 HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Kapal PSP 01 4.1.1 Spesifikasi teknis
Kapal PSP 01 merupakan kapal penangkap ikan yang dibangun dalam rangka pengembangan kompetensi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB yaitu teaching farm industry berbasis perikanan tangkap.
Kapal yang pembuatannya ditujukan bagi kepentingan riset (penelitian) dan usaha penangkapan ikan ini dibiayai oleh Program A3 dan resmi diluncurkan pada bulan Juni Tahun 2008. Keberadaan kapal ini sangat penting artinya baik bagi civitas akademika PSP maupun masyarakat nelayan di PPN Palabuhanratu. Adapun spesifikasi teknis Kapal PSP 01 seperti ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Spesifikasi teknis Kapal PSP 01
No. Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Nama
Tahun pembuatan Bahan
L
OAL
ppLebar (B)
Lebar pada garis air (B
WL) Dalam (D)
Draft (d) Tonase
Tenaga penggerak
PSP 01 2008 Kayu 14,30 meter 12,41 meter 3,12 meter 3,03 meter 1,20 meter 0,96 meter 9,5 GT
Mitsubishi 4D30 80 PS / 2100 rpm
Kapal PSP 01 merupakan kapal yang dirancang sebagai kapal multi fungsi, yaitu sebagai kapal penangkap ikan dan sekaligus kapal riset. Oleh karena itu, kapal ini dapat digunakan untuk mengoperasikan beberapa jenis alat tangkap.
Alat tangkap yang dioperasikan adalah pancing (hand line, trolline, longline dan
pancing layang-layang), jodang dan jaring insang (gillnet). Apabila dilihat dari
metode pengoperasian alat tangkap yang digunakan, maka Kapal PSP 01 termasuk
dalam kelompok kapal static gear (Iskandar & Pujiati 1995).
5°56'45" 5°56'45"
6°57'50" 6°57'50"
7°58'55" 7°58'55"
4.1.2 Daerah penangkapan
Operasi penangkapan ikan yang dilakukan menggunakan Kapal PSP 01 meliputi wilayah perairan Teluk Palabuhanratu hingga perairan Provinsi Banten.
Daerah penangkapan ikan tuna berada di sekitar rumpon yang dipasang oleh nelayan. Sementara untuk fishing ground keong macan, daerah penangkapannya meliputi Perairan Karang Bolong, Ci Sokan, Ujung Genteng hingga mencapai Binuangen. Peta daerah penangkapan Kapal PSP 01 disajikan pada Gambar 30.
104°1'05"
LAMPUNG BARAT
105°2'10"
LAMPUNG TIMUR
106°3'15" 107°4'20" 108°5'25"
LAUT JAWA
TANGGAMUS
LAMPUNG SELATAN
KEPULAUAN-SERIBU
KOTA CILEGON SERANG
TANGERANG BEKASI KARAWANG
INDRAMAYU
PANDEGLANG
LEBAK BOGOR SUBANG PURWAKARTA
WPNK-JB SUMEDANG KOTA SUKABUMI
BANDUNG
CIREB
KUN
#
#
# #
#
#
SUKABUMI
CIANJUR MAJALENGKA
KOTA TASIKMALAY GARUT
CIA
# # TASIKMALAYA
W N
E
# #
#
SAMUDERA HINDIA
40 S 0 40 80 Miles
104°1'05" 105°2'10" 106°3'15" 107°4'20" 108°5'25"
Keterangan :
Lokasi Penelitiaa
Peta Inset
#
Lokasi PenangkapanSumber : Peta Rupa Bumi Indonesia Bakosurtanal 2007
Gambar 30 Peta lokasi penangkapan ikan Kapal PSP 01.
4.2 Desain Kapal PSP 01 4.2.1 Lines plan
Rencana garis (lines plan) merupakan salah satu kelengkapan yang harus ada pada metode pembuatan kapal modern. Lines plan digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan kapal, terutama pada bagian kelengkungan badan kapal. Lines plan terdiri atas 3 jenis gambar yaitu gambar kapal tampak samping (profile plan), gambar setengah kapal tampak atas (half breadth plan) dan badan kapal tampak depan (body plan). Adapun rencana garis Kapal PSP 01 dapat dilihat pada Gambar 31.
4.2.2 General arrangement
Gambar rancangan umum (general arrangement) merupakan gambar yang
menunjukkan tata letak muatan di atas kapal. Hal ini sangat penting dalam
menunjang kemudahan operasi dan berpengaruh besar terhadap kondisi stabilitas
kapal. Penempatan jenis muatan yang tepat akan memberikan keleluasaan dan
kenyamanan kerja serta membuat kapal menjadi lebih stabil. Gambar rancangan
umum Kapal PSP 01 disajikan pada Gambar 32.
L ine s pl an K apa l PSP 01 S ka la 1: 80 G am ba r 31 L ine s pl an K apa l P S P 01.
G am ba r 32 G ene ral ar ra nge m ent K ap al PSP 01.
4.2.3 Dimensi utama
Karakteristik kapal termasuk kapal perikanan dapat dilihat dari nilai rasio dimensi utamanya. Rasio dimensi utama kapal juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi keragaan teknis dan stabilitas kapal. Rasio dimensi utama yang dimaksud adalah Lpp/B, Lpp/D dan B/D. Semakin kecil nilai L/B maka akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal karena nilai tahanan geraknya akan semakin besar. Sementara itu nilai L/D yang semakin membesar akan berdampak pada melemahnya kekuatan memanjang kapal dan nilai B/D yang semakin besar akan memberikan stabilitas kapal yang baik tetapi propulsive ability-nya akan memburuk. Nilai rasio dimensi utama Kapal PSP 01 disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rasio dimensi utama Kapal PSP 01 Rasio Dimensi Utama
Lpp/B Lpp/D B/D D/d
Nilai Acuan*
2,83-11,12 4,58-17,28 0,96-4,68
-
Kapal PSP 01 3,98 10,34
2,60 1,26
Keterangan : * sumber : Iskandar dan Pujiati (1995)
Nilai L/B sebesar 3,98 menunjukkan bahwa L/B Kapal PSP 01 masih berada pada kisaran nilai acuan yang disampaikan. Nilai yang relatif kecil dan mendekati batas bawah acuan tersebut menunjukkan bahwa tahanan gerak yang dialami kapal cukup besar sehingga berdampak negatif terhadap kecepatan kapal.
Sementara itu, nilai L/D sebesar 10,34 menunjukkan bahwa kekuatan memanjang kapal relatif baik sehingga panjang dan dalam kapal sudah cukup ideal sebagai kapal static gear, meskipun nilai L/D-nya masih mendekati batas bawah nilai acuan.
Rasio dimensi utama yang dapat menggambarkan kestabilan suatu kapal adalah perbandingan lebar terhadap dalam (B/D). Nilai B/D sebesar 2,60 menunjukkan bahwa stabilitas kapal PSP 01 relatif cukup baik. Namun, ukuran lebar kapal (B) yang relatif kecil menyebabkan kapasitas palka menjadi lebih kecil.
Oleh karena itu, kondisi stabilitasnya perlu ditingkatkan karena Kapal PSP 01
merupakan kapal yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap pasif dan
juga berfungsi sebagai kapal penelitian. Hal ini untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan kerja diatas kapal.
Hasil penelitian Darmawan et al. (1999) terhadap kapal yang mengoperasikan 2 alat tangkap pasif berupa rawai dan jaring insang hanyut di perairan Pantai Selatan Jawa Timur memberikan nilai perbandingan yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan di wilayah Pacitan, Prigi, Pondok Dadap dan Puger menghasilkan nilai rasio dimensi utama berdasarkan pada panjang kapal keseluruhan (L
OA). Perbandingan rasio dimensi utama Kapal PSP 01 dan hasil penelitian Darmawan et al. (1999) ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan rasio dimensi utama Kapal PSP 01 terhadap kapal static gear di Pantai Selatan Jawa Timur
Rasio Dimensi Utama L
OA/B
L
OA/D B/D
Nilai Acuan*
4,14-15,64 10,15-12,50
0,78-2,39
Kapal PSP 01 4,58 11,92
2,60
Keterangan : * sumber : Darmawan et al. (1999)
Rasio dimensi utama Kapal PSP 01 bila dibandingkan dengan kapal static gear di Pantai Selatan Jawa Timur memiliki nilai yang beragam. Nilai L
OA/B dan L
OA/D masih berada pada kisaran nilai acuan. Sementara itu, nilai B/D tidak termasuk dalam kisaran nilai acuan. Hal ini menunjukkan bahwa pada karakteristik perairan yang relatif sama (Pantai Selatan Jawa), kapal penangkap ikan static gear yang beroperasi memiliki keberagaman dimensi yang tinggi.
Kapal penangkap ikan yang ada di Pantai Selatan Jawa Timur memiliki ukuran dalam (D) yang lebih besar bila dibandingkan dengan Kapal PSP 01 sehingga nilai rasio B/D-nya menjadi lebih kecil.
4.3 Parameter Hidrostatis
Keragaan kapal juga dapat dilihat dari nilai parameter hidrostatisnya.
Parameter hidrostatis merupakan nilai-nilai yang menggambarkan kondisi kapal di dalam air pada kondisi air tenang (statis). Berdasarkan pada nilai parameter
hidrostatis tersebut, maka karakteristik Kapal PSP 01 pada ketinggian garis air
(WL) tertentu dapat diketahui. Parameter hidrostatis Kapal PSP 01 ditunjukkan pada Tabel 9 dan kurva hidrostatisya dapat dilihat pada Gambar 33.
Tabel 9 Parameter hidrostatis Kapal PSP 01
Parameter Hidrostatis Water Line (m)
0,192 0,384 0,576 0,768 0,96 Ton Displacement (ton)
Volume Displacement (m³) Panjang garis air/LWL (m) Lebar pada garis air/BWL (m) Wetted Area (m²)
Waterplan Area (m²) Prismatic Coefficient
Vertical Prismatic Coefficient Block Coefficient
Midship Area Coefficient Waterpl. Area Coefficient
LCB from Amidship (+ve fwd) (m) LCF from Amidship (+ve fwd) (m) KB (m)
KG (m) BMt (m) BML (m) GMt (m) GML (m) KMt (m) KML (m) TPC (ton/cm) MTc tonne.m
RM at 1º = GMt×Disp×sin(1) tonne.m
1,357 1,324 8,432 1,996 12,888 12,36 0,417 0,557 0,279 0,67 0,501 1,285 0,968 0,125 2,299 2,357 36,975 0,183 34,801 2,482 37,100 0,127 0,038 0,004
4,513 4,403 9,737 2,554 20,89 19,165 0,513 0,598 0,363 0,722 0,607 0,865 0,488 0,244 0,787 1,832 24,441 1,289 23,898 2,076 24,685 0,196 0,087 0,102
8,760 8,546 10,743 2,822 27,243 23,732 0,572 0,625 0,425 0,753 0,68 0,606 0,186 0,36 1,394 1,429 19,399 0,395 18,365 1,789 19,759 0,243 0,130 0,060
13,760 13,424 11,621 2,946 33,100 27,06 0,617 0,646 0,480 0,781 0,743 0,414 -0,036 0,474 1,125 1,154 16,444 0,503 15,793 1,628 16,918 0,277 0,176 0,121
19,400 18,927 12,408 3,033 39,212 30,174 0,657 0,654 0,526 0,807 0,804 0,260 -0,268 0,588 0,953 0,997 15,101 0,612 14,736 1,565 15,689 0,309 0,230 0,207
G am ba r 33 K u rva hi dr os ta ti s K apa l P S P 01.
Nilai volume displacement menunjukkan kapasitas atau volume badan kapal yang terendam air pada garis air tertentu, sedangkan berat badan kapal yang terendam air ditunjukkan oleh nilai ton displacement. Nilai ton displacement diperoleh dengan mengalikan nilai volume displacement dengan massa jenis air laut (1,025 ton/
m³) sehingga nilaikeduanya semakin bertambah seiring dengan tingginya badan kapal yang terendam air. Nilai ton dan volume displacement Kapal PSP 01 pada draft desain masing-masing adalah 19,400 ton dan 18,927
m³.Parameter hidrostatis yang memiliki pola yang sama dengan volume dan ton displacement adalah wetted area dan waterplan area. Wetted area dan waterplan area merupakan parameter yang masing-masing menunjukkan luas badan kapal yang terendam air (area basah) dan luas penampang pada tiap garis air secara melintang dari haluan hingga buritan. Semakin tinggi garis air, maka nilai keduanya juga semakin meningkat. Luas area basah adalah 39,212 m² dan luas waterplan adalah 30,174 m² yang terjadi pada kondisi sarat air maksimum.
Longitudinal centre buoyancy (LCB) merupakan jarak titik apung
(buoyancy) kapal secara longitudinal dihitung dari tengah kapal (midship). Jarak titik apung kapal bergerak semakin mendekati midship seiring dengan
bertambahnya tinggi badan kapal yang terendam air. Begitu juga dengan nilai LCF (longitudinal centre floatation). LCF merupakan jarak titik pusat pengapungan kapal yang dihitung dari midship. LCF juga dapat didefinisikan sebagai jarak dari titik pusat waterplan area kapal pada draft tertentu terhadap midship, sehingga posisi LCF sangat dipengaruhi oleh bentuk lambung kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai LCB adalah sebesar 0,260 m berada di depan midship sedangkan nilai LCF sebesar 0,268 m yang berada di belakang midship.
Titik penting yang memberikan pengaruh besar terhadap keragaan kapal
adalah jarak vertikal dari lunas kapal (K) ke pusat titik berat (G) dan titik apung
(B). Jarak dari lunas kapal ke pusat titik apung disebut dengan KB sementara
jarak dari lunas kapal ke titik berat disebut dengan KG. Nilai KB akan semakin
besar seiring dengan pertambahan draft, sedangkan nilai KG akan semakin
berkurang seiring dengan dalamnya kapal yang terendam air. Pada kondisi draft
desain, nilai KG sebesar 0,953 m dan nilai KB 0,588 m. Hal ini berarti titik berat kapal (gravity) berada lebih tinggi dari titik apungnya.
Titik metacentre (M) merupakan satu dari 3 titik keseimbangan yang sangat penting artinya bagi kestabilan kapal selain titik berat (G) dan titik apung (B).
Posisi titik M menjadi parameter untuk menentukan kondisi kestabilan kapal.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 9, maka posisi titik M dibagi menjadi 2 jenis yaitu Mt dan ML. Jarak titik apung terhadap metacentre secara vertikal atau BMt adalah sebesar 0,997 m dan jarak lunas terhadap metacentre (KMt) sebesar 1,565 m. Sementara itu jarak dari titik berat terhadap metacentre (GMt) adalah sebesar 0,612 m. Hal ini menunjukkan bahwa posisi titik M Kapal PSP 01 berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif.
Jarak titik G, B dan K terhadap titik metacentre membujur (M
L)
dilambangkan dengan GM
L, BM
Ldan KM
L. M
Lmerupakan titik perpotongan antara garis-garis tegak yang melalui titik B secara membujur. Semakin tinggi draft maka nilai GM
L, BM
Ldan KM
Lsemakin kecil. Pada kondisi draft desain nilai GM
L,BM
Ldan KM
Lberturut-turut adalah 14,736 m; 15,101 dan 15,689 m.
Perubahan draft erat hubungannya dengan jumlah muatan yang ada diatas kapal. Jumlah bobot yang diperlukan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm dinyatakan dengan TPC (ton per centimeter). Semakin tinggi nilai perubahan sarat kapal yang diinginkan, maka bobot yang diperlukan semakin besar. Pada draft desain, nilai TPC 0,309 ton yang berarti bahwa untuk merubah draft sebesar 1 cm dari nilai draft desain (0,960 m) dibutuhkan bobot sebesar 0,309 ton.
4.4 Coefficient of Fineness
Bentuk badan kapal yang berada dibawah air dapat dilihat dari nilai
coefficient of fineness. Koefisien yang dimaksud adalah block coefficient (Cb),
prismatic coefficient (Cp), midship coefficient (C ), waterplan coefficient (Cw)
dan vertical prismatic coefficient (Cvp). Masing-masing koefisien menunjukkan
bentuk badan kapal dibawah garis air yang dibandingkan dengan bentuk empat
persegi yang mengelilinginya. Nilai koefisien bentuk Kapal PSP 01 disajikan
pada Tabel 10.
Kegemukan badan kapal dapat diwakili oleh nilai block coefficient (Cb).
Koefisien block adalah perbandingan dari volume of displacement pada sarat maksimum terhadap volume persegi panjang yang mengelilinginya. Pada kondisi draft maksimum, nilai Cb Kapal PSP 01 sebesar 0,526 yang berarti bahwa bentuk badan kapal yang berada dibawah garis air pada sarat maksimum cenderung ramping. Semakin besar nilai Cb maka bentuk badan kapal semakin gemuk.
Nilai Cb=1 menunjukkan bahwa badan kapal yang terendam air memiliki bentuk kotak (persegi).
Tabel 10 Coefficient of fineness Kapal PSP 01
Kapal PSP 01
Encircling
gear a Towed gear a Static gear a Static gear b
Cb Cp C Cw Cvp
0,526 0,657 0,807 0,804 0,654
0,56-0,67 0,60-0,79 0,84-0,96 0,78-0,88 0,71-0,76
0,40-0,60 0,51-0,62 0,69-0,98 0,66-0,77 0,61-0,78
0,39-0,70 0,56-0,80 0,63-0,91 0,65-0,85 0,60-0,82
0,48-0,72 0,57-0,89 0,59-0,89
- -
Keterangan : a
b sumber : Iskandar dan Pujiati (1995) sumber : Darmawan et al. (1999)
Koefisien prismatik menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dan panjang kapal pada draft maksimum. Nilai ini juga menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal. Kapal PSP 01 memiliki perubahan bentuk penampang melintang yang banyak sepanjang LWL (draft desain). Hal ini ditunjukkan oleh nilai Cp sebesar 0,657. Semakin besar Cp, maka bentuk penampang melintang kapal tidak banyak mengalami perubahan sepanjang LWL (draft desain).
Bentuk kapal pada bagian midship secara melintang dapat dilihat dari nilai
midship coefficient. Bila dilihat dari nilai C sebesar 0,807 maka bentuk kapal
pada bagian midship secara melintang cenderung gemuk karena nilainya lebih
besar dari 0,7. Hal ini juga berarti bahwa tahanan yang dialami kapal relatif besar
karena luas penampang pada bagian midship mendekati bentuk persegi (kotak).
Pada area waterplan, bentuk kapal dapat dilihat dari nilai Cw. Koefisien ini juga menunjukkan perbandingan antara luas penampang pada draft desain dengan bidang persegi yang mengelilinginya. Nilai Cw sebesar 0,804 menunjukkan bahwa bentuk penampang melintang kapal pada draft desain cenderung mendekati persegi. Koefisien waterplan juga dapat digunakan untuk melihat luasan/ruangan yang dapat digunakan sebagai ruang muat. Sementara itu, bentuk badan kapal secara vertikal dapat dilihat dari nilai Cvp. Nilai Cvp merupakan perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume sebuah prisma dengan luas penampang Aw dan tinggi d. Nilai Cvp juga dapat diperoleh dengan membandingkan nilai Cb dengan Cw. Nilai Cvp sebesar 0,654 menunjukkan bahwa bentuk badan Kapal PSP 01 secara vertikal pada draft desain banyak mengalami perubahan.
4.5 Stabilitas
4.5.1 Kondisi kapal kosong
Stabilitas merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan pada semua jenis kapal. Secara sederhana, stabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami miring akibat gaya-gaya yang bekerja dari luar. Kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula tentunya berhubungan dengan parameter teknis kapal itu sendiri, baik dimensi utama maupun coefficient of fineness.
Salah satu cara untuk mengetahui kondisi stabilitas kapal adalah dengan melihat kurva stabilitas statis kapal yang bersangkutan. Kurva stabilitas statis menunjukkan nilai lengan pengembali (righting arm) pada nilai sudut oleng yang berbeda. Informasi yang dapat diperoleh dari suatu kurva stabilitas statis antara lain selang stabilitas, nilai GZ maksimum dan tinggi metacentre (GM). Kurva stabilitas statis Kapal PSP 01 ditunjukkan pada Gambar 34.
Selang stabilitas statis Kapal PSP 01 untuk kondisi kosong berada pada
kisaran 0º - 98º. Selang ini menunjukkan bahwa Kapal PSP 01 masih memiliki
nilai GZ yang positif hingga sudut kemiringan 98º dengan asumsi kondisi kapal
adalah kedap air (intact stability). Kriteria penilaian stabilitas yang digunakan
merupakan nilai yang direkomendasikan oleh IMO (International Maritime
Nilai GZ (meter)
Organization). Hasil perhitungan parameter stabilitas Kapal PSP 01 dibandingkan dengan nilai minimum yang direkomendasikan IMO sehingga kualitas stabilitasnya dapat ditelaah. Hasil perhitungan stabilitas Kapal PSP 01 ditunjukkan pada Tabel 11.
0.7 0.6 0.5 0.4
0.3 0.2 0.1
0
GM
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sudut oleng (derajat)
Gambar 34 Kurva stabilitas statis Kapal PSP 01.
Tabel 11 Kriteria stabilitas Kapal PSP 01
Kriteria
A B C
D E
F
IMO
> 0,055 m. rad
> 0,09 m. rad
> 0,03 m. rad
> 0,20 m; sudut > 30º
25º
> 0,35 m
Kapal PSP 01
0,085 m. rad 0,141 m. rad 0,056 m. rad 0,330 m; sudut 41,4º
41,4º
0,634
Keterangan
Terpenuhi
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Terpenuhi Terpenuhi
Margin (%)
54,55
56,67 86,67 66,50
81,14 54,55
Katerangan :
A B C
: Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 30º
: Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 40º
: Luas area antara sudut oleng 30º sampai 40º
D : Nilai maksimum righting lever (GZ) E
F
: Sudut maksimum stabilitas : Nilai initial GM (GM awal)
Hasil analisis terhadap parameter stabilitas kapal PSP 01 menunjukkan bahwa seluruh kriteria minimum yang disyaratkan IMO telah terpenuhi sehingga dapat dikatakan kapal tersebut memiliki kualitas stabilitas yang baik. Namun, distribusi muatan ketika kapal dioperasikan juga memberikan pengaruh terhadap stabilitas kapal. Semakin rendah posisi muatan yang diletakkan diatas kapal maka stabilitasnya akan semakin baik. Oleh karena itu, perhitungan stabilitas Kapal PSP 01 juga dilakukan terhadap kondisi muatan eksisting.
4.5.2 Kondisi Muatan eksisting
Muatan Kapal PSP 01 secara umum terdiri atas alat tangkap, ABK, BBM, perbekalan (es, air tawar, bahan makanan) dan hasil tangkapan yang diletakkan pada 2 palkah yang berbeda. Palkah utama berada di bagian tengah kapal sementara palkah tambahan berupa kotak (box) fiber diletakkan diatas dek pada bagian haluan. Analisis stabilitas dengan kondisi muatan eksisting dilakukan terhadap 4 kondisi muatan yang berbeda mengacu pada Torremolinos
International Convention for The Safety of Fishing Vessels, 1977 (Chapter III, Regulation 33). Kondisi stabilitas Kapal PSP 01 dalam berbagai kondisi muatan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil analisis parameter stabilitas Kapal PSP 01 dengan muatan eksisting
Kriteria A B C D E F
IMO
> 0,055 m. rad
> 0,09 m. rad
> 0,03 m. rad
> 0,20 m;
25º
> 0,35 m
Kondisi 1 0,079 0,126 0,048 0,276 38,2º
0,595
Kondisi 2 0,079 0,126 0,047 0,276 40º
0,603
Kondisi 3 0,079 0,126 0,047 0,277 40,9º
0,596
Kondisi 4 0,088 0,143 0,056 0,329 42,1º
0,646
Perubahan jumlah muatan akan memberikan pengaruh terhadap stabilitas
kapal karena terjadi perubahan pusat titik berat (G). Palkah dalam kondisi penuh
memiliki titik G yang lebih tinggi dibandingkan dengan palkah yang terisi dengan
20% hasil tangkapan. Oleh karena itu, hasil analisis simulasi terhadap kondisi
Nilai GZ (m)m
muatan palkah dan perbekalan memberikan informasi penting bagi awak kapal dalam mengoperasikan kapal hingga mencapai fishing base dengan selamat.
Hasil analisis terhadap parameter stabilitas kapal seperti ditunjukkan pada Tabel 12 memberikan informasi bahwa 4 kondisi yang disimulasikan pada Kapal PSP 01 masih menghasilkan kondisi stabilitas yang baik. Hal ini diwakili oleh nilai seluruh parameter yang berada di atas nilai standar IMO. Dengan demikian kondisi stabilitas kapal PSP 01 dapat dikatakan sudah cukup baik. Kurva stabilitas statis Kapal PSP 01 dalam berbagai kondisi muatan dapat dilihat pada Gambar 35.
0.4
Kondisi 1 Kondisi 2
0.3 Kondisi 3
Kondisi 4
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80 100 120
Sudut Oleng (derajat)
Gambar 35 Kurva stabilitas statis untuk 4 kondisi berbeda.
Kurva stabilitas statis untuk 4 kondisi yang berbeda menunjukkan bahwa
selang stabilitas dan nilai GZ maksimum untuk masing-masing kondisi memiliki
perbedaan yang tidak begitu besar. Kondisi 1 dan 2 memiliki selang stabilitas
yang relatif sama dimana vanishing angle untuk kondisi 1 terjadi pada sudut 95º
dan untuk kondisi 2 memiliki vanishing angle pada sudut 99º. Muatan pada
kondisi 4 menghasilkan nilai vanishing angle lebih besar dari pada kondisi 3,
dimana pada kondisi 4 nilainya sebesar 103º dan pada kondisi 3 nilainya adalah
99º. Vanishing angle adalah sudut oleng dimana kapal memiliki nilai GZ yang
bernilai nol (0) sehingga kapal tidak dapat kembali ke posisi semula karena tidak
ada momen penegak yang bekerja mengembalikan kapal ke kondisi tegak.
4.6 Evaluasi Kesesuaian Desain
Kapal static gear yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap merupakan jenis kapal penangkap ikan yang banyak ditemukan di Indonesia.
Mengingat, sebagian besar kapal penangkap ikan dibuat tidak berdasarkan pada tujuan penggunaan kapal tersebut. Kapal static gear yang tersebar di perairan Indonesia merupakan produk galangan tradisional yang pembangunannya dilakukan tidak didasarkan pada alat tangkap yang akan digunakan, sehingga kapal yang dihasilkan tidak memiliki karakteristik yang mewakili kapal tersebut.
Penentuan jenis alat tangkap yang akan digunakan biasanya dilakukan setelah kapal selesai dibuat.
Pembuatan kapal yang dilakukan di galangan tradisional lebih menekankan pada pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh secara turun-temurun.
Kemahiran dalam menentukan ukuran bagian-bagian kapal dilakukan menurut kebiasaan, sedangkan dimensi utama kapal yang dibuat disesuaikan dengan keinginan pihak pembeli. Dimensi utama yang dimaksud adalah panjang kapal (L
OA), lebar kapal (B
max), dalam kapal (D), panjang lunas dan panjang linggi haluan. Bentuk badan kapal yang menjadi salah satu faktor penting dalam perhitungan stabilitas dan menentukan kapasitas muat ditentukan menurut pengalaman dan kecenderungan kapal-kapal yang telah dibuat sebelumnya.
Keterbatasan pengetahuan pengrajin kapal merupakan salah satu faktor
utama belum berkembangnya prosedur pembuatan kapal penangkap ikan secara
modern. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kesesuaian desain dan stabilitas kapal
yang telah dibuat merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan teknologi untuk galangan kapal tradisional. Pedoman
untuk menilai kesesuaian desain kapal ikan yang paling sederhana adalah dengan
melihat nilai rasio dimensi utamanya (L/B, L/D dan B/D). Nilai rasio dimensi
utama dapat diterjemahkan dengan mudah oleh pengrajin kapal sehingga dapat
diterapkan sebagai salah satu pertimbangan dalam pembuatan kapal penangkap
ikan.
4.6.1 Kesesuaian panjang kapal
Hasil simulasi dengan merubah nilai panjang kapal (L
OA) menunjukkan bahwa dengan peningkatan nilai L
OA/B sebesar 0,2 satuan juga akan
meningkatkan nilai L
OA/D sebesar 0,52 satuan. Uji stabilitas untuk masing- masing desain kapal yang mengalami perubahan nilai L
OAmenunjukkan hasil yang baik, karena seluruhnya masih memenuhi kriteria yang direkomendasikan IMO seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Perubahan panjang kapal tidak berpengaruh terhadap nilai KG maupun KB sehingga kriteria stabilitasnya juga tidak banyak mengalami perubahan.
Tabel 13 Rasio dimensi utama Kapal PSP 01 hasil simulasi perubahan panjang kapal (L
OA)
Simulasi ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
LOA/B
3,38 3,58 3,78 3,98 4,18 4,38 4,58 4,78 4,98 5,18 5,38 5,58
LOA/D
8,79 9,31 9,83 10,35 10,87 11,39 11,92 12,43 12,95 13,47 13,99 14,51
B/D
2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60 2,60
KB (m)
0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59
KG (m)
0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95
Kriteria stabilitas IMO
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Selain kriteria stabilitas, dilakukan juga perhitungan periode oleng untuk
masing-masing ukuran kapal hasil simulasi perubahan panjang. Hasil analisis
periode oleng menunjukkan bahwa perubahan panjang kapal tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap periode oleng kapal. Meskipun terjadi
perlambatan periode oleng seiring berkurangnya panjang kapal, namun nilainya
sangat kecil. Periode oleng semakin lambat (0,01 detik) setiap pengurangan
panjang sebesar 0,53 m. Pengaruh perubahan panjang kapal terhadap periode
oleng dapat dilihat pada Gambar 36.
Periode Oleng (s) 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Kapal PSP 01
3.38 3.58 3.78 3.98 4.18 4.38 4.58 4.78 4.98 5.18 5.38 5.58 Nilai L/B
Gambar 36 Periode oleng hasil simulasi perubahan panjang kapal.
Meskipun perubahan panjang kapal tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu oleng, namun secara umum semakin ramping bentuk badan kapal maka tahanan geraknya akan semakin kecil. Selain itu, bentuk badan kapal yang terlalu ramping akan memiliki kekuatan memanjang yang rendah karena proporsi antara panjang dan dalam kapal yang tidak sebanding. Oleh karena itu, panjang Kapal PSP 01 saat ini dapat dikategorikan sudah cukup ideal sebagai kapal static gear.
4.6.2 Kesesuaian lebar kapal
Perubahan lebar kapal memberikan pengaruh yang berbeda bila
dibandingkan dengan perubahan panjangnya. Hal ini terkait dengan perubahan
luas penampang melintang kapal yang terendam air. Hasil simulasi terhadap
perubahan nilai B menunjukkan adanya perubahan pada nilai KG pada setiap
perubahan lebar kapal. Semakin besar lebar kapal (nilai B/D yang besar) maka
nilai KG-nya akan semakin tinggi (besar) sehingga berdampak negatif terhadap
kondisi stabilitas kapal pada ukuran panjang dan dalam yang sama. Hal ini
merupakan pengaruh dari luas penampang melintang yang semakin besar. Hasil
simulasi perubahan nilai B disajikan pada Tabel 14.
Periode Oleng (s)
Tabel 14 Rasio dimensi utama Kapal PSP 01 hasil simulasi perubahan lebar kapal (B)
Simulasi ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
LOA/B
3,58 3,78 3,98 4,18 4,38 4,58 4,78 4,98 5,18 5,38 5,58 5,78
LOA/D
11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92 11,92
B/D
3,33 3,15 2,99 2,85 2,72 2,60 2,49 2,39 2,30 2,21 2,14 2,06
KB (m)
0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59 0,59
KG (m)
1,56 1,40 1,26 1,15 1,04 0,95 0,88 0,81 0,75 0,69 0,64 0,60
Kriteria stabilitas IMO
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Perubahan lebar kapal juga memberikan pengaruh terhadap periode oleng.
Semakin lebar kapal pada panjang dan dalam yang sama maka periode olengnya akan semakin lambat seperti ditunjukkan pada Gambar 37. Oleh karena itu, ukuran lebar kapal masih dapat ditambah untuk mendapatkan periode oleng yang lebih lambat sehingga kenyamanan kerja diatas kapal menjadi lebih baik.
5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Kapal PSP 01
3.58 3.78 3.98 4.18 4.38 4.58 4.78 4.98 5.18 5.38 5.58 5.78
Nilai L/B
Gambar 37 Periode oleng hasil simulasi perubahan lebar kapal.
Sementara itu, nilai tahanan gerak berbanding lurus dengan nilai B/D, dimana semakin kecil ukuran lebar kapal maka tahanan yang dialami akan semakin kecil. Hal ini terkait dengan ukuran penampang melintang kapal yang semakin kecil seiring dengan berkurangnya ukuran lebar kapal. Oleh karena itu, penambahan ukuran lebar kapal harus tetap mempertimbangkan besarnya tahanan yang akan dialami serta kebutuhan daya mesin yang akan digunakan.
4.6.3 Kesesuaian dalam kapal
Tinggi badan kapal yang terendam di dalam air (draft) ditentukan oleh nilai dalam kapal. Untuk kapal-kapal yang memiliki dek tunggal, draft kapal biasanya diambil nilai kisaran 75-80% dari nilai dalam kapal. Perubahan ukuran dalam kapal menyebabkan perubahan pada nilai KG dan KB. Semakin dalam ukuran kapal maka nilai KG akan semakin rendah, tetapi nilai KB akan semakin tinggi.
Sementara itu. semakin tinggi draft maka luas permukaan basahnya akan semakin besar dan memberikan pengaruh terhadap stabilitas dan periode oleng. Hasil simulasi terhadap perubahan nilai D kapal disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Rasio dimensi utama Kapal PSP 01 hasil simulasi perubahan dalam kapal (D)
Simulasi ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
LOA/B
4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58 4,58
LOA/D
4,58 5,50 6,42 7,33 8,25 9,17 10,08 11,00 12,83 12,43 12,95 13,47
B/D
1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00 2,20 2,40 2,60 2,80 3,00 3,20
KB (m)
1,52 1,27 1,09 0,95 0,85 0,76 0,69 0,64 0,59 0,55 0,51 0,48
KG (m)
0,38 0,46 0,53 0,60 0,67 0,75 0,82 0,89 0,95 1,02 1,09 1,15
Kriteria stabilitas IMO
Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi Terpenuhi
Periode Oleng (s)
Perubahan dalam kapal juga berpengaruh terhadap periode oleng. Hal ini terkait dengan tinggi badan kapal terendam air yang menghasilkan daya apung berbeda pada masing-masing ukuran dalam kapal. Semakin dalam suatu kapal (nilai B/D yang kecil) maka periode olengnya semakin cepat seperti ditunjukkan pada Gambar 38.
4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Kapal PSP 01
1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 Nilai B/D
Gambar 38 Periode oleng hasil simulasi perubahan dalam kapal.
Besarnya tahanan gerak yang dialami kapal sangat dipengaruhi oleh bagian kapal yang terendam air. Semakin besar nilai B/D (akibat perubahan dalam kapal) maka tahanan gerak yang dialami akan semakin kecil. Oleh karena itu, ukuran dalam Kapal PSP 01 masih dapat ditingkatkan untuk mendapatkan periode oleng yang lebih lambat, dimana perubahannya disesuaikan dengan peningkatan lebar kapal.
4.6.4 Perbaikan desain Kapal PSP 01
Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki pengrajin kapal di galangan tradisional terhadap teknik pembuatan kapal berdasarkan kaidah arsitek
perkapalan menjadi penyebab utama belum diterapkannya teknologi pembuatan kapal secara modern di galangan tradisional. Tetapi bukan berarti perbaikan kualitas kapal hasil pembangunan di galangan tradisional tidak dapat dilakukan.
Melalui pendekatan terhadap ukuran dimensi utama kapal yang dipadukan dengan
pengetahuan yang dimiliki pengrajin, diharapkan dapat meningkatkan kualitas
kapal penangkap ikan yang dihasilkan.
Berdasarkan pada hasil analisis terhadap rasio dimensi utama, nilai LCB, stabilitas dan periode oleng maka dilakukan simulasi perubahan dimensi utama kapal berdasarkan rasio yang telah diperoleh. Simulasi perubahan rasio dimensi utama dilakukan untuk satu nilai panjang (L
OA) yang tetap, sementara nilai B dan D kapal berubah sesuai dengan rasio dimensi utama yang disimulasikan. Rasio dimensi utama yang disimulasikan ditunjukkan pada Tabel 16.
Tabel 16 Kriteria stabilitas kapal hasil simulasi
Kapal
PSP 01 Desain A Desain B Desain C Desain D Desain E Desain F Desain G Desain H Desain I Desain J Desain K Desain L Desain M Desain N Desain O Desain P Desain Q Desain R Desain S Desain T
LOA/B
4,58 4,48 4,38 4,28 4,18 4,08 3,98 3,88 3,78 3,68 3,58 3,48 3,38 3,28 3,18 3,08 2,98 2,88 2,78 2,68 2,58
LOA/D
11,92 11,61 11,31 11,01 10,71 10,41 10,12 9,82 9,53 9,24 8,96 8,67 8,39 8,11 7,83 7,55 7,28 7,00 6,73 6,46 6,20
B/D
2,60 2,59 2,58 2,57 2,56 2,55 2,54 2,53 2,52 2,51 2,50 2,49 2,48 2,47 2,46 2,45 2,44 2,43 2,42 2,41 2,40
GZ Maks
0,330 0,277 0,292 0,326 0,307 0,309 0,302 0,293 0,344 0,361 0,375 0,368 0,366 0,375 0,379 0,366 0,469 0,440 0,473 0,544 0,573
Kriteria Stabilitas IMO
Lulus Gagal Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus Lulus
Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai GZ maksimum pada desain A
hingga G lebih rendah dibandingkan dengan Kapal PSP 01. Hal ini menunjukkan
bahwa kapal hasil desain (A-G) memiliki stabilitas yang lebih rendah. Oleh
karena itu, perhitungan periode oleng dan LCB dilakukan untuk desain kapal H
hingga Desain T. Kurva stabilitas statis untuk desain kapal H sampai T disajikan
pada Gambar 39.
Nilai GZ (m) 0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Sudut Oleng (derajat)
Desain H Desain M Desain R
Desain I Desain N Desain S
Desain J Desain O Desain T
Desain K Desain P PSP 01
Desain L Desain Q
Gambar 39 Kurva stabilitas statis kapal hasil perubahan rasio dimensi utama.
Kurva stabilitas statis yang ditunjukkan pada Gambar 39 memberikan gambaran bahwa kurva stabilitas kapal hasil desain ulang memiliki nilai GZ maksimum yang lebih besar dibandingkan dengan Kapal PSP 01. Selain itu, luas area dibawah kurva kapal hasil redesign juga lebih besar dari Kapal PSP 01. Oleh karena itu, ukuran kapal hasil desain dapat dipertimbangkan bagi pembuatan kapal sejenis dimasa mendatang.
Parameter lain yang digunakan adalah nilai LCB dan periode oleng kapal.
Nilai LCB berpengaruh terhadap tahanan gerak yang dialami kapal sedangkan periode oleng menentukan tingkat kenyamanan kerja ABK di atas kapal. Kapal yang memiliki nilai LCB yang dekat ke arah haluan akan mengalami tahanan gerak yang semakin kecil. Sementara itu, kapal yang memiliki periode oleng lebih lambat akan memberikan kenyamanan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, penentuan desain kapal yang lebih ideal didasarkan pada stabilitas, nilai LCB dan periode oleng.
Kapal hasil redesign yang lebih ideal setidaknya memiliki stabilitas yang
lebih baik, periode oleng yang lebih lambat dan nilai LCB yang lebih kearah
haluan. Nilai LCB, GZ dan periode oleng kapal hasil redesign disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17 Alternatif ukuran kapal PSP 01 berdasarkan nilai LCB, GZ dan periode oleng
Kapal
PSP 01 Desain H Desain I Desain J Desain K Desain L Desain M Desain N Desain O Desain P Desain Q Desain R Desain S Desain T
LOA
(m) 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30 14,30
B (m)
3,12 3,78 3,89 3,99 4,11 4,23 4,36 4,50 4,64 4,80 4,97 5,14 5,34 5,54
D (m) 1,20 1,50 1,55 1,60 1,65 1,70 1,76 1,83 1,89 1,97 2,04 2,12 2,21 2,31
GM (m) 0,634 0,738 0,753 0,783 0,804 0,826 0,844 0,875 0,906 0,948 0,985 1,018 1,136 1,217
GZ maks (m) 0,330 0,344 0,361 0,375 0,368 0,366 0,375 0,379 0,366 0,469 0,440 0,473 0,544 0,593
LCB (m) 0,259 0,279 0,214 0,279 0,286 0,284 0,283 0,281 0,279 0,286 0,358 0,289 0,284 0,282
Periode oleng (s) 3,467 3,919 3,983 4,012 4,070 4,131 4,208 4,260 4,319 4,362 4,424 4,505 4,421 4,376
Alternatif ke
- 13 12 11 10 9 8 7 6 5 3 1 2 4
Tabel 17 menunjukkan bahwa perubahan lebar dan dalam kapal
berpengaruh terhadap stabilitas, nilai LCB dan periode oleng kapal. Semakin besar dan dalam ukuran kapal nilai periode olengnya relatif semakin lambat.
Namun nilai GZ dan LCB tidak menunjukkan pola keteraturan yang sama. Nilai keduanya berfluktuasi karena perubahan luas badan kapal yang terendam air.
Berdasarkan pada parameter yang disajikan pada Tabel 17 maka desain yang lebih baik adalah desain kapal R, disusul desain S dan desain Q.
Perubahan ukuran lebar juga memberikan pengaruh terhadap luas area
dibawah kurva GZ pada kapal hasil redesign. Luas area dibawah kurva tersebut
menunjukkan besarnya energi pengembali yang akan mengembalikan kapal ke
posisi semula ketika mengalami oleng. Semakin besar nilai periode oleng
menunjukkan bahwa waktu oleng kapal menjadi lebih lambat. Oleh karena itu, kapal membutuhkan energi pengembali yang besar sehingga dapat kembali ke posisi semula. Perubahan luas area dibawah kurva hasil redesign terhadap Kapal PSP 01 disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Persentase perubahan luas area dibawah kurva GZ kapal hasil redesign terhadap Kapal PSP 01
Persentase Perubahan (%)
Kapal Sudut Oleng
0
º
- 30º
0º
- 40º
30º
- 40º
Desain H Desain I Desain J Desain K Desain L Desain M Desain N Desain O Desain P Desain Q Desain R Desain S Desain T
-20 16 21 24 26 28 32 34 48 49 56 75 92
-15 14 19 20 21 23 26 26 46 45 52 72 87
-5 11 16 14 13 16 18 13 43 36 46 66 80
Semakin lebar dan dalam ukuran kapal, margin luas dibawah kurva GZ terhadap Kapal PSP 01 mengalami peningkatan. Pada sudut oleng 0º - 40º peningkatan luas area di bawah kurva mencapai 87%, sementara pada sudut oleng 0º - 30º peningkatannya mencapai 92%. Hal ini menunjukkan bahwa periode oleng yang semakin lambat (Tabel 17) dibarengi dengan semakin besarnya energi pengembali kapal, dengan demikian kapal akan kembali ke posisi semula
meskipun memiliki nilai periode oleng yang besar.
Perubahan ukuran lebar dan dalam kapal yang disimulasikan juga
memberikan pengaruh yang berbeda baik pada nilai GZ maupun periode oleng kapal. Penambahan ukuran lebar dan dalam secara bersamaan akan
mengakibatkan tahanan gerak yang dialami kapal semakin besar. Hal ini terkait dengan luas badan kapal yang bersentuhan dengan air. Selain itu, penambahan ukuran lebar dan dalam juga berpengaruh terhadap nilai periode oleng kapal.
Persentase perubahan GZ dan periode oleng sebagai akibat perubahan ukuran lebar dan dalam disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Persentase perubahan GZ dan periode oleng akibat pengaruh perubahan dimensi utama
Kapal
Persentase Perubahan Ukuran (%) Persentase Perlambatan Periode oleng
Persentase Peningkatan
GZ Maks
LOA B D (%) (%)
Desain N Desain O Desain P Desain Q Desain R Desain S Desain T
0 0 0 0 0 0 0
44 49 54 59 65 71 78
52 58 64 70 77 84 92
23 25 26 28 30 28 26
15 11 42 33 43 65 80
Hasil analisis pada Tabel 19 menunjukkan bahwa semakin besar perubahan
lebar dan dalam kapal akan menyebabkan nilai GZ semakin besar pula. Namun
nilai periode oleng tidak berbanding lurus dengan pertambahan lebar dan dalam
kapal. Pada desain N hingga desain R, penambahan ukuran lebar dan dalam
kapal menghasilkan periode oleng yang semakin lambat. Namun pada desain S
dan desain T, penambahan ukuran lebar dan dalam kapal justru mengakibatkan
periode oleng yang semakin cepat dibandingkan dengan desain R. Penambahan
lebar pada Desain R sebesar 65% dan dalam sebesar 77% mampu meningkatkan
periode oleng sebesar 30% dan nilai GZ maksimum sebesar 43%. Tetapi,
penambahan lebar sebesar 78% dan dalam sebesar 92% pada desain T hanya
Persentase Perubahan (%)
mampu memperlambat periode oleng sebesar 26%. Hubungan persentase panambahan lebar dan dalam kapal terhadap persentase perubahan periode oleng dan nilai GZ dapat dilihat pada Gambar 40 dan Gambar 41.
Gambar 40 menunjukkan bahwa penambahan lebar memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penambahan periode oleng dan nilai GZ. Semakin besar penambahan lebar kapal maka periode oleng kapal semakin lambat sehingga kenyamanannya menjadi lebih baik. Namun, penambahan lebar kapal lebih besar dari 65% menyebabkan terjadinya percepatan periode oleng, meskipun nilai GZ- nya semakin tinggi. Hal ini terjadi pada desain S dan desain T yang merupakan akibat dari nilai GM yang juga semakin tinggi seiring dengan penambahan ukuran lebar kapal. Nilia GM yang tinggi akan menyebabkan kapal memiliki periode oleng yang cepat dan menyentak-nyentak sehingga kenyamanan ABK diatas kapal menjadi berkurang.
100
80
60
40
20
0
Periode oleng GZ Maks
40 50 60 70 80 90
Persentase Pe nambahan Le bar (%)
Gambar 40 Hubungan persentase perubahan lebar (B) terhadap GZ maksimum dan periode oleng.
Pada Gambar 41, penambahan dalam kapal juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan nilai GZ dan periode oleng. Semakin besar penambahan dalam kapal maka nilai GZ maksimumnya juga akan semakin besar.
Tetapi, nilai periode oleng menunjukkan polan yang berbeda pada desain S dan
desain T. Meskipun terjadi penambahan ukuran dalam pada kedua desain tersebut
masing-masing 84% dan 92%, periode olengnya justru semakin cepat bila
Persentase Perubahan (%)
dibandingkan dengan desain R. Hal ini disebabkan oleh nilai GM kapal yang semakin tinggi seiring semakin dalamnya ukuran kapal sehingga kapal memiliki periode oleng yang cepat dan menyentak-nyentak.
100
80
60
40
20
0
Periode oleng GZ Maks
40 50 60 70 80 90 100
Persentase Penambahan Dalam (%)