• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI, DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN WABAH VIRUS CORONA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI, DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN WABAH VIRUS CORONA SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : WILLY 170100120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI, DAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN

WABAH VIRUS CORONA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh : WILLY 170100120

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Hubungan Pengetahuan, Persepsi, dan Sikap Masyarakat dengan Perilaku Pencegahan Wabah Virus Corona” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis yang dicintai, Heng Tang dan Po sim orang tua peneliti yang selama ini membesarkan, mendidik, memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan pengorbanan serta motivasi yang tulus kepada penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan pada waktunya dan saudara- saudari saya yang senantiasa memberikan semangat kepada saya.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Aldy Syafruddin Rambe, Sp.S(K) beserta jajarannya.

3. Dosen pembimbing penulis, Prof. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, yang telah sabar dan meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memberi berbagai masukan serta saran dari awal penyusunan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Ketua penguji, dr. Winra Pratita, M.Ked(Ped), Sp.A dan anggota penguji, dr. Rita Evalina, Sp.A(K), yang telah meluangkan waktu dan memberi kritikan yang membangun selama pembuatan skripsi.

5. Dosen pembimbing akademik penulis, dr. Henny Syahrini, M.Ked(PD),

Sp.PD, yang telah memberi motivasi, arahan, dan waktu selama kegiatan

perkuliahan penulis.

(5)

6. Seluruh guru besar, dosen, staf pengajar, dan keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh sahabat seperjuangan penulis, Andres Alvin Suciangi, Debora Natalia, Satria Gohtama, Malvin Thanniel, Shania Shondang Ni Bulan, serta sahabat-sahabat lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan kedokteran.

Medan, 3 Desember 2020 Penulis,

Willy

NIM. 170100120

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Pengesahan ... Error! Bookmark not defined.

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Singkatan... ix

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Aplikatif ... 4

1.4.2 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.3 Manfaat Metodologis ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Coronavirus ... 5

2.1.1 Definisi Coronavirus ... 5

2.1.2 Karakteristik Coronavirus ... 5

2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi Coronavirus ... 6

2.1.4 Manifestasi Klinis Coronavirus ... 9

2.1.5 Diagnosis Coronavirus ... 10

2.1.6 Faktor Risiko Coronavirus ... 12

2.1.7 Manajemen Klinis ... 12

2.1.8 Pencegahan Coronavirus ... 13

2.2 Perilaku ... 16

2.2.1 Pengertian Perilaku ... 16

2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 17

(7)

2.2.3 Perilaku Pencegahan ... 18

2.3 Pengetahuan ... 20

2.3.1 Definisi Pengetahuan ... 20

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan ... 22

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan ... 23

2.4 Persepsi ... 23

2.4.1. Pengertian Persepsi ... 23

2.4.2 Faktor-faktor yang Berperan Dalam Persepsi ... 24

2.5 Sikap ... 25

2.5.1 Pengertian Sikap ... 25

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 26

2.6 Kerangka Teori ... 27

2.7 Kerangka Konsep ... 28

2.8. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Rancangan Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.3.1 Populasi ... 29

3.3.2 Sampel ... 29

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5 Definsi Operasional ... 30

3.6 Metode Analisis Data ... 32

3.6.1 Analisis Univariat ... 32

3.6.2 Analisis Bivariat ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Karakteristik Responden ... 33

4.2 Analisis Univariat ... 34

4.3 Analisis Bivariat... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN A. Biodata Penulis ... 48

(8)

LAMPIRAN B. Lembar Pernyataan Orisinalitas. Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN C. Ethical Clearance Penelitian ... 50

LAMPIRAN D. Surat Izin Penelitian... 52

LAMPIRAN E. Lembar Penjelasan dan Persetujuan Calon Subjek ... 53

LAMPIRAN F. Lembar Penelitian ... 54

LAMPIRAN G. Data Induk Penelitian ... 60

LAMPIRAN H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 65

LAMPIRAN I. Karakteristik Responden ... 72

LAMPIRAN J. Uji Analisis Univariat ... 74

LAMPIRAN K. Uji Analisis Bivariat ... 75

(9)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Coronavirus ... 6

2.2 Transmisi Coronavirus ... 7

2.3 Siklus hidup Coronavirus (SARS) ... 8

2.4 Gambaran CT Scan pada COVID-19 ... 11

2.5 Kerangka Teori ... 27

2.6 Kerangka Konsep ... 28

Nomor Judul Halaman

(10)

DAFTAR TABEL

3.1 Definisi Operasional ... 30

4.1 Karakteristik Responden ... 33

4.2 Data Distribusi Sampel Berdasarkan Pengetahuan ... 34

4.3 Data Distribusi Sampel Berdasarkan Persepsi ... 35

4.4 Data Distribusi Sampel Berdasarkan Sikap ... 35

4.5 Data Distribusi Sampel Berdasarkan Perilaku Pencegahan .... 35

4.6 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan ... 36

4.7 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencegahan ... 36

4.8 Hubungan Persepsi dengan Perilaku Pencegahan ... 37

4.9 Hubungan Persepsi dengan Perilaku Pencegahan ... 37

4.10 Hubungan Sikap dengan Perilaku Pencegahan ... 38

4.11 Hubungan Sikap dengan Perilaku Pencegahan ... 38

Nomor Judul Halaman

(11)

DAFTAR SINGKATAN

ARDS : Acute Resporatory Distress Syndrome

AS : Amerika Serikat

CDC : Centre for Disease Control and Prevention COVID-19 : Corona Virus Disease-2019

CT : Computed Tomography

ICU : Intensive Care Unit

KLB : Kejadian Luar Biasa

MERS-CoV : Middle East respiratory syndrome coronavirus

MEURI : Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions Framework

NP : nasopharyngeal

NSAID : Nonstreoidal anti-inflamatory Drugs

OP : oropharyngeal

PCR : polymerase chain-reaction

RNA : Ribonucleic acid

SARS-CoV : Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus SARS-CoV-2 : Severe acute respiratory syndrome-related coronavirus 2 SPSS : Statistical Product and Service Solution

USG : Ultrasonography

WHO : World Health Organization

2019-nCoV : 2019 novel coronavirus

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang menjadikan pandemik di seluruh dunia termasuk Indonesia. Wabah COVID-19 pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, pada Desember 2019, dan berkembang dengan cepat. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan ke WHO dari hari ke hari menunjukkan bahwa rantai penularan virus tersebut belum terputus oleh perilaku pencegahan. Pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat berpengaruh besar terhadap perilaku pencegahan dari wabah virus corona ini.

Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan, persepsi, sikap dengan perilaku pencegahan Masyarakat Kota Medan mengenai wabah virus corona.

Metode. Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang dilakukan pada masyarakat Kota Medan. Subjek penelitian dipilih dengan metode consecutive sampling. Hasil. Dari 106 responden yang diperoleh, 81 orang (76,4%) memiliki pengetahuan baik, 22 (20,8%) orang memiliki pengetahuan cukup, dan 3 (2,8%) orang memiliki pengetahuan cukup. 76 (71,7%) orang memiliki persepsi baik, 26 (24,5%) orang memiliki persepsi cukup, dan 4 (3,8%) orang memiliki persepsi kurang. 80 (75,5%) orang memiliki sikap baik, 24 (22,6%) orang memiliki sikap cukup, dan 2 (1,9%) orang memiliki sikap kurang. 82 (77,4%) orang memiliki perilaku sangat baik, 21 (19,8%) orang memiliki perilaku baik, dan 3 (2,8%) orang memiliki perilaku cukup. Kesimpulan. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan, persepsi, sikap masyarakat dengan perilaku pencegahan wabah virus corona dikota Medan.

Kata Kunci: COVID-19, Pengetahuan, Persepsi, Sikap, perilaku pencegahan, masyarakat

(13)

ABSTRACT

Background. COVID-19 is a disease caused by the coronavirus that has become a pandemic around the world including Indonesia. The COVID-19 outbreak was first detected in Wuhan, China, in December 2019, and is growing rapidly. The increase in the number of COVID-19 cases reported to WHO from day to day indicates that the chain of transmission of the virus has not been broken by preventive behavior. Knowledge, perception, and public attitudes have a big influence on preventive behavior from the coronavirus outbreak. Objectives. The purpose of this study is to find out the relationship of knowledge, perception, attitude with the prevention behavior of the people of Medan regarding the coronavirus outbreak. Methods. This research is analytical study with the design of cross sectional research conducted in the community of Medan City. The study subjects were selected by consecutive sampling method. Result. From 106 respondents, 81 people (76.4%) have good knowledge, 22 (20.8%) people have adequate knowledge, and 3 (2.8%) people have inadequate knowledge. 76 (71,7%) people have good perceptions, 26 (24.5%) people have adequate perception, and 4 (3.8%) people have inadequate perception. 80 (75,5%) people have a good attitude, 24 (22.6%) people have adequate attitude, and 2 (1.9%) people have inadequate attitude. 82 (77,4%) people have excellent behavior, 21 (19.8%) people have good behavior, and 3 (2.8%) people have adequate behavior. Conclusion. There is a significant relationship between knowledge, perception, attitudes of sosciety and the prevention behavior of the coronavirus outbreak in the city of Medan.

Keywords: COVID-19, Knowledge, Perceptions, Attitudes, preventive behaviors, society

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus yang baru ditemukan. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin mengembangkan penyakit serius (WHO, 2020b).

Diketahui, asal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok. Ditemukan pada akhir desember tahun 2019. Pada tanggal 17 Januari 2020, CDC dan Lembaga Kepabeanan dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat dari Depatermen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat memulai pemeriksaan kesehatan di bandara AS untuk mengidentifikasi para wisatawan yang sakit dan baru kembali dari Kota Wuhan. CDC mengaktifkan Pusat Operasi Darurat pada tanggal 21 Januari 2020 dan meresmikan proses untuk penyelidikan mengenai orang-orang yang diduga memiliki infeksi 2019-nCoV. Pada tanggal 31 Januari 2020, CDC telah menanggapi pertanyaan klinis dari pejabat kesehatan masyarakat dan penyedia layanan kesehatan untuk membantu mengevaluasi sekitar 650 orang yang dianggap berisiko terhadap infeksi 2019-nCoV. Dipandu oleh kriteria CDC untuk evaluasi orang yang sedang diselidiki, 210 orang yang bergejala diuji untuk 2019-nCoV; di antara orang-orang ini, 148 (70%) hanya memiliki risiko terkait perjalanan, 42 (20%) memiliki kontak dekat dengan pasien 2019-nCoV yang dikonfirmasi oleh laboratorium, dan 18 (9%) memiliki risiko terkait perjalanan dan kontak dekat dengan pasien 2019-nCoV yang dikonfirmasi oleh laboratorium.

Sebelas dari orang-orang ini memiliki infeksi 2019-nCoV yang dikonfirmasi di

laboratorium (Bajema et al., 2020).

(15)

Jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan kepada WHO telah meningkat sejak laporan pertama COVID-19 pada bulan Desember 2019 dari kantor WHO di Cina.

Infeksi mulai menyebar dari pasar grosir makanan laut Huanan di Wuhan, Cina, sementara rute infeksi yang tepat dari kasus pertama masih belum jelas. Jumlah kasus yang dikonfirmasi di Cina tumbuh hingga pertengahan Februari 2020.

Kemudian, jumlah kasus baru setiap hari di Cina mulai berkurang dari akhir Februari 2020. Peningkatan kasus yang tiba-tiba di Tiongkok pada 17 Februari disebabkan oleh perubahan kriteria diagnostik COVID-19 (Ahn et al., 2020).

Berdasarkan data sampai dengan 10 Juni 2020, angka mortalitas di seluruh dunia adalah 5,7% sama seperti Indonesia sedangkan di provinsi Sumatera Utara adalah 8,4% tertinggi kedua di Indonesia dan khusus di kota Medan adalah 7,6%.

Berdasarkan data dari peta sebaran kasus per provinsi dari gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 angka mortalitas tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,5% (Gugus Tugas RI, 2020).

COVID-19 telah menyebar ke 216 Negara dan menurut data per tanggal 10 Juni 2020 sebanyak 7,145,539 kasus terkonfirmasi positif dan sebanyak 408,025 meninggal dunia dari kasus terkonfirmasi positif. Sementara itu, di Indonesia per tanggal 10 Juni 2020 terdapat sebanyak 34,316 kasus terkonfirmasi positif COVID-19 dan diantaranya terdapat 1,959 orang meninggal dunia (Gugus Tugas RI, 2020).

Pengetahuan tentang pencegahan penyakit COVID-19 merupakan hal yang sangat penting agar tidak menimbulkan peningkatan jumlah kasus penyakit COVID-19 yang terlalu cepat. Pengetahuan masyarakat mengenai COVID-19 dapat diartikan sebagai hasil tahu mengenai penyakit ini, memahami penyakit ini, dan cara pencegahannya (D. P. Sari & ‘Atiqoh, 2020).

Pengetahuan memegang peranan penting dalam penentuan perilaku yang utuh

karena pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya dalam

mempersepsikan kenyataan, memberikan dasar dalam menentukan perilaku

terhadap objek tertentu sehingga akan mempengaruhi seseorang dalam

berperilaku. Terbentuk suatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai

(16)

pada domain kognitif dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru yang akan terbentuk dalam sikap maupun tindakan (D. P. Sari & ‘Atiqoh, 2020).

Pengetahuan tentang pencegahan COVID-19 seperti mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker saat sedang sakit ataupun saat keluar rumah, menjaga jarak minimal 1 meter, dan tidak menyentuh daerah wajah terlalu sering memiliki peranan penting dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19.

Masyarakat harus mengenal, mempelajari dan memahami segala aspek dari penyakit COVID-19 termasuk tanda dan gejala, penyebab dan pencegahannya (Kementrian Kesehatan, 2020).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat, dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat dengan pencegahan wabah virus corona?”

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan, persepsi, dan sikap masyarakat dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik masyarakat berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan mengenai pencegahan wabah virus

corona pada masyarakat.

(17)

c. Mengetahui persepsi masyarakat mengenai pencegahan wabah virus corona.

d. Mengetahui sikap yang berkaitan dengan pencegahan wabah virus corona pada masyarakat.

e. Mengetahui perilaku masyarakat dalam mencegah penyebaran wabah virus corona.

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Manfaat Aplikatif

Sebagai sumber tambahan informasi bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai hubungan pengetahuan, persepsi, dan sikap dengan pencegahan wabah virus corona serta agar masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan terjadinya wabah virus corona saat ini.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya tentang virus corona (COVID-19), serta juga diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara teoritis.

1.4.3 Manfaat Metodologis

Sebagai bahan referensi ataupun sumber tambahan informasi bagi peneliti-

peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian khususnya mengenai hubungan

pengetahuan, persepsi, dan sikap dengan pencegahan wabah virus corona pada

masyarakat.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Coronavirus

2.1.1 Definisi Coronavirus

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronavidae.

Struktur Coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penelitian dalam gen. protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang) (Yuliana, 2020).

Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) (Susilo et al., 2020).

2.1.2 Karakteristik Coronavirus

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips, dan

pleimorfik. Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan

virus positif RNA serta memiliki genom RNA sangat panjang. Struktur

coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di

permukaan virus. Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein

antigen utama virus dan merupakan struktur utama untuk penulisan gen. Protein S

ini berperan dalam penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi

protein S dengan reseptornya di sel inang) (PDPI, 2020).

(19)

Gambar 2.1 Struktur Coronavirus 2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi Coronavirus

Virus corona menginfeksi berbagai spesies inang. Sebagian besar dibagi menjadi empat yaitu α, β, γ, dan δ berdasarkan pada struktur genomik mereka. α dan β coronavirus hanya menginfeksi mamalia. Virus korona pada manusia seperti 229E dan NL63 bertanggung jawab untuk flu biasa dan termasuk dalam α coronavirus. Sebaliknya, SARS-CoV, Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) dan SARS-CoV-2 diklasifikasikan menjadi β coronavirus (Yuki et al., 2020).

Kebanyakan Coronavirus menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan.

Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,

kucing dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotic yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan yang liar dapat membawa

patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar,

tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk

Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk

kejadian severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory

syndrome (MERS) Namun pada kasus SARS, saat itu host intermediet (masked

palm civet atau luwak) justru ditemukan terlebih dahulu dan awalnya disangka

(20)

sebagai host alamiah. Barulah pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa luwak hanyalah sebagai host intermediet dan kelelawar tapal kuda (horseshoe bars) sebagai host alamiahnya. Secara umum, alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral. (PDPI, 2020).

Gambar 2.2 Transmisi Coronavirus

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian

bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah

itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus

dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel

gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul

penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

(21)

Gambar 2.3 Siklus hidup Coronavirus (SARS)

Infeksi oleh SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui partikel yang dihirup sekecil aerosol (berukuran kurang dari 5 μm; mampu bertahan di udara untuk waktu yang lama dan mudah dihirup ke paru-paru dan alveolus distal) hingga ke droplets ( berukuran lebih dari 20 μm dalam ukuran; dengan cepat ditarik ke tanah oleh gravitasi atau, ketika dihirup, sebagian besar disimpan di rongga hidung), atau dengan inokulasi langsung epitel pernapasan (yaitu, menyentuh permukaan dengan virus hidup dan kemudian menyentuh wajah seseorang) ). Karena 90%

(atau lebih) dari inspirasi melalui hidung, masuk akal bahwa rongga sinonasal mungkin merupakan situs penting untuk infeksi awal oleh SARS-CoV-2.

Faktanya, infeksi SARS-CoV-2 melalui rute okular diduga terjadi melalui

drainase air mata yang sarat virus ke dalam rongga hidung melalui saluran

nasolakrimal (Gengler et al., 2020).

(22)

2.1.4 Manifestasi Klinis Coronavirus

Penyakit COVID-19 dapat bermanifestasi sebagai infeksi tanpa gejala atau pneumonia ringan hingga berat. Wabah penyakit COVID-19 menyebabkan kematian dan morbiditas yang signifikan di Tiongkok dibandingkan dengan negara-negara lain2. Strain COVID-19 secara genetik terkait dengan (Severe Acute Respiratory Syndrome coronavirus) SARS-CoV dan Middle East Respiratory Syndrome coronavirus (MERS-CoV). Epidemiologi COVID-19 ini mirip dengan SARS-CoV. Tingginya insiden dari COVID-19 di Cina dan penyebarannya ke bagian lain di dunia, meskipun telah melakukan tindakan karantina yang ketat, kemungkinan WHO menyatakan pandemi COVID-19 ini tidak dapat dikesampingkan (Kannan et al., 2020).

Sebagian besar pasien dengan COVID-19 memiliki kasus yang relatif ringan. Menurut penelitian terbaru dan data dari Komisi Kesehatan Nasional Cina, proporsi kasus parah di antara semuanya pasien dengan COVID-19 di Cina sekitar 15% hingga 25%. Mayoritas pasien mengalami demam dan batuk kering, sementara beberapa diantaranya juga mengalami sesak napas, kelelahan, dan gejala atipikal lainnya, seperti nyeri otot, kebingungan, sakit kepala, sakit tenggorokan, diare, dan muntah. Di antara pasien yang menjalani computed tomography (CT) dada, sebagian besar menunjukkan pneumonia bilateral, dengan ground-glass opacity dan bilateral patchy shadows menjadi pola paling umum (Meng et al., 2020).

Pada anak-anak, tampak bahwa anak-anak memiliki gejala klinis yang lebih

ringan daripada orang dewasa (seperti yang telah dilaporkan untuk infeksi SARS-

CoV dan MERS-CoV), yang dapat berarti anak-anak yang dites untuk SARS-

CoV-2 tidak sebanyak pada orang dewasa. Oleh karena itu anak-anak tanpa gejala

atau sedikit gejala mungkin menularkan penyakit ini. Namun, sebagian besar anak

yang terinfeksi SARS-CoV-2 sejauh ini telah menjadi bagian dari KLB dalam

keluarga. Ini mirip dengan SARS-CoV, di mana 50%-80% anak-anak dilaporkan

memiliki keluarga yang terkontak (Zimmermann & Curtis, 2020).

(23)

COVID-19 memiliki masa inkubasi rata-rata 5,2 hari. Infeksinya akut tanpa status karier apapun. Gejala biasanya dimulai dengan sindrom nonspesifik, termasuk demam, batuk kering, dan kelelahan. Beberapa sistem mungkin terlibat, termasuk pernapasan (batuk, napas pendek, sakit tenggorokan, rinore, hemoptisis, dan nyeri dada), gastrointestinal (diare, mual, dan muntah), muskuloskeletal (nyeri otot), dan neurologis (sakit kepala atau kebingungan). Tanda dan gejala yang lebih umum adalah demam (83%-98%), batuk (76%-82%), dan sesak napas (31%-55%). Ada sekitar 15% dengan demam, batuk, dan napas pendek. Setelah timbulnya penyakit, terjadi gejala ringan dan waktu rata-rata untuk masuk rumah sakit pertama kali adalah 7 hari. Tetapi penyakit ini berkembang menjadi sesak napas (8 hari), sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) (9 hari), dan menjadi ventilasi mekanis (10,5 hari) pada sekitar 39% pasien. Pasien dengan penyakit fatal mengembangkan ARDS dan memburuk dalam waktu singkat dan meninggal karena kegagalan beberapa organ. Tingkat kematian pada seri awal pasien rawat inap adalah 11%-15%, tetapi menurun menjadi 2%-3% (Wu et al., 2020).

2.1.5 Diagnosis Coronavirus

Diagnosis COVID-19 biasanya didasarkan pada deteksi SARS-CoV-2 dengan menggunakan uji polymerasechain-reaction (PCR). Setelah timbulnya gejala, sensitivitas tes PCR dari swab nasofaring menjadi lebih tinggi, tetapi negatif palsu masih dapat terjadi, dengan frekuensi yang tidak pasti. Jika seseorang diduga memiliki COVID-19 tetapi memiliki tes negatif swab nasofaring, pengulangan tes sangatlah dianjurkan, terutama jika orang itu tinggal di daerah dengan komunitas penyebaran wabah COVID-19 yang aktif (Gandhi et al., 2020).

Pengumpulan spesimen saluran pernapasan untuk diagnosis dan skrining

awal pasien dengan pneumonia COVID-19. Dalam waktu 5 hingga 6 hari setelah

timbulnya gejala, pasien dengan COVID-19 telah menunjukkan viral load yang

tinggi di saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Usap nasofaring (NP) dan /

atau usap orofaring (OP) sering direkomendasikan untuk skrining atau diagnosis

infeksi dini. Usap NP telah menjadi swab pilihan karena dapat ditoleransi dengan

(24)

lebih baik oleh pasien dan lebih aman bagi tenaga medis. Usap NP memiliki kontrol kualitas yang biasanya mencapai daerah yang benar untuk diuji pada rongga hidung. Swab OP lebih sering digunakan daripada nasal swabs di Cina selama wabah COVID-19; Namun, RNA SARS-CoV-2 terdeteksi hanya pada 32% dari swab OP, yang secara signifikan lebih rendah dari level pada nasal swabs (63%) (Tang et al., 2020).

Pemeriksaan laboratorium lain seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit, analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi. Trombositopenia juga kadang dijumpai, sehingga kadang diduga sebagai pasien dengue. Singapura melaporkan adanya pasien positif palsu serologi dengue, yang kemudian diketahui positif COVID-19.

Karena gejala awal COVID-19 tidak khas, maka hal ini harus diwaspadai (Susilo et al., 2020).

Gambar 2.4 Gambaran CT Scan pada COVID-19. Tampak gambaran ground-glass bilateral

Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada

pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar

atau kolaps paru atau nodul, tampilan ground-glass. Pada stage awal, terlihat

(25)

bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas terlihat di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang) (PDPI, 2020).

2.1.6 Faktor Risiko Coronavirus

Faktor risiko keparahan penyakit menular ditentukan oleh patogen, inang dan lingkungan. Penyakit COVID-19, yang disebabkan oleh infeksi SARS-CoV-2 mencakup spektrum penyakit mulai dari infeksi tanpa gejala hingga pneumonia berat yang ditandai dengan cedera pernapasan akut pada sekitar 20% pasien yang datang ke perawatan medis. Faktor risiko yang terkait dengan keparahan penyakit, termasuk peningkatan usia, diabetes, penekanan kekebalan tubuh dan kegagalan organ (Simonsick et al., 2018).

Pasien yang dirawat di ICU cenderung lebih tua, laki-laki, dengan suhu lebih dari 38.5 derajat celcius, gejala sulit bernapas, penyakit kardiovaskular yang mendasarinya, dan membutuhkan waktu yang lebih lama dari awal gejala sampai masuk rumah sakit, dibandingkan dengan mereka yang tidak dirawat di ICU. Ini menunjukkan bahwa usia, jenis kelamin, demam tinggi, waktu masuk rumah sakit dan komorbiditas merupakan faktor risiko keparahan penyakit. Dibandingkan dengan pasien non-ICU, pasien yang menerima perawatan ICU memiliki banyak kelainan laboratorium. Kelainan ini menunjukkan bahwa infeksi SARS-CoV-2 dapat dikaitkan dengan defisiensi imun seluler, aktivasi koagulasi, myocardial injury, kerusakan hati, dan ginjal. Abnormalitas laboratorium ini mirip dengan yang sebelumnya diamati pada pasien dengan infeksi MERS-Cov dan SARS-CoV (Cao et al., 2020).

2.1.7 Manajemen Klinis

Lakukan triase pada pasien dengan gejala ringan, tidak memerlukan rawat

inap kecuali ada kekhawatiran untuk perburukan yang cepat. Deteksi COVID-19

sesuai dengan kriteria diagnostik kasus COVID-19. Pertimbangkan COVID-19

sebagai penyebab ISPA berat. Semua pasien yang pulang ke rumah harus

(26)

memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalami perburukan (Chicy Widya Morfi1, 2020).

Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada COVID-19.

Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang terbukti efektif.

Pada studi terhadap SARS-CoV, kombinasi lopinavir dan ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada infeksi COVID-19.

Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh diberikan dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui Monitored Emergency Use of Unregistered Intervention Framework (MEURI), dengan pemantauan ketat.

Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini (PDPI, 2020).

Sekitar 20% pasien mengalami gejala yang parah, dan sekitar 5%

memerlukan perawatan di unit perawatan intensif. Paru-paru bereaksi terhadap agen penyebab penyakit SARS-CoV‐ 2 dengan cara yang sama mereka bereaksi terhadap virus lain yang menyerang sistem pernapasan. Pasien datang dengan perubahan patofisiologis yang diketahui juga terjadi pada pasien dengan influenza atau pneumonia virus SARS. Ini berarti, secara khusus, bahwa pengobatan pasien dengan COVID-19 harus didasarkan, pada perawatan standar terbaik, yaitu, pada kepatuhan optimal dengan rekomendasi pengobatan berbasis bukti yang dikembangkan untuk mengobati gagal paru-paru akut (acute respiratory distress syndrome, ARDS). Parasetamol atau metamizole dapat digunakan untuk mengurangi demam. Meskipun WHO telah menarik peringatannya, data tentang ibuprofen masih belum jelas, dengan penggunaan NSAID terkait dengan peningkatan risiko perdarahan (Klinik & Georg, 2020).

2.1.8 Pencegahan Coronavirus

Tidak seperti anggota lain dari virus SARS, SARS-CoV-2 sangat menular

dan karenanya menyebar dengan cepat ke setiap benua dalam beberapa minggu

setelah pertama kali diidentifikasi di Provinsi Hubei, Cina. Pemeliharaan dan

kebersihan lingkungan adalah langkah utama untuk pencegahan penyakit virus

(27)

baru ini. Masyarakat dianjurkan untuk tetap berhati-hati baik di rumah atau di tempat kerja dan menghindari orang - orang dengan gejala seperti flu yaitu demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan dan kesulitan bernapas di rumah atau tempat kerja Anda. Orang dengan gejala disarankan untuk melakukan etika bersin dan batuk yang tepat, misalnya menutup hidung dan mulut dengan masker wajah, kertas tisu atau lengan atas (Sajed & Amgain, 2020).

Berdasarkan bukti yang ada, virus COVID-19 ditularkan antara orang melalui kontak dekat dan droplets, bukan melalui transmisi udara. Orang yang paling berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi adalah kunci dalam pengaturan kesehatan dan masyarakat. Langkah- langkah pencegahan yang paling efektif di masyarakat termasuk :

1. Menjaga kebersihan tangan secara teratur dengan mencuci tangan menggunakan alkohol jika tangan Anda tidak terlihat kotor atau dengan sabun dan air jika tangan kotor.

2. Tidak menyentuh daerah mata, hidung, dan mulut.

3. Ketika batuk ataupun bersin gunakan daerah lipatan di siku untuk menutup hidung dan mulut, kemudian segera bersihkan daerah tersebut hingga bersih.

4. Menggunakan masker medis jika Anda memiliki gejala pernapasan dan mencuci tangan setelah membuang masker.

5. Menjaga jarak minimal 1 m dari individu dengan gejala pernapasan (WHO, 2020a).

Seperti yang direkomendasikan WHO, tangan harus dicuci secara

menyeluruh (termasuk kuku dan pergelangan tangan) setidaknya selama 20 detik,

menggunakan air hangat dan sabun, terutama setelah berada di tempat umum,

sebelum makan, setelah batuk atau bersin, setelah menggunakan toilet, dan setiap

kali tangan kotor. Ketika sabun dan air tidak tersedia, penggunaan hand sanitizer

berbasis alkohol (yang mengandung setidaknya 60% alkohol), merupakan

(28)

alternatif yang efektif dalam menghancurkan virus. Karena ini dapat menyebabkan iritasi, penting untuk melembabkan kulit segera setelahnya.

Menerapkan krim pelembab sesudahnya tidak mengganggu sifat dan efisiensi pembersih jenis ini (Beiu et al., 2020).

Masker adalah salah satu gagasan pencegahan penularan infeksi virus ini.

Masker medis dapat membantu dalam pencegahan paparan droplet langsung dari pasien yang terinfeksi (pasien bergejala). Sementara dalam kasus lain dengan penggunaan masker yang tidak tepat dapat meningkatkan kemungkinan penularan infeksi. Khususnya, infeksi dari orang tanpa gejala dan melalui permukaan yang terinfeksi memiliki risiko penularan yang lebih tinggi dengan penggunaan masker yang tidak tepat. Ini terjadi karena orang yang memakai masker menyentuh maskernya sendiri (untuk menyesuaikan strip atau masker pada wajah) sehingga bagian mulut / wajah lebih sering tersentuh daripada orang yang tidak memakai masker. Bagian mulut dan wajah yang sering tersentuh ini memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk virus masuk ke dalam sistem pernapasan seseorang ketika terpapar tangan dengan permukaan yang terkontaminasi (di toko, mal, bus, dan tempat umum lainnya) atau berjabat tangan dengan orang yang tidak menunjukkan gejala (Chhikara et al., 2020).

Menjaga jarak satu sama lain minimal 1 meter dan menghindari keramaian sangat berperan penting dalam upaya mencegah penyebaran virus corona (COVID-19) hal ini dikarenakan virus ini merupakan partikel mengandung air dengan diameter lebih dari 5 µm yang dapat memasuki permukaan mukosa dalam jarak tertentu (biasanya 1 m). Karena ukuran dan berat partikel yang relatif besar, partikel tidak dapat tergantung di udara terlalu lama (Zhou, 2020).

Untuk pencegahan yang lebih baik sebaiknya terapkan gaya hidup sehat untuk memperkuat sistem imun tubuh agar tidak mudah terserang penyakit. Hal- hal yang dapat dilakukan yaitu:

1. Konsumsi makanan protein tinggi setiap hari, termasuk ikan, daging,

telur, susu, kacang polong, dan kacang-kacangan, pastikan asupan

gizi cukup sesuai menu makanan sehari-hari. Konsumsi buah-

(29)

buahan dan sayuran segar setiap hari, dan tingkatkan asupan sesuai menu makanan sehari-hari

2. Minum air tidak kurang dari 1500 mL air setiap hari.

3. Malnutrisi, lanjut usia dan pasien dengan penyakit saluran pembuangan yang kronik disarankan untuk mengonsumsi suplemen solusi nutrisi komersial (makanan untuk keperluan medis khusus), dan suplemen tidak kurang dari 500 kcal per hari.

4. Pastikan istirahat teratur dan minimal 7 jam tidur setiap hari.

5. Mulai olahraga secara pribadi sedikitnya 1 jam setiap hari. Jangan bergabung dalam latihan olahraga kelompok.

6. Selama epidemi COVID-19, disarankan untuk mengonsumsi suplemen multi vitamin, mineral, dan minyak ikan laut (Zhou, 2020).

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Perilaku seseorang adalah komponen penting dalam melakukan pencegahan sehari-hari, dan kesehatan di dalam keluarganya, kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan langsung antara perilaku dengan melakukan pencegahan sehari-hari. Sikap positif seseorang terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak pada perilakunya menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap kesehatan hampir pasti berdampak negatif pada perilakunya (Wardani, 2013).

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik

atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang

membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan

perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:

(30)

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Aminudin, 2016).

2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005), bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku dan faktor non perilaku. Sedangkan perilaku itu sendiri khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh tiga faktor yaitu:

a. Faktor Predisposisi (Presdisposing factor)

Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain:

- Pengetahuan - Sikap

- Kepercayaan - Keyakinan - Nilai-nilai - Tradisi, dsb

b. Faktor Pemungkin (Enabling factor)

Yaitu faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya:

- Puskemas - Posyandu - Rumah sakit - Tempat olahraga

- Tempat pembuangan sampah

(31)

- Uang, dsb

c. Faktor penguat (Reinforcing factor)

Yaitu faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

Kadang-kadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Misalnya, ada anjuran dari orang tua, guru, sahabat, dll (Aminudin, 2016).

2.2.3 Perilaku Pencegahan

Pencegahan dalam arti luas tidak hanya terbatas ditujukan terhadap seseorang yang sehat tetapi dapat pula ditujukan terhadap penderita yang sedang sakit. Sesuai dengan batasan "pencegahan" ialah "the act of keeping from happening", yang maksudnya merupakan tindakan yang menjaga jangan sampai terjadi sesuatu atau dengan kata lain jangan sampai terlanjur parah (Hariyono, 2013).

Dalam melakukan upaya pencegahan maka terdapat 3 tingkat pencegahan (Ievel of prevention) ialah :

a. Pencegahan primer (primary prevention), ialah tingkat pencegahan awal dengan cara menghindari atau mengatasi faktor - faktor fisiko, misalnya: memakai masker, sering mencuci tangan dengan air dan sabun, dan menjaga jarak satu sama lain.

b. Pencegahan sekunder (secondary prevention), ialah tingkat pencegahan dengan cara melakukan deteksi dini pcnyakit pada saat penyakit tersebut belum menampilkan gejala -gejalanya yang khas, sehingga pengobatan dini masih mampu menghentikan perjalanan penyakit lebih lanjut, misalnya: pemeriksaan PCR untuk mengetahui ada tidaknya terinfeksi COVID-19.

c. Pencegahan tersier (tertiary prevention) ialah tingkat pencegahan

dengan cara melakukan tindakan klinis yang bcrtujuan mencegah

kerusakan lebih 1anjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit

tersebut diketahui, contohnya : penggunaan obat – obat simptomatik

(32)

pada pasien COVID-19 untuk mengurangi keparahan pada pasien (Hariyono, 2013).

Prinsip pokok pencegahan adalah memutuskan rantai penularan bibit penyakit, lingkungan dengan manusia dan meninggikan status kesehatan manusianya. Tahap pencegahan yang sesuai dengan perkembangan penyakit ada lima tahap yaitu:

a. Meninggikan mutu kesehatan (Health Promotion), pada tahap ini manusia masih dalam kondisi sehat. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan status kesehatannya atau paling tidak status kesehatannya tetap diatas rata-rata. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan adalah olahraga secara teratur yang adikuat, pendidikan kesehatan yang sesuai kebutuhan, perbaikan gizi, pemeriksaan kesehatan secara teratur dan rekreasi yang sehat.

b. Memberikan perlindungan khusus (Specific Protection), pada tahap ini manusia juga masih dalam kondisi sehat. Tujuan dari tindakan ini adalah melindungi manusia dari kemungkinan terserang oleh bibit penyakit baik dengan terbentuknya pertahanan kekebalan dalam tubuh maupun terjadinya kontak langsung antara manusia dengan bibit penyakit yang didukung oleh kondisi lingkungan. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya melakukan imunisasi, memakai kacamata dan tutup telinga saat berenang, dan menggunakan lampu yang sesuai saat membaca.

c. Mengenal penyakit dan mengobati secara tepat {Early Diagnosis and

Prompt Treatment), pada tahap ini manusia sudah sakit walaupun

sifatnya masih sangat ringan, maka perlu dikenal gejala dan obat-

obatan yang biasanya digunakan agar penyakitnya tidak berkembang

pesat. Tujuannya adalah mengenal penyakit dan kemudian

memberikan pengobatan, untuk menghilangkan rasa sakit saja yang

belum membunuh bibit penyakitnya. Khusus penyakit menular pada

tahap ini sangat berarti, karena akan terhindar kemungkinan

(33)

meluasnya penyakit di masyarakat. Tindakan yang dapat dilakukan adalah skrining terhadap suatu kelompok tertentu, pemeriksaan selektif dan kunjungan ke dokter yang sifatnya segera jika tidak mengetahui gejalanya, sehingga tidak akan terjadi keparahan

penyakit.

d. Membatasi cacat (Disability Limitation), tahap ini penderitanya telah mengalami sakit dan bahkan kadang-kadang telah sakit berat. Tujuan dari tindakan ini adalah mencegah timbulnya cacat lebih lanjut, baik fisik ataupun cacat sosial maupun moral. Kegiatan yang dapat dilakukan pengobatan secara tepat dan tertib, tindakan kedokteran secara khusus misal amputasi yang disesuaikan dengan keadaan ekonomi dan sosial penderitanya.

e. Merehabilitasi (Rehabilitation), tindakan ini diberikan kepada penderita maupun keluarga dan masyarakat. Tujuan tindakan ini adalah mengembalikan penderita kepada kedaan semula baik fisik, sosial dan mental, atau paling tidak pada keadaan yang dipandang sesuai dan mampu melangsungkan fungsi kehidupannya. Kegiatan yang dapat dilakukan terapi fisik, bimbingan konseling dan latihan keterampilan untuk bekal hidup kembali di masyarakat (Sumarjo et al., 2008).

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Yanti & Handayani, 2014).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman

dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

(34)

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: (1) kesadaran (awareness); (2) ketertarikan (interest); (3) pertimbangan (evaluation); (4) percobaan (trial), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus; dan (5) adopsi (adoption) dimana subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Ali, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2010), terdapat beberapa sumber pengetahuan,yaitu:

1. Pengetahuan wahyu (revealed knowledge) Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran atas dasar wahyu yang diberikan tuhan kepada manusia. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, yang artinya berasal dari luar manusia.

2. Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge) Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri, pada saat ia menghayati sesuatu. Intuisi merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan tidak berdasarkan penalaran rasio, pengalaman, dan pengamatan indra.

3. Pengetahuan rasional (rasional knowledge) Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dari latihan rasio atau akal semata tanpa observasi terhadap peristiwa-peristiwa aktual.

4. Pengetahuan empiris (empirical knowledge) Pengetahuan empiris diperoleh atas bukti pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan-sentuhan indera lainnya, sehingga memiliki konsep dunia di sekitar kita.

5. Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge) Pengetahuan otoritas

merupakan pengetahuan yang diperoleh dari sumber yang berwibawa,

berwenang dan memiliki hak di lapangan (Velia, 2015).

(35)

2.3.2 Tingkatan Pengetahuan

Secara garis besar pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif dibagi atas 6 tingkatan, yaitu:

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk pengetahuan ini adalah bahan yang dipelajari/rangsang yang diterima.

b. Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan suatu materi yang diketahui secara benar serta dapat menginterpretasikannya. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menyebutkan dan menjelaskan.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil).

Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Bisa diartikan juga sebagai kemampuan untuk menyusun formasi baru dari formasi-formasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melaksanakan penelitian

terhadap suatu obyek. Penelitian ini berdasarkan suatu kriteria yang

(36)

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Retnaningsih, 2016).

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut sukanto (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan, antara lain:

a. Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

c. Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

d. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal (Aminudin, 2016).

2.4 Persepsi

2.4.1. Pengertian Persepsi

Menurut sunaryo (2004) persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang di awali dari proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu di teruskan ke otak, kemudian individu menyadari tentang suatu yang di namakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Hasibuan, 2019).

Menurut Mc Dowell dan Newell (dalam Hariyanto, 2013) ada 2 aspek

yang melatar belakangi terjadinya persepsi, diantaranya adalah 1) kognitif,

meliputi cara berfikir, mengenali, memaknai, dan memberi arti suatu

(37)

rangsangan yaitu pandangan individu berdasarkan informasi yang diterima oleh panca indra, pengalaman atau yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari, 2) afeksi, meliputi cara individu dalam merasakan, mengekspresikan emosi terhadap rangsangan berdasarkan nilai-nilai dalam dirinya dan kemudian mempengaruhi persepsinya (Cristea, 2016).

Robbins dan Judge (2009) menyatakan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengatur dan mengintepretasikan kesan-kesan sensori mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realita objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada namun perbedaan tersebut sering timbul (Cristea, 2016).

Menurut Sudarsono (2016) syarat terjadinya persepsi adalah:

a. Adanya objek yang dipersepsi

b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi .

c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon (Hasibuan, 2019).

2.4.2 Faktor-faktor yang Berperan Dalam Persepsi

Menurut Walgito (dalam Sudarsono, 2016) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:

a. Objek yang dipersepsi menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.

b. Alat indera, saraf dan susunan saraf merupakan alat untuk menerima

stimulus, di samping itu juga harus ada saraf sensoris sebagai alat

(38)

untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan saraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang.

c. Perhatian untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek (Hasibuan, 2019).

2.5 Sikap

2.5.1 Pengertian Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, di mana manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (Novita & Adriyani, 2013).

Newcomb, dalam Notoatmodjo (2010), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, melainkan predisposisi perilaku (tindakan tertutup). Sikap mencakup dua komponen, antara lain; (1) komponen kognitif, yaitu sebuah keyakinan yang dipegang dengan penuh kesadaran; dan (2) komponen afektif, Sikap adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu. Sikap melibatkan pikiran, perhatian, dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) yang dipengaruhi oleh perasaan subjektif (Velia, 2015).

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek lingkungan tertentu sebagai

(39)

suatu penghayatan terhadap objek. Dalam hal sikap, dapat dibagi dalam berbagai tingkatan, antara lain:

a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding), yaitu dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuating), yaitu dapat berupa mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya (Aminudin, 2016)

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Sunaryo (2004), ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap adalah faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Berasal dari dalam individu itu sendiri. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima atau tidak diterima. Sehingga individu merupakan penentu pembentukan sikap. Faktor internal terdiri dari faktor motif, faktor psikologis dan faktor fisiologis.

b. Faktor eksternal

Faktor yang berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk mengubah

dan membentuk sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung dan tidak

langsung. Faktor eksternal terdiri dari: faktor pengalaman, situasi, norma,

hambatan dan pendorong (Aminudin, 2016).

(40)

2.6 Kerangka Teori

Pengetahuan tentang Virus Corona

Sikap

Persepsi Faktor yang

mempengaruhi:

a. Pendidikan b. Informasi c. Budaya d. Pengalaman

Perilaku pencegahan wabah virus corona

Faktor yang mempengaruhi:

a. Faktor internal (motif,

psikologis, fisiologis) b. Faktor eksternal

(pengalaman, situasi, norma, hambatan, dan pendorong)

Faktor yang mempengaruhi:

a. Faktor Predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, dsb.)

b. Faktor Pemungkin (puskemas, posyandu, rumah sakit, tempat pembuangan sampah) c. Faktor Penguat

(orang tua, guru, teman, dll.)

Faktor yang mempengaruhi:

a. Objek b. Alat indera c. Perhatian

: Diteliti : Tidak Diteliti

Gambar 2.5 Kerangka Teori

(41)

2.7 Kerangka Konsep

2.8. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

2. Ada hubungan antara persepsi dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

3. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

Pengetahuan tentang wabah virus corona pada masyarakat

Persepsi tentang wabah virus corona pada masyarakat

Sikap tentang wabah virus corona pada masyarakat

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Pencegahan

Gambar 2.6 Kerangka Konsep

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross-sectional, dimana penelitian ini akan mencari hubungan pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat, dengan perilaku pencegahan wabah virus corona.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada masyarakat di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1 POPULASI

Populasi penelitian ini adalah semua masyarakat di Kota Medan yang tidak menderita COVID-19.

3.3.2 SAMPEL

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling dan seluruhnya memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Perkiraan besar sampel minimal dengan Rumus Lemeshow:

n =

Keterangan:

n = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan Z = derajat kepercayaan = 1,96

d = limit of error = 0,1

p = proporsi populasi =0,5

(43)

Berdasarkan rumus tersebut, besar sampel yang dibutuhkan adalah:

n =

n =

n = 96,04 ~ 100

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh besar sampel minimal pada penelitian ini sebesar 96,04 kemudian dibulatkan menjadi 100 sehingga besar sampel minimal pada penelitian ini sebesar 100 responden.

Menentukan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi:

1. Masyarakat berusia 18-60 tahun

2. Masyarakat yang memahami cara mengisi google form 3. Masyarakat yang bersedia mengisi kuisioner online b. Kriteria Eksklusi:

Masyarakat yang memiliki riwayat COVID-19 3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan jenis data primer dimana data diperoleh secara langsung dengan menggunakan kuesioner online sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan judul penelitian.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara ukur Alat

ukur

Hasil ukur Skala

ukur

(44)

Pengeta- -huan

Pemahaman dan hal- hal yang diketahui responden tentang

gejala, cara

penyebaran dan pencegahan COVID- 19 melalui kuisioner.

Pertanyaan dalam bentuk kuisioner online

Kuisi- -oner

1. Baik (76%- 100%) 2. Cukup (75%- 56%) 3. Kurang

(<56%)

Ordin al

Persepsi Tanggapan dari responden mengenai penyakit COVID-19 tentang pencegahan yang dilakukan dapat mengurangi

penyebaran atau tidak.

Pertanyaan dalam bentuk kuisioner online

Kuisi- -oner

1. Baik (76%- 100%) 2. Cukup (75%- 56%) 3. Kurang

(<56%)

Ordin al

Sikap Respon atau reaksi responden mengenai penyakit COVID-19 yang diukur dengan kuisioner tentang peran dan upaya pencegahan responden terhadap penyakit COVID-19.

Pertanyaan dalam bentuk kuisioner online

Kuisi- -oner

1. Baik (76%- 100%) 2. Cukup (75%- 56%) 3. Kurang

(<56%)

Ordin al

Perilaku pencega- -han

Tindakan responden dalam melakukan pencegahan Penyakit COVID-19 yang diukur melalui kuisioner.

Pertanyaan dalam bentuk kuisioner online

Kuisi- -oner

1. Sangat Baik (80%- 100%) 2. Baik

(79%- 60%) 3. Cukup

(59%- 40%) 4. Kurang

Ordin

al

(45)

Baik (39%- 20%) 5. Sangat

Buruk (<20%)

3.6 METODE ANALISIS DATA

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan bantuan perangkat lunak SPSS (Statistical Package for the Social Science).

3.6.1 ANALISIS UNIVARIAT

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi berdasarkan variabel independen dan variabel dependen yang akan diteliti.

3.6.2 ANALISIS BIVARIAT

Analisis ini dilakukan melalui uji statistik chi-square. Hasil diperoleh pada

analisis chi-square, dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai p, kemudian

dibandingkan dengan tingkat kemaknaan 0,05. Penelitian antara dua variabel

dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha

diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p>0,05 yang berarti

Ho diterima dan Ha ditolak.

Referensi

Dokumen terkait

Budaya Organisasi merupakan data primer yang diukur dengan instrumen non. tes yang berbentuk kuisioner dengan model skala likert yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Pendidikan Kepramukaan dalam menanamkan Nilai-nilai Pancasila (Studi deskriptif terhadap anggota pramuka di Pangkalan SMK Karya

Dalam penelitian ini pembahasan yang akan diuraikan adalah kondisi fobia yang terjadi di TK Islam Al Istikmal Juwet Nanom Gresik, serta penerapan teknik modifikasi perilaku

Salah satu contoh kasus nikah siri yang dapat kita lihat antara lain adalah kasus artis dangdut Indonesia, dan juga yang tidak kalah hangatnya, adalah kasus

Uji ahli dimaksudkan untuk menilai validitas modul (aspek grafis, penyajian dan isi). uji ahli dilakukan untuk memperoleh tanggapan awal kedua ahli tersebut dalam

Sehubungan dengan penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran, para tenaga pengajar atau guru perlu cermat dalam pemilihan dan atau penetapan media yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Perjanjian ... Pengertian Perjanjian ... Syarat Sahnya Perjanjian... Kecakapan Para Pihak Untuk Membuat Perjanjian 91 c. Suatu Hal Tertentu ....