UJI PENYEBARAN SUHU DENGAN SENSOR PADA ALAT PENGERING (TIPE KABINET)
SKRIPSI
CHAIRUNNISA 120308033
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
UJI PENYEBARAN SUHU DENGAN SENSOR PADA ALAT PENGERING (TIPE KABINET)
SKRIPSI
OLEH : CHAIRUNNISA
120308033/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Ainun Rohanah, STP, M.Si)
Ketua Anggota
(Sulastri Panggabean, STP, M.Si)
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016
ABSTRAK
CHAIRUNNISA: Uji penyebaran suhu dengan sensor pada alat pengering (tipe kabinet), dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SULASTRI PANGGABEAN.
Pengeringan merupakan kegiatan yang penting dalam pengawetan bahan pangan maupun industri pengolahan hasil pertanian. Namun saat ini alat pengering yang ada belum bekerja secara optimal. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengujian terhadap sebaran suhu pada alat tersebut dengan menggunakan sensor DS18B20 dan DHT22. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penyebaran suhu dengan sensor suhu dan RH pada alat pengering (tipe kabinet) dengan komoditi kakao. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Universitas Sumatera Utara. Parameter yang diamati adalah distribusi suhu, humidity ratio(RH) dan kadar air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu tertinggi terdapat pada bagian rak 3 input/masukan yaitu 93
oC pada menit ke 45-75 dan suhu terendah yaitu 38
oC pada menit ke 15 di bagian rak 2 output/keluaran. Nilai RH tertinggi adalah pada bagian udara lingkungan yaitu 90% pada menit ke 30-75 dan nilai RH terendah adalah pada bagian ruang pengering yaitu 14,27% pada menit ke 90. Nilai kadar air tertinggi adalah pada bagian rak 3 output/keluaran yaitu 1,19% pada menit ke 120 dan nilai kadar air terendah adalah pada bagian rak 2 dan rak 3 input/masukan yaitu 0,44% pada menit ke 420 dan 300.
Kata kunci : alat pengering tipe kabinet, penyebaran suhu, sensor, kakao
ABSTRACT
CHAIRUNNISA: Temperature disseminating test of dryer equipment (cabinet type) using temperature detector, supervised by AINUN ROHANAH and SULASTRI PANGGABEAN.
Drying is an important activity in the preservation of foodstuffs and agricultural product processing industry, but currently the dryer has not worked optimally. To overcome this, testing of temperature distribution in the equipment using DS18B20 and DHT22 detectors. The research was aimed to test the distribution of temperature with temperature detectors and RH of the dryer (cabinet type) using cocoa. This research was conducted in March to May 2016 at the Laboratory of Agricultural Engineering University of North Sumatera.
Parameters observed were distribution of temperature, humidity ratio (RH) and moisture content.
The results indicated that the highest temperature was found on the input of rack 3 that was 93
oC at minutes of 45 until 75 and the lowest temperature was 38
oC at minute of 15 on the output of rack 2. The highest and the lowest on RH values was 90% on the ambient air at minute of 30 until 75 and 14.27% in the drying chamber at minute of 90. The highest moisture content was 1.19% on the output of rack 3 at minute of 120 and the lowest moisture content was 0.44% both on the input of rack 2 at minute of 420 and on the input of rack 3 at minute of 300.
Key Words: Cabinet type dryer, temperature deployment, detector, cacao
RIWAYAT HIDUP
Chairunnisa dilahirkan di Tajung Pura pada tanggal 19 September 1994 dari ayah Ir. Andi Kurnia dan ibu Lita Wati Perangin-angin. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi BKM
Al-Mukhlisin FP USU sebagai anggota. Penulis melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di PTPN IV Bah Jambi Sumatera Utara pada bulan Juli sampai
Agustus 2015. Kemudian pada tahun 2016 mengadakan penelitian skripsi dengan
judul “Uji Penyebaran Suhu dengan pada Alat Pengering (Tipe Kabinet)” di
Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Penyebaran Suhu dengan Sensor pada Alat Pengering (Tipe Kabinet)” yang merupakan salah satu syarat untuk membuat draft di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan draft ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Batasan Penelitian ... 4
Manfaat penelitian... 4
TINJAUAN PUSTAKA Kakao ... 5
Deskripsi kakao dan klasifikasi kakao ... 5
Manfaat kakao ... 6
Jenis-jenis Pengeringan ... 7
Proses pengeringan kakao ... 8
SNI (Standar Nasional Indonesia) kakao ... 9
Komponen Alat Pengering (Tipe Kabinet) ... 10
Ruang pemanas ... 10
Ruang pengeringan ... 10
Keluaran udara ... 11
Prinsip Kerja Alat Pengering (Tipe Kabinet) ... 11
Kadar Air... 12
Pindah Panas ... 13
Suhu Pengeringan ... 14
Kelembaban Udara ... 15
Sensor Suhu ... 16
Data Logger... 17
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 18
Bahan dan Alat ... 18
Metode Penelitian ... 18
Prosedur Penelitian ... 20
Parameter Penelitian ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu ... 22
Humidity Ratio (RH) ... 27
Kadar Air... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31
Saran... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Persyaratan umum mutu biji kakao ... 9
2. Waktu dan suhu pada bagian input/masukan ... 22
3. Waktu dan suhu pada bagian center/pusat ... 24
4. Waktu dan suhu pada bagian output/keluaran ... 26
5. Nilai RH dan waktu... 30
6. Waktu dan KA pada bagian input/masukan ... 32
7. Waktu dan KA pada bagian center/pusat ... 32
8. Waktu dan KA pada bagian output/keluaran ... 33
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. DS18B20 dan DHT22 ... 17
2. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian input/masukan ... 23
3. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian center ... 25
4. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian output/keluaran ... 26
5. Grafik hubungan RH dan waktu ... 30
6. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian input/masukan .... 34
7. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian center/pusat ... 34
8. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian output/keluaran .. 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao (Thebroma cacao) atau cokelat merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisa negara. Kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Perkebunan kakao pada tahun 2002 telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (Departemen Perindustrian, 2007).
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914,051 ha. Sebagian besar (87,4%) perkebunan kakao dikelola oleh rakyat, 6,0% perkebunan besar negara dan 6,7% perkebunan besar swasta.
Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke
posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).
Upaya pengelolaan kakao secara berkelanjutan dihadapkan berbagai kendala antara lain: (1) produktivitas tanaman di bawah potensi normal karena banyaknya tanaman tua dan banyak tanaman tidak dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan hama atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh petani secara individual; (3) mutu biji rendah; (4) industri hilir dalam negeri belum berkembang sehingga masih dalam bentuk produk primer; (5) sulitnya petani mendapatkan pendanaan khusus untuk pengembangan kakao. Sampai saat ini, kurang lebih 90 % petani menjual kakao dalam bentuk biji untuk diekspor, namun mutunya masih rendah karena tidak difermentasi, kandungan kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak konsisten. Selain itu terdapat biji kakao yang terserang/infestasi serangga hama, terserang jamur dan tercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya (Peraturan Menteri Pertanian, 2012).
Salah satu yang menjadi masalah dalam pengeolahan biji kakao adalah cara pengeringan kakao yang kurang optimal. Kakao yang bagus harus memiliki kadar air ≥ 7,5%. Apabila kadar air tidak mencapai standar maka terjadi pembusukan pada biji. Sampai saat ini pengeringan kakao dilakukan hanya menggunakan 3 cara yaitu manual (pengeringan dengan menggunakan sinar matahari), mekanis (menggunkaan alat pengering) dan gabungan dari keduanya.
Pengeringan memang membutuhkan waktu yang cukup lama ini dikarenakan kadar air awal kakao yang tinggi.
Namun, masalah yang sering dihadapi ketika mengeringkan kako tersebut adalah pengeringan secara manual yaitu menggunakan tenaga matahari.
Pengeringan tersebut sangat bergantung pada baik atau tidaknya iklim. Sehingga
untuk mengatasi keterbatasan itu digunakan alat pengering secara mekanis yang menggunakan pemanas atau pembakaran biomassa. Alat pengering ini dapat digunakan setiap waktu dan menjaga kesterilan dari kakao tersebut.
Namun, alat pengering yang saat ini digunakan memiliki kekurangan yaitu proses pengeringan yang lama sehingga menggunakan bahan bakar yang banyak dan tidak meratanya proses pengeringan di setiap bagian biji kakao yang dikeringkan. Sehingga apabila dibiarkan maka akan menyebabkan tumbuh jamur dan busuk di bagian dalam yang masih lembab dan kemudian akan menyebabkan bagian luar juga ikut rusak. Oleh karena itu untuk menghindarinya diperlukan pengetahuan mengenai penyebaran dari suhu pemanasan alat pengering tersebut sehingga dapat diketahui pengeringan yang optimal dari kakao yang dikeringkan tersebut.
Agar pengeringan dapat berlangsung dengan cepat, maka harus diberikan energi panas pada bahan yang akan dikeringkan dan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Pengeluaran uap air dapat juga dilakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan yang terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut dan uap air dikeluarkan dari seluruh permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara dan tekanan uap air di udara (Winarno, dkk, 1980).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji penyebaran suhu dengan sensor
suhu dan RH pada alat pengering (tipe kabinet) dengan komoditi kakao.
Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya membahas tentang penyebaran suhu dengan sensor suhu dan RH pada alat pengering (tipe kabinet) dengan komoditi kakao.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SumateraUtara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pengering (tipe kabinet).
3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
terutama pada petani dan distributor kakao.
TINJAUAN PUSTAKA
Kakao
Deskripsi dan Klasifikasi Kakao
Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Sistematika tanaman ini sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angioospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak kelas : Dialypetalae Bangsa : Malvales Suku : Sterculiaceae Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L (Tjitrosoepomo, 1988).
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga. Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah.
Jumlahnya beragam, yaitu 20 – 50 butir per buah (Mahmud, 2010).
Manfaat Kakao
Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao, baik yang berasal dari kulit, pulp maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar.Secara garis besar, biji kakao dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu dengan yang lainnya (Susanti, 2012).
Biji Kakao adalah bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah bahan dalam pebuatan kue, es krim, makanan ringan, susu dll. atau dalam bahasa keseharian masyarakat kita menyebutnya coklat. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja (Susanti, 2012).
Coklat dengan kandungan kakao (biji coklat) lebih dari 70% juga
memiliki manfaat untuk kesehatan, karena coklat kaya akan kandungan
antioksidan yaitu fenoldan flavonoid yang dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh sangat besar. Dengan adanya antioksidan, akan mampu untuk
menangkap radikal bebas dalam tubuh. Besarnya kandungan antioksidan ini
bahkan 3 kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini sering
masyarakat. Kakao juga memiliki banyak manfaat terutama bagi kesehatan
karena mengandung fenol, flavonoid,vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin
D, dan vitamin E. Selain itu, coklat juga mengandung zat maupun nutrisi yang
penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan kalsium, dan sebagai antioksidan
bagi tubuh (Susanti, 2012).
Jenis-Jenis Pengeringan
Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao menjadi
≤ 7,5 % supaya aman untuk disimpan. Pengeringan biji dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
1. Penjemuran : a) Penjemuran dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari langsung di atas para-para atau lantai jemur. Saat cuaca cerah dengan lama waktu penyinaran 7 – 8 jam per hari, untuk mencapai kadar air maksimal 7,5 % diperlukan waktu penjemuran 7 – 9 hari; b) Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3 – 5 cm (2 – 3 lapis biji atau 8 – 10 kg biji basah per m
2); c) Setiap 1- 2 jam dilakukan pembalikan; d) Alat penjemur sebaiknya dilengkapi dengan penutup plastik untuk melindungi biji kakao dari air hujan. Bila matahari terik, plastik dibuka dan digulung; e) Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan.
2. Mekanis : a) Dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Penggunaan mesin ini sebaiknya secara berkelompok karena membutuhkan biaya investasi yang besar; b) Dengan pengaturan suhu 55 – 60 0C, diperlukan waktu 40 – 50 jam untuk dapat mencapai kadar air biji kakao maksimal 7,5 %.
3. Kombinasi penjemuran dan mekanis: a) Dilakukan penjemuran terlebih dahulu
selama 1 - 2 hari (tergantung cuaca) sehingga mencapai kadar air 20 – 25 %; b)
Setelah biji kakao dijemur, dimasukkan ke dalam mesin pengering. Dengan cara
ini, diperlukan waktu di mesin pengering selama 15 – 20 jam untuk dapat mencapai kadar air maksimal 7,5 % (Natawidjaya, dkk, 2012).
Proses Pengeringan Kakao
Pengeringan adalah suatu proses penguapan air dari bahan basah dengan media pengering (bisa udara atau gas) melalui induksi panas. Karena kontak udara yang panas/ hangat maka air dalam bahan akan menjadi lebih kering tergantung dari kecepatan udara (dalam hal ini angin), tingkat kelembapan relatif dan suhu udara setempat (Kudra, 2002).
Ketika proses penguapan berlangsung, bahan cair yang tertinggal menjadi menjadi lebih pekat dan karena peningkatan kepekatan ini, maka suhu didih meningkat. Kenaikan suhu didih mengurangi penurunan suhu yang diperkenankan apabila dianggap tidak ada perubahan pada sumber panas. Laju pindah panas keseluruhan juga akan menurun. Demikian juga dengan kekentalan bahan cair akan meningkat, sering sangat tinggi, dan ini mempengaruhi perputaran dan koefisien pindah panas kembali menjadi lebih rendah daripada laju pendidihan (Earle, 1982).
Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan (Adnan, 1982).
Pengering adiabatis adalah pengering dimana panas dibawa ke dalam
pengering oleh suatu gas yang panas. Gas memberikan panas kepada air di dalam
bahan pangan dan membawa keluar uap air yang dihasilkan. Gas panas dapat
merupakan hasil pembakaran atau pemanasan udara. Perpindahan panas dapat
berlangsung melalui suatu permukaan yang padat, dimana panas dipindahkan kepada produk melalui suatu plat logam yang juga membawa produk tersebut (Desroisier, 1988).
Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan panas yaitu: (1) jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba patogen dan (2) jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa makanan. Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud. Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah maka waktu pemanasan harus lebih lama, sedangkan jika suhu tinggi waktu pemanasan singkat (Winarno, dkk, 1980).
SNI (Standar Nasional Indonesia) Kakao
Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan mutu.
Setiap biji kako yang akan dipasarkan harus memenuhi persyaratan tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 2323:2008/ Amd 1:2010).
Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus.
Secara umum syarat umum biji kakao yang tertera di dalam SNI ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing.
Tabel 1. Persyaratan umum mutu biji kakao
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Serangga hidup - Tidak ada
2. Serangga mati - Tidak ada
3. Kadar air (b/b) % Maks. 7,5 4. Biji berbau asap dan atau hammy dan
atau berbau asing
- Tidak ada
5. Kadar biji pecah dan atau pecah kulit (b/b)
% Maks. 2
6. Kadar benda-benda asing (b/b) % Tidak ada (SNI, 2010).
Komponen Alat Pengering (Tipe Kabinet) Ruang Pemanas
Ruang pemanas terdiri dari beberapa komponen yaitu, - Kompor Gas LPG
Berfungsi sebagai sumber panas. Panas berasal dari pembakaran LPG (Liquefied Proteleum Gas).
Plat Rata
Terbuat dari plat besi berukuran 35 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 inchi.
Berfungsi sebagai media penghantar panas dari api yang dihasilkan oleh kompor gas ke udara pada ruang pengering.
Blower
Blower digunakan unutk menghantarkan udara panas yang dihasilkan dari
kompor gas pada ruang pemanas.
Ruang Pengeringan
- Nampan/Tray
Nampan pada alat pengering tipe kabinet, terbuat dari alumunium
berbentuk persegi. Nampan dibuat berongga supaya udara panas dapat melalui
bahan yang akan dikeringkan. Pemilihan alumunim sebagai bahan nampan karena berat jenis alumunium relatif rendah (Sumanto, 1994) sehingga mempermudah dalam memuat bahan ke ruang pengeringan.
- Pintu
Pemasangan pintu bertujuan untuk mempermudah memasukkan dan mengeluarkan bahan dari ruang pengeringan serta untuk memerangkap panas.
Pada pintu juga dipasang kaca, agar pemakai dapat memeriksa bahan selama pengeringan tanpa membuka pintu, sehingga efisiensi lebih tinggi.
Keluaran Udara
Berupa lubang keluaran udara yang dapat dibuka dan ditutup dengan kisi yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga udara panas dapat keluar dari ruang pengeringan sesuai dengan besaran yang diinginkan.
Prinsip Kerja Alat Pengering (Tipe Kabinet)
Alat Pengering (Tipe Kabinet) ini bekerja berdasarkan prinsip perpindahan panas konveksi. Energi panas yang berasal dari pembakaran oleh kompor menyebabkan naiknya temperatur ruang pembakar. Udara panas tersebut akan dikonveksikan secara paksa, dengan hembusan udara pada dari blower menuju ruang pengering. Udara panas akan mengalir ke seluruh bagian ruang pengering, dan menaikkan suhu ruang pengering. Aliran udara panas di sekeliling bahan akan mengakibatkan tekanan uap bahan akan lebih besar dari tekanan uap di udara, sehingga terjadi aliran uap air dari bahan ke udara (Tobing, 2015).
Kadar Air
Penentuan kadar air biji kakao merupakan salah satu tolok ukur proses
pengeringan agar diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang
murah. Selama proses pengeringan berjalan, selain melihat tampilan fisik biji kakao, kadar airnya perlu diukur dengan pengukur kadar air yang sudah terkalibrasi. Pengeringan yang berlebihan (menghasilkan biji kakao dengan kadar air jauh di bawah 7%) merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka biji kakao belum mencapai kadar air keseimbangan (7 %) dan menjadi rentan terhadap
serangan jamur saat disimpan atau diangkut ke tempat konsumen (Dinas Perkebunan Jatim, 2012).
Penentuan kadar air pada biji kakao dapat dilakukan dengan salah satu caranya adalah cara pemanasan (oven) menurut Sudarmadji (1984) yaitu dengan prosedur sebagai berikut:
- Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.
- Kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100 – 105 ˚C selama 3 – 5 jam tergantung bahannya. Kemudian dinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
- Panaskan lagi dalam oven 30 menit, dinginkan dalam eksikator dan timbang; perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut turut kurang dari 0,2 mg).
- Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.
- Rumus perhitungan :
% Kadar Air =
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎𝐵𝐵𝑎𝑎 −𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎𝐵𝐵𝑎𝑎
× 100%
Pindah Panas
Perpindahan panas koveksi tergantung pada viskositas fluida, di samping ketergantungannya terhadap sifat-sifat fluida, seperti konduktivitas termal, kalor spesifik, dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhi laju perpindahan energi di daerah dinding.
Ada dua sistem konveksi, yaitu :
1. Perpindahan panas konveksi alami (natural convection)
Perpindahan ini terjadi karena fluida yang terjadi karena pemanasan, berubah densitasnya sehingga fluida bergerak.
2. Perpindahan panas konveksi paksa (forced convection)
Fenomena ini terjadi apabila sistem dimana fluida didorong oleh permukaan perpindahan kalor, atau melaluinya. Fluida bergerak adanya faktor pemaksa.
Pada proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses, yaitu : proses perpindahan masa, proses perpindahan masa uap air atau pengalihan kelembaban dari permukaan bahan ke sekeliling udara, proses pemindahan panas akibat penambahan (perpindahan) energi panas terjadinya proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap. Pengeringan buatan adalah pengeringan dengan menggunakan alat pengering, dimana suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan dapat diatur dan diawasi. Pengeringan buatan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengeringan adiabatik dan pengeringan isothermik.
Pengeringan adiabatik adalah pengeringan dimana panas dibawa ke alat
pengering oleh udara panas. Udara panas ini akan memberikan panas pada bahan
yang akan dikeringkan dan mengangkut uap air yang dikeluarkan oleh bahan.
Pengeringan isothermik adalah pengeringan dimana bahan yang akan dikeringkan berhubungan langsung dengan lembaran logam yang panas (Winarno,dkk, 1980).
Suhu Pengeringan
Suhu merupakan faktor fisika yang sangat penting pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kegiatan mikroba. Suhu dapat mempengaruh lamanya fase lag, kecepatan pertumbuhan, konsentrasi sel, kebutuhan nutrisi, kegiatan enzimatis dn komposisi sel (Nurwantoro dan Djarijah, 1997).
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka hal ini dapat mengakibatkan terjadinya “case hardering” yaitu suatu keadaan dimana bagian luar (permukaan) dari bahan sudah kering sedangkan bagian bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi keras, sehingga akan menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat di bagian dalam bahan tersebut. “Case hardering” juga disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kinerja tertentu, misalnya terjadinya penggumpalan protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang masif (keras) pada permukaan bahan. Terjadinya “case hardering” dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya menjadi lambat atau terhambat sama sekali (Winarno, dkk, 1980).
Suhu kontak antara udara dan biji yang rendah merupakan masalah yang
terjadi pada pengering berenergi surya, dimana salah satu penyebabnya adalah
distribusi aliran panas yang tidak merata, khusunya pada tipe rak. Akibatnya
terjadi ketidakseragaman kadar air produk pada setiap tingkat rak, sehingga
membuat kualitas produk secara keseluruhan menjadi menurun. Selain itu
ketidakseragaman distribusi aliran dan suhu tersebut mengakibatkan kemungkinan hilangnya udara panas dari ruang pengering sebelum melewati produk dan pemborosan energi tidak terelakkan lagi. Salah satu pemecahan untuk masalah tersebut adalah dengan menganalisa sifat dan pola aliran serta distribusinya dalam suatu model simulasi. Dengan demikian, posisi penempatan kipas dan sumber panas (penukar panas) dapat diketahui secara tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan dapat ditingkatkan (Dyah, dkk, 2003).
Adanya pembukaan rak pengering mempengaruhi suhu udara optimum dalam rak pengering. Sedangkan elemen pemanas sangat mempengaruhi suhu udara pengeringan. Pada awal periode suhu pemanas cenderung naik dan belum konstan. Pada pertengahan periode pengeringan, laju pengeringan cenderung konstan kemudian pada titik tertentu laju pengeringan akan menurun hingga proses pengeringan selesai. Hal ini sesuai dengan kecenderungan pemanas yang telah mencapai kondisi optimum (konstan). Menurunnya laju pengeringan pada tahap terakhir proses pengeringan sejalan dengan menurunnya kadar air bahan dan lamanya proses pengeringan (Isti’anah, 2011).
Kelembaban Udara
Kelembaban adalah jumlah rata-rata kandungan air keseluruhan (uap, tetes air dan kristal es) di udara pada suatu waktu yang diperoleh dari hasil harian dan dirata-ratakan setiap bulan. Kelembaban relative berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Menjelang tengah hari, kelembaban relatif berangsur-angsur turun
kemudian bertambah besar pada sore hari sampai menjelang pagi
(Ernyasih, 2012).
Kelembaban udara berpengaruh terhadap proses pemindahan uap air.
Apabila kelembaban udara tinggi, maka perbedaan tekanan uap air di dalam dan di luar bahan menjadi kecil sehingga menghambat pemindahan uap air dari dalam bahan ke luar. Pengontrolan suhu serta waktu pengeringan dilakukan dengan mengatur kotak alat pengering dengan alat pemanas, seperti udara panas yang dialirkan ataupun alat pemanas lainnya. Suhu pengeringan akan mempengaruhi kelembaban udara di dalam alat pengering dan laju pengeringan untuk bahan tersebut. Pada kelembaban udara yang tinggi, laju penguapan air bahan akan lebih
lambat dibandingkan dengan pengeringan pada kelembaban yang rendah (Taufiq, 2004)
Sensor Suhu
Banyak sensor suhu yang dipakai dalam implementasi sistem instrumentasi. Sensor suhu DS18S20 ini telah memiliki keluaran digital meskipun bentuknya kecil. Sensor ini juga memilki tingkat akurasi cukup tinggi, yaitu 0,5
oC pada rentang suhu -10
oC hingga +85
oC, sehingga banyak dipakai untuk aplikasi sistem pemonitoring suhu aplikasi-aplikasi yang berhubungan dengan sensor seringkali membutuhkan ADC (Analog to Digital Converter) dan beberapa pin port mikrokontroler namun pada DS18B20 ni tidak dibutuhkan ADC agar dapat
berkomunikasi dengan mikrokontroler (Pratiwi, 2009).
Salah satu jenis famili sensor yang juga dapat melakukan pengukuran suhu
dan kelembaban pada satu waktu adalah DHT. Sensor ini terdiri dari beberapa
varian dengan varian yang sering digunakan adalah DHT11 dan DHT22. Sensor
jenis ini cukup banyak dipilih karena data keluaran yang dihasilkan sudah dalam
bentuk digital sehingga tidak memerlukan lagi proses konversi dari sinyal analog
[1] Selain perbedaan dalam hal resolusi (DHT22 mampu menampilan nilai hingga satu angka dibelakang koma [2] sementara DHT11 tidak), faktor harga, rentang nilai pengukuran, dimensi fisik, kecepatan pencuplikan (sampling rate) dan berbagai spesifikasi teknis lainnya, salah satu hal yang memengaruhi pemilihan di antara keduanya adalah akurasi pengukuran (Saptadi, 2014).
Gambar 1. DS18B20 dan DHT22 Data Logger
Data logger merupakan sistem yang berfungsi untuk merekam data ke
dalam media penyimpan data, data logger memiliki kapasitas penyimpan yang
cukup besar sehingga data yang terekam dapat ditampilkan dalam grafik dalam
durasi yang cukup lama. Sistem data logger ini menggunakan SD Card sebagai
media simpannya. Dengan media ini kita dapat menyimpan data yang sangat
besar, layaknya sebuah hardisk yang diisi file teks / txt file, Sistem ini terdiri dari
beberapa blok diagram, diantaranya sensor suhu, dan interface SD Card, data
yang tersimpan didalam SD Card dapat dibaca pada komputer menggunakan card
reader dengan output CSV File (Hartono, 2013).
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Juni 2016 di Laboratorium Keteknikan Pertanian Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk kakao dengan kadar air 6-5% (sebelumnya biji kakao dikeringkan selama 10 hari kemudian dihaluskan dengan alat penggiling).
Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tipe kabinet, kompor gas, selang gas, regulator gas, tabung gas, data logger, sensor suhu DS18B20 dan sensor suhu sekaligus RH DHT22, alat tulis,
label, plastik vakum, cawan, nampan, timbangan digital, sendok, plastik, lakban, kapas dan karet.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimentatif yaitu dengan melakukan pengamatan dengan 15 sensor terhadap penyebaran suhu dan RH pada alat pengering tipe kabinet. Adapun sensor yang digunakan adalah 14 sensor DS18B20 dan 1 sensor DHT22 yang diletakkan pada:
Sensor 1 = Terletak pada rak pertama bagian masukan (in)
Sensor 2 = Terletak pada rak pertama bagian tengah/pusat (center)
Sensor 3 = Terletak pada rak pertama bagian nampan/tray
Sensor 4 = Terletak pada rak pertama pada bagian plat yang mendekati bahan
Sensor 5 = Terletak pada rak pertama bagian keluaran (out) Sensor 6 = Terletak pada rak kedua bagian masukan (in)
Sensor 7 = Terletak pada rak kedua bagian tengah/pusat (center) (sensor suhu sekaligus RH DHT22)
Sensor 8 = Terletak pada rak kedua bagian nampan/tray
Sensor 9 = Terletak pada rak kedua pada bagian plat yang mendekati bahan Sensor 10 = Terletak pada rak kedua bagian keluaran (out)
Sensor 11 = Terletak pada rak ketiga bagian masukan (in)
Sensor 12 = Terletak pada rak ketiga bagian tengah/pusat (center) Sensor 13 = Terletak pada rak ketiga bagian nampan/tray
Sensor 14 = Terletak pada rak ketiga pada bagian plat yang mendekati bahan Sensor 15 = Terletak pada rak ketiga bagian keluaran (out)
Suhu yang masuk di setiap 15 menit sekali yang dilakukan selama 7 jam pengeringan akan tersimpan langsung pada data logger. Pengambilan data selanjutnya adalah penentuan RH (Ratio Humidity).
RH ini dapat diketahui dengan mengatur suhu bola basah dan bola kering kemudian tentukan RH berdasarkan grafik psikometrik chart. Termometer bola basah dan bola kering akan diletakkan pada 3 tempat yaitu:
- Pada jendela ruangan dimana alat pengering digunakan
- Pada bagian keluaran udara alat pengering
Pada rak kedua bagian tengah/center dalam alat pengering, namun tidak menggunakan termometer bola basah dan bola kering tetapi menggunakan sensor DHT22.
Prosedur Penelitian
1. Disusun biji kakao pada nampan.
2. Dimasukkan nampan pada ruang pengering, diletakkan pada rak yang tersedia.
3. Dihidupkan alat pengering selama 7 jam.
4. Diambil sampel bubuk kakao setiap sejam sekali selama proses pengeringan untuk dihitung kadar air.
5. Dilihat termometer bola basah dan bola kering pada jendela dan pada bagian keluaran udara alat pengering setiap 15 menit sekali selama proses pengeringan.
6. Dimatikan alat pengering.
7. Dikeluarkan bahan dari alat pengering.
8. Ditimbang hasil pengeringan.
9. Dilakukan pengamatan parameter.
Parameter Penelitian
Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Kadar air kemudian dihitung menggunakan rumus:
% Kadar Air =
𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎𝐵𝐵𝑎𝑎 −𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝑎𝑎𝐵𝐵𝑎𝑎
× 100%
Relative Humidity (RH)
Relative Humidity dapat ditentukan dari suhu pada termometer bola basah
dan bola kering kemudian ditentukan RH pada psikometrik chart dari data suhu tersebut.
Distribusi Suhu pada Alat Pengering
Distribusi suhu pada alat pengering dapat diketahui dari sensor yang sudah
di sebar pada ruang pengering yang diambil suhunya setiap 15 menit sekali
selama proses pengeringan dan tersimpan secara otomatis pada data logger.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu
Pada penelitian ini suhu dapat dilihat pada 3 bagian:
1. Bagian input/masukan 2. Bagian center/pusat 3. Bagian output/keluaran
Berikut ini hasil pengukuran suhu pada 3 bagian tersebut:
A. Bagian input/masukan
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data suhu dengan interval waktu 15 menit, dimana suhu diperoleh dengan meletakkan sensor suhu DS18B20 di bagian input/masukan pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Data suhu selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Waktu dan suhu pada bagian input/masukan
Waktu
rak 1 in (oC)
rak 2 in (oC)
rak 3 in
(oC) waktu
rak 1 in (oC)
rak 2 in (oC)
rak 3 in (oC)
15 menit 60 66 74 225 menit 57 63 70
30 menit 69 78 91 240 menit 56 62 68
45 menit 71 80 93 255 menit 58 65 73
60 menit 71 81 93 270 menit 56 62 69
75 menit 72 82 93 285 menit 55 61 67
90 menit 68 77 86 300 menit 56 62 69
105 menit 64 71 79 315 menit 59 66 76
120 menit 60 66 74 330 menit 61 68 78
135 menit 59 65 72 345 menit 61 68 78
150 menit 59 64 71 360 menit 61 68 78
165 menit 59 65 72 375 menit 59 66 74
180 menit 59 66 73 390 menit 58 65 74
195 menit 59 65 72 405 menit 61 69 79
210 menit 59 65 72 420 menit 62 70 80
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa suhu tertinggi terletak pada rak 3 yaitu 93
oC pada menit ke 45 – 75 dan suhu terendah yaitu 67
oC pada menit ke 285.
Pada rak 2 suhu tertinggi yaitu 82
oC pada menit ke 75 dan suhu terendah yaitu 61
o
C pada menit ke 285. Pada rak 1 suhu tertinggi yaitu 72
oC pada menit ke 75 dan suhu terendah yaitu 55
oC pada menit ke 285.
Gambar 2. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian input/masukan Pada Gambar 2 juga terlihat pada 15 menit pertama suhu pengeringan masih rendah dibagian rak lain suhu belum mencapai suhu optimal pengeringan kakao yaitu antara 55 – 60
oC dikarenakan udara panas belum tersebar secara merata di seluruh bagian input. Kemudian pada 15 menit selanjutnya suhu dinaikkan, hal ini dilakukan agar udara panas cepat menyebar pada seluruh bagian ruang pengering tetapi mengakibatkan pada rak 3 mengalami kenaikan suhu mencapai 91 – 93
oC dikarenakan bagian ini bersebelahan langsung dengan sumber panas.
- 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Waktu (menit)
rak 1 in rak 2 in rak 3 in Suhu (oC)
B. Bagian center/pusat
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data suhu dengan interval waktu 15 menit, dimana suhu diperoleh dengan meletakkan sensor suhu DS18B20 di bagian center/pusat pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Data suhu selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Waktu dan suhu pada bagian center/pusat
waktu
rak 1 center
(oC)
rak 2 center (oC)
rak 3 center
(oC) waktu
rak 1 center
(oC)
rak 2 center
(oC)
rak 3 center
(oC)
15 menit 48 50 43 225 menit 55 58 56
30 menit 60 63 55 240 menit 55 58 56
45 menit 64 68 61 255 menit 55 58 56
60 menit 65 69 63 270 menit 55 59 56
75 menit 65 68 62 285 menit 54 57 55
90 menit 64 67 63 300 menit 54 57 54
105 menit 62 65 63 315 menit 55 57 53
120 menit 58 60 58 330 menit 58 60 58
135 menit 56 59 56 345 menit 59 62 59
150 menit 57 60 57 360 menit 59 62 59
165 menit 57 60 58 375 menit 58 60 58
180 menit 55 56 54 390 menit 55 57 53
195 menit 57 59 56 405 menit 58 61 59
210 menit 57 59 57 420 menit 60 63 60
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa suhu tertinggi terletak pada rak 2 yaitu 69
oC pada menit ke 60 dan suhu terendah adalah 50
oC pada 15 menit pertama.
Pada rak 1 suhu tertinggi adalah 65
oC pada menit ke 60 – 75 dan suhu terendah
adalah 48
oC pada 15 menit pertama. Pada rak 3 suhu tertinggi adalah 63
oC pada
menit ke 60, 90 dan 105, dan suhu terendah adalah 43
oC pada 15 menit pertama.
Gambar 3. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian center
Pada Gambar 3 diketahui bahwa pada 15 menit pertama suhu masih rendah hal ini dikarenakan proses pemanasan baru dimulai dan udara panas belum menyebar ke seluruh bagian pengering. Lalu 15 menit selanjutnya suhu sudah dinaikkan dan suhu sudah mulai naik dan suhu sudah terlihat mulai merata. Hal ini dikarenakan pada bagian center tiap rak sudah seluruhnya menerima udara panas karena adanya blower. Blower menghembuskan udara panas secara langsung dari ruang pemanas sehingga udara panas dapat tersebar merata ke seluruh ruang pengering.
C. Bagian output/keluaran
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data suhu dengan interval waktu 15 menit, dimana suhu diperoleh dengan meletakkan sensor suhu DS18B20 di bagian output/keluaran pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Data suhu selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
- 10 20 30 40 50 60 70 80
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Waktu (menit)
rak 1 center rak 2 center rak 3 center Suhu (oC)
Tabel 4. Waktu dan suhu pada bagian output/keluaran
waktu
rak 1 out (oC)
rak 2 out (oC)
rak 3 out
(oC) waktu
rak 1 out (oC)
rak 2 out (oC)
rak 3 out (oC)
15 menit 39 38 48 225 menit 47 50 57
30 menit 47 46 59 240 menit 47 50 56
45 menit 51 50 64 255 menit 47 50 57
60 menit 54 53 66 270 menit 47 50 57
75 menit 54 53 64 285 menit 47 49 56
90 menit 54 54 65 300 menit 47 49 55
105 menit 53 54 63 315 menit 47 49 55
120 menit 51 52 59 330 menit 49 51 59
135 menit 49 51 57 345 menit 50 52 60
150 menit 49 51 58 360 menit 50 53 60
165 menit 49 51 58 375 menit 50 52 59
180 menit 49 49 55 390 menit 48 49 54
195 menit 49 50 58 405 menit 49 52 59
210 menit 49 51 57 420 menit 49 52 61
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebaran suhu tertinggi terletak pada rak 3 yaitu 66
oC pada menit ke 60 dan suhu terendah adalah 48
oC pada 15 menit pertama. Pada rak 1 suhu tertinggi adalah 54
oC pada menit ke 60 – 90 dan suhu terendah adalah 39
oC pada 15 menit pertama. Dan pada rak 2 suhu tertinggi adalah 54
oC pada menit ke 90 – 105 dan suhu terendah adalah 38
oC pada 15 menit pertama.
Gambar 4. Grafik hubungan suhu dan waktu pada bagian output/keluaran
- 10 20 30 40 50 60 70
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Waktu (menit)
rak 1 out rak 2 out rak 3 out Suhu (oC)
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada 15 menit pertama suhu masih rendah hal ini dikarenakan proses pengeringan baru dimulai dan suhu belum tersebar secara merata namun untuk 15 menit selanjutnya suhu dinaikkan dan mulai terlihat grafik suhu naik secara perlahan.
Dari penelitian yang dilakukan didapat perbedaan suhu diantara bagian
input/masukan, center/pusat dan output/keluaran. Pada Tabel 2 diketahui bahwa
suhu tertinggi terletak pada rak 3 (bagian input/masukan) dan pada Tabel 3
diketahui bahwa suhu tertinggi terletak pada rak 2 (bagian center/pusat)
sedangkan pada Tabel 4 suhu tertinggi terletak pada rak 3 (bagian
output/keluaran). Perbedaan pada Tabel 4 terlihat jelas bahwa suhu pada rak 3
jauh lebih tinggi daripada pada rak pertama maupun rak 2. Hal ini dikarenakan
udara panas bersebelahan tepat dengan rak 3 bagian input/masukan kemudian
karena adanya angin dari blower maka udara panas secara garis lurus menuju rak
3 bagian output/masukan dan panas yang terkumpul pada rak bagian
output/keluaran akan dihembuskan menuju rak 2 center dikarena udara panas
secara langsung akan mencari tempat keluaran udara panas yang tepat di sebelah
rak 2 output/keluaran. Sehingga hanya pada bagian rak 3 bagian input/masukan,
rak 3 output/keluaran dan rak 2 center/pusat yang menerima panas secara berlebih
daripada bagian rak yang lainnya. Hal ini sesuai dengan literatur Dyah, dkk
(2003) yang menyatakan bahwa suhu kontak antara udara dan biji yang rendah
merupakan masalah yang terjadi pada pengering berenergi surya, dimana salah
satu penyebabnya adalah distribusi aliran panas yang tidak merata, khususnya
pada tipe rak. Akibatnya terjadi ketidakseragaman kadar air produk pada setiap
tingkat rak, sehingga membuat kualitas produk secara keseluruhan menjadi
menurun. Selain itu ketidakseragaman distribusi aliran dan suhu tersebut mengakibatkan kemungkinan hilangnya udara panas dari ruang pengering sebelum melewati produk dan pemborosan energi tidak terelakkan lagi.
Menurut Dyah, dkk (2003) salah satu pemecahan untuk masalah tersebut adalah dengan menganalisa sifat dan pola aliran serta distribusinya dalam suatu model simulasi. Dengan demikian, posisi penempatan kipas dan sumber panas (penukar panas) dapat diketahui secara tepat sehingga tujuan keseragaman mutu produk dan penghematan energi akan tercapai dan efisiensi pengeringan dapat ditingkatkan.
Selama proses pengeringan dilakukan penurunan dan penaikkan suhu,
dikarenakan suhu pada 15 menit pertama yang masih terlalu rendah dan kemudian
ketika dinaikkan suhu pada 15 menit selanjutnya suhu pada rak 3 bagian
input/masukan mengalami kenaikan suhu yang tinggi sehingga harus diturunkan
suhu nya kembali di beberapa menit selanjutnya dan kemudian ketika suhu mulai
menurun dinaikkan perlahan begitu seterusnya selama proses pengeringan
berlangsung. Fluktuasi ini disebabkan oleh faktor eksternal meliputi suhu,
kelembaban, dan kecepatan aliran udara. Adanya fluktuasi ini juga dipengaruhi
oleh pembukaan rak pengering selama penimbangan berat sampel dan elemen
pemanas. Hal ini sesuai dengan literatur Isti’anah (2011) yang menyatakan bahwa
adanya pembukaan rak pengering mempengaruhi suhu udara optimum dalam rak
pengering. Sedangkan elemen pemanas sangat mempengaruhi suhu udara
pengeringan. Pada awal periode suhu pemanas cenderung naik dan belum
konstan. Pada pertengahan periode pengeringan, laju pengeringan cenderung
konstan kemudian pada titik tertentu laju pengeringan akan menurun hingga proses pengeringan selesai.
Namun dapat kita lihat semakin lama proses pengeringan suhu yang tersebar juga semakin merata sehingga semua bagian rak terkena udara panas.
Apabila waktu pengeringan dipercepat dengan menaikkan suhu maka pengeringan tidak optimal dan akan terjadi case hardering (bagian luar bahan sudah kering namun bagian dalam masih basah). Hal ini sesuai dengan literatur Winarno, dkk (1980) yang menyatakan bahwa jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka hal ini dapat mengakibatkan terjadinya “case hardering”
yaitu suatu keadaan dimana bagian luar (permukaan) dari bahan sudah kering sedangkan bagian bagian dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi keras, sehingga akan menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat di bagian dalam bahan tersebut.
RH (Relative Humidity)
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data RH dengan interval waktu
15 menit, dimana RH diperoleh dari 3 tempat yaitu dengan meletakkan
termometer bola basah bola kering pada bagian udara keluar dari alat pengering,
sensor suhu DHT22 di bagian center/pusat ruang pengering dan untuk RH
lingkungan termometer bola basah dan bola kering di letakkan pada jendela. Data
RH selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5. Nilai RH dan waktu
waktu
RH pengering
RH lingkungan
RH udara
Keluar waktu
RH pengering
RH lingkungan
RH udara Keluar
15 menit 33% 87% 78% 225 menit 18,97% 83% 60%
30 menit 20% 90% 70% 240 menit 19,23% 85% 64%
45 menit 16,13% 90% 66% 255 menit 18,87% 85% 60%
60 menit 14,83% 90% 68% 270 menit 18,17% 85% 60%
75 menit 16,13% 90% 64% 285 menit 19,30% 85% 59%
90 menit 14,27% 85% 59% 300 menit 20,30% 83% 69%
105 menit 14,77% 85% 60% 315 menit 20,23% 81% 61%
120 menit 16,87% 87% 59% 330 menit 17,30% 81% 61%
135 menit 17,87% 87% 62% 345 menit 16,67% 79% 62%
150 menit 17,43% 87% 62% 360 menit 16,57% 81% 62%
165 menit 17,50% 87% 60% 375 menit 17,33% 84% 61%
180 menit 20,13% 87% 64% 390 menit 20,73% 79% 64%
195 menit 17,43% 87% 59% 405 menit 17,13% 85% 62%
210 menit 17,93% 85% 60% 420 menit 16,70% 81% 62%
Dari Tabel 5 dapat dilihat nilai RH tertinggi pada bagian ruang pengering adalah 33% pada 15 menit pertama dan nilai terendah adalah 14,27% pada menit ke 90. Nilai RH tertinggi pada bagian udara keluar adalah 78% pada 15 menit pertama dan nilai terendah adalah 59% pada menit ke 90, 120, 195 dan 285. Nilai RH tertinggi pada bagian lingkungan adalah 90% pada menit ke 30 – 75 dan nilai terendah adalah 79% pada menit ke 345 dan 390.
Gambar 5. Grafik hubungan RH dan waktu
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
15 menit 30 menit 45 menit 60 menit 75 menit 90 menit 105 menit 120 menit 135 menit 150 menit 165 menit 180 menit 195 menit 210 menit 225 menit 240 menit 255 menit 270 menit 285 menit 300 menit 315 menit 330 menit 345 menit 360 menit 375 menit 390 menit 405 menit 420 menit
RH pengering RH lingkungan RH udara Keluar
Waktu (menit)
RH (%)
Pada 15 menit pertama RH bagian dalam ruang pengering masih sedikit tinggi yaitu mencapai 33% dikarenakan alat pengering baru mulai digunakan dan uap air masih banyak di bagian dalam alat, kemudian pada menit ke 30 RH bagian dalam pengering mulai menurun 20% dan menit selanjutnya juga terus menurun perlahan. Hal ini sesuai dengan literatur Ernyasih (2012) yang menyatakan bahwa kelembaban relatif berubah sesuai dengan tempat dan waktu. Ini dikarenakan RH pada dasarnya jumlah uap air yang terkandung ada udara. RH sangat bergantung pada suhu dan lama waktu pengeringan. Semakin lama waktu maka suhu semakin tinggi dan menyebar merata sehingga RH semakin rendah.
Kadar Air
Pada penelitian ini perhitungan dapat diambil pada 3 bagian:
1. Bagian input/masukan 2. Bagian center/pusat 3. Bagian output/keluaran
Berikut ini hasil perhitungan kadar air pada 3 bagian tersebut:
A. Bagian input/masukan
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data kadar air dengan interval
waktu 60 menit, dimana kadar air diperoleh dari pengambilan sampel sebanyak 3
gr di bagian input/masukan pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Kemudian sampel di
ovenkan sampai berat nya konstan dan dihitung kadar air nya. Data kadar air
selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Waktu dan KA pada bagian input/masukan
Waktu KA rak 1 in KA rak 2 in KA rak 3 in
60 menit 0,78% 0,66% 0,76%
120 menit 0,78% 0,98% 0,66%
180 menit 0,66% 0,78% 0,86%
240 menit 0,66% 0,55% 0,66%
300 menit 0,77% 0,55% 0,44%
360 menit 0,55% 0,65% 0,75%
420 menit 0,66% 0,44% 0,66%
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa kadar air tertinggi pada rak 1 adalah 0,78% pada menit ke 60 – 120 dan terendah 0,55% pada menit ke 350. Nilai kadar air tertinggi pada rak 2 adalah 0,98% pada menit ke 120 dan nilai terendah adalah 0,44% pada menit ke 420. Dan nilai kadar air tertinggi pada rak 3 adalah 0,86%
pada menit ke 180 dan nilai terendah adalah 0,44% pada menit ke 300.
B. Bagian center/pusat
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data kadar air dengan interval waktu 60 menit, dimana kadar air diperoleh dari pengambilan sampel sebanyak 3 gr di bagian center/pusat pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Kemudian sampel di ovenkan sampai berat nya konstan dan dihitung kadar air nya. Data kadar air selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7. Waktu dan KA pada bagian center/pusat
Waktu KA rak 1 Center KA rak 2 Center KA rak 3 center
60 menit 0,77% 0,98% 0,88%
120 menit 0,78% 0,78% 0,66%
180 menit 0,76% 1,00% 0,88%
240 menit 0,76% 0,76% 0,55%
300 menit 0,65% 0,55% 1,00%
360 menit 0,76% 0,55% 0,86%
420 menit 0,55% 0,55% 0,55%
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai kadar air tertinggi pada rak 1 adalah 0,78% pada menit ke 120 dan nilai terendah adalah 0,55% pada menit ke 420. Pada rak 2 nilai kadar air tertinggi adalah 1% pada menit ke 180 dan nilai terendah adalah 0,55% pada menit ke 300 – 420. Dan pada rak 3 nilai kadar air tertinggi adalah 1% pada menit ke 300 dan nilai terendah adalah 0,55% pada menit ke 240 dan 420.
C. Bagian output/keluaran
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh data kadar air dengan interval waktu 60 menit, dimana kadar air diperoleh dari pengambilan sampel sebanyak 3 gr di bagian output/keluaran pada rak 1, rak 2 dan rak 3. Kemudian sampel di ovenkan sampai berat nya konstan dan dihitung kadar air nya. Data kadar air selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Waktu dan KA pada bagian output/keluaran
waktu KA rak 1 out KA rak 2 out KA rak 3 out
60 menit 1% 1% 1%
120 menit 0,88% 0,98% 1,19%
180 menit 1% 0,99% 1%
240 menit 0,44% 1% 0,88%
300 menit 1% 0,55% 0,55%
360 menit 0,66% 0,66% 0,86%
420 menit 1% 0,55% 0,88%
Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai pada rak pertama nilai kadar air tertinggi adalah 1% pada menit ke 60, 180, 300 dan 420 sedangkan nilai kadar air terendah adalah 0,44% pada menit ke 240. Pada rak 2 nilai kadar tertinggi adalah 1% pada menit ke 60 dan 240 sedangkan nilai kadar air terendah adalah 0,55%
pada menit ke 300 dan 240. Dan pada rak 3 nilai kadar air tertinggi adalah 1,19%
pada menit ke 120 dan nilai kadar air terendah adalah 0,55% pada menit ke 300.
Gambar 6. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian input/masukan
Gambar 7. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian center/pusat
Gambar 8. Grafik hubungan antara KA dan waktu pada bagian output/keluaran
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
KA rak 1 in KA rak 2 in KA rak 3 in
Waktu (menit)
KA (%)
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
KA rak 1 Center KA rak 2 Center Waktu (menit)
KA (%)
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
KA rak 1 out KA rak 2 out KA rak 3 out
Waktu (menit)
KA (%)
Dari penelitian yang dilakukan didapat hasil kadar air yang tidak teratur.
Pada Gambar 6, 7 dan 8 dapat dilihat bahwa hasil dari pengujian kadar air yang dilakukan tidak seragam dikarenakan pada proses penelitian tidak memperhatikan tebal tipisnya tumpukan bahan kakao bubuk pada setiap nampan sehingga tidak ada keseragaman nilai kadar air yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan yang tebal tumpukannya lebih sulit dihembuskan udara panas daripada bahan yng tipis tumpukannya. Karena seharusnya semakin lama waktu pengeringan maka kadar air nya akan semakin rendah dan bentuk grafik juga akan terus menurun. Hal ini sesuai dengan literatur Dyah, dkk, (2003) yang menyatakan bahwa suhu kontak antara udara dan biji yang rendah merupakan masalah yang terjadi pada pengering berenergi surya, dimana salah satu penyebabnya adalah distribusi aliran panas yang tidak merata, khusunya pada tipe rak. Akibatnya terjadi ketidakseragaman kadar air produk pada setiap tingkat rak, sehingga membuat kualitas produk secara keseluruhan menjadi menurun.
Kadar air sangat dipengaruhi oleh waktu karena semakin lama waktu pengering maka kadar air yang dihasilkan juga rendah dikarenakan air pada bahan sudah menguap keluar dari bahan. Semua hasil pengujian kadar air rendah yaitu ≤ 1,19% hal ini dikarenakan kakao bubuk yang digunakan berasal dari biji kakao yang sudah dikeringkan hingga kadar air mencapai 6% - 5%. Padahal untuk kadar air 6 % - 5% untuk biji kakao sudah sesuai dengan standar pengeringan kakao.
Menurut SNI (2010) kadar air kakao maksimum adalah 7,5%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada bagian input/masukan suhu tertinggi terletak pada rak 3 tertinggi yaitu 93
oC pada menit ke 45 – 75 dan suhu terendah yaitu 67
oC pada menit ke 285. Pada rak 2 suhu tertinggi yaitu 82
oC pada menit ke 75 dan suhu terendah yaitu 61
oC pada menit ke 285. Pada rak 1 suhu tertinggi yaitu 72
oC pada menit ke 75 dan suhu terendah yaitu 55
oC pada menit ke 285.
2. Pada bagian center/pusat suhu tertinggi terletak pada rak 2 yaitu 69
oC pada menit ke 60 dan suhu terendah adalah 50
oC pada 15 menit pertama.
Pada rak 1 suhu tertinggi adalah 65
oC pada menit ke 60 – 75 dan suhu terendah adalah 48
oC pada 15 menit pertama. Pada rak 3 suhu tertinggi adalah 63
oC pada menit ke 60, 90 dan 105, dan suhu terendah adalah 43
o
C pada 15 menit pertama.
3. Pada bagian output/keluaran suhu tertinggi terletak pada rak 3 yaitu 66
oC pada menit ke 60 dan suhu terendah adalah 48
oC pada 15 menit pertama.
Pada rak 1 suhu tertinggi adalah 54
oC pada menit ke 60 – 90 dan suhu terendah adalah 39
oC pada 15 menit pertama. Dan pada rak 2 suhu tertinggi adalah 54
oC pada menit ke 90 – 105 dan suhu terendah adalah 38
o
C pada 15 menit pertama.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sensor yang lebih banyak dan data logger yang lebih baik sehingga dapat dikaetahui sebaran suhu di setiap bagian dalam alat pengering. Dikarenakan penelitian ini hanya menggunakan 15 sensor yang diletakkan hanya pada 3 rak.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sistem pemanas dan blower yang lebih sehingga suhu dapat menyebar lebih baik.
3. Perlu dilakukan pengujian kadar air sesuai dengan pengambilan data suhu dan RH agar dapat dilihat perbandingan yang akurat antara kadar air, suhu dan RH.
4. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap kadar air secara akurat
dengan memperhatikan tebal dan tipisnya permukaan bahan pada nampan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Penerbit Agritech, Yogyakarta.
Badan Standararisasi Nasional, 1992. SNI 01-2708-1992. Badan Stadarisasi Indonesia. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan, 2009. Pusat Keunggulan Inovasi Teknologi
Pengolahan Kakao. http: perkebunan.litbang.pertanian.go.id [01 Mei 2016].
Depertemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. http:
www.kemenperin.go.id [01 Mei 2016].
Desroier, N. M., 1988. Teknologi Pengawetan Makanan. Terjemahan M Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Dyah, W., L. O. Nelwan, Kamaruddin, A., dan A. Indra S., 2003. Analisis Distribusi Suhu dan Kecepatan Aliran Udara dalam Ruang Pengering Berenergi Surya Menggunakan CFD. IPB, Bogor.
Earle, R.R., 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. P.T. Sastra Hudaya, Bogor.
Ernyasih, 2012. Hubungan Iklim (Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembaban dan Kecepatan Angin) dengan Kasus Diare di DKI Jakarta Tahun 2007-2011.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hartono, R., 2013. Perancangan Sistem Data Logger Temperatur Baterai Berbasis Arduino Duemilanove. Universitas Jember, Jawa Timur.
Isti’anah, D., 2011. Mempelajari Pengaruh Suhu dan Bentuk Irisan pada Proses Pengeringan Irisan Paprika Merah (capsicum Annum .L). IPB, Bogor.
Kudra, T., 2002.Advanced Drying Technology. Marcel Deker Inc, New York.
Mahmud, Z., Elna, K., M., Syakir, Jani, M., Ketut, A., dan Rubiyo, 2010.
Budidaya dan Pasca Panen Kakao. http:
perkebunan.litbang.pertanian.go.id [01 Mei 2016].
Natawidjaya, H., Unggul, A., Sri, M., Edy, S., dan Nuraini. 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pasca Panen Kakao. Kementrian Pertanian, Jakarta.
Nurwantoro, dan Djarijah A., S., 1997. Mikrbiologi Pangan Hewani-Nabati.
Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pemenrintah, 2012. Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao. http: ditjenbun.pertanian.go.id [01 Mei 2016].
Pratiwi, R., 2009. Penentuan Sumber Panas dengan Metode Tomografi
Menggunakan Sensor Termometer Digital DS18B20. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Lampiran 1. Flow chart pelaksanaan penelitian
Mulai
Diletakkan bubuk kakao pada nampan
Dimasukkan nampan pada alat pengering
Dihidupkan alat pengering selama 7 jam
Diambil sampel setiap sejam sekali selama proses pengeringan untuk menguji kadar air
Dilihat termometer bola basah dan bola kering pada dinding sekitar alat pengering dan pada pintu masukan setiap 15 menit sekali selama
proses pengeringan
Dimatikan alat pengering
Dikeluarkan bahan dari alat pengering
Ditimbang hasil pengeringan
Dilakukan pengamatan parameter : 1. Kadar air
2. Humidity ratio (RH) 3. Distribusi suhu
4. Laju Pengeringan
Dilakukan pengolahan data